V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2 Biaya produksi Usaha Tambak Kepiting
Biaya produksi merupakan semua pengorbanan yang perlu dilakukan oleh petani untuk memperoleh faktor-faktor produksi, yang akan digunakan dalam
mengelolah usahatani untuk menghasilkan barang-barang produksi yang dijual. Komponen biaya produksi usaha tambak kepiting, yaitu mencakup biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Dalam hal ini,biaya tetap adalah biaya sewa lahan, biaya penyusutan dari peralatan yang digunakan oleh petani, dan biaya PBB. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya output/produksi yang dihasilkan. Umumnya biaya variabel di daerah penelitian adalah biaya tenaga kerja dan biaya sarana produksi (saprodi).
Berikut ini diperlihatkan total biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani tambak kepiting di daerah penelitian .
Tabel 5.6 Total Biaya Produksi Usaha Tambak Kepiting Rp/Ha/MT Tahun 2015
No. Komponen
Biaya
Rill (Sebenarnya) Opportunitas
Rata-rata % Rata-Rata % 1 Biaya Tetap 1. Sewa Lahan 243.177,08 2,09 655.329,86 4,82 2. PBB 12.500,00 0,11 12.500,00 0,09 3. Penyusutan 3.236.710,36 27,76 3.236.710,36 23,80 2 Biaya Variabel 1. Saprodi 8.109.496,53 69,56 8.109.496,53 59,63 - Bibit 4.821.128,47 41,35 4.821.128,47 35,45 - Pakan 2.021.979,17 17,34 2.021.979,17 14,87 - Pupuk dan Kapur 1.085.000,00 9,31 1.085.000,00 7,98 - Obat-Obatan 181.388,89 1,56 181.388,89 1,33 2. Tenaga Kerja 56.250,00 4,08 1.584.966,32 2,09 Total Biaya 11.658.133,98 100,00 13.599.003,07 100,00
Sumber : Lampiran 26 dan 27
Dari Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa komponen biaya terbesar petani usaha tambak kepiting adalah biaya sarana produksi yaitu Rp 8.109.496,53/ha atau
sekitar 69,56% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan 59,63% pada perhitungan opportunitas.
Komponen biaya pertama adalah sewa lahan. Dalam usahatani kepiting di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, para petani tambak kepiting menyewa lahan tambak untuk usahatani kepiting. Dengan menyewa tersebut petani membayar sewa untuk lahan tambak mereka. Petani menyewa lahan tambak selama satu tahun untuk 4 kali periode usahatani kepiting. Di daerah penelitian biaya sewa lahan yaitu Rp 243.177,08/ha atau sekitar 2,09% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan pada perhitungan opportunitas Rp 655.329,86/Ha atau sekitar 4,82%. Pada daerah penelitian hanya beberapa ditemukan para petani dalam menyewa lahan karena kebanyakan petani memiliki lahan tersendiri dalam melakukan usaha tambak ini sehingga biaya sewa lahan tambak masih relatif rendah..
Komponen biaya kedua adalah biaya PBB. Di daerah penelitian biaya PBB rata- rata yang dikeluarkan petambak yaitu sebesar Rp 12.500,00/ha atau sekitar 0,11% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan 0,09% pada perhitungan opportunitas.
Komponen biaya ketiga adalah biaya penyusutan peralatan. Biaya penyusutan adalah biaya peralatan yang digunakan petani dalam kegiatan usahataninya selama 1 tahun. Penyusutan biaya peralatan yang dihitung meliputi penyusutan peralatan diantaranya terdiri atas tambak, keramba, bubuh, tanggok, pipa paralon, pipa LBO, pipa penutup, dan saringan. Di daerah penelitian biaya penyusutan peralatan rata-rata adalah sebesar Rp3.236.710,36/ha atau sekitar 27,766% dari seluruh
biaya produksi pada perhitungan riil dan 23,80% pada perhitungan opportunitas. Pada umumnya memiliki umur ekonomis 0,5-10 tahun tergantung pada alat yang digunakan dalam usaha tambak tersebut. Dari Tabel 5.6 tersebut diketahui bahwa penyusutan peralatan kepiting adalah biaya tetap terbesar yang harus dikeluarkan dalam usahatani kepiting dalam 1 tahun.
