• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Pengkondisian Pada Tepung Jagung Dengan Metode Penggilingan Kering

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pengaruh Pengkondisian Pada Tepung Jagung Dengan Metode Penggilingan Kering"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

STUDY OF EFFECT CONDITIONING ON CORN FLOUR WITH DRY

MILLING METHOD

Irfan Adiyatma1and Slamet Budijanto2

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone: +62 8568734318, E-mail: adiyatma_tbi@yahoo.co.id

ABSTRACT

Conditioning is the process of adding water to corn kernel to facilitate loose of germ and pericarp, mellow the endosperm of the kernel thus the milling process becomes easier. Conditioning process was conducted with adding water (10, 15, 20, 25, and 30%), and Ca(OH)2 concentration (0, 0.33, 0.5, 1.0 %). The amount of water added had significant effects on sieving flour yield. Meanwhile the amount of Ca(OH)2concentration was added had not significant effects on sieving flour yield. L value increased whereas a and b value decreased with increase in water concentration. L and a value decreased whereas b value increase with increase in Ca(OH)2 concentration. Pasting properties of corn flour with water added were significantly increased with increasing water. Meanwhile pasting properties of corn flour with Ca(OH)2 added were significantly reduced with increasing lime concentration. Proximate analysis was conducted on each conditioning. Proximate analysis for conditioning with water added were, water (8,07-9,52% db), ash (0,35-0,38% db), protein (7,10-7,17% db), fat (2,30-2,3% db), and carbohydrate (90,15-90,21% db). For conditioning with Ca(OH)2added were, water (8,20-8,64% db), ash (0,37-0,62% db), protein (7,08-7,59% db), fat (2,30-2,38% db), and carbohydrate (89,50-90,25% db).

(2)

IRFAN ADIYATMA. F24080133. STUDI PENGARUH PENGKONDISIAN PADA TEPUNG JAGUNG DENGAN METODE PENGGILINGAN KERING. Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2013.

RINGKASAN

Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Sebagai bahan pangan, jagung lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk olahan atau bahan setengah jadi. Pengolahan jagung menjadi produk setengah jadi oleh petani merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (fortifikasi), mudah dibentuk, dan lebih cepat dimasak.

Industri pengolahan jagung umumnya terkait proses penggilingan, yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu industri pengolahan dengan penggilingan secara kering dan secara basah. Di Indonesia, industri pengolahan jagung yang masih berjalan umumnya dengan sistem penggilingan secara kering. Proses penggilingan kering lebih sering digunakan dalam pembuatan tepung skala besar dan lebih efisien.

Pengkondisian merupakan salah satu dari metode penggilingan kering yang menggunakan penambahan air ke dalam biji jagung untuk mempermudah proses pelepasan lembaga dan kulit biji jagung (Duensing 2003). Proses pengkondisian diharapkan mampu meningkatkan rendemen dan menghasilkan tepung yang lebih halus pada proses penggilingan kering.

Pembuatan tepung jagung juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan alkali. Salah satu larutan alkali yang digunakan adalah larutan kapur. Penambahan kapur akan membantu menghancurkan pericarp dan kemudian akan terbuang selama pencucian. Penambahan kapur juga mampu mengurangi jumlah mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung (Susila 2005).

Tujuan penelitian adalah mempelajari karakter kimia, fisik, dan reologi tepung jagung yang diperoleh dengan proses pengkondisian air dan Ca(OH)2. Penelitian dilakukan di F

Technopark dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dan dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan Oktober 2012.

Metode penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan tepung jagung dengan penambahan air, dan tahap ke-dua, pembuatan tepung jagung dengan penambahan larutan Ca(OH)2. Taraf konsentrasi air yang ditambahkan adalah 10%,15%,20%,25%, dan 30%.

Sedangkan taraf larutan Ca(OH)2yang ditambahkan adalah 0%,0,33%,0,5%, dan 1,0%. Kemudian

dilakukan analisis terhadap rendemen pengayakan, warna, dan reologi dari masing-masing tahap pembuatan tepung.

(3)

mesh. Proses pengkondisian dengan penambahan larutan Ca(OH)2 ternyata tidak berpengaruh

terhadap rendemen pengayakan tepung jagung.

Tingkat kecerahan tepung jagung dengan pengkondisian air semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi air yang ditandai dengan semakin meningkatnya nilai L. Sedangkan nilai a dan b masing-masing mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya konsentrasi air. Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA dengan pengkondisian air antara lain suhu gelatinisasi (75,25-79,90oC), viskositas puncak (1873,50-3196 cP), viskositas panas (1597,00-2006,50 cP), viskositas

breakdown (276,50-1189,50 cP), viskositas dingin (3844,50-4572,00 cP), dan viskositas balik (2247,50-2552,00 cP).

