• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sebaran Titik Panas (Hotspot) dan Perubahan Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Sebaran Titik Panas (Hotspot) dan Perubahan Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat

Sebaran Hotspot Berdasarkan Daerah Administrasi

Pada penelitian ini tingginya hotspot diaumsikan sejalan dengan banyaknya kejadian kebakaran hutan. Sebaran titik panas Provinsi Kalimantan Barat menurut daerah administrasi dapat dilihat pada Tabel 6. Sedangkan peta sebaran hotspot dapat dilihat pada Lampiran (1-4).

Tabel 6. Sebaran Titik panas di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Daerah Administrasi No Kabupaten/ Kota 2000 2003 2006 2009 Rata-rata Jumlah Pend 2009* Pert. Pend 2008-2009 (%)* Luas Wilayah (km²)* 1 Sambas 72 141 2.047 794 763,5 496.464 1,1 6.394,70 2 Bengkayang 117 177 2.314 862 867,5 209.927 2,07 5.397,30 3 Landak 117 1.048 2.318 742 1.056,25 331.171 1,91 9.909,10 4 Pontianak 62 68 351 211 173 220.231 0,8 1.276,90 5 Sanggau 165 1.642 3.175 1.358 1.585,00 395.061 1,58 12.857,70 6 Ketapang 428 5.905 9.524 2.240 4.524,25 417.974 2,31 31.240,74 7 Sintang 433 1.945 3.611 1.233 1.805,50 373.380 2,28 21.635,00 8 Kapuas Hulu 72 1.014 3.381 997 1.366,00 222.893 1,87 29.842,00 9 Sekadau 198 1.094 1.706 235 808,25 180.649 1,41 5.444,30 10 Melawi 117 866 1.296 536 703,75 171.362 1,81 10.644,00 11 Kayong Utara 117 105 507 329 264,5 92.382 1,33 4.568,26 12 Kubu Raya 648 406 1.928 609 897,75 502.845 1,95 6.985,20 13 Pontianak 25 13 38 7 20,75 527.102 1,06 107,8 14 Singkawang 15 14 26 45 25 177.701 1,43 504 Total 2.586 14.438 32.222 10.198 14.861 4.319.142 2 146.807 *BPS,2010

Dapat dilihat pada tabel bahwa kejadian titik panas tertinggi tahun 2000 terjadi di Kabupaten Kubu Raya (dahulu Kabupaten Pontianak) dengan jumlah titik panas 644 titik. Namun pada tahun 2003, 2006 dan 2009 secara konstan dengan rata-rata titik panas tertinggi terjadi di Kabupaten Ketapang berturut-turut 5.903 titik, 9.524 titik, dan 2.240 titik. Sedangkan Kabupaten Sintang dan Sanggau berturut-turut menjadi Kabupaten yang memiliki hotspot tertinggi. Dari

34 tabel juga terlihat jumlah penduduk di suatu daerah tidak memiliki hubungan langsung dengan tinginya titik panas, namun mungkin ada hubungan dengan laju pertumbuhan penduduk. Daerah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tinggi umumnya memiliki titik panas yang tinggi seperti Kabupaten Ketapang, Sintang, Landak dan Kayong Utara. Kecuali Kabupaten Sanggau.

Tabel 7. Sebaran Hotspot pada Kabupaten dengan Jumlah Lahan Perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat

*BPS Kalimantan Barat,2010

Dari tabel bisa kita lihat bahwa daerah yang memiliki lahan perkebunan, belukar dan tanah kering yang luas memiliki titik panas yang tinggi. Sedangkan daerah yang memiliki hutan luas belum tentu memiliki hotspot yang tinggi. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas pengelolaan lahan pertanian, perkebunan serta lahan non hutan menyebakan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang diindikasikan dengan tinginya jumlah hotspot. .

Jumlah kejadian titik panas paling sedikit secara konstan terjadi pada daerah perkotaan yaitu Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Hal ini disebabkan oleh lahan pertanian dan perkebunan di daerah perkotaan relatif sedikit, dan titik panas seringkali terjadi akibat pantulan sinar matahari pada atap rumah.

