• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Sasaran Program

Dalam dokumen LAKIP SETAMA 2015 FINAL (Halaman 30-34)

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT UTAMA 3.1 Capaian Kinerja

REKAPITULASI PENGUKURAN KINERJA TINGKAT ESELON I Unit Organisasi/Eselon I : Sekretariat Utama

3.1.2.1 Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Sasaran Program

Pengukuran Capaian Sasaran Program 1 yaitu Peningkatan prosentase kualitas SDM Perekayasa dan Litkayasa nasional; dengan Indikator kinerja yang digunakan yaitu Meningkatnya prosentase Intensitas Pelaksanaan Diklat Perekayasa dan Litkayasa, dengan target 5%.

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global. Oleh karena itu, menyiapkan SDM yang berkualitas yang memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global menjadi suatu keharusan. Tantangan globalisasi sudah pasti akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dalam era globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional, akan terjadi persaingan antar negara termasuk di dalamnya persaingan kompetensi SDM. Globalisasi regional (ASEAN) menuntut SDM Indonesia harus siap berkompetisi menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015. Pada saat pemberlakuan AFTA dan MEA, akan terjadi pembebasan arus barang, jasa dan tenaga kerja serta persaingan dalam sektor perdagangan antar Negara ASEAN.

Dalam meghadapi bebasnya arus barang dan jasa serta persaingan tenaga kerja setelah pemberlakuan AFTA dan MEA pada tahun 2015, kompetensi SDM Indonesia dirasakan masih relatif rendah baik di tingkat Internasional maupun ASEAN. Saat ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada peringkat ke-121 dari 187 negara di dunia. Peringkat tersebut berada jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura (peringkat 18), Malaysia (peringkat 64), Thailand (peringkat 103), dan Filipina (peringkat 114). Selain itu daya saing SDM Indonsia dengan negara-negara ASEAN lainnya masih tertinggal. Untuk mempengaruhi daya saing (competitiveness) suatu bangsa maka penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) akan sangat menentukan. Berdasarkan indeks daya saing global (Global Competitiveness Index,GCI) yang dipublikasikan oleh World Economic

Forum (2014), GCI Indonesia berada pada peringkat yang cukup rendah (peringkat 34 dari 144 negara) bahkan lebih rendah dari negara-negara ASEAN seperti Singapura, Thailand dan Malaysia. Penyusunan GCI di atas berdasarkan beberapa parameter, di antaranya adalah institusi, infrastruktur, pendidikan, kepuasan bisnis, kesiapan teknologi, dan inovasi. Disebutkan dalam laporan tersebut, bahwa parameter kesiapan teknologi Indonesia ternyata menempati peringkat yang sangat rendah, yakni pada peringkat 77. Adanya pergeseran paradigma pembangunan nasional yang semula lebih banyak mendasarkan kepada resources based development menuju ke technology based development menuntut penguatan dalam kapasitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) untuk peningkatan daya saing industri dan kemandirian bangsa.

IPTEK, sumberdaya manusia, dan sumberdaya alam menjadi parameter penting dalam penguatan kompetisi/daya saing industri. Karenanya, pembangunan perekonomian yang berbasis kepada penguatan kompetisi industri memerlukan pemberdayaan ke tiga parameter tersebut. Pengembangan kegiatan perekayasaan akan berkontribusi langsung dalam mewujudkan terbentuknya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing untuk meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan IPTEK bagi kemajuan bangsa dan Negara.

Dalam dunia usaha (swasta) dan sektor industri, Organisasi Tenaga Kerja Internasional (ILO) telah merintis program Sustaining Competitive and Responsible Enterprises (SCORE) dalam peningkatan keterampilan dan keahlian (kompetensi) SDM skala Internasional berbasis Sain dan Teknologi melalui Small and medium-sized enterprises (SMEs atau UKM). Filosofi dan pendekatan program ini difokuskan pada keyakinan bahwa pengelolaan kompetensi SDM melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) dengan menggunakan metode pelatihan di kelas (classroom training) yang dikombinasikan dengan metode on job training (magang industri) akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dan kompetisi yang lebih baik.

di tujuh negara, yaitu Indonesia, India, Cina, Afrika Selatan, Ghana, Vietnam dan Kolombia.