Hasil analisis pengkondisian jagung dengan penambahan larutan Ca(OH)2 menunjukkan

bahwa penambahan larutan Ca(OH)2 tidak berpengaruh terhadap rendemen penepungan.

Pengkondisian menggunakan Ca(OH)2 menghasilkan nilai L yang semakin menurun dan nilai b

yang semakin meningka dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH)2. Sifat adonan tepung

jagung dengan pengkondisian Ca(OH)2 juga dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran

menggunakan RVA yang meliputi suhu gelatinisasi (74,08-75,50oC), viskositas puncak (2611,50-2916,00 cP), viskositas panas (159,50-1809,50 cP), viskositas breakdown (887,00-1309,00 cP), viskositas dingin (377,50-4307,50 cP), dan viskositas balik (2050,00-2711,00 cP).

Hasil uji proksimat menunjukkan bahwa tepung jagung dengan pengkondisian air memiliki kadar air (8,07-9,52 bk), kadar abu (0,35-0,38 %bk), kadar protein (7,10-7,17 %bk), kadar lemak (2,30-2,38 %bk), dan kadar karbohidrat (90,15-90,21 %bk). Sedangkan hasil uji proksimat tepung jagung dengan pengkondisian Ca(OH)2memiliki kadar air (8,20-8,64 %bk), kadar abu (0,37-0,62

(4)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung merupakan jenis tanaman serealia yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, mengingat fungsinya yang multiguna. Jagung dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Jagung merupakan bahan makanan pokok utama di Indonesia, yang memiliki kedudukan sangat penting setelah beras. Kebutuhan jagung terus meningkat seiring dengan meningkatnya bahan baku untuk pangan maupun pakan. Produksi jagung menurut Angka Ramalan II (ARAM II) diperkirakan sebesar 18,96 juta ton pipilan kering atau mengalami kenaikan sebesar 1,32 juta ton (7,47 persen) dibandingkan tahun 2011. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 0,88 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0,44 juta ton (BPS 2012).

Sebagai bahan pangan, jagung lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk olahan atau bahan setengah jadi. Pengolahan jagung menjadi produk setengah jadi oleh petani merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen. Keuntungan lain dari pengolahan setengah jadi ini, yaitu sebagai bahan baku industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi serta menghemat ruangan dan biaya penyimpanan. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (fortifikasi), mudah dibentuk, dan lebih cepat dimasak. Tepung jagung dapat diolah menjadi berbagai makanan atau mensubstitusi sebagian terigu pada produk pangan berbahan dasar terigu. Tepung jagung bersifat fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan. Juga relatif mudah diterima masyarakat karena tepung jagung telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai produk pangan, seperti halnya tepung beras dan terigu.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi pembuatan tepung jagung adalah kulit biji yang dapat menimbulkan tekstur kasar pada tepung sehingga kurang disukai untuk pembuatan produk makanan. Tepung jagung diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang baik dan bersih. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperma, lembaga dantip cap. Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung. Lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena berhubungan erat dengan ketahanan tepung terhadap ketengikan akibat oksidasi lemak. Kulit (perikarp) juga harus dipisahkan dari endosperm, karena memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan tip cap mampu membuat tepung jagung menjadi kasar dan menimbulkan butir-butir hitam pada tepung (Lestari 2009).

Industri pengolahan jagung umumnya terkait proses penggilingan, yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu industri pengolahan dengan penggilingan secara kering dan secara basah. Di Indonesia, industri pengolahan jagung yang masih berjalan umumnya dengan sistem penggilingan secara kering. Proses penggilingan kering lebih sering digunakan dalam pembuatan tepung skala besar dan lebih efisien.

(5)

2 rendemen tepung lebih tinggi dibandingkan dengan metode kering (tanpa perendaman). Namun, kandungan nutrisi tepung lebih tinggi pada penepungan dengan metode kering.

Pengkondisian merupakan salah satu metode penggilingan kering yang menggunakan penambahan air ke dalam biji jagung untuk mempermudah proses pelepasan lembaga dan kulit biji jagung (Duensing 2003). Proses pengkondisian juga mampu melunakkan komponen endosperma dari biji jagung sehingga proses penggilingan menjadi lebih mudah dan tepung yang dihasilkan akan lebih halus (Bachtiar 2010). Proses pengkondisian diharapkan mampu meningkatkan rendemen dan menghasilkan tepung yang lebih halus pada proses penggilingan kering.

