• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.7 Analisis Sensitivitas

Dalam analisis kelayakan tambak kepiting terdapat ketidakpastian yang akan mempengaruhi hasil perhitungan. Analisis sensitivitas akan dilakukan untuk menguji seberapa jauh usaha yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan harga-harga input dan output. Dalam usaha ini komponen yang dianggap peka terhadap suatu kelayakan usaha adalah kenaikan biaya variabel dan harga kepiting. Komponen biaya variabel yang digunakan dalam analisis sensivitas ini adalah harga bibit kepiting. Analisis kepekaan terhadap harga bibit kepiting dikarenakan merupakan komponen biaya utama dan biaya terbesar terhadap pendapatan petani. Dalam analisis kepekaan terhadap harga bibit kepiting dibagi menjadi tiga skenario yaitu, kenaikan harga bibit 15 %, 20% dan 25%. Angka ini diperoleh dari perbedaan dari harga bibit tertinggi dengan harga bibit terendah selama penelitian berlangsung yaitu sebesar Rp45.000/kg-Rp60000/kg.

Analisis kepekaan kedua adalah harga kepiting. Analisis kepekaan terhadap harga kepiting dikarenakan harga kepiting yang menurun di tahun 2015. Dalam analisis

kepekaan terhadap harga bibit kepiting dibagi menjadi tiga skenario yaitu, penurunan harga jual kepiting 15 %, 20% dan 25%. Angka ini diperoleh dari perbedaan dari harga kepiting tertinggi dengan harga kepiting terendah selama penelitian berlangsung yaitu sebesar Rp20.000/kg-Rp35.000/kg.

Hasil analisis sensitivitas disajikan dalam Tabel 5.10 berikut:

Tabel 5.11.Analisis Sensitivitas terhadap R/C untuk Biaya Riil/Ha

Harga Bibit Naik

0% Harga Jual 15% Kepiting Tu 20% run 25% 0% 1,42 1,20 1,13 1,06 15% 1,04 0,88 0,83 0,78 20% 1,02 0,87 0,82 0,77 25% 1,01 0,86 0,81 0,75

Sumber : Lampiran 35,37,39,41,43,45,47,48,49,51,53,55,57,59,61,dan63

Dari Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa nilai R/C ratio pada analisis biaya riil diperoleh R/C sebesar 1,04, 1,02 dan 1,01 dengan kenaikan harga bibit 15 %, 20% dan 25%, nilai R/C yang diperoleh lebih besar dari satu sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian layak untuk diusahakan. Dan ketika harga jual kepiting mengalami penurunan harga sebesar 15 %, 20% dan 25% diperoleh R/C sebesar 1,20, 1,13, dan 1,06 nilai R/C yang diperoleh lebih besar dari satu sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian layak untuk diusahakan. Hal ini disebabkan karena biaya bibit yang dikeluarkan petani masih bisa ditoleransi dengan asumsi kenaikan 15 %, 20% dan 25% dan petani masih bisa melanjutkan usah tambaknya. Begitu juga dengan penurunan harga jual petani dengan asumsi penurunan 15 %, 20% dan 25% masih bisa ditoleransi dan petani masih bisa mendapatkan keuntungan. Selain itu

Namun, ketika kondisi kenaikan harga bibit terjadi bersamaan dengan penurunan harga jual kepiting, nilai R/C yang diperoleh lebih kecil dari satu sehingga usaha

Harga Bibit (Rp) Naik Harga Jual Kepiting (Rp) Turun 0%(Normal) 15% 20% 25 0% 1,23 1,05 0,99 0,93 15% 0,93 0,79 0,75 0,70 20% 0,92 0,78 0,74 0,69 25% 0,91 0,77 0,73 0,68

tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak untuk diusahakan dan usaha tambak kepiting di daerah penelitian sensitive terhadap perubahan kenaikan harga bibit dan penurunan harga jual kepiting.

Tabel 5.12. Analisis Sensitivitas terhadap R/C untuk Opportunitas Cost/Ha %

Sumber : Lampiran 36,38,40,42,44,46,48,51,52,54,56,58,61,62 dan 64

Dari Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa nilai R/C ratio pada analisis biaya opportunitas diperoleh R/C sebesar 0,93, 0,92 dan 0,91 dengan kenaikan harga bibit 15 %, 20% dan 25%, nilai R/C yang diperoleh lebih kecil dari satu sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak untuk diusahakan. Dan ketika harga jual kepiting mengalami penurunan harga sebesar 15 %, 20% dan 25% diperoleh R/C sebesar 1,05, 0,99, dan 0,93, nilai R/C yang diperoleh pada penurunan harga sebesar 15 % lebih besar dari satu sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian layak untuk diusahakan. Hal ini disebabkan karena penerimaan (TR) masih lebih besar atau menutupi total biaya yang dikeluarkan petani. Namun pada penurunan harga sebesar 20% dan 25% usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak untuk diusahakan. Hal ini disebabkan karena penerimaan (TR) lebih kecil atau tidak menutupi total biaya yang dikeluarkan petani.

Namun, ketika kondisi kenaikan harga bibit terjadi bersamaan dengan penurunan harga jual kepiting, nilai R/C yang diperoleh lebih kecil dari satu sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak untuk diusahakan dan usaha

tambak kepiting di daerah penelitian sensitive terhadap perubahan kenaikan harga bibit dan penurunan harga jual kepiting. Hal ini disebabkan karena penerimaan (TR) lebih kecil atau tidak bisa menutupi total biaya yang dikeluarkan petani.

