• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis program/kegiatan yang menyebabkan kegagalan pencapaian pernyataan kinerja

Dalam dokumen LAKIP SETAMA 2015 FINAL (Halaman 43-65)

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT UTAMA 3.1 Capaian Kinerja

REKAPITULASI PENGUKURAN KINERJA TINGKAT ESELON I Unit Organisasi/Eselon I : Sekretariat Utama

5) Analisis program/kegiatan yang menyebabkan kegagalan pencapaian pernyataan kinerja

Beberapa hal yang menjadi penyebab kegagalan pencapaian target dapat dilihat pada tabel di atas. Dari tabel tersebut terlihat bahwa area perubahan yang berkontribusi terhadap kegagalan pencapaian kinerja dan masih perlu ditingkatkan lagi kinerjanya meliputi :

- Manajemen perubahan

- Penataan Peraturan Perundang-Undangan - Penataan tata Laksana

- Penguatan Akuntabilitas Kinerja - Penguatan Pengawasan, dan

- Peningkatan kualitas pelayanan publik

3.1.2.3 Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Sasaran Program 3

Pengukuran Capaian Sasaran Program 3 yaitu Meningkatnya transparansi, akuntabilitas kinerja dan pengawasan; dengan tiga Indikator kinerja yang digunakan yaitu :

1. Laporan Keuangan BPPT yang sesuai Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP),dengan target Opini WTP.

2. Nilai Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT, dengan target B (range 68).

3. Terkelolanya Barang Milik Negara dan terpenuhinya operasional perkantoran, dengan target 10%.

Penjelasan Capaian masing-masing Indikator Kinerja adalah sebagai berikut:

1. Indikator Kinerja 3.1. : Laporan Keuangan BPPT yang sesuai Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP), dengan target Opini WTP.

Biro Keuangan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perbendaharaan, verifikasi dan akuntansi. Secara umum, Biro Keuangan berfungsi merencanakan dan mengkoordinir pelaksanaan anggaran, verifikasi pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan atas seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan oleh BPPT.

Pelaporan keuangan yang dihasilkan dapat berupa laporan keuangan kepada pihak ekstern, misalnya kepada Kementerian Keuangan sebagai pertanggungjawaban public BPPT sebagai instansi pemerintah di depan DPR dan dapat pula berupa laporan keuangan untuk pihak intern yang berguna untuk membantu pengambilan keputusan.

Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang memenuhi karateristik kualitatif yaitu dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Hal tersebut yang menjadi kaidah yang dipegang teguh Biro Keuangan dalam menyusun laporan keuangan.

Proses penyusunan laporan keuangan di Biro Keuangan BPPT diawali di Bagian Verifikasi yang melakukan proses verifikasi dan pengujian berkas yang akan dikirim ke Kementerian Keuangan. Halini berkaitan dengan relevansi dan keandalan laporan keuangan, agar berkas yang diproses telah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Selanjutnya Bagian Perbendaharaan melaksanakan pembukuan dokumen keuangan sebagai pertanggungjawaban atas suatu kegiatan dan melakukan pembayaran atas transaksi keuangan. Pembukuan yang dilakukan juga harus memenuhi persyaratan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Terakhir Bagian Akuntansi Keuangan melaksanakan proses penginputan dokumen pertanggung jawaban dan penyusunan pelaporan keuangan. Dalam membantu melaksanakan pelaporan keuangan dipergunakan aplikasi yang telah disediakan oleh Kementerian Keuangan.

Kegiatan diatas merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Biro Keuangan terhadap laporan keuangan satuan kerja BPPT. Salah satu kinerja BPPT tercermin dari laporan keuangan konsolidasi seluruh satuan kerja dilingkungan BPPT. Untuk mendapatkan laporan keuangan konsolidasi yang baik, maka laporan keuangan setiap satuan kerja di lingkungan BPPT juga harus baik. Untuk menyusun laporan keuangan masing-masing satuan kerja yang baik diperlukan pembinaan kepada seluruh satuan kerja di lingkungan BPPT.

Pembinaan terhadap satuan kerja di lingkungan BPPT ini dilakukan oleh Biro Keuangan dan masing-masing bagiannya. Bagian Verifikasi berkaitan dengan proses pertanggungjawaban dan administrasi keuangan yang baik. Bagian Perbendaharaan melakukan pembinaan keperbendaharaan- nya kepada seluruh unit kerja di lingkungan BPPT. Sedangkan Bagian Akuntansi Keuangan melakukan pembinaan tentang penyusunan laporan keuangan yang baik sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Untuk menyusun laporan keuangan yang baik juga diperlukan

internal

control

yang baikpula

. Internal control

yang baik ini harus tertuang dalam Sistem Pengendalian Intern Instansi Pemerintah (SPIP). SPIP ini harus dilaksanakan oleh semua unsur dalam organisasi. Dengan demikian maka laporan keuangan yang dihasilkan menjadi lebih baik.

Harus disadari bahwa untuk menghasilkan laporan keuangan konsolidasi yang baik, diperlukan setiap unsur laporan keuangan masing-masing satuan kerja bekerja dengan baik. Disinilah peran Biro Keuangan sangat besar dengan melakukan penyusunan laporan keuangan konsolidasi dan melakukan pembinaan terhadap seluruh satuan kerja di lingkungan BPPT.

Muara akhir dari semuanya adalah diperolehnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari hasil pemeriksaan laporan keuangan yang

dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pendapat WTP ini akan mencerminkan kinerja keuangan suatu instansi pemerintah dan peran Biro Keuangan sangat diperlukan untuk meraih kembali opini WTP.

Penyusunan Laporan Keuangan BPPT Yang Transparan, Akuntabel Dan Taat Peraturan

Hasil dari proses pada bagian Akuntansi Keuangan BPPT adalah Laporan Keuangan BPPT. Pembuatan Laporan Keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan atas aktivitas pengelolaan anggaran di BPPT.

Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- undangan (KK,SAP,2005).

Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumberdaya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik (KK,SAP,205).

Melakukan Rekonsiliasi Internal Data Keuangan Dalam Penyusunan Laporan Keuangan BPPT

Tujuan dari pelaksanaan rekonsiliasi internal BPPT adalah untuk meneliti keakuratan pencatatan data akuntansi antara transaksi keuangan yang dilakukan oleh satker-satker dilingkungan BPPT dengan yang dilakukan oleh Bendahara Umum Negara dalam hal ini rekon dilaksanakan dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (DAPK) yang dilaksanakan tiap semester.

Pada tahun 2015 ini telah dilaksanakan rekonsiliasi sebanyak 4 (empat) kali, yaitu:

1. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Semester II tahun 2014; 2. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Semester I tahun 2015; 3. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Pseudo Bulan Oktober 2015;

4. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Psudo Bulan November 2015.

Ditahun 2015, diberlakukan rekonsiliasi untuk Laporan Pseudo Oktober dan November sesuai dengan PMK Nomor 177/PMK.05/2015 tentang pedoman penyusunan dan penyampaian laporan keuangan kementerian Negara/lembaga untuk mendukung laporan akuntansi berbasis akrual.

Penyusunan Laporan Pengelolaan Verifikasi

Ruang lingkup proses verifikasi meliputi semua kegiatan yang diberikan oleh Biro Keuangan terdiri dari proses verifikasi atas dokumen yang masuk, yang mencakup 5 (lima) aspek berikut : aspek ketersediaan dana/anggaran, aspek ketepatan tujuan pengeluaran, aspek kebenaran pembebanan anggaran, aspek kebenaran tagihan, dan aspek kelengkapan bukti pengeluaran dan dokumen pendukungnya, serta melakukan monitoring atas penyerapan anggaran. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan verifikasi di Biro Keuangan adalah dokumen tagihan yang telah selesai diverifikasi dengan tepat waktu, serta tercapainya pelayanan verifikasi yang optimal.

Melakukan Laporan Pengelolaan Perbendaharaan

Hasil dari proses pada layanan pengelolaan perbendaharaan adalah Pembayaran Uang Persediaan (UP), Pembayaran Langsung (LS) dan pengelolaan penggajian. Dalam hal Pembayaran Uang Persediaan (UP) dan Pembayaran Langsung (LS), dokumen yang telah diterima dari kordinator penguji Bagian Verifikasi akan diterima oleh P3SPM untuk diklasifikasikan Bukti Kas (UP) dan SPM LS (LS) yang selanjutnya untuk

Bendahara (Pengeluaran dan BPP) berdasarkan program kegiatan. Untuk Dokumen SPM LS akan dilengkapi dengan dokumen pendukung lainnya untuk selanjutnya langsung dikirim ke KPPN Jakarta. Setelah SPM LS diproses di KPPN Jakarta maka akan keluar SP2D dari KPPN untuk dibukukan disertai masuknya uang ke dalam rekening milik Bendahara Pengeluaran BPPT. Untuk Dokumen Bukti Kas akan diberi penomoran Bukti Kas, dibayarkan kepada yang berhak menerima oleh Bendahara dan juga dibukukan saat terjadi pembayaran. Setelah dibayarkan, maka Bukti Kas akan dibuatkan SPM GU dan dilengkapi dokumen pendukungnya untuk dikirim ke KPPN Jakarta. Proses selanjutnya menunggu SP2D keluar dari KPPN. Setelah SP2D keluar baik untuk Dokumen LS maupun UP akan dibukukan kembali oleh Bendahara kemudian di Foto Copy untuk diserahkan ke Bagian Akuntansi untuk keperluan Rekonsiliasi. Jadi yang membedakan Pembayaran Uang Persedian (UP) dengan Pembayaran Langsung (LS) secara keseluruhan terdapat pada cara pembayarannya.

Pada pengelolaan penggajian yakni meliputi kegiatan Pembayaran Penggajian Pegawai Negeri Sipil (PGPS), Pembayaran Uang Makan Pegawai, Pembayaran Tunjangan Kinerja, Pembayaran Uang Duka Wafat/Tewas, Pembayaran kekurangan/Selisih Gaji (Rapel) dan Tunjangan-tunjangan lainnya serta layanan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran. Pada pengelolaan penggajian lebih kepada layanan untuk para pegawai BPPT.

Penyusun Laporan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil-Hasil Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai keputusan BPK.

Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

Setelah Rekomendasi atas LHP BPK diterima, maka dilanjutkan dengan membuat laporan dari jawaban jawaban atau penjelasan atas tindak lanjut yang akan dilakukan oleh BPPTsehubungan dengan rekomendasi dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK.

Capaian kinerja Sekretariat Utama untuk Indikator Kinerja 3.1. : Laporan Keuangan BPPT yang sesuai Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP),dengan target Opini WTP, adalah sebagai berikut:

1) Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja tahun ini :

Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi Target = Opini WDP = Tidak Tercapai Opini WTP Tabel 3.6

Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja IK 3.1 Indikator Kinerja Target Realisasi

Laporan Keuangan BPPT yang sesuai Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP)

Opini WTP Opini WDP Tidak

tercapai

2) Perbandingan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan beberapa tahun terakhir;

Pada tahun 2009 hingga Tahun 2011, BPPT secara berturut-turut selama 3 tahun telah memperoleh opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).

Pada tahun 2012 BPPT memperoleh opini WDP. (Wajar Dengan Pengecualian). Pada tahun 2013 BPPT kembali memperoleh opini WTP. (Wajar Tanpa Pengecualian)

Pada tahun 2014, BPPT kembali memperoleh opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian)

3) Perbandingan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis;

Realisasi kinerja tahun 2015, dimana BPPT memperoleh opini WDP, tidak sesuai dengan target indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam Dokumen Perjanjian Kinerja Sekretaris Utama Tahun 2015, yaitu Laporan Keuangan BPPT yang sesuai Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP), dengan Opini WTP.

Selain itu, hasil penilaian Laporan Keuangan BPPT tahun 2015 ini yang hanya memperoleh opini WDP juga tidak sejalan dengan yang telah ditetapkan dalam Dokumen Rencana Strategis Sekretaris Utama Tahun 2015-2019, dimana Indikator dan Target yang telah ditetapkan adalah Terwujudnya Pengelolaan Keuangan Negara yang handal dimana Laporan Keuangan sesuai SAP dengan target WTP.

4) Analisis penyebab kegagalan atau penurunan kinerja;

Analisa penyebab ketidakberhasilan Laporan Keuangan BPPT yang sesuai Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP), sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Kinerja Sekretariat Utama, tidak mencapai target opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) melainkan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) adalah sebagai berikut.

 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK telah memeriksa Neraca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) per 31 Desember 2014 dan 2013, Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2014, serta Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan merupakan tanggung jawab BPPT. Tanggung jawab BPK terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan.

 BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut mengharuskan BPK merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan agar memperoleh keyakinan memdai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu pemeriksaan meliputi pengujian bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan juga meliputi penilaian atas penerapan prinsip akuntansi yang digunakan danestimasi signifikan yang dibuat oleh BPPT, penilaian atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, penilaian atas kehandalan sistem pengendalian intern yang berdampak material terhadap laporan keuangan, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. BPK yakin bahwa pemeriksaan tersebut memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.

 Hasil pemeriksaan BPK memperoleh temuan, yaitu :

1. Penatausahaan persediaan belum dilaksanakan secara memadai, yaitu :

a. Stock opnametidak mencerminkan kondisi senyatanya; b. Tidak ada rekonsiliasi data persediaan pada SIMAK BMN

persediaan dengan hasil cek fisik;

c. Ketidakseragaman nama dan kode barang untuk barang yang sama.

2. Permasalahan terkait aset tanah, yaitu :

a. Aset tanah seluas 2.000 Ha dikuasai oleh warga masyarakat;

b. Aset tahan seluas 191,24 Ha sedang disengketakan oleh kelompok masyarakat.

3. BPPT tidak melaksanakan penatausahaan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan secara memadai, yaitu :

a. Inventarisasi dan penilaian belum pernah dilaksanakan; b. Data aset tetap lainnya pada SIMAK BMN tidak dapat

ditelusuri fisiknya;

c. Belum seluruh aset tetap lainnya dicatat dan dilaporkan dalam SIMAK BMN.

2. Indikator Kinerja 3.2. : Nilai Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT, dengan target B (range 68).

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahadalah rangkaian

sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang

untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data,

pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada

instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan

peningkatan kinerjainstansipemerintah.

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan untuk penyusunan Laporan Kinerja

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan secara selaras dan sesuai

dengan penyelenggaraan Sistem Akuntansi Pemerintahan dan tata cara pengendalian serta evaluasi pelaksanaan rencana

pembangunan. Penyelenggaraan SAKIP pada Kementerian

berjenjang dengan tingkatan: Entitas Akuntabilitas Kinerja Satuan Kerja; Entitas Akuntabilitas Kinerja Unit Organisasi; dan Entitas Akuntabilitas Kinerja Kementerian Negara/Lembaga. Penyelenggaraan SAKIP meliputi : Rencana strategis; Perjanjian Kinerja; Pengukuran Kinerja; Pengelolaan data Kinerja; Pelaporan Kinerja;dan Reviu dan evaluasi Kinerja.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Pelaksanaan evaluasi berpedoman Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT tahun 2014, diperoleh hasil nilai 68,14 atau predikat Baik.

Penilaian tersebut menunjukkan tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya, kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi dan dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil BPPT sudah menunjukkan hasil yang baik namun demikian masih memerlukan beberapa perbaikan.

Rincian hasil penilaian oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT tahun 2014 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7

Hasil Penilaian AKIP BPPT

Komponen Yang Dinilai 2014 2015

Bobot Nilai Bobot Nilai

A Perencanaan Kinerja 35 23,92 30 21,88

B Pengukuran Kinerja 20 13,28 25 14,91

C Pelaporan kinerja 15 10,46 15 11,10

D Evaluasi Internal 10 5,91 10 6,42

E Capaian Kinerja 20 13,50 20 13,83

Nilai Hasil Evaluasi 100 67,07 100 68,14

Tingkat Akuntabilitas Kinerja B B

Hasil evaluasi ini sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam indikator kinerja yaitu Nilai Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT, dengan target B (range : 68).

Capaian kinerja Sekretariat Utama untuk Indikator Kinerja 3.2.: Nilai Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT, dengan target B (range 68)., adalah sebagai berikut:

1) Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja tahun ini :

Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100% Target =

Nilai Hasil Evaluasi Baik

(range 68,14) x 100% = 100%

Nilai Hasil Evaluasi Baik (range 68)

Tabel 3.8

Perbandingan antara target dengan realisasi kinerja IK 3.2

Indikator Kinerja Target Realisasi %

Nilai Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT Nilai Hasil Evaluasi Baik (range 68) Nilai Hasil Evaluasi Baik (range 68,14) 100

2) Perbandingan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan beberapa tahun terakhir;

Nilai hasil evaluasi AKIP, BPPT pada tahun 2009 – 2011 berturut-turut selama 3 tahun memperoleh nilai CC.

BPPT pada tahun 2012 dan 2013 berturut-turut selama 2 tahun memperoleh nilai B. Pada tahun 2014 BPPT kembali memperoleh nilai B. Dengan demikian, BPPT telah menerima nilai berturut-turut selama 3 tahun, yaitu tahun 2012 -2014.

3) Perbandingan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis;

Realisasi kinerja tahun 2015 sesuai dengan target indicator kinerja yang telah ditetapkan dalam Dokumen Perjanjian Kinerja BPPT 2015, yaitu Nilai Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT, dengan target B (range : 68).

Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT tahun 2015 ini juga sesuai dengan target Nilai AKIP BPPT seperti yang telah ditetapkan dalam Dokumen Rencana Strategis BPPT 2015- 2019.

Target Nilai Evaluasi AKIP yang telah ditetapkan dalam Dokumen Rencana Strategis BPPT 2015-2019 adalah sebagai berikut :

- Target Nilai AKIP 68 (Kategori B pada Tahun 2015) - Target Nilai AKIP 70 (Kategori B pada Tahun 2016) - Target Nilai AKIP 72 (Kategori B pada Tahun 2017) - Target Nilai AKIP 74 (Kategori A pada Tahun 2018) - Target Nilai AKIP 76 (Kategori A pada Tahun 2019)

Gambar 3.2

Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BPPT

4) Analisis penyebab keberhasilan atau peningkatan kinerja;

Keberhasilan BPPT dalam peningkatan kinerja, khususnya dalam peningkatan nilai hasil evaluasi AKIP BPPT antara lain disebabkan oleh :

 Komitmen dan dukungan yang kuat dari Pimpinan BPPT terhadap penyelenggaraan SAKIP di lingkungan BPPT.

 Komitmen dan dukungan dari seluruh Pimpinan dan Manajemen Unit Kerja terhadap penyelenggaraan SAKIP di lingkungan BPPT dan di Unit kerja.

 Dukungan pihak-pihak eksternal yang terkait dengan penyelenggaraan SAKIP di lingkungan BPPT.

 BPPT, yang dalam hal ini diwakili oleh Sekretariat Utama, memiliki SDM yang kompeten dalam penyelenggaraan SAKIP di BPPT,

2015 Nilai 68, B 2016 Nilai 70, B 2017 Nilai 72, B 2018 Nilai 74, A 2019 Nilai 76, A Target Akhir : Nilai AKIP dengan kategori A pada tahun 2019

yang meliputi : penyusunan Rencana strategis; penetapan Perjanjian Kinerja; pelaksanaan Pengukuran Kinerja; Pengelolaan data Kinerja; Pelaporan Kinerja;dan Reviu dan evaluasi Kinerja.

3. Indikator Kinerja 3.3.: Terkelolanya Barang Milik Negara dan terpenuhinya operasional perkantoran, dengan target 10%.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang milik Negara/Daerah meliputi : (1) barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D; dan (2) barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah; yang meliputi : (a) barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; (b) barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; (c) barang yang diperoleh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau (d) barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, Pengelolaan barang milik Negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Pengelolaan barang milik Negara/daerah meliputi : (a) perencanaan kebutuhan dan penganggaran; (b) pengadaan; (c) penggunaan; (d) pemanfaatan; (e) pengamanan dan pemeliharaan; (f) penilaian; (g) pemindahtanganan; (h) pemusnahan; (i) penghapusan; (j) penatausahaan; dan (k) pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Pada tahun 2015, kegiatan pengelolaan barang milik negara (BMN) yang dilakukan BPPT meliputi kegiatan-kegiatan : penggunaan barang milik negara, pemindah tanganan barang milik negara, penatausahaan barang milik negara dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Penggunaan BMN

Penggunaan BMN untuk menjalankan tupoksi BPPT (yang dilakukan berdasarkan penetapan status penggunaan).

a. Penetapan Status Penggunaan BMN

Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan. Ketentuan pokok Penggunaan BMN yaitu setiap BMN harus dilakukan berdasarkan penetapan status penggunaannya yang ditetapkan oleh Pengelola Barang atau Pengguna Barang sesuai kewenangan masing-masing.

Penggunaan BMN Sementara

Penggunaan BMN sementara yaitu Penggunaan BMN dari suatu Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu.

b. Pinjam Pakai Barang Milik Negara

Adalah penyerahan penggunaan Barang Milik Negara antaraPemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada Pemerintah Pusat.

Pinjam Pakai yang dilakukan BPPT selama tahun 2015, yaitu :

- Pinjam pakai gedung berikut tanahnya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna, berlokasi di Jl. Raya DKW Moh. Benteng Kota Ranai Kab. Natuna.

Tabel. 3.9

Data tanah dan gedung/bangunan BPPT di Kab. Natuna :

Gambar 3.3 Tanah dan Gedung/Bangunan BPPT di Kab. Natuna

- Pinjam pakai BMN berupa tanah oleh Pemerintah Kota Tomohon Prop. Sulawesi Utara, berlokasi di Jl. Danau Linau Kel. Lahendong Kec. Tomohon Selatan Kota Tomohon,

Tabel 3.10

Data tanah BPPT di Kota Tomohon :

No Uraian Tahun

Perolehan Luas Nilai Wajar (Rp) 1 Gedung Kantor 1994 432 M2 868.264.000,- 2 Tanah Bangunan

Kantor Pemerintah 1994 1.994 M2 973.072.000,-

No Uraian Tahun

Perolehan Luas Nilai Wajar (Rp) 1 Tanah BangunanIndustri Lainnya 1989 10.524 M2 357.816.000,-

2 Tanah Bangunan

Gambar 3.4 Tanah BPPT luas 10.524 M2

Gambar 3.5 BPPT luas 582 M2 di Kota Tomohon

Pemindahtanganan a. Penjualan

- Penjualan Kapal Maruta Jaya 900

Dengan kejadian tenggelamnya Kapal Maruta Jaya 900 di alur lalu lintas kapal di Tanjung Priok Jakarta, maka di ajukan proses pemindahtanganan dengan cara dijual.

Sehubungan dengan kondisi kapal yang tenggelam dan tidak kelihatan diatas permukaan air, BPPT mengajukan dengan proses penghapusan dengan cara force majuere. Untuk hal tersebut diperlukan rekomendasi surat dari Auditor (Inspektorat BPPT) yang menjelaskan bahwa tenggelamnya kapal Maruta tidak ada unsur kesengajaan dan tidak menimbulkan kerugian negara. Sehingga

Dalam dokumen LAKIP SETAMA 2015 FINAL (Halaman 43-65)