2000 2003 2006 2009 Rata-rata Ke bun Be lukar Ke bun C ampur

Tanah

ke ring Kampung Sawah Hutan

1 Sambas 72 141 2.047 794 764 136.324 86.910 13.798 3.288 12.723 68.662 225537 2 Bengkayang 117 177 2.314 862 868 85.518 178.490 16.744 30.940 9.356 21.359 110032 3 Landak 117 1.048 2.318 742 1.056 205.910 386.546 12.257 92.846 6.628 64.192 139130 4 Pontianak 62 68 351 211 173 98.768 306.629 24.734 38.771 13.785 56.433 172253 5 Sanggau 165 1.642 3.175 1.358 1.585 315.902 700.824 31.978 56.139 13.910 15.458 68829 6 Ketapang 428 5.905 9.524 2.240 4.524 389.095 1.374.145 55.068 123.289 17.300 19.507 465533 7 Sintang 433 1.945 3.611 1.233 1.806 302.766 870.464 40.759 88.213 16.935 88.648 790006 8 Kapuas Hulu 72 1.014 3.381 997 1.366 147.419 629.260 30.549 43.505 16.509 21.190 1960578 9 Sekadau 198 1.094 1.706 235 808 20.590 240.137 9.000 20.200 4.500 2.000 227754 10 Melawi 117 866 1.296 536 704 36.947 23.265 1.528 124 1.475 3.826 922030 11 Kayong Utara 117 105 507 329 265 0 0 0 0 0 0 0 12 Kubu Raya 648 406 1.928 609 898 0 0 0 0 0 0 0 13 Kota Pontian 25 13 38 7 21 130 288 1.346 1.227 6.822 128 0 14 Kota Singkaw 15 14 26 45 25 16.189 3.800 140 22 2.408 5.563 20927 2.586 14.438 32.222 10.198 14.861 927.092 4.235 237.901 498.564 122.351 366.966 5102609 Kabupate n / Kota Hotspot T otal

Je nis Pe nggunaan Lahan (Ha)* No.

35 Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Kayoman (2010) bahwa faktor tertinggi penyebab kebakaaran hutan dan lahan adalah tutupan lahan sebesar 36,5%, penggunaan lahan sebesar 29,4% jarak dari jalan sebesar 115,29%.

Sedangkan analisis sebaran titik panas berdasarkan peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat juga menunjukaan asumsi sebaran titik panas terbanyak terdapat pada areal penggunaan lain yang mencakup perkebunan, lahan pertanian, pertambangan dan sebagainya. Hasil ini sejalan dengan hasil analisis sebelumnya yang dilkuakn pada daerah administrasdi di Kalimantan Barat. Sebaran titik panas pada area penunjukan kawasan disajikan pada Tabel 9, sedangkan peta sebaran hotspotnya dapat dilihat pada lampiran 5-8.

Sebaran Hotspot Berdasarkan Penunjukan Lahan

Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat merupakan peta yang telah disahkan dengan SK No. 259/Kpts-II/2000 tanggal 23-08-2000 yang merupakan kesepakatan antar peta Tata Guna Hutan Kawasan (TGHK) dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Sebaran hotspot berdasarkan penunjukan lahan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Sebaran Titik panas Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Kawasan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat

Bila meninjau dari rata-rata hotspot pada tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009

hotspot secara konstan terjadi areal penggunaan lain, diikuti oleh hutan produksi (HP) dan hutan produksi terbatas (HPT). Sedangkan titik panas terendah terjadi pada kawasan konservasi (KK). Kecuali pada tahun 2003 yang jumlahnya lebih

2000 2003 2006 2009

1 Hutan Lindung (HL) 101 436 2386 806 932,25 2.307.552 0,0004 2 Kawasan Konservasi (KK) 27 1394 1147 276 711 1.460.412 0,0005 3 Hutan Produksi (HP) 391 3582 7341 1844 3289,5 2.273.067 0,0014 4 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 131 1027 3785 1660 1650,75 2.406.359 0,0007 5 Hutan Produksi Konversi (HPK) 74 262 1467 563 591,5 503.506 0,0012 6 Area Pengguanaan Lain (APL) 1821 7570 15896 4997 7571 5.637.493 0,0013

7 Perairan 41 167 200 52 115 138.749 0,0008

2586 14438 32222 10198 14861 14.727.138 0,0009

Kerapatan Hotspot

No Nama Hotspot Rata-rata Luasan

(Ha)

36 tinggi daripada hutan prduksi konversi. Sedangkan tahun selanjutnya kecenderungan jumlah titik panas di kawasan konservasi ini terus menurun.

Apabila mengacu pada kerapatan hotspot maka kerapatan hotspot tertinggi terjadi pada hutan produksi (HP) sebesar 0,0014 hotspot/ha, diikuti areal penggunaan lain (APL) sebesar 0,0013 hotspot/ha dan hutan produksi konversi sebesar (HPK) 0,0012 hotspot/ha. Sedangkan hotspot pada kawasan hutan lindung memiliki kerapat terkecil sebesar 0,0004 hotspot/ha diikuti oleh kawasan konservasi sebesar 0,0005 hotspot/ha.

Hal ini agak berbeda dengan yang dikemukan Kayoman (2010) bahwa zona kerawanan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat ditinjau dari segi jenis penggunaan lahan APL memiliki persentase luas areal untuk tingkat kerawanan tinggi sebesar 66,56% dan bekas HPH sebesar 16,65%. Sedangkan daerah terluas dengan kerawanan tinggi berturut-turut adalah Kabupaten Sanggau, Ketapang dan Sintang.

