• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Kepiting Bakau (Scylla Serrata) (Studi Kasus : Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Finansial Kepiting Bakau (Scylla Serrata) (Studi Kasus : Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL KEPITING BAKAU (

Scylla serrata

)

(Studi Kasus : Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

MEDAN

2015

SKRIPSI

OLEH :

LATHIFAH KHAIRANI 110304084

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS FINANSIAL KEPITING BAKAU (

Scylla serrata

)

(Studi Kasus : Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

MEDAN

2015

SKRIPSI

OLEH : LATHIFAH

KHAIRANI 110304084 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Diana Chalil, M.Si, PhD Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA

NIP : 19670303199802 2001 NIP: 19700827200812 2001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

LATHIFAH KHAIRANI (110304084/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi

Analisis Finansial Kepiting Bakau (Scylla serrata) Di Desa Pantai Gading,

Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Penelitian ini di bimbing oleh

Ir.Diana Chalil, M.Si, P.Hd dan Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA.

Tujuan penelitian untuk (1) Menganalisis usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan di daerah penelitian, (2) mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dan upaya apa yang indilakukan pengusaha dalam pengelolaan usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) di daerah penelitian.

Metode penelitian secara purposive, pengambilan sampel penelitian dilakukan secara sensus, dengan jumlah sampel sebanyak 30. Penelitian dilaksanakan di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return Cost Ratio dan Break Even Point.

Pada penelitian dilakukan dua analisis yaitu analisis biaya riil dan biaya opportunias. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dengan menggunakan analisis biaya riil, menunjukkan nilai R/C rata-rata adalah sebesar 1,42, sementara dengan menggunakan analisis opportunity cost adalah sebesar 1,23. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha tambak udang di daerah penelitian layak untuk diusahakan meskipun nilai sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga juga diperhitungkan. Pada analisis biaya riil, diperoleh titik impas (BEP) produksi rata- rata adalah sebesar 194,30 kg dan titik impas (BEP) harga jual rata-rata adalah sebesar Rp44.396,97/kg, sementara dengan menggunakan analisis opportunity cost, diperoleh titik impas (BEP) produksi rata-rata adalah sebesar 226,65kg dan titik impas (BEP) harga jual rata-rata adalah sebesar Rp51.553,62/kg.

Kata Kunci : Kepiting, R/C, BEP Produksi, BEP Harga

(4)

RIWAYAT HIDUP

LATHIFAH KHAIRANI lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 01 Mei

1994, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, seorang putri dari Ayahanda Drs.Arsad Siregar, M.Pd dan Ibunda Nurlia.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1999 masuk Sekolah Dasar di SDN 163081 Tebing Tinggi dan tamat

pada tahun 2005.

2. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Tebing Tinggi dan tamat pada tahun 2008.

3. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Matauli Pandan Tapanuli Tengah dan tamat pada tahun 2011.

4. Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN Tertulis.

5. Pada Bulan Agustus 2014 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Desa Sangga Lima, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

6. Pada Bulan Mei 2015 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa PantaiGading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya serta segala kekuatan, kemampuan dan kesempatan yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan masa perkuliahan dengan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram (Kasus : Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli serdang)”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan beserta Pembantu Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di tingkat universitas dan fakultas.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS sebagai ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen dan telah menjadi dosen penguji yang telah banyak memberikan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MS sebagai sekretaris Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memimpin dan mengelola institusi pendidikan di tingkat departemen.

(6)

4. Ir. Diana Chalil, M.Si, P.hD sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

5. Sri Fajar Ayu SP, MM, DBA sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Seluruh dosen di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa.

7. Seluruh staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh proses administrasi.

8. Seluruh kantor pemerintahan Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat yang terkait dengan penelitian penulis.

9. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih atas segala motivasi, bantuan serta dukungan berupa doa dan semangat, kepada ayahanda tercinta Bapak Drs.Arsad Siregar, M.Pd dan ibunda tercinta Ibu Nurlia, adik Zakiyah Mawaddah yang selalu memberi semangat dan memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat penulis yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan yaitu Sri Wahyuni, SP, Siti Puspa Indah, Juli Yanti, Chairia, Maya Anggraini, Sri Sinaga, dan semua rekan-rekan di Departemen Agribisnis stambuk 2010 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

(7)

Penulis juga menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2015

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

1.4 Kegunaan Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tinjauan Pustaka ... 6

2.2 Landasan Teori... 10

2.3 Penelitian Terdahulu ... 15

2.4 Kerangka Pemikiran... 16

2.5 Hipotesis Penelitian... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 20

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 21

3.3 Metode Pengambilan Data ... 22

3.4 Metode Analisis Data ... 22

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 25

3.5.1 Definisi ... 25

3.5.2 Batasan Operasional... 27

(9)

4.2.1 Umur ... 31

4.2.2 Tingkat Pendidikan ... 31

4.2.3 Sarana dan Prasarana... 33

4.2.4 Jumlah Tanggungan Keluarga... 33

4.3 Karakteristik Usaha Tambak ... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1 Proses Usaha Tambak Kepiting di Daerah Penelitian... 41

5.2 Biaya produksi Usaha Tambak Kepiting ... 42

5.3 Total Penerimaaan Usaha Tambak Kepiting... 47

5.4 Analisis Pendapatan Usaha Tambak Kepiting ... 48

5.5 Analisis Kelayakan Usaha Tambak Kepiting ... 49

5.6 Titik Impas ... 50

5.7 Analisis Sensitivitas ... 52

5.8 Masalah-masalah dan upaya-upaya yang dihadapi dalam usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) di daerah penelitian... 58

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan ... 61

6.2. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul

Halaman

1.1 Jumlah Rumah Tangga Usaha Budidaya Air Payau menurut Jenis Ikan Utama yang Diusahakan di Kabupaten Langkat ... 2 3.1 Keragaan Produksi Budidaya Kepiting di Provinsi Sumatera Utara 2014 .. 20 3.2 Jumlah Rumah Tangga Usaha Budidaya Air Payau menurut Jenis Ikan

Utama yang Diusahakan di Kabupaten Langkat ... 20 3.3 Jumlah Petambak Kepiting di Kecamatan Secanggang, Kabupaten

Langkat... 21 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariaan di Desa

Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat ... 29 4.2 Sarana dan Prasarana di Desa Pantai Gading 2013... 30 4.3 Karakteristik Petambak Sampel Desa Pantai Gading 2013 ... 31 4.4 Tingkat Pendidikan Petambak Kepiting Responden di Desa

Pantai Gading 2013 ... 32 4.5 Pengalaman Berusaha Tambak Petambak Kepiting di Desa

Pantai Gading 2013 ... 33 4.6 Karakteristik Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading ... 35 5.1 Rata-Rata Kebutuhan Pupuk dan Kapur di Daerah Penelitian ... 37 5.2 Rata-Rata Kebutuhan Bibit Kepiting (Kg) pada usaha tambak per petani

per periode (3 bulan) di Daerah Penelitian ... 38 5.3 Rata-Rata Kebutuhan Pakan (Kg) pada usaha tambak per petani per periode

(3 bulan) di Daerah Penelitian... 39 5.4 Rata-Rata Kebutuhan Obat (Zak) pada usaha tambak per petani per periode

(3 bulan) di Daerah Penelitian... 40 5.5 Rata-Rata Kebutuhan Bubuh dan Tanggok di Daerah Penelitian ... 41 5.6 Total Biaya Produksi Usaha Tambak Kepiting Rp/Ha/MT Tahun