Tabel 5.13.Analisis Sensitivitas terhadap BEP Produksi (Kg) untuk Biaya Riil/Ha

Harga Bibit (Rp) Naik Harg

0%(normal) a Jual Ke 15% piting (Rp) 20% Turun 25% 0% 194,30 228,59 242,88 259,07 15% 265,06 311,84 331,33 353,41 20% 269,08 316,56 336,35 358,77 25% 273,10 321,29 341,37 364,13

Sumber : Lampiran 35,37,39,41,43,45,47,48,49,51,53,55,57,59,61,dan63

Dari Tabel 5.13 dapat diketahui bahwa pada analisis biaya riil diperoleh BEP produksi sebesar 265,06 kg, 269, 08 kgdan 273,10 kg dengan kenaikan harga bibit 15 %, 20% dan 25%. Bila BEP produksi dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahui bahwa nilai produksi rata-rata ini lebih besar BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian layak untuk diusahakan. Petani masih bisa berusaha tambak kepiting dan usaha berada pada titik impas jika produksi yang diperoleh sebesar 265,06 kg, 269, 08 kgdan 273,10 kg.

Dan ketika harga jual kepiting mengalami penurunan harga sebesar 15 %, 20% dan 25% diperoleh BEP produksi sebesar 228,59 kg, 242, 88 kgdan 259,07kg, Bila BEP produksi dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahu bahwa nilai produksi rata-rata ini lebih besar BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian layak untuk diusahakan. Petani masih bisa berusaha tambak kepiting dan usaha berada pada titik impas jika produksi yang diperoleh sebesar 228,59 kg, 242, 88 kgdan 259,07kg.

Namun, ketika kondisi kenaikan harga bibit terjadi bersamaan dengan penurunan harga jual kepiting, BEP produksi yang dihasilkan dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahu bahwa nilai produksi rata- rata ini lebih kecil dari BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak layak untuk diusahakan dan usaha tambak kepiting di daerah penelitian sensitive terhadap perubahan kenaikan harga bibit dan penurunan harga jual kepiting yang terjadi bersamaan.

Tabel 5.14. Analisis Sensitivitas terhadap BEP Produksi (Kg) untuk Biaya Opportunitas/Ha

Harga Bibit (Rp) Naik

0% Harga Jual Ke 15% piting (Rp) 20% Turun 25% 0% 226,65 266,65 283,31 302,20 15% 297,41 349,89 371,76 396,54 20% 301,43 354,62 376,78 401,90 25% 305,44 359,35 381,80 407,26

Sumber : Lampiran 36,38,40,42,44,46,48,51,52,54,56,58,61,62 dan 64

Dari Tabel 5.14 dapat diketahui bahwa pada analisis biaya opportunitas diperoleh Dengan kenaikan harga bibit 15 %, 20% dan 25% dan harga jual normal, maka petani memperoleh BEP produksi sebesar 297,41 kg, 301.43 kgdan 305,44kg . Bila BEP produksi dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahui bahwa nilai produksi rata-rata ini lebih kecil dari BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak untuk diusahakan. Apabila usaha tambak kepiting diteruskan akan merugikan petani karena penerimaan yang diperoleh petani lebih kecil dibandingakn dengan total biaya variabel cost (harga bibit) yang meningkat.

BEP produksi sebesar 266,65 kg, 283,31 kgdan 302,20 kg dengan kenaikan harga bibit 15 %, 20% dan 25%. Bila BEP produksi dengan kenaikan harga bibit 15%

dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahui bahwa nilai produksi rata-rata ini lebih besar BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian layak untuk diusahakan. Hal ini disebabkan karena penerimaan yang diiperoleh petani sama dengan total biaya walaupun terjadi kenaikan harga bibit kepiting. Dengan penurunan harga jual sebesar 15% dan biaya bibit normal petani harus memperoleh produksi sebesar 266,65 kg agar mencapai BEP. Namun, bila BEP produksi dengan kenaikan harga bibit 20% dan 25% dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahui bahwa nilai produksi rata-rata ini lebih kecil BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak untuk diusahakan.

Dan ketika harga jual kepiting mengalami penurunan harga sebesar 15 %, 20% dan 25% diperoleh BEP produksi sebesar 266,65 kg, 283,31 kgdan 302,20 kg, Bila BEP produksi dengan penurunan harga jual kepiting sebesar 15% dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahu bahwa nilai produksi rata-rata ini lebih besar BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian layak untuk diusahakan. Hal ini disebabkan penerimaan petani sama dengan total biaya yang dikelurkan petani walupun harga jual dinaikkan 15%. Namun, bilaa BEP produksi dengan penurunan harga jual kepiting sebesar 20% dan 25% dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahu bahwa nilai produksi rata-rata ini lebih kecil BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak untuk diusahakan

Namun, ketika kondisi kenaikan harga bibit terjadi bersamaan dengan penurunan harga jual kepiting, BEP produksi yang dihasilkan dibandingkan dengan produksi rata-rata yaitu sebesar 275,38 kg maka, dapat diketahu bahwa nilai produksi rata- rata ini lebih kecil dari BEP produksi rata-rata sehingga usaha tambak kepiting didaerah penelitian tidak layak layak untuk diusahakan dan usaha tambak kepiting di daerah penelitian sensitive terhadap perubahan kenaikan harga bibit dan penurunan harga jual kepiting yang terjadi bersamaan.

Dokumen terkait