Pembuatan tepung jagung juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan alkali. Salah satu larutan alkali yang digunakan adalah larutan kapur. Penggunaan larutan kapur harus lebih rendah dari 5%. Adapun konsentrasi yang sering digunakan adalah 1%. Penambahan kapur akan membantu menghancurkan pericarp dan kemudian akan terbuang selama pencucian. Penambahan kapur juga mampu mengurangi jumlah mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung (Susila 2005). Menurut Laria (2005), penambahan larutan kapur (Ca(OH)2) mampu

mendegradasi dan melarutkan komponen dinding sel dari biji jagung sehingga memudahkan pelepasan perikarp dan melunakkan komponen endosperma biji jagung. Selain itu, penambahan larutan Ca(OH)2ini juga meningkatkan difusi air dan ion kalsium ke dalam biji. Larutan Ca(OH)2

juga mampu merusak ikatan yang mempertahankan hemiselosa di dalam dinding sel dan memudahkan proses pelepasan perikarp dari biji jagung. (Mcdonough 2001).

Proses pengkondisian pada penelitian ini menggunakan penambahan air dan Ca(OH)2

sebagai media perendamnya. Tepung jagung yang dihasilkan dari proses pengkondisian ini diharapkan mampu menunjang optimalisasi produksi tepung jagung dan aplikasinya pada produk-produk pangan serta dapat digunakan sebagai subtitusi penggunaan terigu dalam produk-produk pangan sehingga mampu mengatasi kelangkaan dan mengurangi impor terigu.

1.2 Tujuan

Mempelajari karakter kimia, fisik, dan reologi tepung jagung yang diperoleh dengan proses pengkondisian air dan Ca(OH)2.

1.3 Manfaat

(6)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jagung

2.1.1 Morfologi dan Anatomi Jagung

Dalam sistematika tanaman, tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum klasifikasi dan sistematika tanaman jagung adalah sebagai berikut :

Kindom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Familia : Garminaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays

Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini tumbuh dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm di bawah permukaan tanah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah.

Gambar 1. Tanaman jagung

Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas, dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-300 cm (Purwono dan Hartono 2005). Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helaian tergantung varietas jagung. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelopak daun umumnya membungkus batang. Antara kelopak dan helaian terdapat lidah daun yang disebut ligula. Ligula ini berbulu dan berlemak. Fungsi ligula adalah mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang (Purwono dan Hartono 2005).

(7)

4 dan terbungkus oleh semacam pelepah yang memiliki rambut. Rambut pada jagung merupakan tangkai putik (Budiman 2012).

Tongkol jagung mempunyai panjang 16-19 cm. Tongkol tersebut umumnya tersusun 14-16 baris biji jagung. Biji jagung secara botanis adalah sebuah biji Caryopsis, yaitu biji kering yang mengandung sebuah benih tunggal yang menyatu dengan jaringan-jaringan dalam buahnya (Budiman 2012). Biji jagung terdiri dari empat bagian pokok yaitu kulit luar (perikarp), endosperma, lembaga atau embrio, dan tudung pangkal biji (tip cap). Bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bagian-bagian anatomi biji jagung

Bagian anatomi Jumlah (%)

Pericarp (bran) 5,3

Endosperma 82,9

Lembaga(germ) 11,1

Tip cap 0,8

Sumber: Watson (2003)

Gambar 2. Struktur biji jagung (Encyclopaedia Britannica 1996)

Kulit luar (pericarp) merupakan lapisan pembungkus biji yang disusun oleh 3 lapis sel yaituepikarp(lapisan kulit luar), mesocarp, dan tegmen (seed coat). Perikarp dilapisi oleh testa, dan lapisan aleuron serta berfungsi mencegah kehilangan air, dan kerusakan biji dari organisme pengganggu. Bagian terbesar dari biji jagung yaitu endosperma (75% dari bobot biji). Fungsi endosperma adalah sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Endosperma jagung terdiri dari dua bagian, yaitu endosperma keras (horny endosperm), dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat, demikian juga susunan granula pati yang ada di dalamnya. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak, dan susunan pati tersebut tidak serapat seperti pada endosperma keras (Watson 2003).

Lembaga terletak pada bagian dasar sebelah bawah, dan berhubungan erat dengan endosperma. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum, dan poros embrio. Skutelum

(8)

5 terdiri dari sel yang mengandung nukleus, sitoplasma, beberapa granula pati, dan oil bodiesyang mencakup 83% dari total lemak dalam biji jagung (Watson 2003).