2015... 43 5.7 Rata-Rata Penerimaan Petani Rp/Ha/MT di Daerah Penelitian

Tahun 2015... 47 5.8 Rata-Rata Total Penerimaan, Total Biaya, dan Pendapatan Petani

di Daerah Penelitian Per Ha Per Periode... 48 5.9 Nilai R/C Usaha Tambak Kepiting di Daerah Penelitian Per Ha

Per periode ... 49 5.10 Nilai BEP Produksi dan BEP Harga Usaha Usaha Tambak Kepiting

di Daerah Penelitian Per Ha Per periode... 51 5.11 Analisis Sensitivitas terhadap R/C untuk Biaya Riil/Ha ... 53 5.12 Analisis Sensitivitas terhadap R/C untuk Opportunitas Cost/Ha ... 54 5.13 Analisis Sensitivitas terhadap BEP Produksi (Kg) untuk Biaya

Riil/Ha ... 55 5.14 Analisis Sensitivitas terhadap BEP Produksi (Kg) untuk Biaya

Opportunitas/Ha ... 56

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Titik Impas (Break Even Point) usaha tambak kepiting ... 12 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 18

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Karakteristik Petambak Sampel

2. Biaya Penggunaan Bibit Kepiting Per Tahun (4 Periode)

3. Faktor Produksi Pakan Usaha Tambak Kepiting Per Petani Per Periode 4. Biaya Pupuk Usaha Tambak Kepiting Per Petani Per Periode

5. Biaya Kapur Usaha Tambak Kepiting Per Petani Per Periode 6. Biaya Obat-obatan Usaha Tambak Kepiting Per Petani Per Periode

7. Tenaga Kerja Persiapan Tambak Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai

10. Tenaga Kerja Pemeliharaan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading PerPeriode

14. Penyusutan Bubuh Kepiting Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode( 3 Bulan)

15. Penyusutan Tanggok Kepiting Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode( 3 Bulan)

16. Penyusutan Pipa Paralon Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading

22. Total Biaya Penyusutan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode

23. Biaya Pajak Usaha Tambak Kepiting Per Periode di Daerah Penelitian 24. Sewa Tambak Usaha Tambak Kepiting Per Periodedi Daerah Penelitian

(Analisis Riil)

(13)

25. Sewa Tambak Usaha Tambak Kepiting Per Periodedi Daerah Penelitian (Analisis Opportunity Cost)

26. Biaya Produksi Per Petani Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading PerPeriode (Analisis Biaya Riil)

27. Biaya Produksi Per Petani Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading PerPeriode (Analisis Opportunity Cost)

28. Total Penerimaan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity Cost dan Analisis Biaya Rill)

29. Pendapatan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity Cost)

30. Pendapatan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil)

31. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Petani

32. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha

33. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity Cost) Per Petani

34. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity Cost) Per Ha

35. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 15%

36. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha naik 15%

37. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 20%

38. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha cost naik 20%

39. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 25%

40. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha cost naik 25%

41. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha harga turun 15%

42. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha harga turun 15%

43. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha harga turun 20%

44. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha harga turun 20%

45. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost harga turun 25%

46. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha harga turun 25%

47. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 15% dan harga turun 15%

48. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha naik 15% dan harga turun 15%

(14)

49. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 15% dan harga turun 20%

50. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha naik 15% dan harga turun 20%

51. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 15% dan harga turun 25%

52. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha naik 15% dan harga turun 25%

53. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 20% dan harga turun 15%

54. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha cost naik 20% dan harga turun 15% 55. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode

(Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 20% dan harga turun 20%

56. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha cost naik 20% dan harga turun20% 57. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode

(Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 20% dan harga turun 25%

58. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha cost naik 20% dan harga turun 25% 59. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode

(Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 25% dan harga turun 15%

60. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha naik 25% dan harga turun 15%

61. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 25% dan harga turun 20%

62. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha naik 25% dan harga turun 20%

63. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Biaya Riil) Per Ha cost naik 25% dan harga turun 25%

64. Kelayakan Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading Per Periode (Analisis Opportunity cost) Per Ha naik 25% dan harga turun 25%

(15)

ABSTRAK

LATHIFAH KHAIRANI (110304084/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi

Analisis Finansial Kepiting Bakau (Scylla serrata) Di Desa Pantai Gading,

Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Penelitian ini di bimbing oleh

Ir.Diana Chalil, M.Si, P.Hd dan Sri Fajar Ayu, SP, MM, DBA.

Tujuan penelitian untuk (1) Menganalisis usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan di daerah penelitian, (2) mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dan upaya apa yang indilakukan pengusaha dalam pengelolaan usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) di daerah penelitian.

Metode penelitian secara purposive, pengambilan sampel penelitian dilakukan secara sensus, dengan jumlah sampel sebanyak 30. Penelitian dilaksanakan di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return Cost Ratio dan Break Even Point.

Pada penelitian dilakukan dua analisis yaitu analisis biaya riil dan biaya opportunias. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dengan menggunakan analisis biaya riil, menunjukkan nilai R/C rata-rata adalah sebesar 1,42, sementara dengan menggunakan analisis opportunity cost adalah sebesar 1,23. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha tambak udang di daerah penelitian layak untuk diusahakan meskipun nilai sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga juga diperhitungkan. Pada analisis biaya riil, diperoleh titik impas (BEP) produksi rata- rata adalah sebesar 194,30 kg dan titik impas (BEP) harga jual rata-rata adalah sebesar Rp44.396,97/kg, sementara dengan menggunakan analisis opportunity cost, diperoleh titik impas (BEP) produksi rata-rata adalah sebesar 226,65kg dan titik impas (BEP) harga jual rata-rata adalah sebesar Rp51.553,62/kg.

Kata Kunci : Kepiting, R/C, BEP Produksi, BEP Harga

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan terpanjang di dunia setelah Kanada. Di sepanjang pantai tersebut, yang potensil sebagai lahan tambak 1,2 juta Ha. Yang digunakan sebagai tambak udang baru 30.000 Ha. Sisanya masih tidur, artinya peluang membangunkan potensi tambak tidur tersebut untuk budidaya kepiting masih terbuka lebar (Rusmiyati, 2011).

Kepiting merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat nelayan dan devisa negara. Saat ini kepiting dibudidayakan seiring dengan meningkatnya nilai ekonomis dan pembudidayaan kepiting jauh lebih mudah dan biayanya murah daripada pembudidayaan udang dan komoditi lain.

Indonesia merupakan negara pengekspor kepiting terbesar di dunia dengan jumlah ekspor untuk tahun 2013 mencapai 19.786 ton termasuk produk olahannya. Volume ekspor ini meningkat 25,76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 15.733 ton. Adapun nilai ekspor kepiting tercatat pada tahun 2012 lalu US$ 183,7 juta pada semester I atau setara Rp 2,09 triliun, menjadi US$ 198,0 juta (Rp 2,25 triliun) naik 7,82% pada semester I tahun 2013. Amerika Serikat menjadi pasar ekspor kepiting terbesar dengan volume ekspor 5.711 ton senilai US$ 104,7 juta atau Rp 1,193 triliun (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2014).

(17)

Kepiting merupakan jenis ikan utama yang paling banyak dibudidayakan di Kabupaten Langkat. Dominasi jumlah rumah tangga usaha budidaya kepiting adalah sekitar 34 % dari seluruh jenis ikan utama yang dibudidayakan di Kabupaten Langkat. Jumlah rumah tangga usaha budidaya air payau menurut jenis ikan utama yang diusahakan dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Jumlah Rumah Tangga Usaha Budidaya Air Payau menurut Jenis Ikan Utama yang Diusahakan di Kabupaten Langkat

Budidaya Air Payau

No. Jenis ikan utama Jumlah Rumah Tangga

1. Kepiting 274

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat (2013)

Menurut Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara (2014) menyatakan bahwa jumlah tambak yang ada di Kabupaten Langkat meliputi 8 Kecamatan ( Secanggang, Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Brandan Barat, Besitang dan Pangkalan Susu adalah ± 2.010 Ha, yang berpotensi sebagai pengembangan tambak udang dan kepiting.

Kegiatan budidaya kepiting di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat hanya sebatas pembesaran bibit kepiting. Bibit kepiting diperoleh petani dari pencari bibit kepiting di sepanjang hutan manggrove.

(18)

Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara (2013), lahan hutan manggrove Kabupaten Langkat banyak mengalami kerusakan. Jumlah luas lahan hutan bakau tahun 2013 seluas 31.656,02 Ha dengan 11.145,90 Ha rusak berat, 14.343,66 Ha rusak, dan bersisa 6.166,46 Ha tidak rusak.

Hal ini berdampak terhadap budidaya kepiting. Ekosistem hutan mangrove ini berfungsi sebagai sumber plasma nutfah untuk mata pencarian masyarakat nelayan yang ada di sekitarnya seperti ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Akibatnya bibit kepiting sulit diperoleh dan harga bibit semakin mahal. Harga bibit kepiting mengalami kenaikan dari Rp20.000 tahun 2013 menjadi Rp35.000/kg tahun 2014.

Kenaikan harga bibit menyebabkan pendapatan petani tambak kepiting semakin berkurang. Rata-Rata pendapatan yang diperoleh petani tambak masih relatif rendah sebesar Rp800.000-Rp1.000.0000, pendapatan tersebut belum mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari petani tambak kepiting di Desa Pantai Gading (Ppl Desa Pantai Gading, 2014).

Usaha tambak kepiting merupakan sumber pendapatan utama bagi petambak di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang dan merupakan lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya. Masyarakat Desa Pantai Gading sebagian masih tetap bersikeras untuk mengusahakan tambak kepiting tersebut dan tidak berkeinginan untuk berpindah mata pencaharian, walaupun dengan pendapatan yang rendah. Sisanya, banyak petambak di Desa Pantai Gading keluar dari desa mencari pekerjaan lain atau merubah alih fungsi tambak kepiting menjadi tambak ikan ataupun udang.

(19)

Besarnya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh akan menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan, maka dihitung seberapa besar penerimaan atau pendapatan yang diperoleh petani tambak dan dilakukan analisis kelayakan secara finansial usaha tambak kepiting.

Dari permasalahan yang dijabarkan, maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut khususnya dalam meneliti Analisis Finansial Usaha Tambak Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Pantai Gading, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan di daerah penelitian?

2. Masalah-masalah apa yang dihadapi dan upaya apa yang dilakukan pengusaha dalam pengelolaan usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) di daerah penelitian?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dipaparkan di atas maka tujuan dari penelitian adalah:

1. Untuk menganalisis usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) secara finansial layak untuk diusahakan dan dikembangkan di daerah penelitian. 2. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dan upaya apa yang indilakukan pengusaha dalam pengelolaan usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) di daerah penelitian.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak yang ingin membuat bisnis kepiting bakau (Scylla serrata).

2. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha yang membudidayakan kepiting.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Kepiting bakau (Scylla serrata) pada banyak temapat dalam wilayah Indo-Pasifik dikenal dengan berbagai nama. Di Jawa masyarakat mengenalnya dengan nama Kepiting saja, sedangkan di sebagian Sumatera, Singapura, dan Malaysia dikenal sebagai Ketam Batu, Kepiting Cina, atau Kepiting Hijau. Di banyak tempat lain Kepiting Bakau lebih dikenal dengan nama Kepiting Lumpur. Di Filipina juga dikenal dengan nama daerah seperti Alimango (Tagalog dan Visayas), Rasa (Ilocana) dan Atania (Pengasinan). Nama lain adalah Samoan Crab (Hawaii) (Kasry, 1996).

Menurut Kasry (1996), secara sistematis klasifikasi kepiting bakau adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Class : Crustacea

Ordo : Decapoda

Subordo : Branchyura

Famili : Fortunidae

Sub Famili : Lipulinae

Genus : Scylla de Haan

Spesies : Serrata (Forskal)

(22)

Kepiting Bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan golongan Crustacea yang hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (Mangrove) (Kanna,2002).

Menurut Keenan dkk, (1998) ada empat jenis kepiting bakau, yaitu Scylla serrata, Scylla transquabarica, Scylla paramamosin, dan Scylla olivacea. Dari semua jenis kepiting yang ada, Scylla serrata merupakan jenis yang paling terkenal dan banyak diperdagangkan.

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan jenis yang dominan di Indonesia. Spesies ini merupakan salah satu diantara komoditas perikanan yang banyak diminati oleh masyarakat baik dari kalangan pembudidaya tambak, pengusaha maupun konsumen. Daging kepiting tersebut mengandung protein 65,72%, lemak 0,83%, abu 7,5% dan kadar air 9,9% (Rosmaniar, 2008).

Budidaya kepiting bakau diawali penangkapan benih-benih kepiting bakau dalam perairan di sekitar hutan bakau, benih ini merupakan hasil peranakan alami dari benih induk atau kepiting dewasa. Kemudian dimasukkan dalam lahan yang telah disiapkan yaitu keramaba yang diletakkan dalam perairan di lahan tambak atau perairan bakau (Gunarto dan Adi Hanafi, 2000).

Sistem pengelolalan tambak kepiting meliputi beberapa kegiatan diantaranya: persiapan tambak, penebaran bibit, pemberian pakan, pemeliharaan air, dan panen (Kasry, 1996).

(23)

Bentuk tambak ada dua macam yaitu bentuk tradisional dan modern. Tambak tradisional memiliki bentuk yang tidak teratur dan pengelolaannya belum intensif, sedangkan tambak modern mempunyai petak buyaran dan petak pembagi air dengan pengelolan intensif (Djuwanah, 1996).

Penebaran bibit kepiting dapat dilakukan pagi hari, yaitu pada suhu air 27 sampai 28 °C dan salinitas 10-15%, pH air sekitar 7 dan oksigen terlarur sekitar 5,5 ppm . Pada penebaran benih terutama ditentukan oleh ukuran benih, kualitas air dan ketersediaan makanan. (Kasry,1996).

Benih kepiting bakau berukuran rata-rata 20-40 g/ekor atau dengan panjang karapas 2-3 cm ditebar dengan kepadatan 3-5 ekor/m2 atau 30.000-50.000 ekor/ha. Jika ukuran benih yang ditebar lebih besar, misalnya 80-100 g/ekor, padat penebaran diturunkan menjadi 2-3 ekor/m2. Padat penebaran dapat ditingkatkan hingga 8-9 ekor/m2 untuk benih berukuran 20-40 g/ekor, jika tambak dikelola secara intensif dengan pergantian air 20-30% setiap hari (Kordi 2012).