Sebaran Hotspot pada Berbagai Penutupan Lahan

Sebaran titik panas pada berbagai penutupan lahan pada tahun 2000 disajikan pada Tabel 9, sedangkan peta sebaran hotspotnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Tabel 9. Sebaran Titik Panas di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peta Penutupan Lahan Tahun 2000

No Jenis Tutupan Lahan Jumlah Hotspot Luas an (Ha) Kerapatan Hotspot (hotspot/ha)

1 Hutan 498 12.029.153,15 0,00004

2 Hutan Tanaman Industri 7 12.382,26 0,00057

3 Perkebunan 312 364.983,82 0,00085

4 Semak /Belukar 297 1.217.338,19 0,00024 5 Pertanian Lahan Kering (PLK) 1087 5.299.276,23 0,00021

6 Transmigrasi 3 11.987,48 0,00025 7 Pemukiman 16 37.776,67 0,00042 8 Sawah 193 200.762,89 0,00096 9 Tanah Terbuka 99 274.989,49 0,00036 10 Bandara/Pelabuhan 64,30 0,00000 11 Pertambangan 28 55.716,90 0,00050 12 Tubuh Air 26 140.265,61 0,00019 13 Rawa 20 123.859,01 0,00016 14 Tambak 0 4.702,51 0,00000 15 Awan 0 26,38 0,00000 2586 19.773.284,89 0,00476 Total

37

Kerapatan hotspot tertinggi terjadi pada Sawah sebesar 0,00096

hotspot/ha, diikuti oleh perkebunan 0,00085 hotspot/ha dan hutan tanaman industri (HTI) sebesar 0,0057 hotspot/ha. Sedangkan hotspot terendah terdeteksi pada tutupan lahan tambak, bandara, awan dan hutan sebesar masing-masing 0

hotspot/ha, 0 hotspot/ha,0 hotspot/ha, dan 0,00004 hotspot/ha.

Dari hasil tersebut terlihat bahwa kejadian kebakaran banyak pada lahan non hutan yang terkait dengan produksi tanaman pangan, perkebunan, dan areal produksi kayu. Sementara hutan sendiri memiliki kejadian kebakaran yang rendah.

Sebaran titik panas pada berbagai penutupan lahan pada tahun 2003 disajikan pada Tabel 10, sedangkan peta sebaran hotspotnya dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 10. Sebaran Titik Panas di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peta Penutupan Lahan Tahun 2003

No Jenis Tutupan Lahan Hotspot Luasan (ha)

Kerapatan Hotspot (hotspot/ha)

1 Hutan 2069 11.987.237,80 0,00017

2 Hutan Tanaman Industri 41 12.382,26 0,00331

3 Perkebunan 590 380.922,44 0,00155

4 Semak /Belukar 2894 1.221.952,81 0,00237

5 Pertanian Lahan Kering (PLK) 7053 5.302.288,05 0,00133

6 Transmigrasi 13 12.460,83 0,00104 7 Pemukiman 39 37.823,13 0,00103 8 Sawah 189 200.762,89 0,00094 9 Tanah Terbuka 976 288.491,85 0,00338 10 Bandara/Pelabuhan 64,30 0,00000 11 Pertambangan 87 59.973,46 0,00145 12 Tubuh Air 156 140.265,61 0,00111 13 Rawa 331 123.873,93 0,00267 14 Tambak 0 4.785,52 0,00000 Total 14438 19.773.284,89 0,02036

Dari tabel terlihat bahwa jumlah hotspot tertinggi terjadi pada areal pertanian lahan kering, diikuti oleh semak/belukar dan hutan. Namun apabila dilihat dari kerapatan hotspot maka hotspot tertinggi terjadi pada tanah terbuka

38 sebesar 0,338 hotspot/ha; HTI sebesar 0,331 hotspot/ha; rawa 0,00267 hotspot/ha; semak/belukar 0,00237 hotspot/ha, perkebunan 0,00155 hotspot/ha; pertambangan sebesar 0,00267 hotspot/ha dan PLK sebesar 0,00133. Sedangkan hutan sebaran hotspotnya hanya 0,00017 hotspot/ha. Hal ini memeperlihatkan bahwa lahan non hutan merupakn tempat yang rawan kebakaran. Dari semua kawasan non hutan tersebut terdapat HTI, perkebunan, pertambangan dan pertanian lahan kering yang sangat erat dengan aktivitas ekonomi masyarakat.

