• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pertimbangan Hakim

ADANYA PENAMBAHAN (ADDENDUM) DILUAR DARI KONTRAK BORONGAN

F. Analisis Putusan Pailit Nomor 08/Pailit/2013/ PN.Niaga/Mdn Tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Dengan Adanya Penambahan

2. Analisis Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim merupakan dasar hakim menerapkan suatu hukum yang tercantum dalam suatu perkara untuk menyelesaikan suatu perkara dengan menjabarkan unsur dari suatu perkara yang disidangkan sehingga terlihat jelas dipenuhinya atau tidak dipebuhinya suatu unsur yang dimaksudkan dalam undang-undang.Dalam kasus permohonan pailit yang diajukan PT. TUM kepada

PT. UBBS, hakim mengambil pertimbangan dari ketiga unsur yang didalilkan oleh PT. TUM untuk mempailitkan PT. UBBS.

Pada persidangan hakim menemukan fakta bahwa tentang utang PT. UBBS yang didalilkan oleh PT. TUM diatas, telah disangkal oleh PT. UBBS denganmengemukakan dalil yang pada pokoknya bahwa PT. TUM lah yang berkewajiban melakukan pembayaran sejumlah uang kepada PT. UBBS karena adanya kelebihan bayar sebesar Rp.US$ 3,292,737,63. Bahwa menurut PT. UBBS kelebihan bayar yang diterima oleh PT. TUM dikarenakan PT. TUM tidak

melaksanakan isi perjanjian dimaksuddimana PT. UBBS telah melaksanakan ekspor bijih bauksit namunfaktanya kadar bijih bauksit tidak sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati oleh PT. TUM dan PT. UBBS yang menimbulkan

efek hukum berupa pengenaan penalti terhadap PT. UBBS oleh customer, dan hal

oleh PT. UBBS telah diberitahu kepada Bapak Inan RiauHasibuan selaku

komisisaris pada PT. TUM dan yang mendapat kuasauntuk menerima fee dari PT.

UBBS.

PT. UBBS mengurangi fee kepada PT. TUM sebagai akibat pengenaan

penalti daricustomer sebagai berikut:

a. Total cargo loading (gross) = 1,656,107.80 WMT

b. Rata-rat moisture = 14.82%

c. Total cargo loading (nett) = 1,410,671.90 DMT

d. Kadar AL203 = 50% (menurut perjanjian) dari 44,91% (hasil lab pihak

ketiga) yang dikenakan penalti = (50% - 44,91%) X US$ 0,50 = US$ 2,54

e. Kadar SIO2 = 11% (menurut perjanjian) dan 11,94% (hasil lab pihak

ketiga) sehingga dikenakan penalti = (11,94% - 11%) X US$ 0,50 = US$ 0,47 Total penalty = US$ 2,52 + US$ 0,47 = US$ 3,00 fee untuk Pemohon berkurang menjadi US$ 6,70 – US$ 3,00 = US$ 3,70. Total fee untuk PT. TUM setelah dikurangi dengan penalti adalah sebesar 1,410,671.90 DMT X US$ 3,70 = US$ 5,219,486.03

Hakim dalam pertimbangannya juga mengikuti ketentuan BAB I Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, dimana yang dimaksud dengan kreditur adalah orang yang mempunyai piutang kerena perjanjian atau undang-undang,yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Sedangkan debitur menurut ketentuan Pasal 1 angka 3undang-undang tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan debitur adalah orang yangmempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih

dimukapengadilan.Sementara utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah,baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajibdipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat

pemenuhannyadari harta kekayaan debitur.

Mengenai kedudukan Maswadi dan YantoNdey sebagai kreditur lainnya, yang dimajukan oleh PT. TUM, hakim mengambil pertimbangan bahwa untuk membuktikan dalilnya, tersebut PT. TUM menyerahkan dan memindahkan hak (cessi) sebesar 10% (sepuluh persen) pada PT. UBBS,yakni sebesar

USD.239.681,-( dua ratus tiga puluh sembilan ribu enam ratus delapan puluh satu dollar amerika) kepada Maswadi dan juga memindahkan tagihan sebesar 10 % (sepuluh persen) pada PT. UBBS, yakni sebesar USD. 239.681,- (dua ratus tiga puluh sembilan ribu enam ratus delapan puluh satu dollar amerika) kepada Yanto

Ndey, yang mana kedua pengalihan piutang (cessie) tersebut, kemudian telah

diberitahukan oleh PT. TUM kepada PT. UBBS.