Kepiting bakau telah berhasil dibenihkan di bak-bak terkontrol, walaupun tingkat kematian larva dan benih relatif masih tinggi. Calon induk kepiting bakau dapat diperoleh dari hasil penangkapan di alam atau dari hasil pembesaran. Kepiting bakau sudah dapat dipijahkan pada umur 12-14 bulan atau mencapai ukuran lebar karapas 150-200 mm dan berat 180-200 g (Kordi 2012).

Untuk pemberian pakan lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5-10% dari berat badan dan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore/ malam hari.

(24)

Dalam siklus pemeliharaan, kepiting yang dapat bertahan hidup adalah sebesar 70%. Dengan pertambahan berat badan sebesar 10%-15% (Rusmiyati,2011).

Makanan yang diberikan berupa ikan rucah sekitar 1 kg untuk 3.000 ekor benih setiap hari. Banyaknya makan yang diberikan ini tergantung pada jumlah sisa makanan yang tidak dimakan (Kasry, 1996).

Dalam pemeliharaan kepiting bakau, penggantian air sangat diperlukan. Hal ini memegang peranan penting dalam keberhasilan budidaya kepiting. Penggantian air yang baik dilakukan sebanyak 50-70%. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas air selama masa pemeliharaan. Kondisi air yang tidak layak digunakan ditandai dengan keruhnya air sehingga kepiting akan banyak yang mati. (Rusmiyati, 2011).

Kadar garam (salinitas) air pemeliharaan di dalam tambak yang baik untuk pemeliharaan kepiting berkisar 15-30 %, walaupun kepiting masih bisa hidup di bawah 15 % dan diatas 30 % ( Kasry,1996).

Lamanya pemeliharaan kepiting di tambak tergantung dari besarnya kepiting dan permintaan pasar. Biasanya kepiting berukuran 8 cm (lebar karapas) atau sekitar

200 gram telah dapat dipasarkan. Ukuran kepiting ini telah dapat dicapai pemeliharaan selama 4-6 bulan sejak benih kepiting ditebarkan. Kepiting dapat ditangkap dengan menggunakn tinjab (kurungan bambu), perangkap dan jaring pada waktu kepiting makan, atau digaring di dekat pintu-pintu air, karena kepiting berenang melawan arus pada waktu pengisian air tambak saat pasang tinggi. Pengikatan dilakukan setelah kepiting ditangkap. Kedua sapitnya yang kuat dijepit

(25)

dengan tali basah. Sebaiknya di dalam kotak pengangkut dilengkapi dengan alga/lumut basah untuk setiap lapis tumpukan kepiting (Kasry, 1996).

Salah satu keuntungan dalam usaha pembudidayaan kepiting dibandingkan dengan pembudidayaan udang adalah relatif tidak diperlukan pemberantasan atau hama. Justru berbagai jenis ikan, siput, udang-udangan, dan lain-lain yang menjadi musuh tambak udang merupakan makanan bagi kepiting. Mungkin ada beberapa jenis golongan pengganggu tambak perlu dilenyapkan seperti udang tanah (Thalassina anomala) yang suka melubangi pematang, hewan-hewan penggerek kayu pintu air seperti penggerek (Tredo navalis), hewan-hewan menempel pada bangunan seperti teritip (Balanus sp.), tiram (Crasostria sp.) dan lain-lain (Kasry,1996).

2.2 Landasan Teori

Suatu usaha merupakan suatu rangkaian kegiatan yang direncanakan yang didalamnya menggunakan masukan (input). Untuk mendapat hasil (return) di masa yang akan datang. Sebelum melaksanakan usaha, tentunya perlu dilakukan analisis. Analisis adalah suatu penilaian untuk mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari suatu usaha (Khotimah, dkk, 2002).

Untuk menganalisa layak atau tidaknya usaha tambak pembesaran kepiting yang dijalankan dapat dilihat melalui analisis finansial tambak kepiting. Analisis finansial usaha tambak kepiting pada umunya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam satu tahun (Gittinger, 1986).

(26)

Untuk mengetahui keuntungan yang layak dari suatu usaha umumnya metode yang dugunakan adalah Return Cost Ratio dan Break Even Point. Return Cost Ratio (R/C) merupakan perbandingan antara total penerimaan dan total biaya.

R/C bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan suatu usaha dan dari keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan kriteria penelianan R/C akan dilihat apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Jika R/C> 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C < 1, maka usaha yang dijalankan mengalami kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, R/C ratio = 1, maka usaha mencapai titik impas (Bappenas, 2004).

Analisis R/C ini dibagi dua, yaitu yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan yang menghitung juga nilai tenaga kerja dalam keluarga, serta bibit yang disiapkan sendiri itu juga diperhitungkan. Dengan cara seperti ini, ada dua macam R/C yaitu R/C berdasarkan data apa adanya (Tipe I) dan R/C berdasarkan data dengan memperhitungkan tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan (andaikan lahan dianggap menyewa) dan sebagainya (Tipe II) (Soekartawi, 1995).

Break-even point adalah tingkat bisnis di mana total pendapatan sama dengan biaya total. "Titik break-event" adalah di persimpangan dari total pendapatan dan biaya total, sehingga mencerminkan tingkat pendapatan dan kuantitas produk yang diperlukan untuk mencapai titik impas (Nedic, 2015).

Pada Gambar 1, dapat dilihat pada tingkat produksi berapa usaha tani mencapai titik impas. Bila produksi mencapai di sekitar 0Y1 , maka usaha tani mengalami

(27)

kerugian karena penerimaan lebih kecil dari total biaya (TR<TC), sebaliknya biaya produksi berada di sekitar Y1 Y, maka usaha tani akan untung karena

penerimaan lebih besar dari total biaya (TR>TC). BEP dicapai pada titik A. Pada titik ini, tidak ada keuntungan dibuat dan tidak ada kerugian yang timbul. Break- even point dapat dinyatakan dalam jangka unit penjualan. Artinya, Break-even point unit menunjukkan tingkat penjualan yang diperlukan untuk menutupi biaya..

Gambar 1. Titik Impas (Break Even Point) usaha tambak kepiting

Keterangan : Y = Produksi

FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) VC = Variable Cost (Biaya Variabel) TC = Total Cost ( Total Biaya)

TR = Total Revenue (Total Penerimaan)

(28)

A = Titik yang menunjukkan titik impas (Break event point) (Soekartawi,1995).

Ada beberapa alasan ingin mengetahui titik impas untuk petani: (1) untuk mengidentifikasi biaya, hubungan biaya dengan penjualan dan untuk membantu mewujudkan yang biaya dapat dimanipulasi untuk mencapai atau memaksimalkan keuntungan; (4) untuk mengetahui apa break-even point membuat keuntungan; (5) untuk menentukan keuntungan per penutup setelah mencapai titik impas (Byrne, 1995).

Pada pertimbangan Return Cost Ratio dan Break Event Point ini membutuhkan data biaya yang dikeluarkan dan data penjualan yang merupakan penerimaan hasil penjualan (Bappenas, 2004).

Biaya dalam suatu usaha dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun terjadi perubahan volume produksi yang diperoleh. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar atau kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tidak tetap (variable cost) didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2006).

Biaya tetap anatara lain sewa lahan/tambak, biaya pajak, dan penyusutan peralatan. Sedangkan biaya variabel antara lain biaya untuk bibit, pakan, pupuk, kapur, obata-obatan dan tenaga kerja.

