BIODATA PENULIS
3.5 Metode Analisis
3.5.2 Analisis Sifat Kimia
a. Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (a). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (b) dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (c). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :
18 Kadar air (%bb) = ( )
× 100
Kadar air (%bk) = (% ) ( (% )× 100
Dimana: a = berat cawan (g) b = berat sampel awal (g)c = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) b. Kadar Abu (AOAC 2006)
Cawan porselen yang dipersiapkan untuk pengabuan dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a). Sampel dengan bobot tertentu (b) ditimbang ke dalam cawan yang telah dikeringkan tersebut, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400- 600oC selama 4-6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu berserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (c). kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: Kadar abu (%bb) = ( )
× 100%
Kadar abu (%bk) = (% ) (% )× 100%
Dimana: a = berat cawan (g) b = berat sampel awal (g)c = berat cawan dan sampel yang telah diabukan (g) c. Kadar Protein (AOAC 2006)
Sebanyak 0,1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya contoh didihkan sampai cairan
jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3jenuh dan 2-4 tetes
indikator (campuran 2 bagian 0,2% metilen red dan 1 bagian 0,2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga
diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan :
Kadar N (%) =( )x N HCl x 14,007 x 100 Kadar protein (%bb) = kadar N x FK
19 Keterangan :
Fk : Faktor konversi (6,25 untuk tepung dan mi) Kadar protein (%bk) = (% )
(% ) x 100 d. Kadar Lemak (AOAC 2006)
Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (a). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (b) ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxlet secukupnya dan dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan hingga berat konstan dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang (c). Kadar lemak contoh dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar lemak (%bb) =
× 100%
Kadar lemak (%bk) = (% )(% )
× 100%
Dimana:
a = berat labu lemak (g) b = berat sampel awal (g)
c = berat labu lemak dan sampel yang telah dikeringkan (g) e. Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung secara by difference dengan mengunakan persamaan berikut: Kadar karbohidrat (%bb) = 100% − ( + + + ) Dimana: a = kadar air (g) b = kadar abu (g) c = kadar lemak (g) d = kadar protein (g) Kadar karbohidrat (%bk) = (% ) (% )
× 100
3.6
Metode Analisis Data
Perbedaan rendemen pengayakan, warna, dan reologi tepung jagung dianalisis menggunakan one-way ANOVA dengan software SPSS 20.0. Tingkat kerpercayaan yang digunakan sebesar 95% (a = 0.05). Jika nilai Sig. pada tabel output SPSS lebih kecil dari 0.05, terdapat perbedaan nyata antara rendemen pengayakan, warna dan reologi tepung yang dihasilkan. Sebaliknya, nilai Sig, yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan rendemen, warna, dan reologi tepung jagung yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Jika rendemen pengayakan, uji warna, dan uji reologi tepung jagung dari setiap perlakuan yang dihasilkan berbeda nyata, dilakukan uji lanjut duncan untuk melihat perbedaan antara masing-masing perlakuan uji.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Proses Pengkondisian Grits Jagung
Proses pengkondisiangritsjagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH)2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung jagung pada penelitian
ini adalah jagung kuning yang telah mengalami pemisahan lembaga, kulit, dantip capatau yang biasa disebut sebagai gritsjagung. Secara umum pembuatan tepung jagung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penggilingan basah dan penggilingan kering. Pada penelitian ini digunakan proses penggilingan kering. Menurut Duensing (2003), metode penggilingan kering dapat dibagi menjadi tiga metode penggilingan, yaitu metode full fat,bolted, dan tempered degermed. Tempered degermed
paling umum dilakukan, dengan cara memisahkan bagian endosperma kemudian digiling, dikeringkan, dan diayak. Proses ini menghasilkan tepung jagung dengan ukuran paling halus (Hansen 2004).
Perlakuan pengkondisian meliputi jumlah penambahan air yang ditambahkan dan waktu pengkondisian. Jumlah air yang ditambahkan adalah sebesar 10%, 15 %, 20 %, dan 25 %, dan 30% dari berat grits jagung, sedangkan jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 0%, 0,33%,
0,5%, dan 1,0% dari berat grits jagung. Waktu pengkondisian dilakukan selama 24 jam. Pertama- tama,gritsjagung yang telah dicuci bersih, ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian ditambahkan air dan larutan Ca(OH)2 sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengadukan agar air yang
ditambahkan tersebar merata. Kemudian gritsjagung dimasukkan ke dalam kantung plastik dan di kemas untuk menghindari proses penguapan serta agar air dapat meresap ke dalam grits jagung. Jagung didiamkan sesuai dengan waktu pengkondisian yaitu 24 jam.
Pada awal penambahan, air banyak terkumpul di permukaan biji kemudian seiring berjalannya waktu, air mulai masuk ke dalam biji jagung. Air masuk melalui komponentip capbiji, kemudian air secara cepat melewatitube cellsdari perikarp menuju ke bagian atas biji dengan gaya kapiler. Secara perlahan-lahan, air berdifusi dariseed coatdanaleuronke dalam lembaga dan endosperma biji jagung (Laria 2005). Dengan masuknya air ke dalam endosperma biji, endosperma menjadi lunak dan biji menjadi mudah untuk digiling.
Penambahan Ca(OH)2 akan menghancurkan perikarp dari biji jagung dan kemudian akan
terbuang selama pencucian. Penambahan Ca(OH)2 juga akan mengurangi jumlah mikroba,
memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung (Susila 2005). Menurut Laria (2007), penambahan larutan Ca(OH)2ini mampu mendegradasi dan melarutkan komponen dinding sel dari
biji jagung sehingga memudahkan pelepasan perikarp dan melunakkan komponen endosperma biji jagung. Selain itu, penambahan larutan Ca(OH)2ini juga meningkatkan difusi air dan ion kalsium ke
dalam biji. Larutan Ca(OH)2 juga mampu merusak ikatan yang mempertahankanhemiselosadi dalam
dinding sel dan memudahkan proses pelepasan perikarp dari biji jagung. (Mcdonough 2001).
Gritsjagung yang telah dilakukan pengkondisian segera dilakukan proses penepungan. Proses penepungan dilakukan dengan menggunakan pin disc mill. Kemudian hasil penggilingan dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 jam. Tepung jagung yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen penggilingan yang dihasilkan. Tabel 5 menunjukkan rendemen penggilingan yang dihasilkan dari penggilingangritsjagung dengan proses pengkondisian air dan Ca(OH)2.
Tepung jagung yang telah dikeringkan kemudian diayak dengan mesin pengayak bertingkat tipe RO-TAP model RX-29 masing-masing dengan menggunakan ayakan 60, dan 80 mesh dan ditimbang dari masing-masing ayakan. Proses pengayakan dilakukan secara terpisah. Terlebih dahulu tepung diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh kemudian dilanjutkan pengayakan dengan
21 menggunakan ayakan 80 mesh. Dari hasil pengayakan ini didapatkan empat hasil pengayakan yaitu hasil pengayakan 60 mesh, kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Waktu yang digunakan untuk mengayak masing-masing adalah 15 menit.
Tabel 5. Rendemen penggilingan tepung dengan pengkondisian menggunakan air dan Ca(OH)2
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rendemen penggilingan tepung jagung yang dihasilkan dari proses pengkondisian air dan Ca(OH)2lebih dari 50%. Jumlah penggilingan tepung yang dihasilkan
dari pengkondisian dengan menggunakan air 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% berturut-turut adalah 85,26%, 85,52%, 83,25%, 85,21%, dan 87,19% sedangkan pengkondisian menggunakan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 0%, 0,33%, 0,5%, dan 1,0% berturut-turut adalah 79,71%, 78,67%, 84,11%, dan 83,53%. Perbedaan rendemen tepung jagung yang dihasilkan ini disebabkan karena banyaknya tepung yang tercecer pada saat pengeringan maupun pada saat pengemasan.
4.2
Rendemen Pengayakan Tepung Jagung Dengan Penambahan Air
Perhitungan rendemen dilakukan terhadap hasil pengayakan kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Hasil pengayakan kurang dari 80 mesh sama dengan hasil pengayakan 60 mesh.
Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 4) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 60 mesh, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen pengayakan tepung jagung dengan ukuran 60 mesh. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 4) perlakuan dengan penambahan air 10%, dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga penambahan air 20, 25% dan 30%, menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%.
Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 5) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 80 mesh menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen penepungan. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 5) perlakuan dengan penambahan air 10% dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan penambahan air 20%, 25, dan 30% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%.
Perlakuan Rendemen Penggilingan (% basisgritsjagung awal) Penambahan Air Air 10% 85,26 Air 15% 85,52 Air 20% 83,25 Air 25% 85,21 Air 30% 87,19 Penambahan Ca(OH)2 Ca(OH)20% 79,71 Ca(OH)20,33% 78,67 Ca(OH)20,5% 84,11 Ca(OH)21,0% 83,53
22 Dari Gambar 7, diperlihatkan bahwa semakin banyaknya penambahan air rendemen tepung yang dihasilkan dengan pengayakan 60 mesh akan semakin berkurang sedangkan rendemen tepung yang dihasilkan dengan pengayakan 80 mesh akan semakin bertambah. Hal ini disebabkan semakin banyaknya penambahan air maka semakin banyak air yang terserap ke dalamgritsjagung. Semakin banyaknya air terserap ke dalam grits, membuat gritsmenjadi semakin lunak, grits menjadi lebih mudah untuk digiling dan tepung yang dihasilkan akan lebih halus.
Semakin banyaknya penambahan air, tepung jagung yang dihasilkan akan semakin halus. Semakin halus ukuran tepung maka partikel tepung yang lolos melewati ayakan berukuran besar (60 mesh) akan semakin sedikit sedangkan partikel tepung yang lolos melewati ayakan berukuran kecil (80 mesh) akan semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya rendemen pengayakan yang dihasilkan dengan pengayakan 80 mesh dan semakin menurunnya rendemen pengayakan yang dihasilkan dengan pengayakan 60 mesh.
Gambar 7. Pengaruh pengkondisian air terhadap rendemen pengayakan tepung jagung Waktu pengkondisian juga berpengaruh terhadap rendemen penepungan. Waktu pengkondisian pada penelitian ini adalah 24 jam. Menurut Kweon (2009), waktu pengkondisian selama 24 jam mampu memberikan rendemen tepung lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pengkondisian selama 3 jam. Semakin lama waktu pengkondisian, kadar air biji juga semakin meningkat sehingga membuat biji menjadi lebih lunak dan proses penggilingan menjadi lebih mudah. Waktu pengkondisian selama 18 jam mampu meningkatkan kadar air awal biji jagung menjadi 24% (Patet al. 1996).
4.3
Rendemen Pengayakan Tepung Jagung Dengan Penambahan Ca(OH)
2Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA dan uji lanjut duncan (lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan tidak berbeda nyata (p>0.05) pada taraf
signifikansi 5% terhadap rendemen pengayakan tepung jagung dengan ukuran 60 mesh. Hasil pengaruh pengkondisian dengan penambahan jumlah larutan Ca(OH)2terhadap rendemen pengayakan
dapat dilihat pada Gambar 8.
43,17%b 43,28%b 21,52%a 20,09%a 21,27%a 11,11%a 11,84%a 43,62%b 51,76%b 54,69% b 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00%
Air 10% Air 15% Air 20% Air 25% Air 30%
Re n d em en P en g a y a k a n Penambahan Air 60 mesh 80 mesh
23 Gambar 8. Pengaruh pengkondisian larutan Ca(OH)2terhadap rendemen pengayakan tepung
jagung
Rendemen tertinggi pada tepung jagung yang diayak 80 mesh adalah tepung yang tidak ditambahkan (larutan 0%) CaOH2(61,91%). Namun, berdasarkan hasil uji one-way ANOVA dan uji
lanjut duncan ( lampiran 7), menunjukkan bahwa nilai rendemen tidak berbeda nyata (p>0.05) pada taraf signifikansi 5% dengan rendemen tepung yang ditambahkan larutan Ca(OH)20,33% (56,10%),
larutan CaOH20,5% (55,15%), dan larutan CaOH21,0% (57,95%).