Sebaran titik panas pada berbagai penutupan lahan pada tahun 2006 disajikan pada Tabel 11, sedangkan peta sebaran hotspotnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 11. Sebaran Titik Panas di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peta Penutupan Lahan Tahun 2006

No Jenis Tutupan Lahan Jumlah

Hotspot Luasan (Ha)

Kerapatan Hotspot (hotspot/ha)

1 Hutan 7974 11680845,18 0,00068

2 Hutan Tanaman Industri 34 12294,75707 0,00277

3 Perkebunan 2617 450893,7079 0,00580

4 Semak /Belukar 5061 1410459,314 0,00359

5 Pertanian Lahan Kering (PLK) 13854 5316464,862 0,00261

6 Transmigrasi 47 12460,83111 0,00377 7 Pemukiman 87 37823,13226 0,00230 8 Sawah 603 198174,8844 0,00304 9 Tanah Terbuka 1408 323208,3581 0,00436 10 Bandara/Pelabuhan 0 64,302543 0,00000 11 Pertambangan 180 59469,16426 0,00303 12 Tubuh Air 200 140265,6058 0,00143 13 Rawa 157 122971,8782 0,00128 14 Tambak 0 7888,918714 0,00000 Total 32222 19.773.284,89 0,03465

Pada tahun 2006 terlihat dari segi jumlah hotspot tertinggi terjadi pada areal PLK, hutan, semak/belukar dan perkebunan. Namun apabila kita memperhatikan kerapatan hotspot terlihat bahwa kerapatn hotspot tertinggi terjadi pada areal perkebunan sebesar 0,0580 hotspot/ha; diikuti oleh tanah terbuka sebesar 0,00436 hotspot/ha; transmigrasi sebesar 0,00377 hotspot/ha; semak/belukar sebesar 0,00359 hotspot/ha, sawah 0,00304 hotspot/ha,

39 pertambangan sebesar 0,00303 hotspot/ha, HTI sebesar 0,00277 hotspot/ha dan PLK sebesar 0,00261 hotspot/ha. Terlihat bahwa secara konstan lahan non hutan memiliki hotspot yang tinggi, namun bila dibandingkan dengan tahun 2003 terjadi perubahan urutan tingkat kerapat hotspot, namun unsur yang mendominasi tetap sama.

Sedangkan hutan kerapatan hotspotnya sangat rendah setelah bandara dan tambak sebesar 0,0068 hotspot/ha, namun lebih meningkat bila dibandingkan tahun 2003 yaitu sebesar 0,00017 hotspot/ha.

Sebaran titik panas pada berbagai penutupan lahan pada tahun 2006 disajikan pada Tabel 12, sedangkan peta sebaran hotspotnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Tabel 12. Sebaran Titik Panas di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Peta Penutupan Lahan Tahun 2009

No Jenis Tutupan Lahan Jumlah

Hotspot Luasan (Ha)

Kerapatan Hotspot (hotspot/ha)

1 Hutan 2692 11397195,65 0,00024

2 Hutan Tanaman Industri 2 12294,75707 0,00016

3 Perkebunan 939 747141,9859 0,00126

4 Semak /Belukar 1095 1399199,221 0,00078

5 Pertanian Lahan Kering (PLK) 4899 5299169,678 0,00092

6 Transmigrasi 4 12460,83111 0,00032 7 Pemukiman 18 37.823,13 0,00048 8 Sawah 154 202.563,52 0,00076 9 Tanah Terbuka 269 323.621,34 0,00083 10 Bandara/Pelabuhan 64,302543 0,00000 11 Pertambangan 39 70770,75295 0,00055 12 Tubuh Air 51 140265,6058 0,00036 13 Rawa 36 121881,507 0,00030 14 Tambak 0 8.832,61 0,00000 15 Awan 0 0,00 0,00000 Total 10198 19.773.284,89 0,00696

Pada tahun 2009, kerapatan hotspot tertinggi terjadi pada lahan perkebunan sebesar 0,00126 hotspot/ha; diikuti oleh PLK sebesar 0,00092

hotspot/ha; tanah terbuka sebesar 0,00083 hotspot/ha; semak belukar sebesar 0,00078 hotspot/ha sawah sebesar 0,00076 hotspot/ha. Terlihat bahwa kerapatan

40 2009 ini menurun dibandingkan tahun 2006 karena pada tahun 2009 musim kemarau tidak terlalu berat seperti pada tahun tahun 2006.

Gambar 3. Tingkat Kerapatan Hotspot pada Berbagai Jenis Penutupan Lahan Tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009

Tingkat kerapatan hotspot dipengaruhi oleh jumlah luasan suatu di areal tutpan lahan. Kerapatan hotspot dapat dijadikan salah satu faktor untuk menentukan tingkat kerawanan suatu daerah terhadap bahaya kebakaran seperti yang dilakukan oleh Samsuri 2008. Dari grafik terlihat bahwa yang kerapatan hostpot tertinggi dari tahun ke tahun di dominasi oleh areal non hutan seperti tanah terbuka, semak belukar, perkebunan, sawah, pertambangan, HTI dan PLK yang pada umumnya merupaka lahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Sebaran Hotspot dan Perubahan Penutupan Lahan

Sedangkan hasil analisis perubahan lahan selama 10 tahun (2000-2009) memperlihatkan perubahan berbagai jenis tutupan lahan yang jumlah totalnya dapat dilihat pada Tabel 13.

41 Tabel 13. Perubahan Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan

Peta Penutupan Lahan Tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009

No Jenis Tutupan Lahan

Luasan (Ha) Perubahan Penutupan Lahan (Ha) 2000 2.003 2006 2009 2000-2003 2003-2006 2006-2009 1 Hutan 12.029.153,15 11.987.237,80 11.680.845,18 11.397.195,65 -41.915,35 -306.392,62 -283.649,53 2 HTI 12.382,26 12.382,26 12.294,76 12.294,76 0,00 -87,50 0,00 3 Perkebunan 364.983,82 380.922,44 450.893,71 747.141,99 15.938,62 69.971,27 296.248,28 4 Semak/Belukar 1.217.338,19 1.221.952,81 1.410.459,31 1.399.199,22 4.614,62 188.506,51 -11.260,09 5 PLK 5.299.276,23 5.302.288,05 5.316.464,86 5.299.169,68 3.011,82 14.176,81 -17.295,18 6 Transmigrasi 11.987,48 12.460,83 12.460,83 12.460,83 473,35 0,00 0,00 7 Pemukiman 37.776,67 37.823,13 37.823,13 37.823,13 46,46 0,00 0,00 8 Sawah 200.762,89 200.762,89 198.174,88 202.563,52 0,00 -2.588,01 4.388,64 9 Tambak 4.702,51 4.785,52 7.888,92 8.832,61 83,01 3.103,40 943,69 10 Tanah Terbuka 274.989,49 288.491,85 323.208,36 323.621,34 13.502,37 34.716,50 412,98 11 Bandara/Pelabuhan 64,30 64,30 64,30 64,30 0,00 0,00 0,00 12 Pertambangan 55.716,90 59.973,46 59.469,16 70.770,75 4.256,56 -504,30 11.301,59 13 Rawa 123.859,01 123.873,93 122.971,88 121.881,51 14,92 -902,05 -1.090,37 14 Tubuh Air 140.265,61 140.265,61 140.265,61 140.265,61 0,00 0,00 0,00 15 Awan 26,38 0,00 0,00 0,00 -26,38 0,00 0,00 Total 19.773.284,89 19.773.284,89 19.773.284,89 19.773.284,89 0 0 0

Hasil analisis perubahan penutupan lahan periode tahun 2000-2003 memperlihatkan bahwa luasan lahan yang paling banyak berkurang adalah hutan sebesar 41.915,35 Ha. Sedangkan yang bertambah paling banyak adalah perkebunan dan tanah terbuka masing-masing sebesar 15.938,62 ha dan 13.502,37 ha. Sedangakan bila dilihat dari alokasi perubahannya maka hutan dalam periode ini berubah menjadi perkebunan, semak belukar, pertanian lahan kering, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan dan rawa.

Perubahan terbesar diakibatkan konversi hutan menjadi semak belukar sebesar 21.295, 25 ha, pertanian lahan kering sebesar 17.314,01 Ha tanah terbuka sebesar 4.114,06 Ha dan perkebunan sebesar 2.834,96 ha. Sedangkan Pertambahan perkebunan selain dari konversi hutan, juga dari semak/belukar sebesar 4.294,20 ha, dan pertanian lahan kering (PLK) sebesar 8.843,16 ha. (Untuk lebih jelasnya alokasi perubahan lahan ini dapat dilihat pada Lampiran 13).

42 Sedangkan untuk melihat perubahan yang terjadi akibat kebakaran hutan atau bukan dilakukan overlay peta perubahan penutupan lahan dan data titik panas (hotspot) seperti yang terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Sebaran Titik Panas pada Perubahan Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Periode Tahun 2000 - 2003

Kerapatan hotspot tertinggi terjadi pada tubuh air, namun hotspot pada tubuh air diindikasikan sebagai false hotspot. Perubahan semak belukar menjadi tanah terbuka dengan kerapatan sebesar 0,0146 hotspot/ha menjadi kerapatan

hotspot tertinggi pada penutupan lahan. Diikuti perubahan dari Pertanian lahan kering menjadi tanah terbuka sebesar 0,037 hotspot/ha dan kejadian hotspot pada tanah terbuka sebesar 0.035 hotspot/ha dan HTI sebesar 0,033 hotspot/ha

Namun apabila digabungkan maka jumlah hotspot yang paling tinggi terjadi pada perubahan semak belukar menjadi peruntukan lain sebesar 0,205

hotspot/ha, pertanian lahan kering sebesar 0,070 Hotspot/Ha dan perubahan hutan menjadi peruntukan lain sebesar 0,036.

Sedangkan perubahan penutupan lahan yang terjadi selama periode 2003-2006 memperlihatkan bahwa hutan tetap menjadi areal yang paling banyak

2000 2003

1 Hutan Hutan 2069 11.982.559,19 0,0002

2 Hutan Perkebunan 3 2.834,96 0,0011

3 Hutan Semak 5 21.925,25 0,0002

6 Hutan PLK 24 17.314,01 0,0014

4 Hutan Tanah Terbuka 3 1.458,76 0,0021

5 HTI HTI 41 12.382,26 0,0033

7 Perkebunan Perkebunan 566 364.950,11 0,0016 8 Semak/belukar Semak/belukar 2880 1.200.027,56 0,0024 9 Semak/belukar Perkebunan 3 4.294,20 0,0007 10 Semak/belukar Tanah Terbuka 12 8.625,21 0,0014 11 Semak/belukar Pertambangan 11 3.917,88 0,0028 12 PLK PLK 7038 5.284.948,43 0,0013 13 PLK Perkebunan 18 8.843,16 0,0020 14 PLK Tanah Terbuka 3 820,79 0,0037 15 Sawah Sawah 189 200.762,89 0,0009 16 Pemukiman Pemukiman 39 37.776,67 0,0010 17 Transmigrasi Transmigrasi 13 11.987,48 0,0011 18 Tanah Terbuka Tanah Terbuka 958 8.737.932,13 0,0001 19 Pertambangan Pertambangan 76 55.691,28 0,0014

20 Rawa Rawa 331 123.859,01 0,0027

21 Tubuh Air Tubuh Air 156 140.265,61 0,0313

No Penutupan Lahan Hotspot 2003 Luasan (Ha)

Kerapatan Hotspot (Hotspot/ha)

43 berkurang sebesar 306.392,62 Ha, sawah sebesar 2.588,10 Ha, rawa sebesar 902,50 Ha, pertambangan sebesar 504,30 Ha dan HTI sebesar 87,50 Ha.. Sedangkan yang paling banyak bertambah adalah semak belukar sebesar 188.506,51 Ha, perkebunan sebesar 69.971,27 Ha dan tanah terbuka sebesar 34.716,50 Ha. Apabila dilihat dari alokasi perubahan lahan hutan pada periode ini berubah menjadi perkebunan, semak, pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka dan pertambangan. Sedangkan sawah berubah menjadi perkebunan dan tambak. Rawa berubah menjadi semak, pertambangan berubah menjadi pertanian lahan kering dan HTI berubah menjadi pertanian lahan kering untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 14.

Tabel sebaran titik panas pada perubahan lahan penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Sebaran Titik Panas pada Perubahan Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Periode Tahun 2003 - 2006

2003 2006 1 Hutan Hutan 7974 11.640.010,33 0,0007 2 Hutan Perkebunan 1515 59.144,90 0,0256 3 Hutan Semak 1094 244.326,61 0,0045 4 Hutan PLK 33 16.231,87 0,0020 5 Hutan Sawah 1 365 0,0027

6 Hutan Tanah Terbuka 131 26.725,56 0,0049

7 HTI HTI 34 12.294,76 0,0028

8 Perkebunan Perkebunan 989 380.922,44 0,0026

9 Semak Semak 3967 1.161.306,74 0,0034

10 Semak Perkebunan 8 291,36 0,0275

11 Semak PLK 24 9.891,60 0,0024

12 Semak Tanah Terbuka 37 5.032,13 0,0074

13 PLK PLK 13796 5.288.508,91 0,0026 14 PLK Perkebunan 89 7.551,15 0,0118 15 PLK Tanah Terbuka 24 57.436,58 0,0004 16 Sawah Sawah 602 197.726,15 0,0030 17 Sawah Perkebunan 16 31.210,86 0,0005 18 Pemukiman Pemukiman 87 37.823,13 0,0023 19 Transmigrasi Transmigrasi 47 25.832,24 0,0018 20 Tanah Terbuka Tanah Terbuka 1216 284.899,82 0,0043

21 Tanah Terbuka PLK 1 822,46 0,0012

22 Pertambangan Pertambangan 180 58.978,81 0,0031

23 Rawa Rawa 157 122.971,88 0,0013

24 Tubuh Air Tubuh Air 200 140.265,61 0,0014

No. Penutupan Lahan Luasan (Ha) Kerapatan hotspot

(hotspot/ha) Hotspot

44 Kerapatan titik panas tertinggi pada periode 2003-2006 terdapat perubahan dari semak menjadi lahan perkebunan sebesar 0,00275 hotspot/ha diikuti oleh perubahan hutan menjadi perkebunan sebesar 0,0256 hotspot/ha, PLK menjadi perkebunan sebesar 0,0118 hotspot/ha, dan perubahan dari semak menjadi lahan terbuka sebesar 0,0074 hotspot/ha. Apabila digabungkan terlihat bahwa perubahan lahan menjadi areal perkebunan merupakan tingkat kepadatan hotspot tertinggi sebesar 0,0654 hotspot/ha. Dengan kata lain konversi lahan menjadi perkebunan menyebabkan kebakaran lahan dan hutan yang tinggi.