Pada prinsipnya cessie berarti penyerahan tagihan atas nama,sebagaimana

diatur dalam ketentuan Pasal 613 KUHPerdata bahwa sebagaimana ketentuan

padaayat (1) pasal tersebut, selain cessie yang merupakan istilah yang diciptakan

oleh doktrin, jugamengatur masalah benda-benda tak bertubuh lainnya, yang pada

prinsipnya sangat berbeda dengancessiewalaupun kedua masalah tersebut

penyerahan atau peralihannya harus dengan sebuah akta, namun benda-benda tak

bertubuh lainnya tidak disebutsebagai akta cessie, sebab dengan ditanda

maka selesailah peralihannya, tidak demikian terhadap benda-benda takbertubuh lainnya, selain dengan membuat akta, juga masih diperlukannya balik nama, seperti halnyaperalihan saham, maka harus ada balik nama dalam daftar saham.

Sehubungan dengan cessie tersebut, maka berdasarkan ketentuan Pasal

584 KUHPerdata, maka untuk dapat beralihnya cessie tersebut haruslah diperhatikan hal-hal berikut :

a. adanya penyerahan

b. di dasarkan atas suatu peristiwa perdata

c. penyerahan itu untuk memindahkan hak milik

d. dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas dengan benda itu

Berdasarkan unsur tersebut, maka untuk terjadinya cessie terlebih

dahuluharus di awali dengan adanya peristiwa perdata yang sah antara pihak yang

menyerahkan dengan yangmenerima cessie tersebut. Bila peristiwa perdatanya

tidak ada, maka dengan sendirinya penyerahan hakatas nama (cessie) dianggap

tidak pernah ada, karena melanggar ketentuan Pasal 613 ayat (1) dan Pasal 584 KUHPerdata, sehingga dengan demikian perjanjian cessie yang terjadi antara PT. TUM dengan Maswadi maupun dengan Yanto Ndeyharuslah dianggap tidak pernah ada, sehingga dengan demikian hakim berpendapat Maswadi danYanto Ndey bukanlah merupakan kreditur lain dari PT. UBBS. Berdasarkan

pertimbangan tersebut maka Majelis berpendapat bahwa adanyadua atau lebih kreditur lain sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 seperti tersebut diatas tidak terpenuhi.

Majelis Hakim juga mempertimbangkan tentang unsur debitur tidak membayar sedikitnya satu utangnya.Pada tanggal 09 Januari 2013 PT. TUM melayangkan surat agar PT. UBBS melunasi hutangnya kepada PT. TUM

sejumlah USD.2.396.812,7 (dua juta tiga ratussembilan puluh enam ribu delapan ratus dua belas koma tujuh dolalar amerika) paling lambat hari Selasa tanggal 15 Januari 2013, dan tanggal 01 April 2013 PT. TUM melayangkan teguranterakhir kepada PT. UBBS agar melunasi kekurangan utangnya menjadi sejumlah USD 1.917.450,7(satu juta sembilan ratus tujuh belas ribu empat ratus lima puluh koma

tujuh dollar amerika) karena utang PT. UBBS telah dialihkan sebagian berdasarkan cessie kepada pihak lain yaitu Maswadi dan Yanto Ndey.

PT. TUM mendalilkan bahwa PT. UBBS harus melunasi sisa hutangnya

kepada PT. TUM atas fee yang seharusnya diterima sesuai dengan perjanjian yang

telah disepakati,namun PT. UBBS malah menyatakan bahwaPT. TUM lah yang mempunyai hutang kepada PT. UBBS karena PT. UBBS telahmelakukan pembayaran yang lebih kepada PT. TUM sesuai dengan kadar bauksit yang disediakan PT. TUM akibatnya PT. UBBS mengalami kerugian akibat PT. TUM

tidak melaksanakan isi Perjanjian.FeePT. TUM seluruhnya telah dibayarkan oleh

PT. UBBS tersebut merupakan besaran uang yang telah dibayarkan PT. UBBS kepada PT. TUM.PT. UBBS telah merinci pembayaran yang dilakukannya terhadap PT. TUM, sedang PT. TUM juga merinci hutang PT. UBBS sesuai dengan addendium perjanjianyang disepakati. Bahwa dari rangkaian

pertimbangan tersebut, hakim berpendapat bahwa pembuktiantentang adanya utang PT. UBBS terhadap PT. TUM ternyata sangatlah tidak sederhana,malahan lebih mengarah kepada komplikasi, dan tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan olehPasal 8 ayat (4), karena terdapat perbedaan penafsiran mengenai ada atau tidaknya utang yang telah jatuh waktu.