4.4
Warna Tepung Jagung
Warna tepung jagung diamati secara kuantitatif menggunakan Chromameter CR-200 dengan metode Hunter akan memberikan tiga nilai pengukuran yaitu L, a, dan b. Nila L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur, maka nilai L akan mendekati 100. Sebaliknya semakin gelap sampel, nilai L akan mendekati 0. Nilai a merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran merah-hijau. Bila a bernilai positif, sampel cenderung berwarna merah. Sebaliknya, bila a bernilai negatif, sampel cenderung berwarna hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru. Bila b bernilai positif, sampel cenderung berwarna kuning dan bila b bernilai negatif maka sampel cenderung berwarna biru (Hutching 1999). Hasil pengukuran warna pada tepung jagung proses pengkondisian dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Hasil pengukuran warna pada tepung jagung dengan proses pengkondisian air
17,26%a 20,14% a 20,90%a 19,08%a 61,91%a 56,10%a 55,15%a 57,95%a 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% Ca(OH)2 0% Ca(OH)2 0,33% Ca(OH)2 0,5% Ca(OH)2 1,0% Re n d em en P en g a y a k a n Penambahan Ca(OH)2 60 mesh 80 mesh Penambahan Air Nilai Hunter L a b 10% 58,70 ± 0,28a +2,78 ± 0,00c +21,78 ± 0,14d 15% 59,11 ± 0,14b +2,55 ± 0,13bc +20,68 ± 0,45c 20% 59,41 ± 0,11b +2,13 ± 0,23ab +19,16 ± 0,25b 25% 60,10 ± 0,41c +1,94 ± 0,22a +18,47 ± 0,20ab 30% 60,60 ± 0,04c +1,91 ± 0,19a +18,11 ± 0,62a
24 Tabel 7. Hasil pengukuran warna tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2
Penambahan Ca(OH)2 Nilai Hunter L a b 0% 60,13 ± 0,04b +1,96 ± 0,01d +17,34 ± 0,18a 0,33% 59,71 ± 0,01a +1,65 ± 0,00c +17,55 ± 0,43ab 0,5% 59,61 ± 0,28a +1,51 ± 0,04b +18,16 ± 0,07bc 1,0% 59,52 ± 0,11a +1,39 ± 0,01a +18,34 ± 0,06c
Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 6, tingkat kecerahan tepung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi air yang ditandai dengan semakin meningkatnya nilai L. Penambahan air 25% dan 30%, menghasilkan nilai L paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan dengan penambahan air 25% dan 30% ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan dari tepung jagung yang ditandai dengan tingginya nilai L. Menurut Singh (2009), nilai L akan semakin meningkat dengan semakin halusnya tepung dan ukuran partikel yang semakin meningkat.
Berdasarkan Tabel 6, nilai a dan b masing-masing mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya konsentrasi air. Nilai a yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna merah yang semakin berkurang sedangkan nilai b yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna kuning yang semakin menurun. Penambahan air 25% dan 30% masing-masing memberikan nilai a dan b yang semakin menurun. Dengan penambahan air 25% dan 30%, ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka nilai a dan b akan semakin berkurang (Singh 2009).
Berdasarkan Tabel 7, sampel tepung dengan pengkondisian menggunakan Ca(OH)2memiliki
nilai L yang semakin menurun dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH)2dan nilai b yang
semakin meningkat yang berarti dengan penambahan Ca(OH)2, tepung jagung yang dihasilkan
menjadi semakin berwarna kuning. Menurut Dedeh (2004), nilai L dari jagung yang dilakukan dengan perlakuan alkali akan semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi alkali. Sampel dengan warna yang semakin gelap (nilai L rendah) memliki nilai pH yang semakin meningkat yang dihasilkan dari banyaknya jumlah alkali yang diserap. Semakin meningkatnya konsentrasi Ca(OH)2, akan
semakin meningkatkan warna kuning dari tepung jagung (Dorado 2008).