(29)

Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Cara menghitung penerimaan usaha tani adalah :

TR = Y. Py Dimana :

TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh Py = Harga produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto dkk, 2000).

Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah satu dari empat bauran pemasaran / marketing mix

(4P = product, price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter.

Dari selisih antara penerimaan dan semua biaya dapat diperoleh pendapatan (keuntungan) usaha. Rumus yang dgunakan untuk mencari pendapatan usaha tani, adalah:

Pd = TR-TC Dimana:

Pd = Pendapatan usaha tani TR = Total penerimaan

(30)

TC = Total Biaya (Soekartawi, 2006).

2.3 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Octavia (2008) di Desa Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Dengan menggunakan analisis biaya riil, menunjukkan nilai R/C rata-rata adalah sebesar 2,07, sementara dengan menggunakan analisis

opportunity cost adalah sebesar 1,26. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha tambak udang di daerah penelitian layak untuk diusahakan meskipun nilai sewa lahan juga diperhitungkan. Pada analisis biaya riil, diperoleh titik impas (BEP) produksi rata- rata adalah sebesar 174,38 kg dan titik impas (BEP) harga jual rata-rata adalah sebesar Rp.29.409,74/kg, sementara dengan menggunakan analisis opportunity cost, diperoleh titik impas (BEP) produksi rata-rata adalah sebesar 284,69 kg dan titik impas (BEP) harga jual rata-rata adalah sebesar Rp.48.733,61/kg.

Hasil penelitian Fitra (2012) di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang menganalisis tingkat pendapatan petambak dan menganalisis kelayakan usaha tambak polikultur kepiting-ikan nila. Pendapatan usaha tambak polikultur ini dapat dikatakan tinggi karena lebih besar dari pendapatan usaha polikultur kepiting-ikan nila daerah lain yaitu sebesar Rp.24.868.118 dengan R/C rata-rata sebesar 1,8. Maka, usaha tambak polikultur di daerah penelitian layak untuk dijalankan dan dikembangkan.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kepiting merupakan komoditas perikanan yang sangat diminati selain udang dan ikan, sehingga memberikan peluang bisnis yang menarik. Selain kepiting merupakan salah satu komiditas ekspor unggulan dari sektor perikanan, harga

(31)

kepiting juga relatif tinggi. Usaha tambak kepiting ditujukan untuk menghasilkan kepiting bakau (Scylla serrata) konsumsi.

Dalam proses produksinya usaha tambak kepiting memanfaatkan berbagai sarana produksi yang merupakan masukan (input). Input yang dibutuhkan antara lain bibit, pakan, pupuk, kapur, obat-oabatan, peralatan dan tenaga kerja. Berbagai sarana produksi ini akan menjadi biaya produksi usaha.

Biaya tetap anatara lain sewa lahan/tambak, biaya pajak, dan penyusutan peralatan. Sedangkan biaya variabel antara lain biaya untuk bibit, pakan, pupuk, kapur, obata-obatan dan tenaga kerja.

Proses produksi yang merupakan kegiatan pembesaran dan pemeliharaan kepiting membutuhkan waktu 3-4 bulan per musim tanam. Dari proses produksi ini akan diperoleh keluaran (output). Hasil penjualan output tersebut merupakan penerimaan yang akan diperoleh oleh petambak.

Dengan diketahuinya biaya (pengeluaran) dan penerimaan yang dipeoleh, maka dapat diketahui keuntungan yang dipeoleh dengan menghitung selisih antara penerimaan dan pengeluaran tersebut. Perbandingan antara penerimaan dan biaya usaha tambak kepiting (R/C) akan memberikan informasi mengenai kelayakan usaha.

Dalam menjalankan usaha tambaknya, petani tambak perlu untuk mengetahui titik impas (BEP). Suatu usaha dikatakan berada pada titik impas berarti bahwa besarnya penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Keuntungan dipeoleh setelah volume produksi atau harga jual melewati volume produksi atau harga jual

(32)

pada saat mencapai titik impas (BEP). Hal ini dapat membantu penambak untuk mengetahui volume produksi minimal dan harga jual minimal yang harus diperoleh agar terhindar dari kerugian. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dirumuskan sebagai berikut:

(33)
(34)

\

(35)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Input : - Bibit - Pakan - Pupuk - Kapur

- Tenaga Kerja - Obat-obatan - Peralatan

Proses Produksi Ouput Kepiting

Harga Output

Harga Input

Biaya Penerimaan

Pendapatan R/C

(Penerimaan/Biaya)

Break Event Point (BEP)

Layak Tidak Layak Volume

Produksi

Harga Jual

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

(36)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang ada maka dapat diajukan hipotesis pada penelitian ini yaitu usaha tambak kepiting bakau (Scylla serrata) di daerah penelitian layak untuk diusahakan.

(37)

BAB III METODE

PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi budidaya kepiting terbesar di Sumatera Utara dengan menggunakan tambak. Berikut tabel keragaan produksi budidaya kepiting di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.d `

Tabel 3.1 Keragaan Produksi Budidaya Kepiting di Provinsi Sumatera Utara 2014

No. Kabupaten/Kota Tahun (ton) Jumlah Petani Budidaya (KK)

1. Langkat 870,6 985,0

2. Serdang Bedagai 647,5

Total 1.581,1 985,0

Sumber : Dinas Perikanan Budidaya Sumatera Utara (2014)

Jumlah rumah tangga usaha budidaya air payau menurut jenis ikan utama yang diusahakan di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2 Jumlah Rumah Tangga Usaha Budidaya Air Payau menurut Jenis Ikan Utama yang Diusahakan Kabupaten Langkat

Budidaya Air Payau

No. Jenis ikan utama Jumlah Rumah Tangga

1. Kepiting 274

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat (2013)

(38)

Apabila ditinjau menurut kecamatan, hasil ST 2013 menunjukkan bahwa kecamatan Secanggang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah rumah tangga usaha budidaya ikan terbanyak (657 rumah tangga), diikuti oleh Kecamatan Pangkalan Susu yang tercatat memiliki sebanyak 373 rumah tangga usaha budidaya ikan (BPS, 2014).

Desa Pantai Gading merupakan salah satu sentra produksi kepiting bakau di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Berikut ini tabel luas

Tabel 3.3 Jumlah Petambak Kepiting di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

No. Kelurahan/Desa Jumlah (Orang)

1 Tanjung Ibus 30

2 Pantai Gading 30

Total 60

Sumber : Kantor Camat, 2014

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah dari anggota sampel secara keseluruhan yang melakukan usaha tambak kepiting di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat yang berjumlah 30 orang. Dalam penelitian, penulis menggunakan metode penentuan sampel secara sensus di daerah penelitian.

Arikunto (1990) menyatakan apabila subyek kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitian merupakan metode sensus. Berdasarkan pendapat tersebut maka sampel penelitian ini diambil seluruhnya yaitu 30 sampel yang diambil dengan metode sensus dimana semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

(39)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui secara langsung dari responden melalui pengamatan, wawancara, dan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data yang diambil meliputi identitas sampel, luas tambak dan petakan tambak, biaya investasi seperti , biaya operasional seperti pembeliah benur, obat-obatan, pakan, tenaga kerja, baik dari dalam keluar maupun di luar keluarga, produksi, dan harga penjualan. Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara untuk memperoleh data produksi kepiting di Kabupaten Langkat 2013, jumlah volume ekspor kepiting Indonesia 2013 dan jumlah rumah tangga usaha budidaya air payau di Kabupaten Langkat 2013.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis untuk identifikasi masalah pertama yaitu mengenai kelayakan usaha tambak kepiting digunakan analisis R/C Ratio dan Break Event Point

(Soekartawi, 1995). Pemilihan analisis ini adalah berdasarkan periode usaha tambak kepiting di daerah penelitian yaitu kurang dari satu tahun ( rata-rata selama 3 bulan). Dengan kata lain, usaha tambak kepiting ini bersifat musiman, sehingga digunakan analisis R/C ratio dengan rumus:

R/C Ratio =��

Keterangan:

R/C = Return cost ratio

TR = Total Revenue (Total Penerimaan)

(40)

TC = Total Cost (Total Biaya) Kriteria :

- Jika R/C < 1, maka usaha tambak kepiting layak - Jika R/C > 1, maka usaha tambak kepiting tidak layak

- Jika R/C = 1, maka usaha tambak kepiting mencapai titik impas

Untuk menggunakan analisis Break Event Point dihitung dengan rumus:

BEP Harga (Rp/Kg) = ������

������

����� ����

Kriteria :

Apabila penjualan/produksi melebihi penjualan/produksi pada saat titik impas maka usaha tersebut memperoleh keuntungan sehingga layak untuk diusahakan (Suratiyah, 2006).

Dari perhitungan diatas diperoleh titik impas harga jula (Rp/Kg). BEP Harga merupakan harga jual minimal yang harus diterima petani agar petani tidak rugi. BEP Harga merupakan perbandingan antara total biaya dengan produksi. Sedangkan BEP Produksi adalah produksi minimal yang harus diperoleh untuk mencapai titik impas. Dimana BEP Produksi merupakan perbandingan antara total biaya dengan harga:

BEP Produksi (Kg) =������ ������

�������� �����

(41)

Rumus ini dapat dimodifikasi dalam bentuk formula berikut : TR = TC

P.Q = FC+VC P = FC/Q + VC/Q P = AFC + AVC P – AVC = AFC

Q(P - AVC) = Q.AFC Q(P - AVC) = FC

Q = FC/(P - AVC) Keterangan :

P = Price

Q = Quantity

AFC = Average Fixed Cost

AVC = Average Variable Cost

Kriteria :

Apabila produksi melebihi produksi pada saat titik impas maka usaha tersebut telah mendatangkan keuntungan sehingga layak untuk diusahakan.

Untuk peralatan yang tidak habis pakai dihitung sebagai biaya penyusutan yang

dihitung dengan metode linear sebagai berikut:

Nilai penyusutan = �������

������������

���ℎ�

� ��

� ����������

(Suratiyah,2006)

(42)

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger,1986).

Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah variable-variabel penting dalam beberapa kombinasi dengan suatu persentase tertentu yang sudah diketahui atau diprediksi. Kemudian dinilai seberapa besar sensitivitas perubahan variabel- variabel tersebut berdampak pada hasil kelayakan (R/C dan BEP Harga dan BEP Produksi ).

Dalam penelitian ini, perubahan-perubahan yang biasa terjadi dalam menjalankan usaha tambak kepiting umumnya dikarenakan oleh perubahan harga jual dan harga bibit kepiting. Analisis sensivitas dilakukan untuk melihat apakah yang terjadipada usaha petani tambak jika terjadi kenaikan biaya bibit dan penurunan harga kepiting. Apakah usaha petani tambak kepiting masih tetap layak atau tidak bila usaha kepiting terjadi kenaikan biaya bibit dan penurunan harga kepiting.

Untuk identifikasi masalah kedua dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dan upaya yang dilakukan petani tambak dalam usaha tambak kepiting bakau (Scylla

serrata) di daerah penelitian.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahamam atas pengertian istilah dalam penelitian ini maka diberikan beberapa definisi dan batasan operasional.

(43)

3.5.1 Definisi

1. Petani tambak kepiting bakau (Scylla serrata) adalah petani yang melakukan proses produksi kepiting dalam budidaya tambak kepiting bakau (Scylla serrata).

2. Usaha tambak kepiting adalah kegiatan budidaya kepiting bakau (Scylla serrata) dengan menggunakan tambak atau kolam buatan.

3. Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi seperti biaya bibit, pupuk, pakna, kapur, obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan dan biaya bahan penunjang lainnya.

4. Proses produksi adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan produksi kepiting bakau (Scylla serrata), meliputi persiapan tambak, penebaran benih, pemberian pakan, pemeliharaan air, dan panen.

5. Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari perkalian total produksi dengan harga jualan dalam satuan Rp.

6. Pendapatan (keuntungan) adalah total penerimaan yang diperoleh petani tambak setelah dikurangi total biaya dalam satuan Rp.

7. Kelayakan usaha adalah ukuran secara finansial suatu usaha dilihat dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dalam usaha lebih besar dari satu.

8. Titik impas (BEP) adalah kondisi dimana total biaya sama dengan total penerimaan.

(44)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

2. Sampel penelitian adalah petani tambak kepiting bakau (Scylla serrata). 3. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2015.

(45)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis

Penelitian ini dilakukan di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Desa Pantai Gading memiliki luas wilayah 3828 ha, dan berada pada ketinggian 3 meter di atas permukaan laut (mdpl). Jarak dari Ibukota Kabupaten (Langkat) adalah 36 km dengan waktu tempuh 90 menit, jarak Ibukota Kecamatan adalah 15 km dengan waktu tempuh 60 menit dan jarak dari Ibukota Provinsi adalah 58 km dengan waktu tempuh 210 menit.

Secara administratif, Desa Pantai Gading mempunyai batas batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Selotong

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Karang Gading Sebelah Timurberbatasan dengan Desa Kwala Besar Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Karang Gading

4.1.2 Keadaan Penduduk

Berdasarkan data dari potensi desa tahun 2014. Jumlah penduduk di Desa Pantai Gading sebanyak 4.203 jiwa dengan 1.179 KK. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin adalah 2.259 jiwa penduduk laki-laki (53,75%) dan 1.944 jiwa penduduk perempuan (46,26%). Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini :

(46)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariaan di Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat

No. Jenis Lapangan Pekerjaan Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Jumlah Penduduk (%)

1 Nelayan 534 35,6

2 Petani 528 35,2

3 Pengusaha Kecil dan Menengah 289 19,27

4 Pedagang 46 3,07

Sumber : Desa Pantai Gading dalam Angka, Tahun 2014

Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa penduduk Desa Pntai Gading di dominasi bekerja sebagai nelayan yaitu 534 jiwa (35,6 %), sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pengusaha kecil dan menengah sebanyak 289 jiwa (19,27%), penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 46 jiwa (3,07%), penduduk yang bekerja sebagai PNS/ABRI sebanyak 21 jiwa (1,4%), penduduk yang bekerja sebagai buruh sebanyak 19 jiwa (1,27%), penduduk yang bekerja sebagai peternak sebanyak 18 jiwa (1,2%), penduduk yang bekerja di sektor lainnya (misalnya pensiunan, montir, dokter swasta, bidan swasta, dan jasa pengobatan alternatif) sebanyak 41 jiwa (2,73%).

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana desa akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan desa tersebut. Jika sarana dan prasarana yang ada di suatu desa semakin baik, maka akan semakin mempercepat laju perkembangan desa tersebut.

