• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

3. Unit Analisis, Populasi, dan Sampel

Unit analisis penelitian ini adalah masyarakat di daerah krisis air. Unit observasi untuk survey adalah kepala rumah tangga. Populasi kajian ini adalah penduduk di wilayah pesisir pulau kecil yang mengalami krisis air. Lokasi yang dipilih adalah pulau-pulau kecil di NTT yakni Pulau Ende, Pulau Solor, dan Pulau Semau. Dalam kepentingan survey, sampel penelitian ini ditentukan secara probabilita dengan teknik penarikan sampel dilakukan secara bertahap (multi-stage) untuk memperoleh representasi dari masyarakat di masing-masing pulau. Teknik penarikan sampel secara rinci disajikan pada Tabel 7.

METODE TUJUAN OBYEK/SUMBER INSTRUMEN

Pengumpulan data sekunder •Memperoleh literatur awal untuk definisi konseptual. •Memperoleh data primer untuk sejumlah indikator indeks

•Data statistik sosial- ekonomi,

penggunaan air, dsb di BPS

•Data curah hujan di Dinas PU Pengairan kabupaten

•Daftar indikator •Daftar kebutuhan

data sekunder

Survey Memperoleh data primer untuk sejumlah indikator indeks

Kepala rumah tangga di desa yang terpilih sebagai sampel lokasi

Kuesioner Wawancara Mendalam Memperoleh penjelasan kualitatif yang konfirmatif mengenai beberapa hal terkait indikator yang ditanyakan dalam survey

•Kepala desa dan tokoh masyarakat di desa lokasi studi •Pihak dinas/instansi

yang relevan

Pedoman Wawancara

Observasi Melihat langsung sejumlah hal terkait indikator

Kondisi akses ke sumber air, jarak dan waktu tempuh.

Tabel 7 Teknik Penarikan Sampel Kajian (Multistage Sampling)

No Tingkat Teknik

Penarikan Mekanisme Penarikan Sampel 1 Kecamatan Random • Memilih 1 atau 2 kecamatan

dari sejumlah kecamatan yang ada di pulau tersebut secara acak.

• Pemilihan kecamatan dapat juga dilakukan secara purposive

• dengan pertimbangan karakteristik pesisir dari wilayah kecamatan Kec. Semau dan Semau Selatan (Pulau Semau), Kec. Solor Timur (Pulau Solor), Kec. Pulau Ende (Pulau Ende) 2 Desa Random atau

Stratified

• Apabila seluruh desa dalam kecamatan terpilih

memiliki karakteristik yang sama maka penarikan sampel dilakukan secara random.

• Apabila terdapat

karakteristik yang berbeda, misalnya desa pesisir atau desa pegunungan, maka desa-desa yang hanyalah desa pesisir (sesuai tujuan kajian). Apabila ada beberapa desa dengan karakteristik yang sama maka dapat dirandom.

Desa Letbaun dan Pahlelo (Pulau Semau), Desa Tanah Werang dan Labelen (Pulau Solor), Desa Rendoraterua dan Rorurangga (Pulau Ende)

3 Responde Random • Meminta data dari kepala desa dan menyusun kerangka sampel berupa daftar penduduk

• Melakukan penarikan sampel yang jumlahnya sesuai kebutuhan • Dengan pertimbangan

karakteristik yang sama maka penentuan responden dapat juga dilakukan secara purposive.

257

responden di desa terpilih.

Parameter (Variabel/Peubah) Yang Diamati

Parameter yang diamati dirumuskan dengan melakukan literature review untuk menginventarisir sejumlah parameter yang relevan menjadi penyusun indeks kerentanan masyarakat pulau-pulau kecil. Parameter yang dirumuskan merupakan pengembangan parameter dari Hahn et al. (2009), Polsky et al. (2007), Preston dan Smith (2009), dan Tahir (2010). Beberapa parameter baru, seperti Willingness to Pay (WTP), peran perempuan dalam

pengelolaan air dan modal sosial untuk memformulasikan indeks kerentanan pemenuhan kebutuhan air bersih pulau-pulau kecil yang lebih komprehensif. Sedangkan untuk perhitungannya menggunakan rumus dari Asian Development Bank (ADB). Adapun parameter yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

Parameter Kapasitas Adaftif

Untuk kapasistas adaftif terdapat 7 (tujuh) parameter yang akan diukur kerentanannya, sebagai berikut :

1. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggugan keluarga yang dimaksud adalah jumlah anggota keluarga yang biaya hidupnya ditangung oleh keluarga yang terdiri dari seorang bapak sebagai kepala keluarga, istri, anak-anak, dan orang lain yang menjadi tanggungan lain keluarga ini yang tinggal bersama atau sedapur. Jumlah anggota keluarga yang besar tidak selamanya merupakan modal bagi keluarga tertentu, tetapi dapat juga menjadi beban bagi keluarga, sebab tidak semua anggota keluarga merupakan tenaga kerja yang produktif. Besar kecilnya jumlah anggota keluarga menunjukkan besar kecilnya beban tanggungan yang harus dipikul oleh kepala rumah tangga. Semakin besar jumlah anggota keluarga, dapat menunjang ekonomi keluarga, karena dapat terlibat pada berbagai kegiatan produktif, misalnya terlibat dalam proses produksi. Banyaknya jumlah tanggungan dapat pula mencerminkan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Hal ini dapat menjadi faktor pendukung untuk memberikan kontribusinya dalam kegiatan produksi (Thamrin 2005). Pada konteks kerentanan masyarakat yang muncul akibat air sulit didapat dan harga air cukup mahal, maka jumlah anggota keluarga yang ditanggung menjadi bagian penting pengeluaran kepala keluarga dalam hal pemenuhan kebutuhan akan konsumsi air. Semakin banyak tanggungan yang dibebankan kepada kepala keluarga, otomatis semakin banyak pengeluaran, dan kadar kerentanan sebuah keluarga akan ikut meningkat.

2. Tingkat Pendapatan

Jumlah pendapatan yang rendah menyebabkan kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan menjadi rendah. Dengan kata lain, daya beli penduduk yang memiliki pendapatan yang rendah menjadi kecil. Hal ini tentu berbeda jika pendapatan penduduk cukup tinggi, maka kemampuan dan daya belinya juga tinggi.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan tingkat pengetahuan penduduk juga minim. Semakin rendah pendidikan seseorang, maka terdapat kecenderungan akan semakin terbatas pula peluang untuk berusaha di berbagai sektor. Hal ini akan berbeda jika tingkat pendidikan penduduk tinggi, maka secara otomatis mereka juga memiliki peluang berusaha yang luas.

4. Willingnes To Pay (WTP)

Daya beli air bersih pada suatu masyarakat dibedakan atas dasar kondisi sosial ekonomi pada setiap rumah tangga. Tingkat pendapatan dan tingkat pengeluaran merupakan faktor penentu suatu rumah tangga dalam willingnes to pay (WTP) atau keputusan dalam membeli/ mengeluarkan uang untuk suatu barang. Dan ini dipengaruhi juga oleh faktor tingkat usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Sekecil apapun kenaikan pendapatan dari suatu rumah tangga, walaupun hanya beberapa puluh rupiah per-bulan tetap akan meningkatkan willingness to pay untuk perbaikan atau pemenuhan kebutuhan air. Sedangkan pengeluaran terkait dengan tanggungan keluarga, secara logis dengan bertambahnya tanggungan keluarga (orang), maka porsi penegluaran rumah tangga akan difokuskan lebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan dasar pertambahan tanggungan keluarga tersebut. Usia setiap individu turut menjadi faktor dari willingness to pay, karena usia secara statistik mempunyai hubungan yang positif dengan ketersediaan membayar. Artinya, apabila ada pertambahan usia pada individu, maka akan meningkatkan kesadaran mereka dalam membayar untuk perbaikan atau pemenuhan kebutuhan air bersih. Pekerjaan juga turut berkontribusi secara nyata dalam dalam mempengaruhi kesadaran masyarakat pada kemauan membayar untuk perbaikan atau pemenuhan kebutuhan air bersih. Hal ini tidak lepas dari pendapatan keluarga dari pekerjaan yang dilakukan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa willingnes to pay masyarakat yang sangat berperan adalah pada sisi ekonomi. Tentunya, masyarakat menginginkan pada masa krisis air, mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan akan air bersih. Namun untuk itu membutuhkan pengeluaran lebih besar. Sedangkan jika pendapatan yang diterima dari pekerjaan dan pengeluaran belum dapat memenuhi akan kebutuhan dasar, maka mereka akan berpikir dua kali lebih banyak untuk memutuskan pembelian air bersih.