Tudung pangkal biji (tip cap), merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tudung pangkal biji dapat tetap ada atau terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung atau tudung pangkal yang merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung (Watson 2003).

2.1.2 Jenis-jenis tanaman jagung

Berdasarkan tujuan penggunaan atau pemanfaataannya, komoditas jagung di Indonesia dibedakan atas jagung untuk bahan pangan, jagung untuk bahan industri pakan, jagung untuk bahan industri olahan, dan jagung untuk bahan tanaman atau disebut benih. Jagung sebagai bahan pangan, dapat dikonsumsi langsung maupun perlu pengolahan seperti jagung rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai bahan pakan ternak, biji pipilan kering digunakan untuk pakan ternak bukan ruminan seperti ayam, itik, puyuh, dan babi, sedangkan seluruh bagian tanaman jagung atau limbah jagung, baik yang berupa tanaman jagung muda maupun jeraminya dimanfaatkan untuk pakan ternak ruminansia. Selain itu jagung, juga berpotensi sebagai bahan baku industri makanan, kimia, farmasi, dan industri lainnya yang mempunyai nilai tinggi, seperti tepung jagung, grits jagung, minyak jagung, dekstrin, gula, etanol, asam organik, dan bahan kimia lain. Disamping itu, bahan tanaman jagung yang umum disebut benih, merupakan bagian terpenting dari suatu proses produksi jagung itu sendiri.

Menurut bentuk bijinya jagung dapat dibagi menjadi tujuh jenis. Jenis jagung dan sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis jagung dan sifat-sifatnya

Jenis jagung Sifat-sifat

Jagung mutiara (Zea mays indurata)

Bentuk biji berbentuk bulat, licin, mengkilap, dan keras. Permukaan biji bagian atas licin dan bulat, karena bagian atas dari biji mengkerut bersama-sama. Menempati sekitar 75% areal pertanaman jagung di Pulau Jawa. Tahan terhadap serangan hama gudang

Jagung gigi kuda (Zea mays identata)

Terdiri dari pati keras (berada di bagian sisi biji), dan pati lunak (berada di bagian tengah sampai ujung biji). Biji berbentuk besar, pipih, dan berlekuk. Menempati sekitar 25% areal pertanaman jagung di Pulau Jawa

Jagung manis

(Zea mays saccharata)

Pada waktu masak, bentuk biji keriput dan transparan. Mengandung kadar gula lebih tinggi daripada pati pada saat belum masak. Ditanam untuk dipanen muda pada saat masak susu (milking stage).

Jagung berondong (Zea mays everta)

Akan meletus apabila dipanaskan karena mengembangannya uap air dalam biji. Volume pengembangan bervariasi (tergantung varietasnya). Proporsi pati lunak dibandingkan pati keras jauh lebih kecil dari pada jagung tipe mutiara

Jagung tepung (Zea mays amylacea)

Endosperma jagung semuanya pati lunak, kecuali pada bagian sisi biji yang tipis (pati keras). Berumur dalam (panjang), dan ditanam di dataran tinggi Amerika Selatan (Peru dan Bolivia)

Jagung ketan (Zea mays ceratina)

Endosperma jagung seluruhnya terdiri dari amylopectine. Digunakan sebagai bahan perekat selain sebagai bahan makanan.

Jagung pod

(Zea mays tunicata)

Tiap butiran biji diselubungi oleh kelobot. membentuk tongkol yang juga diselubungi kelobot.

(9)

6

2.1.3 Komposisi Kimia Biji Jagung

Biji jagung memiliki kandungan kimia yang bervariasi, tergantung pada varietasnya. Jagung muda mengandung pati, lemak, dan protein yang lebih rendah jumlahnya dibandingkan jagung tua. Semakin tua umur jagung, semakin tinggi kandungan senyawa-senyawa tersebut dalam biji jagung

(Siti 2001). Komposisi kimia dari berbagai komponen biji jagung dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Boyer dan Shanon (2003), komponen kimia terbesar dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat kering biji), dan mayoritas terdapat pada endosperma. Endosperma terdiri dari 86% pati, dan sekitar 1% gula. Gula paling banyak terdapat pada komponen lembaga (11% dari berat kering biji). Pati jagung tersusun atas dua polimer glucan, yaitu amilosa (25-30%), dan amilopektin (70-75%).