Sarana dan prasarana di Desa Pantai Gading sudah tersedia cukup memadai. Hal ini dapat dilihat bahwa sarana vital seperti Pos Kesehatan Desa, Sekolah Dasar,

(47)

dan Sarana Ibadah sudah cukup tersedia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

7 Tenaga Medis (Bidan/Bides) 3 orang 8 Jenis Kenderaan

Sumber : Desa Pantai Gading dalam Angka, Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana di Desa Pantai Gading sudah tersedia dengan memadai. Walaupun sarana pendidikan yang ada 4 unit TK, 2 SD Negeri dan 2 SD Swasta, tetapi penduduk dapat melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Lanjutan yang ada di Desa Karang Gading, Kecamatan Secanggang dan Ibukota Kabupaten (Langkat). Namun, hanya sebagian yang melanjutkan pendidikannya karena jaraknya yang cukup jauh dan sarana jalan dan transportasi tidak memadai di desa tersebut.

Pada bidang kesehatan terdapat 4 unit posyandu dan 3 orang tenaga medis. Pada bidang kegamaan terdapat 4 buah mesjid dan 4 buah mushalla.

Sarana transportasi Desa Pantai Gading kurang memadai, karena jalan menuju Desa Pantai Gading kurang baik yaitu aspal 7 km namun hanya 0,5 km dalam

(48)

kondisi baik, 6,5 dalam kondisi rusak, jalan sirtu 2 km dan jalan tanah hanya 1 km.

4.2 Karakteristik Sampel

Karakteristik petani sampel menggambarkan kondisi atau keadaan serta status petambak tersebut. Pembahasan tentang karakteristik petambak pada penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu umur petambak sampel, tingkat pendidikan, pengalaman bertambak, jumlah tanggungan dan luas lahan akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:

Tabel 4.3 Karakteristik Petambak Sampel Desa Pantai Gading 2013

No. Uraian Satuan Range Rataan

Tingkat umur mempunyai pengaruh terhadap kemampuan fisik petambak dalam mengelola usahatani yang dikerjakannya. Pada umumnya petambak yang berumur muda dan sehat jasmaninya memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat sedangkan semakin tua umur petambak maka kemampuannya kerjanya relative menurun. Umur petani sampel bervariasi antara petani yang satu dengan yang lainnya. Umur petambak di Desa Pantai Gading berkisar anatara tahun dengan rata-rata 37, 67 umur tahun.

4.2.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petambak merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang pembangunan pertanian. Kemampuan petambak dalam mengelola usaha

(49)

tambaknya sebagian besar ditentukan oleh tingkat pendidikannya, baik pendidikan bersifat formal maupun nonformal. Pendidikan petambak yang lebih baik akan memungkinkan petambak untuk mengambil langkah yang bijaksana dalam bertindak atau mengambil keputusan serta memungkinkan petambak untuk mempelajari dan menerapkan teknologi baru dalam pengembangan usaha tambaknya, untuk mengetahui lebih rinci tingkat pendidikan dari petambak responden dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Petambak Kepiting Responden di Desa

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa petambak responden dalam penelitian ini didominasi oleh petambak dengan tingkat pendidikan SD dengan jumlah 15 orang (0,5%). Ini menunjukkan tingkat pendidikan pendjadi tingkat peuduk di Desa Pantai Gading sudah pendidikan yang tergolong rendah. Hal ini mempengaruhi pola pikir petambak dalam melakukan usaha tambaknya, mulai dari persiapan tambak sampai panen kepiting. Kebanyakan petambak yang tidak berpendidikan atau hanya tamat SD tidak optimal dalam memelihara kepitingnya seperti dalam pemberian pakan kepiting, petambak yang kurang mengetahui pemeliharaan kepiting hanya memberi pakan sekedarnya sedangkan petambak yang tamat SMP atau SMA mengetahui bahwa pemberian pakan yang optimal akan meningkatkan output yang dihasilkan.

(50)

4.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga

Pada penelitian ini, yang menjadi jumlah tanggungan keluarga adalah anaka dan istri petambak (keluarga). Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi kehidupan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rata-rata jumlah tanggungan petmabka responden di Desa Pantai Gading adalah 3 orang.

4.2.4 Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani akan berpengaruh terhadap cara pengeloalaan usaha tambaknya. Pada umumnya petmabak yang berpengalaman dalam usaha tambak kepiting lebih terampil dlam melakukan aktivitas usaha tambaknya. Adapun penagalaman berusaha tambak responden dalam penelitan ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5 Pengalaman Berusaha Tambak Petambak Kepiting di Desa Pantai Gading, 2013 dalam membudidayakan usaha tambaknya. Hal ini dikarenakan petmabak sudah memahami teknik-teknik usaha tambak dari pengalamannya selama bertahun- tahun. Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa pengalaman berusaha tambak para petambak responden di daerah penelitiah berkisar anatara 0-5 tahun yaitu 0,57 % dari seluruh sampel penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata petambak petambak telah memniliki pengalaman bertamabak yang cukup. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan petambak did aerah penelitian telah melakukan usa

(51)

tamabak sejak berusia muda, bahkan telah melakukan usaha tambak sejak masih belum berumah tangga atau sejk masih bersam orang tua mereka.

4.3 Karakterisitik Usaha Tambak

Kepiting merupakan salah satu komidatas unggulan jenis perikanan di Desa Pantai Gading selain udang dan ikan. Jenis kepiting yang banyak dibudidayakan di daerah tersebut adalah kepiting jenis Seka. Kegiatan budidaya yang dilakukan petambak kepiting meliputi persiapan tambak sampai panen. Dengan satu siklus adala rata-rata 3 bulan. Di daerah peneitian kepiting dibudidayakan secara monokultur dan polikultur. Pembudidayaan secara polikultur, kepiting biasanya dipelihara bersama dengan ikan nila, ikan bandeng seataupun jenis ikan lainnya. Pada penelitian ini yang termasuk dalam sampel penelitian adalah petambak yang membudidayakan kepiting secara monokultur.

Dalam penelitian ini seluruh usaha tambak kepiting petani sampel menggunakan teknologi sederhana (tradisional). Hal tersebut ditandai dengan dengan ukuran petakan tambak yang mencapai Ha dengan bentuk bentuk yang tidak beraturan. Juga ditandai dengan dengan kerapatan bibit yang lebih jarang dibandingkan dengan tambak teknologi semi intensif maupun intensif.

Karakteristik usaha tambak kepiting yang dimaksud adalah mengenai luas lahan tambak kepiting yang dikelola petani sampel, jumlah bibit yang ditebarkan dan kerapatan bibit yang ditebarkan dalam satu musim.

(52)

Tabel 4.6 Karakteristik Usaha Tambak Kepiting di Desa Pantai Gading

No. Uraian Satuan Range Rataan

1 Luas Lahan Ha 0,1-4 0,80

2 Jumlah Bibit Kg 300-1.600 183,67

3 Pengalaman Bertambak Kg/Ha 30-400 229,59

Sumber: Lampiran 1

Dari Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa rata-rata luas lahan yang digunakan petani untuk tambak kepiting adalah 0,8 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani tambak memliki lahan yang cukup untuk mengembangkan usaha tambak kepiting dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Rata-rata jumlah bibit ynag ditebar dalam satu musim adalah 183,67 Kg dengan range 300-1.600Kg. Dengan kerapatan bibit rata-rata yang ditebar petani untuk tambak kepiting adalah 229,59 Kg/Ha.