5. Persepsi Terhadap Perubahan Iklim

Untuk melihat gejala perubahan iklim yang terjadi di lingkungan tertentu bukanlah hal sulit. Perubahan-perubahan iklim yang terjadi sudah amat tampak, berikut juga dampaknya. Bila kembali pada siklus iklim sekitar lima atau enam tahun lalu, cuaca panas tidak seperti yang terjadi belakangan ini. Sebagai contoh, permasalahan yang sedang mencuat saat ini adalah pemanasan global, peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). ERK terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas, yaitu sinar inframerah, yang dipancarkan oleh bumi. Gas ini disebut gas rumah kaca (GRK). Dengan penyerapan itu, sinar panas terperangkap sehingga suhu permukaan bumi meningkat. Pemanasan global akan berimbas pada berbagai macam hal dan naiknya suhu udara menyebabkan perubahan iklim sedunia, seperti perubahan curah hujan, menaikkan suhu permukaan laut, melelehkan es di pegununggan kutub, yang menyebabkan bertambahnya volume air laut. Ini berimbas pada berkurangnya luas daratan. Selain itu, pemanasan global akan menaikkan frekuensi atau intensitas badai. Berubahnya iklim menjadi lebih panas dari sebelumnya dan berlangsung secara terus-menerus, dan turut menciptakan berkurangnya ketersediaan sumber air. Akibatnya banyak lahan yang mengalami kekeringan. Kesemuanya ini adalah faktor-faktor krisis air

bersih yang menimpa banyak masyarakat, dan juga faktor yang menyebabkan kerentanan lingkungan (Soemarwoto, 1989).

6. Peran Perempuan dalam Pengelolaan Air

Perempuan dapat menjadi salah satu kunci dalam pengelolaan air yang baik. Ini karena banyak pekerjaan domestik yang memerlukan air dikerjakan oleh kaum perempuan. Keterkaitan penggunaan air dalam aktivitas domestik tentunya bisa diasumsikan bahwa kaum perempuan dapat melakukan pengelolaan dan penghematan air. Aktivitas-aktivitas domestik yang banyak dilakukan oleh perempuan mengindikasikan bahwa perempuan harus dilibatkan dalam pengelolaan air agar pengelolaan dapat tepat sasaran dan bersifat keberlanjutan. Tepat sasaran karena perempuan lebih tahu kualitas dan kuantitas air yang digunakan setiap harinya dengan pekerjaan domestik. Perempuan dengan bekal yang cukup dalam pengelolaan air akan lebih meningkatkan kualitas dari air yang ada dan berperan dalam upaya penghematan penggunaan air domestik sebagai usaha konservasi air. Standar operasional dengan basis partisipasi perempuan dalam pengelolaan air dapat memberikan kontribusi positif dalam keberlanjutan sumber daya air.

7. Modal Sosial

Modal sosial adalah bagian-bagian dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan sebagai kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian- bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Selain itu, konsep ini juga diartikan sebagai serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama. Norma dan jaringan di sini dimaksudkan sebagai suatu kebersamaan, diusung keterlekatan anggota masyarakat suatu daerah, dalam menanggani kerentanan krisis air yang dialami suatu daerah, karena pada dasarnya tidak cukup kuat apabila hanya dilakukan oleh individu untuk menganggani krisis air yang di alami masyarakat. Dibutuhkan kerjasama antaranggota masyarakat sehingga permasalahan kerentanan krisis air dapat ditanggani dan pemanfaatannya digunakan semaksimal mungkin. Semakin minim norma dan kebersamaan (jaringan) yang terjalin semakin rentan individu dan krisis air semakin buruk.

Parameter Sensitivitas

Untuk sensitifitas terdapat 3 (tiga) parameter yang akan diukur kerentanannya, sebagai berikut :

1. Keragaman Sumber Air

Di Indonesia, akses terhadap air bersih masih menjadi masalah, sebagian besar air tawar yang digunakan di Indonesia berasal dari sungai, danau dan waduk, serta sumur. Pesatnya pembangunan wilayah dan pertumbuhan penduduk seperti yang terjadi di daerah perkotaan, dengan sendirinya akan mempengaruhi penyusutan persediaan air per kapita setiap tahunnya.

Terlebih, bila daerah perkotaan tersebut mempunyai sumber air yang terbatas. Distribusi air yang secara geografis tidak merata ditambah dengan kepadatan penduduk yang tidak merata pula jelas akan menimbulkan ketidakseimbangan persediaan dan permintaan. Perkembangan kebutuhan air bersih makin lama semakin meningkat, tetapi di sisi lain sarana untuk penyediaannya kurang sebanding dengan peningkatan kebutuhan tersebut, maka potensi akan kerentanan krisis air akan semakin bertambah.