4.5
Sifat Reologi Tepung Jagung
Karakterisasi sifat fungsional tepung diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut Sira (2000) karakterisasi sifat fungsional yang penting dapat dilihat adalah melalui profil gelatinisasinya. Pengukuran profil gelatinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Brabender Visco-amilograph, Rapid Visco Analyzer (RVA), dan Rotational Viscometers (Singhet al2003).
Analisis profil gelatinisasi pati dilakukan dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). RVA lebih praktis digunakan karena waktu pengukuran lebih singkat dan jumlah sampel yang digunakan lebih sedikit. Analisis dilakukan pada sampel tepung sebelum dilakukan pengayakan. Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain, suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas panas, viskositas dingin,
25 viskositas breakdown, dan viskositas setback. Data hasil pengukuran sifat amilografi tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Air Penambahan Air Suhu Gelatinisasi (oC) Viskositas Puncak (cP) Viskositas Panas (cP) Viskositas Breakdown (cP) Viskositas Dingin (cP) Viskositas Balik (cP) 10% 79,90b 1873,50a 1597,00a 276,50a 3844,50a 2247,50a 15% 79,95b 2013,50a 1687,50ab 326,00a 3938,00a 2250,50a 20% 76,08a 2658,50b 1817,50b 841,00b 4369,50bc 2552,00b 25% 75,25a 3196,00c 2006,50c 1189,50b 4572,00c 2565,50b 30% 75,48a 2804,00bc 1793,50b 1010,50b 4041,00ab 2247,50a Tabel 9. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2
Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%
a) Suhu gelatinisasi
Suhu gelatinisasi atau pasting temperature (PT), menunjukkan suhu awal meningkatnya viskositas pati saat dipanaskan atau awal terjadinya gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 75,25-79,90oC (Tabel 8). Proses pengkondisian dengan penambahan air ternyata menurunkan suhu gelatinisasi dari tepung jagung. Namun penurunan itu baru terjadi pada pengkondisian dengan penambahan air 20%. Hal ini disebabkan dengan penambahan air yang semakin banyak, endosperm dari grits jagung menjadi lebih mudah untuk dihancurkan pada proses penggilingan sehingga tepung yang dihasilkan menjadi lebih halus. Menurut Muhandri (2007), bahwa semakin besar ukuran tepung, maka semakin tinggi pula suhu gelatinisasi.
Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga waktu yang digunakan untuk memulai proses gelatinisasi menjadi lebih singkat dan suhu yang dibutuhkan untuk gelatinisasi akan semakin berkurang. Suhu gelatinisasi yang rendah akan menguntungkan karena mampu menghemat energi pemasakan.
Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2berkisar antara 74,08-75,50oC. Dari Tabel 9, proses pengkondisian Ca(OH)2
menghasilkan nilai suhu gelatinisasi yang semakin berkurang dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH)2. Kenaikan suhu gelatinisasi baru terjadi pada proses pengkondisian dengan
Ca(OH)2sebesar 0,5%. Pembentukan inklusi antara lemak dan amilosa terjadi pada saat gelatinisasi
setelah amilosa keluar. Menurut Aini (2010) pada saat amilosa keluar dari granula selama proses Penambahan Ca(OH)2 Suhu Gelatinisasi (oC) Viskositas Puncak (cP) Viskositas Panas (cP) Viskositas Breakdown (cP) Viskositas Dingin (cP) Viskositas Balik (cP) 0% 75,50b 2625,00a 1596,50a 1028,50a 4307,50b 2711,00b 0,33% 74,08a 2916,00b 1607,00a 1309,00b 4260,50b 2653,50b 0,5% 75,34b 2722,00a 1809,50b 912,50a 3859,50a 2050,00a 1,0% 75,36b 2611,50a 1724,50ab 887,00a 3777,50a 2053,00a
26 gelatinisasi, lemak membentuk kompleks dengan amilosa tersebut, kemungkinan di permukaan granula dan menghambat pengembangan sehingga suhu gelatinisasi meningkat.