Secara nasional masalah peningkatan kompetensi SDM telah mendapat perhatian serius dari pemerintah melalui implementasi “Program Nawacita” khususnya pada program “Indonesia Pintar” (program Nawacita ke-5) dengan menggunakan beberapa indikator keberhasilan program diantaranya indikator yang terkait dengan bidang pendidikan. Pengembangan Kurikulum dan Standar Penilaian Pendidikan Nasional. Disamping program tersebut keseriusan pemerintah untuk peningkatan kompetensi SDM juga terlihat pada program “Peningkatan Produktivitas Daya Saing Internasional” (program Nawacita ke-6) dengan salah satu indikator penting yang terkait dengan pengembangan teknologi yakni jumlah paket teknologi yang terimplementasi (khususnya pada bidang transportasi).

Disamping itu, terbitnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang menitikberatkan pada pengembangan karier PNS berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja dan kebutuhan dari Instansi menjadi faktor yang mempengaruhi perubahan sistem pembinaan PNS. Undang-Undang Aparatur Sipil Negara menetapkan perubahan yakni : ASN sebagai profesi; Pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai; Setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja; Pengembangan karier PNS berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja dan kebutuhan dari Instansi; Promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, dan pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS tanpa membedakan jender, suku, agama, ras dan golongan.

Sebagai salah satu lembaga negara yang memiliki tupoksi dalam pengkajian dan penerapan teknologi nasional, BPPT berkewajiban untuk membantu kesuksesan Program Nawacita dalam peningkatan kapabilitas kompetensi SDM Indonesia, khususnya kapabilitas kompetensi SDM PNS nasional berbasis teknologi, serta dengan amanat UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN. Hal ini sejalan dengan amanat nasional yang diemban oleh BPPT sebagai Instansi Pembina Nasional Jabatan Fungsional Perekayasa dan Teknisi Litkayasa, dimana dalam melaksanakan mandat tersebut BPPT telah menugaskan Pusbindiklat sebagai pelaksananya.

Dalam rangka pelaksanaan mandat pembinaan Jabatan Fungsional Perekayasa bagi seluruh PNS secara nasional, Pusbindiklat berkewajiban meningkatkan dan pengembangan kapabilitas kompetensi SDM perekayasa dan teknisi litkayasa nasional yang memiliki kemampuan menghasilkan karya inovasi teknologi yang berdaya saing global, minimal di Tingkat ASEAN.

Pengukuran Kinerja atas salah satu indikator kinerja dalam sasaran program Sekretariat Utama, yaitu meningkatnya prosentase Intensitas Pelaksanaan Diklat Perekayasa dan Litkayasa, sesuai target yang telah ditetapkan yaitu 5%, dilakukan dengan cara membandingkan antara Diklat Perekayasa dan Litkayasa yang dilaksanakan pada tahun 2015 dengan Diklat Perekayasa dan Litkayasa yang dilaksanakan pada tahun 2014.

Dari target tersebut yaitu meningkatnya prosentase Intensitas Pelaksanaan Diklat Perekayasa dan Litkayasa sebanyak 5% dibandingkan tahun sebelumnya, dapai terpenuhi. Jumlah diklat perekayasa dan teknisi litkayasa yang dilaksanakan pada tahun 2015 adalah sebanyak 21 kali, atau meningkat 5% dibandingkan jumlah diklat perekayasa dan teknisi litkayasa yang dilaksanakan pada tahun 2014 yaitu sebanyak 20 kali.

Realisasi pelaksanaan diklat perekayasa dan teknisi litkayasa yang dilaksanakan pada tahun 2015, yaitu sebanyak 21 kali, meliputi :

1. Diklat jabatan fungsional perekayasa, dengan peserta perekayasa dan/atau calon perekayasa yang belum mengikuti kegiatan diklat perekayasa, baik perekayasa dan/atau calon perekayasa yang berasal dari BPPT maupun dari Kementerian/Lembaga lainnya.

2. Diklat jabatan fungsional teknisi litkayasa, dengan peserta teknisi litkayasa dan/atau calon teknisi litkayasa yang belum mengikuti kegiatan diklat teknisi litkayasa, baik teknisi litkayasa dan/atau calon teknisi litkayasa yang berasal dari BPPT maupun dari Kementerian/Lembaga lainnya.

3. Diklat teknik penulisan karya tulis ilmiah, dengan peserta perekayasa dan/atau calon perekayasa, baik yang berasal dari BPPT maupun dari Kementerian/Lembaga lainnya.

Capaian kinerja Sekretariat Utama untuk Indikator Kinerja 1.:Meningkatnya prosentase Intensitas Pelaksanaan Diklat Perekayasa dan Litkayasa, dengan target 5%, adalah sebagai berikut:

Dalam dokumen LAKIP SETAMA 2015 FINAL (Halaman 30-34)