Permasalahan tersebut telah menimbulkan perselisihan tentang ada atau tidaknya utang PT. UBBS kepada PT. TUM yang dengan demikian utang yang di dalilkan oleh PT. TUM belum jelasapakah ada atau tidak ada, sehingga sangat sulit untuk membuktikannya secara sederhana atau dengankata lain utang secara sumir tidak bisa dibuktikan.Dengan adanya saling klaim diantara PT. TUM dan PT. UBBS,menyebabkan utang yang didalilkan tersebut menjadi tidak kelihatan secara sumir, maka hak untuk menuntut atau menggugat PT. UBBS seharusnya diselesaikan melalui Pengadilan Negeri.

Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37Tahun 2004, bahwa salah satu syarat untuk dapat dikabulkannya permohonan pernyataan pailit adalahpembuktian atas fakta dan keadaan dalam perkara kepailitan harus dapat dilakukan dengan sederhana dan menurut Majelis Hakim pembuktian utang dalam perkara ini tidak dapat dibuktikan secara sederhana.

Berdasarkan uraian dan pertimbangan diatas, maka Majelis Hakimberpendapat bahwa oleh karena PT. TUM tidak dapat membuktikanPT. UBBS memiliki dua ataulebih kreditur, serta tidak sederhananya pembuktian utang nya didalam perkara ini, maka permohonanpernyataan pailit PT. TUM haruslah ditolak. 3. Analisis Putusan

Dalam amar putusannya, majelis hakim menetapkan bahwa permohonan pailit yang diajukan PT. TUMuntuk mempailitkan PT. UBBSdikarenakan adanya sejumlah hutang yang belum dibayar dan sudah jatuh tempo ditolak oleh hakim dan permohonan tersebut dinyatakan tidak berlaku. Penolakan tersebut menurut hakim dikarenakan tidak lengkapnya unsur-unsur yang dapat mempailitkan PT. UBBS dikarenakan PT. TUM tidak mampu menujukkan bukti bahwa PT. UBBS memiliki lebih dari 2 kreditur dan pembuktian sederhana dari hutang PT. UBBS tidak mampu dibuktikan oleh PT. TUM. Maka dari itu permohonan pailit yang diajukan PT. TUM terhadap PT. UBBS dinyatakan ditolak dan hakim

menghukum PT. TUM untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp. 211.000,- (dua ratus sebelas ribu rupiah).

BAB V

PENUTUP

C. Kesimpulan

1. Kedudukan masing-masing pihak yang telah diuraikan dalam penjelasan

diatas, maka ada ketidakseimbangan antara para pihak, terutama antara pemilik kerja dengan pelaksana pekerjaan dimana pelaksana pekerjaan biasanya tidak ikut dalam merumuskan kontrak yang akan di setujuinya. Sehingga bila dipandang dari sudut pandang hukum, maka kontrak perjanjian ini yang termasuk dalam salah satu bentuk kontrak baku ini

tidak terdapat asas persamaan hak dalam hukum (equality in law). Namun

karena pelaksana pekerjaan menyetujui dan menandatangani kontrak tersebut tanpa paksaan dari pihak manapun maka kontrak ini tetap menjadi undang-undang bagi mereka yang bersepakat untuk melakukan perjanjian

kerjasama tersebut (pacta sun servanda).

2. Pada dasarnya, keduanya, baik addendum maupun perpanjangan kontrak

adalah perjanjian. Karena tanpa kesepakatan kedua belah pihak, salah satu

pihak tidak dapat membuat addendum atau memperpanjang suatu

perjanjian secara sepihak. Jadi, sebenarnya perbedaannya adalah pada penggunaan istilah atas dasar perbedaan fungsi. Namun, esensi keduanya tetap adalah perjanjian. Dengan demikian, keduanya sama-sama merupakan perjanjian dan tunduk pada asas kebebasan berkontrak

sebagaimana diatur dalam Pasal

3. Dalam amar putusannya, majelis hakim menetapkan bahwa permohonan

pailit yang diajukan PT. TUMuntuk mempailitkan PT. UBBSdikarenakan adanya sejumlah hutang yang belum dibayar dan sudah jatuh tempo ditolak oleh hakim dan permohonan tersebut dinyatakan tidak berlaku. Penolakan tersebut menurut hakim dikarenakan tidak lengkapnya unsur-unsur yang dapat mempailitkan PT. UBBS dikarenakan PT. TUM tidak mampu menujukkan bukti bahwa PT. UBBS memiliki lebih dari 2 kreditur dan pembuktian sederhana dari hutang PT. UBBS tidak mampu dibuktikan oleh PT. TUM. Maka dari itu permohonan pailit yang diajukan PT. TUM terhadap PT. UBBS dinyatakan ditolak.