Komponen biaya keempat adalah biaya sarana produksi. Komponen biaya terbesar petani usaha tambak kepiting adalah biaya sarana produksi yaitu Rp 8.109.496,53/ha atau sekitar 69,56% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan 59,63% pada perhitungan opportunitas. Biaya sarana produksi terdiri dari bibit, pakan, pupuk,kapur, dan obat-obatan.
Bibit kepiting yang diperoleh di daerah penelitian berasal dari nelayan yang khusus menyortir kepiting tangkapan dari laut yang layak untuk dijadikan bibit kepiting bakau.. Harga bibit per kg bervariasi dilihat dari ukuran dan kualitasnya. Rata-rata bobot kepiting yang digunakan sebagai bibit yaitu 1 ons/ekor sedangkan. Kualitas standart bibit kepiting berharga Rp20.000- Rp35.000. Kepiting yang sudah dibudidayakan dijual dengan harga Rp45.000/kg- Rp60.000/kg. Di daerah penelitian biaya bibit kepiting rata-rata adalah sebesar Rp 2.021.979,17/ha atau sekitar 41,35% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan 35,45% pada perhitungan opportunitas. Dari Tabel 5.7 tersebut didapat bahwa biaya produksi bibit kepiting merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh petani kepiting.
Untuk pakan kepiting di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat harus diberikan dengan dosis yang tepat agar kepiting tidak mati
kelaparan atau kekenyangan, jumlah pemberian pakan kepiting disesuaikan dengan banyaknya kepiting yang di pelihara petani. Pemberian pakan diberikan setiap hari dengan jumlah 2-5kg/hari. Pada daerah penelitian pakan yang digunakan yaitu ikan runcah. Total kebutuhan pakan adalah sebesar Rp 2.021.979,17/ha atau sekitar 17,34% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan 14,87% pada perhitungan opportunitas.
Pupuk yang digunakan petani di daerah penelitian adalah pupuk ZA dan urea. Kedua pupuk ini berfungsi sebagai pemicu tumbuhnya fitoplankton yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup kepiting. Selain itu digunakan kapur pertanian (dholomit) yang berguna untuk memperbaiki pH tanah. Di daerah penelitian total biaya kebutuhan pupuk dan kapur pada usaha budidaya ini adalah sebesar Rp 3.106.979,17/ha atau sekitar 26,65% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan 22,85% pada perhitungan opportunitas.
4. Obat-Obatan
Obat-obatan yang digunakan didaerah penelitian adalah samponen yang diperlukan untuk pemeliharaan air. Di daerah penelitian total biaya obat-obatan pada usaha budidaya ini adalah sebesar Rp181.388,89/ha atau sekitar 1,56% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan 1,33% pada perhitungan opportunitas.
5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Jenis komoditi yang diusahakan menentukan jumlah tenaga kerja. Besarnya biaya tenaga kerja didasarkan pada jumlah hari kerja yang dilakukan dan jumlah tenaga kerja yang terlibat. Tenaga kerja yang digunakan dalam
usahatani kepiting di daerah penelitian adalah tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Nilai 1 HKO di daerah penelitian mencapai Rp 60.000 untuk HKO pria dan Rp 50.000 untuk HKO wanita. Total biaya rata-rata yang dikeluarkan petani selama 1 periode adalah sebesar Rp56.250,00 atau sekitar 1,08% dari seluruh biaya produksi pada perhitungan riil dan Rp1.584.966,32/ha atau sekitar 2,09% pada perhitungan opportunitas.