2. Waktu Tempuh Yang Diperlukan Ke Sumber Air

Besaran waktu tempuh untuk mencapai sumber air bersih salah satunya ditentukan oleh jauh-dekatnya jarak. Bagi sebagian masyarakat perkotaan mungkin tidak perlu menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan air bersih, namun berbeda dengan daerah-daerah terpencil. Kerentanan krisis air pada akhirnya juga berpengaruh pada jarak dan waktu yang dibutuhkan seseorang mendapatkan air bersih. Apabila sebelumnya sumber air dapat dengan mudah di jangkau, dengan perubahan iklim yang terjadi menyebabkan kekeringan di lahan-lahan sumber air, masyarakat akan berpindah untuk mencari sumber air yang tidak terkena dampak kekeringan, kemudian peristiwa ini terjadi secara berulang-ulang, sehingga semakin jauh pula jarak dan waktu yang harus ditempuh makan semakin rentanlah krisis air di daerah tersebut.

3. Penggunaan Air

Indikator volume penggunaan air juga penting untuk melihat tingkat kerentanan. Hal ini dikarenakan semakin besar volume air yang digunakan, maka secara otomatis akan semakin tinggi pula keharusan pemenuhan kebutuhan penggunaannya. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan akan air, maka akan semakin tinggi pula persyaratan atau konsekuensi yang dipenuhi. Dengan demikian, semakin volume penggunaan air, maka akan semakin tinggi pula tingkat kerentanannya. Sebaliknya, semakin rendah volume penggunaan air, maka akan semakin rendah pula tingkat kerentanannya.

Parameter Ketersingkapan

Untuk ketersingkapan terdapat 4 (empat) parameter yang akan diukur kerentanannya, sebagai berikut :

1. Curah Hujan Tahunan

Pawitan (2011) menyatakan respon hidrologi wilayah dipengaruhi oleh perubahan iklim global yang dicirikan oleh permukaan bumi, curah hujan wilayah, limpasan permukaan evapotranpirasi, simpanan air bumi dan sebagainya. Pengaruh tersebut menentukan ketersediaan air wilayah untuk berbagai kebutuhan dan ikut menentukan nilai ekologi, sosial dan ekonomi sumber daya air yang ada (Efendi 2012). Ketersediaan air salah satunya turut dipengaruhi oleh intensitas curah hujan tersebut. Apabila intensitas hujan yang turun kurang dari batas normal maka daerah tersebut berpotensi terjadi kerentanan krisis air.

2. Kepadatan Penduduk

Sumber daya air tidak bertambah secepat pertambahan penduduk, pertambahan penduduk yang terjadi secara otomatis turut mengikutkan pertambahan kebutuhan akan air semakin bertambah pula, seperti misalnya di Pulau Jawa yang merupakan wilayah dengan penduduk yang besar, namun sumber air yang ada tidaklah akan terus bertambah seiring dengan penduduknya, menyebabkan ketersedian air bersih berkurang akibat semakin besarnya kebutuhan air, dan semakin cepat pula berpotensi kerentanan krisis air.

3. Kejadian Bencana

Perubahan iklim berdampak ekstrem pada daya dukung DAS baik di permukaan (tanaman, sawah, rawa, danau/waduk dan sungai) maupun bawah permukaan (lapisan tanah) merupakan faktor dominan yang menentukan kerentanan. Akibatnya apabila sering terjadi bencana alam secara terus- menerus (banjir) potensi kerentanannya akan bertambah. Dalam krisis air bersih bencana yang seringkali terjadi ialah kekeringan yang berkepanjangan, semakin sulitnya masyarakat untuk mendapatkan air bersih.

4. Tutupan Hutan

Tutupan hutan merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi kerenatanan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih pulau-pulau kecil. Hutan mempunyai fungsi penting dalam mengatur ketersediaan sumber daya air yang dikenal sebagai fungsi hidrologis hutan. Fungsi hidrologis tersebut berupa pengendalian curah hujan yang jatuh dipermukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan, juga penyerapan sebagian air hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah. Selain itu juga mempunyai fungsi pengendalian intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah.

Dari parameter-parameter terpilih kemudian dijabarkan dalam operasionalisasi konsep yang dapat dilihat pada tabel dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8 Operasionalisasi Konsep Kerentanan

DIMENSI

KONSEP INDIKATOR/PARAMETER HUBUNGAN FUNSIONAL SKALA SUMBER DATA

KATEGORISASI

Dokumen terkait