• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asas Dalam Perjanjian/ Perjanjian Borongan

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN BORONGAN

K. Asas Dalam Perjanjian/ Perjanjian Borongan

Asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif.Asas hukum dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Setidaknya

adalima asas yang harus diperhatikan dalam membuat perjanjian25

1. Asas kebebasan berkontrak

yaitu:

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a. membuat atau tidak membuat perjanjian

b. mengadakan perjanjian dengan siapapun

c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya

d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.26

2. Asas konsensualisme

Dalam hukum perjanjian berlaku asas konsensualisme. Perkataan ini

berasal dari perkataan latinconsensus yang berarti sepakat. Arti asas

konsensualisme adalah perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.Perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok walaupun belum ada perjanjian tertulisnya sebagai sesuatu formalitas. Asas konsensualisme tersebut lazimnya

24

Ibid., hlm. 53 25

M. Harianto, Asas-Asas Dalam Perjanjian,

diakses tanggal

10 Maret 2014 26

Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 25

disimpulkan dari pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Karena suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan,maka

perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Menurut

ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak

yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam

surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Karena perjanjian sudah lahir maka tak dapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizin pihak lawan. Pengecualian terhadap asas konsensualisme yaitu penetapan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak menuruti bentuk cara yang dimaksud, misalnya perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tak bergerak harus dilakukan dengan akta notaris dan perjanjian perdamaian harus dilakukan secara tertulis, dan lain sebagainya. Perjanjian yang memerlukan formalitas

tertentu dinamakan perjanjian formil.27

a. Teori Pernyataan (utingstheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada

saat yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. Jadi dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat Asas konsensualisme berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, mengenai saat terjadinya kesepakatan dalam suatu perjanjian, yaitu antara lain:

Sistem Terbuka dan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perjanjian,

menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini adalah sangat teoritis karena dianggap kesepakatan terjadi secara otomatis.

b. Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang

menerima penawaran mengirimkan telegram.

c. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila yang

menawarkan itu mengetahui adanya penerimaan, tetapi penerimaan itu belum diterimanya atau tidak diketahui secara langsung.

d. Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi pada saat pihak

yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.28

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang. Oleh

karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

4. Asas itikad baik

Di dalam hukum perjanjian itikad baik itu mempunyai dua pengertian yaitu:

28

a. Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti subyektif ini diatur dalam Pasal 531 Buku II KUHPerdata.

b. Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu pelaksanaan suatu perjanjian harus

didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, dimana hakim diberikan suatu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan. Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan

memperhatikan norma-norma yang berlaku.29

5. Asas kepribadian(personality)

Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu

perjanjian.Asas kepribadian dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang

membuatnya.Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUH

Perdata.Perjanjian dapat pula diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.Pasal ini memberi pengertian bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang telah ditentukan.Sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata,

29

tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

Hukum benda mempunyai sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-ndang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari

hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap (optional

law), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki

oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian dan diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam

perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian-perjanjian itu tidak mengatur sendiri sesuatu soal, maka berarti mengenai soal tersebut akan tunduk kepada undang-undang. Karena itu hukum perjanjian disebut hukum pelengkap, karena fungsinya melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap.

Sistem terbuka, yang mengandung asas kebebasan membuat perjanjian, dalam KUHPerdata lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1), yang

berbunyi demikian:“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Penekanan pada perkataan semua menyatakan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang.