• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN LELE

6.2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi

Setelah sumber risiko produksi pembenihan ikan lele Sangkuriang diidentifikasi, selanjutnya adalah melakukan analisis probabilitas dari masing masing sumber risiko. Analisis probabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing masing sumber risiko. Data yang digunakan dalam analisis probabilitas adalah hasil wawancara dengan pemilik usaha. Data tersebut adalah data kematian benih yang disebabkan oleh masing-masing sumber risiko produksi pada tahun 2012. Penentuan jumlah, kondisi, dan batas nilai yang digunakan oleh pemilik usaha mengacu pada pengalaman terdahulu. Perhitungan analisis probabilitas terjadinya risiko dari masing masing sumber risiko produksi diolah menggunakan metode nilai standar atau Z-score dapat dilihat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 9, sedangkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko di Saung Lele Tahun 2012

No. Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%)

1. Hama 38,6

2. Penyakit 37,4

3. Kualitas Air 48,0

4. Kanibalisme 42,5

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa nilai probabilitas masing masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu kualitas air 48 persen, kanibalisme sebesar 42,5 persen, hama sebesar 38,6 persen, dan penyakit sebesar 37,4 persen.

Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko kualitas air adalah 0,05. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi Z akan menunjukkan nilai 0,480. Nilai tersebut memiliki arti bahwa kemungkinan terjadinya kematian yang

diakibatkan oleh kualitas air yang melebihi batas normal kematian yaitu 20.000 ekor adalah 48,0 persen. Kualitas air adalah sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Saung Lele dengan nilai probabilitas terbesar dibandingkan sumber lainnya. Hal ini terkait dengan Kabupaten Bogor yang diidentitaskan sebagai Kota Hujan yang dapat mempengaruhi kualitas air terutama suhu air dan pH air. Kondisi lingkungan atau kolam pemeliharaan di Saung Lele yang berada di luar ruangan, dapat membuat air hujan langsung masuk ke dalam kolam pemeliharaan sehingga faktor alam tersebut dapat mempengaruhi tingginya sumber risiko produksi pada kualitas air.

Curah hujan normal di Bogor adalah 2400 3600 mm pertahunnya, sedangkan Saung Lele yang berlokasi di Sukaraja Kabupaten Bogor memiliki curah hujan yang tinggi berkisar 3500 4000 mm pertahunnya, bahkan pada tahun 2012, curah hujan di Sukaraja mencapai 4800 mm. Selain curah hujan yang tinggi, Kabupaten Bogor juga terindikasi memiliki hujan asam yang derajat keasaman atau pH air hujan berkisar antar 4,46 6,38. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan suhu air pada kolam pemeliharaan mengalami perubahan yang cepat, sedangkan kandungan pH air hujan yang asam akan menyebabkan pH air pada kolam pemeliharaan menjadi asam sehingga dapat menyebabkan kematian benih akibat sumber kualitas air.

Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko kanibalisme adalah 0,19. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi Z akan menunjukkan nilai 0,425. Nilai tersebut memiliki arti bahwa kemungkinan terjadinya kematian yang diakibatkan oleh hama yang melebihi batas normal kematian yaitu 15.000 ekor adalah 42,5 persen. Kanibalisme adalah sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Saung Lele dengan nilai probabilitas terbesar kedua setelah kualitas air. Hal ini masih terkait dengan kondisi alam Kabupaten Bogor yang memiliki curah hujan yang tinggi. Kanibalisme yang terjadi pada Saung Lele sering dihadapi karena sulitnya untuk menyediakan kuantitas pakan alami yang mencukupi, karena sampai saat ini sumber pakan alami yaitu cacing sutera masih didapat dari alam.

Pakan alami yaitu cacing sutera didapat dari sungai-sungai yang berada di Kota dan Kabupaten Bogor. Dengan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan

meningkatnya volume dan debit air pada sungai, sehingga dapat menghanyutkan cacing sutera karena ikut terabawa arus. Selain itu volume dan debit air yang tinggi juga menyulitkan para pencari pakan alami untuk mendapatkan cacing sutera tersebut. Kondisi-kondisi tersebut seringkali menyebabkan Saung Lele tidak dapat menyediakan pakan alami secara berkesinambungan dengan kuantitas yang memadai. Sulitnya untuk menyediakan pakan alami secara berkesinambungan menyebabkan adanya masa kekosongan pakan alami dimana larva atau benih tidak mendapatkan pasokan pakan alami. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kematian larva atau benih yang disebakan oleh sumber risiko kanibalisme.

Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko hama adalah 0,29. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi Z akan menunjukkan nilai 0,386. Nilai tersebut memiliki arti bahwa kemungkinan terjadinya kematian yang diakibatkan oleh hama yang melebihi batas normal kematian yaitu 15.000 ekor adalah 38,6 persen. Hama adalah sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Saung Lele dengan nilai probabilitas ketiga setelah kualitas air dan kanibalisme. Hal ini terkait dengan kondisi lingkungan atau kolam pemeliharaan yang berada pada lahan terbuka dengan luas mencapai 600 m2 yang di sekitar lahan tersebut ditumbuhi banyak tanaman dengan kondisi tidak terawat dapat memicu banyaknya serangga yang menghasilkan hama knkn dan (capung dan kumbang air) berada pada lingkungan kegiatan budidaya. Selain itu, kolam pemeliharaan yang berada di luar ruangan dapat memudahkan hama knkndan yang bersifat sebagai predator masuk ke dalam kolam pemeliharaan dan memangsa larva atau benih ikan lele Sangkuriang.

Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko penyakit adalah 0,32. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi Z akan menunjukkan nilai 0,374. Nilai tersebut memiliki arti bahwa kemungkinan terjadinya kematian yang diakibatkan oleh hama yang melebihi batas normal kematian yaitu 15.000 ekor adalah 37,4 persen. Penyakit adalah sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Saung Lele dengan nilai probabilitas yang terendah dibandingkan sumber risiko produksi lainnya. Penyakit yang ada pada Saung Lele disebabkan oleh bakteri

Aeromonas dan jamur Achyla atau Sapolegnia. Kematian terbanyak yang diakibatkan oleh penyakit terjadi pada bulan Maret hingga Mei.

Dokumen terkait