• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3. Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan adalah metode analisis untuk mengetahui perbandingan antara satu akun tertentu dan akun lain dalam laporan keuangan suatu perusahaan serta hubungan diantara akun-akun tersebut (Rudianto, 2013:190). Analisis rasio digunakan dengan membandingkan suatu angka tertentu pada suatu akun terhadap angka dari akun lainnya. Analisis rasio bermanfaat karena membandingkan suatu angka secara relatif, sehingga bisa menghindari kesalahan

20

penafsiran pada angka mutlak yang ada didalam laporan keuangan (Murhadi, 2015:56).

Dalam hal ini rasio yang digunakan, diantaranya : a. Debt To Equity Ratio (DER)

DER merupakan salah satu rasio keuangan yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan melunasi utang dengan modal yang dimiliki (Husnan, 2006:70). DER adalah perbandingan antara utang terhadap ekuitas. Rasio ini menunjukkan risiko perusahaan, dimana semakin rendah DER mencerminkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam menjamin utangnya dengan ekuitas yang dimiliki.

Menurut Menurut Ehrhardt & Brigham (2010:95)

“The extent to which a firm uses debt financing, or financial leverage, has three important implications: (1) By raising funds through debt, stockholders can maintain control of a firm without increasing their investment. (2) If the firm earns more on investments financed with borrowed funds than it pays in interest, then its shareholders’ returns are magnified, or

“leveraged,” but their risks are also magnified. (3) Creditors look to the equity, or owner-supplied funds, to provide a margin of safety, so the higher the proportion of funding supplied by stockholders, the less risk creditors face”.

Hal di atas menjelaskan bahwa sebuah perusahaan yang menggunakan pendanaan melalui utang, memiliki tiga implikasi penting :

1. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan.

2. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar atau diungkit (leverage).

21

3. Kreditur akan melihat pada ekuitas atau dana yang diperoleh sendiri sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang harus dihadapi oleh kreditur.

Besarnya rasio DER menunjukkan proporsi modal perusahaan yang diperoleh dari utang dibandingkan dengan sumber-sumber modal yang lain seperti saham preferen, saham biasa atau laba yang ditahan. Semakin tinggi proporsi DER menyebabkan laba perusahaan semakin tidak menentu dan menambah kemungkinan bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Oleh karena itu semakin tinggi proporsi rasio utang akan semakin tinggi pula risiko Financial suatu perusahaan. Tinggi rendahnya risiko keuangan perusahaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut (Nurfadillah, 2011:46). Dari hasil penelitian yang dilakukan nurfadillah menyatakan bahwa DER tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Menurut Safitri (2013:2) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan.

Semakin besar DER menunjukkan semakin besar biaya hutang yang harus dibayar perusahaan sehingga profitabilitas akan berkurang. Hal ini menyebabkan hak para pemegang saham berkurang, dan akan berpengaruh pada minat investor yang juga akan mempengaruhi harga saham yang semakin menurun. Dari penelitian yang dilakukan safitri menyatakan bahwa Debt to Equity tidak berpenaruh signifikan terhadap harga saham. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

22

b. Return On Invesment (ROI)

Return On Investment (ROI) adalah salah satu rasio kunci yang biasa digunakan dalam bisnis. Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih operasi terhadap total investasi. Semakin besar rasio semakin baik karena berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Kuswadi, 2008:96). Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada, atau rasio ini menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan (Sugiono, 2009:80).

Sekitas 85 persen dari semua perusahaan menghitung ROI dari berbagai segmen bisnis sebagai bagian dari proses penilaian kinerja. Para manajer menyakini ROI karena ROI memperhatikan baik-baik besaran investasi maupun kegiatan yang menghasilkan labanya. Kemampuan manajer dalam mengelola aset dalam investasi yang akan menghasilkan laba bagi perusahaan mempunyai peran penting terhadap kinerja perusahaan untuk meningkatkan keuntungan, sehingga rasio ROI dapat dijadikan indikator dalam menilai kinerja perusahaan dalam hal ini untuk menilai pengaruhnya terhadap nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham. Investor turut berkepentingan terhadap tingkat ROI dalam berinvestasi karena dengan melihat rasio ROI maka akan terlihat kinerja perusahaan (Priatinah & Kusuma, 2012 : 51).

Apabila kinerja perusahaan baik dan menghasilkan laba bersih yang tinggi atas penggunaan total aset perusahaan secara optimal maka dapat mempengaruhi nilai dari perusahaan.

Peningkatan laba ini mempunyai efek yang positif terhadap kinerja keuangan perusahaan dalam pencapaian tujuan untuk

23

memaksimalkan nilai perusahaan yang akan direspon secara positif oleh investor sehingga permintaan saham perusahaan dapat meningkat dan dapat menaikan harga saham perusahaan (Priatinah dan Kusuma, 2012:51). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

c. Earning Per Share (EPS)

Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu informasi akuntansi yang menunjukkan besarnya keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan perusahaan (Karnadjaja, 2009:215). Menurut Fahmi (2014:138) earning per share adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Menurut Ratih, Apriatni dan Saryadi (2013:9), laba per lembar saham atau EPS adalah kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan yang diperoleh kepada pemegang sahamnya. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukannya.

Menurut Datu dan Meredesa (2017:1240) Informasi EPS perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan merupakan hal yang utama diperhatikan oleh investor dalam membuat keputusan investasinya, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi permintaan harga saham perusahaan yang bersangkutan yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga saham, dimana apabila investor menganggap bahwa angka EPS perusahaan cukup baik dan akan menghasilkan return yang sepadan dengan resiko yang ditanggungnya, maka permintaan

24

terhadap saham perusahaan tersebut juga akan meningkat, yang berarti harga saham perusahaan tersebut juga akan meningkat.

Earning Per Share (EPS) secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

( )

d. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) menunjukan berapa besar keuntungan atau laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan dari setiap penjualannya (Sugiono, 2009:79). Rasio net profit margin disebut juga dengan rasio pendapatan terhadap penjualan.

Mengenai profit margin ini Joel G. Siegel dan Jae K. Shim mengatakan: (1) margin laba sama dengan laba bersih dibagi dengan penjualan bersih. Ini penunjukan kestabilan kesatuan untuk menghasilkan perolehan pada tingkat penjualan khusus. Dengan memeriksa margin laba dan norma industri sebuah perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya, kita dapat menilai efisiensi operasi dan strategi penetapan harga serta status persaingan peruahaan dengan perusahaan lain dalam industri tersebut. (2) margin laba kotor sama dengan laba kotor dibagi dengan laba bersih. Margin laba yang tinggi lebih disukai kerena menunjukan bahwa perusahaan mendapat hasil yang baik yang melebihi harga pokok penjualan (Fahmi, 2014:136).

Rasio NPM menginterpretasikan tingkat efisiensi perusahaan, yakni sejauh mana kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya operasionalnya pada periode tertentu. Semakin besar rasio ini semakin baik karena kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui penjualan cukup tinggi serta kemampuan perusahaan dalam menekan biaya-biayanya cukup

25

baik. Sebaliknya, jika rasio ini semakin turun maka kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui penjualan dianggap cukup rendah. Selain itu, kemampuan perusahaan dalam menekan biaya-biayanya dianggap kurang baik sehingga investorpun tidak mau untuk menanamkan dananya. Hal tersebut mengakibatkan harga saham perusahaan ikut mengalami penurunan (Hutami, 2012:105), Dari penelitian yang dilakukan Hutami NPM berpengaruh signifikan terhadap harga saham. NPM dirumuskan sebagai berikut:

Dokumen terkait