Perubahan penutupan lahan pada periode 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan titik panas pada areal penutupan lahan yang berubah dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sebaran Titik Panas pada Perubahan Penutupan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Periode Tahun 2006- 2009

2006 2009

1 Hutan Hutan 2692 11.397.195,65 0,00024 2 Hutan Perkebunan 352 136.331,79 0,00258

3 Hutan Semak 93 68.013,12 0,00137

4 Hutan PLK 93 31.151,85 0,00299

5 Hutan Tanah Terbuka 34 15.677,22 0,00217

6 Hutan Pertambangan 1 2.183,10 0,00046 7 HTI HTI 2 12.294,76 0,00016 8 Perkebunan Perkebunan 335 155.057,33 0,00216 9 Perkebunan PLK 17 17.693,42 0,00096 10 Semak/Belukar Semak/Belukar 1091 1.311.319,66 0,00083 11 Semak/Belukar PLK 125 96.592,12 0,00129 12 Semak/Belukar Tanah Terbuka 20 763,02 0,02621 13 Semak/Belukar Pertambangan 1 1.784,52 0,00056 14 PLK PLK 4646 5.112.343,28 0,00091 15 PLK Perkebunan 130 155.057,33 0,00084 16 PLK Semak 5 11.668,59 0,00043 17 PLK Sawah 1 228,86 0,00437 18 PLK Tanah Terbuka 26 28.816,49 0,00090 19 PLK Pertambangan 1 3.914,22 0,00026 20 Sawah Sawah 154 197.674,05 0,00078

21 Tanah Terbuka Semak 6 6.662,49 0,00090 22 Tanah Terbuka Perkebunan 19 22.138,56 0,00086 23 Tanah Terbuka Pertambangan 2 1.260,26 0,00159 24 Pemukiman Pemukiman 18 37.823,13 0,00048 25 Transmigrasi Transmigrasi 4 1.732,37 0,00231 26 Tanah Terbuka Tanah Terbuka 189 278.403,52 0,00068 27 Tanah Terbuka PLK 18 23.699,39 0,00076 28 Pertambangan Pertambangan 34 59.469,16 0,00057 29 Rawa Rawa 35 512.459,22 0,00007 30 Rawa Perkebunan 3 1.028,66 0,00292 31 Air Air 51 140.265,61 0,00036 No. Penutupan Lahan

Hotspot 2009 Luasan (ha)

Kerapatan hotspot (hotspot/ha)

45 Penutupan lahan yang paling banyak berkurang pada periode 2006-2009 yaitu hutan sebesar 283.649,53 Ha, pertanian lahan kering (PLK) sebesar 17.295,18 Ha dan Semak sebesar 11.260,09 Ha. Sedangkan areal yang bertambah adalah perkebunan sebesar 296.248,28 Ha dan pertambangan sebeesar 11.301,59 Ha serta sawah sebesar 4.388,64 Ha.

Sedangkan berdasarkan alokasi perubahannya hutan berubah menjadi perkebunan, semak, pertanian lahan kering, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan dan rawa. Pertanian lahan kering berubah menjadi perkebunan, semak, sawah, tanah terbuka dan pertambangan, sedangkan semak berubah menjadi petanian lahan kering, tambak, dan pertambangan. Semua perubahan yang terjadi atas penutupan lahan tersebut erat kaitannya dengan penghidupan masyarakat. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan Yuadji (1981) bahwa semakin tinggi jumlah penduduk di suatu daerah, maka gangguan kerusakan hutan akan semakin tinggi. Untuk lebih jelasnya alokasi perubahan penutupan lahan periode 2006-2009 dapat dilihat Lampiran 15

Pada tabel terlihat bahwa kerapatan hotspot tertinggi terjadi pada perubahan semak/belukar menjadi tanah terbuka sebesar 0,02621 hotspot/ha diikuti oleh PLK menjadi sawah sebesar 0,00437 hotspot/ha, hutan menjadi PLK sebesar 0,00299 hotspot/ha, rawa menjadi perkebunan sebesar 0,00292 hotspot/ha, hutan menjadi perkebunan sebesar 0,00258 hotspot/ha, lahan transmigrasi sebesar 0,00231 hotspot/ha, hutan menjadi tanah terbuka sebesar 0,00217 hotspot/ha dan aktivitas di lahan perkebunan sebesar 0,00216 hotspot/ha.