D. Saran

1. Sebaiknya perlu ada kesadaran dari pihak yang membuat kontrak

perjanjian khususnya perjanjian pekerjaan borongan mengenai

pemahaman asas equality in law, sebab jika asas ini dapat dijalankan

dengan baik, maka resiko terjadinya perselisihan akan berkurang.

2. Berkenaan dengan addendum sebaiknya perlu ada sosialisasi mengenai

pentingnya pasal mengenai addendum ini, agar para pihak dapat mencermati dan memahami mengenai penambahan prestasi diluar kontrak aslinya.

3. Sebaiknya harus ada sosialisai tentang mekanisme dalam undang-undang

mempailitkan, unsure-unsur yang harus dipenuhi dalam mempailitkan dan lain sebagainya, sehingga kasus yang awalnya dari perjanjian perdata tidak lari kepada kepailitan dikarenakan hutang yang jatuh tempo saja.

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Yani,ahmad& Gunawan Widjaja.2002. Seri Hukum Bisnis,Kepailitan.Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Andasasmita,Komar. 1990.Notaris II Contoh Akta Otentik Dan

Penjelasanya.Cetakan 2. Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat.

Asikin ,Zainal.2002.Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di

Indonesia.Jakarta:Rajawali Pres.

Darus, Mariam Badrulzaman.1994. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni.

. 1993. KUH Perdata Buku III Hukun Perikatan Dengan Penjelasanny.

Bandung:Alumni.

. 1986. Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya. Bandung: Citra

Aditya Bhakti.

. 1981. Kumpulan Pidato Pengukuhan. Bandung: Alumni

Djumialdji,F.X.2002. Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek Dan Sumber Daya

Manusia. Jakarta:Rineka Cipta.

. 1996. Hukum Bangunan. Cetakan I. Jakarta: Rineka Cipta.

Fuady,Munir.2002.Hukum Pailit 1998 Dalam Teori Dan Praktek. Cetakan 2.

Bandung:Citra Aditya Bhakti.

.2002.Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global.

Bandung: Citra Aditya Bhakti.

. 2001. Hukum Kontrak Dari S udut Pandang Bisnis.Bandung: Citra

Aditya Bhakti.

Gautama, Sudargo.1998. Komentar Atas Peraturan Kepailitan Untuk Indonesia.

Bandung:Citra Aditya Bhakti.

H.S, Salim. 2006. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.

Cetakan 3. Jakarta:Sinar Grafika.

Hartono, Sri Sumantri. 19981. Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan

Gunawan, Khairandy.2002. Perlindungan Dalam Undang-Undang Kepailitan.Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis.

Lontoh, Rudhy A.dkk.2001.Penyelesaian Utang Piutang , Melalui Pailit Atau

Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. Bandung: Alumni.

Mahdi,Sri Soesilowati,et.all.2005. Hukum Perdata (Suatu Pengantar). Jakarta:

Gitama Jaya.

Masjachan,Sri soedewi.1980.Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok

Hukum Jaminan, dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta:Liberty.

Abdul Kadir, Muhammad.1990. Hukum Perdata Indonesia.Bandung: Cipta

Bhakti.

.1990. Hukum Perikatan. Bnadung:Citra Aditya Bhakti.

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja.2002.Perikatan Yang Lahir Dari

Perjanjian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Prodjodikoro, R.Wirjono.1991.Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung:Subur.

. 1991. Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertulis. Bandung: Subur.

Radjagukguk,Erman.2009.”Perkembangan Peraturan Kepailitan

Indonesia”.Bahan Kuliah E Learning.Cetakan 1. Bogor: Ghalia Indonesia.

R.Saliman, Abdul, et all.2004. Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Teori Cotoh

Kasus. Jakarta: Prenada.

Satrio, J. 1993. Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya). Bandung:

Alumni.

Subekti, R.2002. Hukum Perjanjian.Cetakan 19. Jakarta: Intermasa.

. 1995. Aneka Perjanjian. Cetakan 10. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

. 1994. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

. 1987. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Bandung: Intermasa.

. 1987. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

Sunggono, Bambang. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:Raja Grafindo

Persada.

Sutedi, Adrian.2009.”Hukum Kepailitan”. Cetakan Pertama. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suyudi, Aria.dkk.2003. Analisa Hukum Kepailitan “Kepailitan di Negeri

Sendiri”.Cetakan 1. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebujakan Indonesia.

B. Peraturan Perundang-Undangan