Dalam penelitian ini, petani menjual hasil panen dalam bentuk segar. Hasil panen dijual langsung ke agen pengumpul karena petani membeli bibit langsung dari pedagang pengumpul. Cara pembayaran dilakukan secara langsung ataupun dipotong dari kredit yang dilakukan petani ketika pembelian bibit kepiting dari pedagang pengumpul

(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Proses Usaha Tambak Kepiting di Daerah Penelitian

Pelaksanaan kegiatan budidaya di tambak dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap ini meliputi: persiapan tambak, penebaran benur, pemberian pakan, pemeliharaan air, dan pemanenan.

1. Persiapan Kolam Tambak

Kolam tambak di daerah penelitian dibuat pada daerah air payau dan merupakan alih fungsi dari tambak udang. Menurut Rusmiyati (2011) kriteria lokasi yang ideal untuk pembudidayaan kepiting adalah daerah air payau atau air asin dengan kadar garam 15-30 per mil dengan pH tanah 4-5. Pada persiapan pembuatan kolam tambak, pengelolaan tanah dasar tambak merupakan salah satu tahap yang sangat penting. Pada daerah penelitian, dasar kolam tanah dengan dasar kolam lumpur berpasir yang memiliki pipa paralon yang di letakkan pada pintu masuk kolam atau pintu penghubung antara satu kolam dengan kolam lain nya yang berfungsi sebagai irigasi atau pintu masuk air pada saat pergantian air kolam.

Kegiatan persiapan tambak meliputi penjemuran kolam, pembalikan dan pengapuran. Kegiatan persiapan tambak ini membutuhkan waktu selama 2 minggu, yaitu 1 minggu penjemuran sampai dasar tanah mengering dan retak- retak setelah itu dilakukan pembalikan tanah dengan cara mencangkul tujuan dilakukannya pengeringan dan pembalikan tanah ini agar memudahkan dalam penyerapan pupuk dan mineral lainnya seperti pupuk TSP ataupun urea untuk memicu tumbuhnya fitoplankton yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup

(54)

kepiting terutama ikan yang berada dibawah permukaan air. Sedangkan pengapuran dilakukan secukupnya. Kegiatan tambak kegiatan pengelolaan tambak meliputi penjemuran, pembalikan, dan pengapuran.penjemuran tanah dilakukan hingga bagian permukaan sampai retak – retak. Tujuan nya agar semua bahan organik yang didasar tambak terurai menjadi unsure yang tidak membahayakan dan mengikat gas-gas beracun yang terdapat pada dasar kolam atau media tanah. Proses pengeringan tambak dilakukan selama 1 minggu. Pada persiapan lahan tambak juga dilakukan kegiatan pengapuran. Pengapuran menggunakan kapur CaCO3 (Dholomit). Pengapuran berpengaruh terhadap nilai pH tanah bertujuan untuk menaikkan atau mempertahankan pH tanah bagian dalam tambak hingga kisaran pH normal (7-8). Pengapuran dilakukan dengan menaburkan kapur dipermukaan pelataran tambak secara merata dan dibiarkan selama 2-4 hari. Pada daerah penelitian jumlah kapur pertanian (Dholomit) dan pupuk yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.1 Rata-Rata Kebutuhan Pupuk dan Kapur di Daerah Penelitian

No. Uraian Satuan Range Rata-rata

1 Pupuk Za Kg 10-400 80,47

2 Pupuk Urea Kg 1,5-37,5 12,7

3 Kapur Zak/ha 1-36 7,33

Sumber: Lampiran 4 dan 5

Dari Tabel 5.1 dapat dilihat pada daerah penelitian, jumlah kebutuhan pengapuran

per kolam dengan rata-rata luas kolam tambak yaitu 0,8 Ha (8000 m2) yaitu sebanyak 7,33 zak atau sekitar 350 kg , kebutuhan tersebut disesuaikan pada keasaman tanah pada daerah penelitian. Sesuai pernyataan Rusmiyati (2011) yang menyatakan bahwa dosis pengapuran dan pemberian pupuk dapat dilakukan sesuai kebutuhan yang berbeda di setiap daerah. Menurut Gustiano (2010), dosis

(55)

pupuk anorganik yang diterapkan adalah sesuai dengan tingkat kesuburan di tiap daerah.

Selain itu Pada daerah penelitian di lakukan kegiatan pemupukan dengan menggunakan pupuk Urea dan TSP, dengan dosis 80,47 kg per 0,8 Ha (8000 m2) pupuk ZA dan 12,7 kg per 0,8 Ha (8000 m2) pupuk urea.

2. Penebaran Bibit

Penebaran bibit kepiting maupun ikan di daerah penelitian dilakukan pada pagi hari maupun sore hari pada hari yang berbeda sesuai dengan pernyataan Rusmiyati (2011), Penebaran bibit kepiting dapat dilakukan pada pagi atau sore hari pada tambak. Berikut ini adalah tabel rata-rata kebutuhan bibit kepiting pada usaha tambak kepiting per petani per periode (3 Bulan) di daerah penelitian.

Tabel 5.2 Rata-Rata Kebutuhan Bibit Kepiting (Kg) pada usaha tambak per petani per periode (3 bulan) di Daerah Penelitian

No. Luas Lahan Bibit Kepiting Range Rata-rata

1 0,80 Ha Tambak 12-800 887,23 dengan rata-rata sebesar 10 kg per keramba.

3. Pemberian Pakan

Menurut Kasry (1996), kepiting bakau bersifat pemakan segala dan pemakan bangkai (omnivorus-scavenger). Mereka memakan tumbuh-tumbuhan, bangkai hewan, bahkan bangunan-bangunan kayu dan bambu di tambak. Tangan dan

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Rumah Tangga Usaha Budidaya Air Payau menurut Jenis
Gambar 1. Titik Impas (Break Even Point) usaha tambak kepiting
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 3.2 Jumlah Rumah Tangga Usaha Budidaya Air Payau menurut Jenis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Surat Bank I ndonesia No.13/ 658/ DPNP/ I DPnP tgl 23 September 2011, Bank tidak diwajibkan lagi untuk membentuk cadangan kerugian penurunan nilai atas aset

Sesuai dengan Surat Bank I ndonesia No.13/ 658/ DPNP/ I DPnP tgl 23 September 2011, Bank tidak diwajibkan lagi untuk membentuk cadangan kerugian penurunan nilai atas aset

You will also identify the internal components and characteristics of the IOS by consoling into the router and issuing various commands, such as show version and show interfaces

Sesuai dengan Surat Bank I ndonesia No.13/ 658/ DPNP/ I DPnP tgl 23 September 2011, Bank tidak diwajibkan lagi untuk membentuk cadangan kerugian penurunan nilai atas aset

When you are prompted to remove the configuration file, press Enter to confirm the erase.. (Pressing any other key will abort

Sesuai dengan Surat Bank I ndonesia No.13/ 658/ DPNP/ I DPnP tgl 23 September 2011, Bank tidak diwajibkan lagi untuk membentuk cadangan kerugian penurunan nilai atas aset

[r]

Perkembangbiakan perkici pelangi secara ex-situ dapat dilakukan di dalam laboratorium penangkaran melalui cara mengawinkan satu jantan dengan satu betina, ataupun