b) Viskositas puncak
Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi. Viskositas puncak merupakan kriteria yang dipakai untuk melihat kemampuan suatu tepung atau pati dalam mempertahankan granulanya akibat proses pemanasan. Dari Tabel 8, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 1873,50-3196 cP. Proses pengkondisian air hingga taraf 25% secara signifikan mampu meningkatkan viskositas puncak dari suspensi tepung jagung. Namun demikian penambahan air yang semakin tinggi (30%) cenderung menurunkan kembali viskositas puncak tersebut (Tabel 8). Proses pengkondisian air hingga taraf 25% mampu menghasilkan ukuran tepung yang halus. Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga nilai viskositas maksimum tepung dengan ukuran lebih kecil (halus) akan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung kasar (Muhandri 2007). Hal ini juga diungkapkan oleh Fonseca (2009), yang menyatakan bahwa ukuran partikel yang semakin kecil menghasilkan nilai viskositas puncak yang lebih tinggi sedangkan ukuran partikel berukuran kasar menghasilkan nilai viskositas yang lebih rendah.
Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 2611,50-2916,00 cP. Nilai viskositas puncak mengalami
penurunan pada pengkondisian Ca(OH)2 0,5%, dan cenderung tetap nilainya hingga pengkondisian
Ca(OH)2 1,0%. Penurunan nilai viskositas puncak ini dijelaskan juga oleh Karimet al (2007) yang
melaporkan terjadinya penurunan nilai viskositas puncak pada pati yang diberi perlakuan alkali. Pati yang diberi perlakuan alkali, daerah amorf yang mengandung amilosa sebagian besar dirusak oleh perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula. Dengan lemahnya struktur granula, maka granula tidak mampu mempertahankan kapasitas pembengkakan maksimum sehingga viskositas puncak semakin menurun.
c) Viskositas panas dan breakdown
Viskositas panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95oC. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui kemampuan granula pati dalam mempertahankan diri maupun viskositasnya selama pemanasan. Proses pengkondisian baik dengan penambahan air maupun Ca(OH)2, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang tahan terhadap panas selama pemasakan,
maka viskositas panas yang tinggi merupakan hasil yang diharapkan. Breakdown merupakan nilai penurunan ketika suspensi pati dipanaskan pada suhu 95oC. Breakdown menunjukkan stabilitas adonan selama proses pemasakan. Breakdown merupakan selisih antara viskositas puncak dengan viskositas panas.
Viskositas panas tepung jagung dengan penambahan air berkisar antara 1597,00-2006,50 cP danbreakdowntepung jagung berkisar antara 276,50-1189,50 cP. Pada Tabel 8, nilai viskositas panas dan breakdowntepung jagung meningkat seiring dengan penambahan air. Penambahan air mampu meningkatkan tepung jagung yang memiliki partikel yang berukuran kecil sehingga viskositas menjadi meningkat. Semakin kecil ukuran tepung, semakin besar luas permukaan sehingga penyerapan airnya semakin besar (Aini 2010). Hal ini akan meningkatkan nilai dari viskositas panas danbreakdowntepung jagung.
Pada Tabel 8, viskositas panas mengalami penurunan dengan penambahan air 30%. Penurunan viskositas panas ini diduga berkaitan dengan keberadaaan dan interaksi protein dengan pati. Keberadaan protein dapat menurunkan viskositas karena protein mempunyai pengaruh menghambat
27 pengembangan granula pati dan mengurangi nilai viskositas (Liang 2003). Menurut Aini (2010) penghilangan protein dari larutan pati menyebabkan pati mempunyai viskositas lebih besar karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang masuk ke granula lebih banyak mengakibatkan peningkatan pengembangan granula sehingga semakin kecil kadar protein semakin besar pengembangan granula yang meningkatkan viskositas panas danbreakdowntepung jagung.
Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas panas dan breakdown tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 159,50-1809,50 cP dan 887,00-1309,00 cP. Proses
pengkondisian tepung jagung dengan Ca(OH)2 mengalami penurunan viskositas namun nilai
penurunan baru terlihat dari proses pengkondisian dengan Ca(OH)20,5%. Hal ini diakibatkan juga
karena adanya pelunakan struktur dari granula pati dengan adanya perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula (Karim et al 2007). Dengan lemahnya struktur granula, kestabilan pati selama proses pemanasan menjadi berkurang sehingga mengurangi nilai viskositas.