Hal ini mengindikasikan bahwa lahan berupa semak/belukar dan tanah terbuka merupakan lahan yang rawan mengalami kebakaran, sedangkan dari hasil juga terlihat bahwa perubahan hutan menjadi lahan perkebunan, pertanian, lahan terbuka dan penutupan lahan lainnya menimbulkan kebakaran. Hal ini terkait dengan pola perluasan dari lahan pertanian dan perkebunan.

Sedangkan kerapatan hotspot yang tinggi pada lahan pertanian, perkebuna dan trasmigrasi hal ini terkait erat dengan kegiatan penyiapan lahan. Sedangkan pada hutan sebaran titik panas diduga mengindikasikan perubahan dari hutan primer menjadi hutan sekunder. Sedangkan pada semak belukar perubahan disebabkan semak memang merupakan tutupan lahan yang gampang terbakar,

46 titik panas yang terdeteksi pada tubuh air merupakan akibat pantulan sinar matahari dan yang tedeteksi pada areal pemukiman diduga kuat berasal dari pantulan atap rumah.

Hasil analisis sebaran titik panas (hotspot) pada areal penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Barat terdapat indikasi yang kuat antara perubahan penutupan lahan dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan. Hampir semua areal yang mengalami perubahan penutupan lahan memiliki tingkat kerapatan hotspot

yang tinggi.

Selama periode 2000-2009 hutan telah mengalami konversi menjadi lahan peruntukan lain sebanyak 631.957,50 ha yang berubah menjadi peruntukan non hutan baik lahan perkebunan, lahan pertanian, pertambangan serta lainnya. Perubahan ini dilakuakn dengan cara membakar dengan adanya hotspot pada areal hutan yang berubah tersebut. Pembakaran hutan yang dilakukan antara lain untuk menyediakan perumahan, lahan pertanian dan perkebunan serta pertambangan yang sangat erat terkait kebutuhan hidup.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Anderson, et al. (1999) bahwa latar belakang pembakaran hutan yang dilakukan oleh petani adalah faktor sosial ekonomi yang erat dengan konsep penguasaan lahan. Masyarakat yang memiliki lahan kecil atau tidak memiliki lahan akan membuka lahan baru atau bekerjasama dengan pendatang atau koperasi untuk melakukan pembukaan lahan.

Hal ini juga sejalan dengan yang dikemukakan Young and Ronald (1990) bahwa seiring semakin meningkatnya jumlah pendatang baru, dan peladang maka kebakaran hutan akan semakin meningkat.

Kerapatan hotspot yang paling tinggi dari tahun ke tahun selalu terjadi pada kawasan non hutan antara lain pada lahan perkebunan, pertanian lahan kering, hutan, sawah, semak/belukar, tanah terbuka, lahan pertanian.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa semak belukar merupakan daerah rawan terbakar hal ini disebabkan jenis vegetasinya sangat mudah terbakar. Tanah terbuka biasanya ditutupi oleh alang-alang, rerumputan dan sebagainya sedangkan semak/belukar merupakan campuran berbagai tumbuhan perdu. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Arianti (2006) bahwa vegatasi halus seperti rumput

47 dan alang-alang serta semak yang memiliki kerapat sedand merupakan faktor biofisik yang memiliki pengaruh terhadap kebakaran hutan dan laha.

Sedangkan kejadian kebakaran pada lahan perkebunan, hutan tanaman indusri, lahan pertanian kering, sawah, pertambangan membuktikan adanya proses penyiapan lahan dan kejadian kebakaran yang terjadi pada kawasan HTI juga merupakan indikasi dari adanya kegiatan penyiapan lahan.

Hal ini sejalan dengan hasil Penelitian Kayoman (2010) bahwa faktor utama penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat adalah aktivitas manusia, jarak terhadap jalan, penggunaan lahan, faktor biofisik yang dipengaruhi tutupan lahan dan jumlah curah hujan,

Sedangkan pembukaan lahan hutan, penyiapan lahan dan pengolahan lahan dilakukan dengan cara membakar disebabkan pembukaan lahan atau hutan dengan cara membakar lebih cepat dan murah serta tidak memerlukan tenaga yang banyak. Hal ini sesuai yang dikemukakan KLH(1998) yang menyatakan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar hanya memerlukan waktu 28 HOK (Hari Orang Kerja), sementara PLTB secara mekanis untuk hutan primer membutuhkan 80 HOK dtambah 12 jam kerja traktor dan 53 HOK ditambah 10 jam kerja traktor bagi hutan sekunder.

5.2. Analisis Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan di Provinsi