Tabel 3. Komposisi kimia biji jagung

Komponen Jumlah (%)

Pati Lemak Protein Abu Gula Serat

Biji Utuh 73,4 4,4 9,1 1,4 1,9 9,5

Endosperma 87,6 0,8 8,0 0,3 0,62 1,5

Lembaga 8,3 33,2 18,4 10,5 10,8 14

Perikarp 7,3 1,0 3,7 0,8 0,34 90,7

Tip Cap 6,3 3,8 9,1 1,6 1,6 95

Sumber: Watson (2003)

Menurut Lawton dan Wilson (2003). kadar protein pada biji jagung bervariasi dari 6-18%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin (zein), dan glutelin. Albumin dan globulin terdapat pada lembaga (30% dari total protein) dan endosperma (6% dari total protein). Prolamin banyak terdapat pada endosperma (60% dari total protein) dan lembaga (5% dari total protein). Glutelin banyak terdapat pada endosperma jagung (26% dari total protein) dan lembaga (23% dari total protein) (Anderson 2011). Protein terbanyak dalam jagung adalah prolamin (zein). Kandungan zein berkisar antara 44-79% dari endosperma jagung. Zein merupakan protein yang larut dalam pelarut alkohol dan terdiri dari beberapa komponen, yaitu , , , dan -zein. -zein merupakan prolamin terbanyak dalam biji jagung (70% dari total zein). Bila dibandingkan dengan -zein, -zein mengandung sejumlah besar asam amino sistein dan metionin, tetapi kekurangan asam amino glutamin, leusin, dan prolin. -zein merupakan prolamin terbanyak kedua dalam biji jagung (20% dari total zein). Seperti halnya -zein, dan -zein, -zein juga kekurangan asam amino lisin dan triptofan tetapi kaya akan asam amino prolin dan sistein. Sedangkan -zein kaya akan asam amino metionin (Lawton 2003).

Lemak pada biji jagung terdapat pada bagian lembaga (germ), berkisar antara 76-83%. Kandungan lemak terbanyak pada jagung adalah triasilgliserols (TAGs), yaitu sekitar 95%. Selain itu, biji jagung juga mengandung fosfolipid, glikolipid, hidrokarbon, fitosterol (sterol dan stanol), asam lemak bebas, karotenoid (vitamin A),tocoferol(vitamin E), danwaxesyang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan TAG. Asam lemak yang terkandung pada minyak jagung antara lain asam linoleat (59,7%), asam oleat (25,2%), asam palmitat (11,6%), asam stearat (1,8%), dan asam linolenat (0,8%) (Lawton 2003).

(10)

7 kandungan mineralnya, paling banyak terdapat pada bagian lembaga (10,5%) dari keseluruhan komponen jagung. Kandungan mineral biji jagung, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan mineral biji jagung (berdasarkan berat kering)

Sumber: Watson (2003)

2.2. Tepung Jagung

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik melalui proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap. Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik.Tip capmerupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung yang harus dipisahkan sebelum proses penepungan agar tidak terdapat butir-butir hitam pada tepung (Lestari 2009).

Kandungan nutrisi tepung jagung cukup memadai sebagai bahan baku berbagai produk pangan olahan. Berdasarkan hasil penelitian Suarni (2009), kadar lemak tepung jagung dengan metode kering, lebih tinggi (2,05-2,38%) dibandingkan dengan metode basah (1,86-2,08%). Kadar lemak yang rendah akan menguntungkan dari segi penyimpanan karena tepung dapat disimpan lebih lama. Kadar serat kasar tepung hasil pengolahan dengan metode kering (1,29-1,89%) lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah (1,05-1,06%). Kadar serat mengalami penurunan dari biji menjadi tepung.

Tepung jagung memiliki granula pati yang lebih kecil (15 µm) dari tepung terigu (20-35 µm) tetapi lebih besar daripada tepung beras (3-8 µm) (Ahmad 2009). Dengan keadaan tersebut, tepung jagung lebih mudah untuk dipadatkan daripada tepung terigu. Tingkat kemampuan gel pati mengikat air selama pemasakan pada tepung jagung ternyata lebih kecil daripada tepung beras dan tepung terigu. Hal ini disebabkan adanya dua faktor, yaitu adanya kandungan lemak yang tinggi pada tepung jagung sehingga menghalangi kontak air dengan protein dalam bahan. Penyebab kedua adalah tingginya kandungan amilosa dalam tepung jagung. Pada saat gelatinisasi, amilosa keluar dari granula pati dan membentuk kompleks inklusi amilosa-lemak. Pembentukan kompleks ini mampu menghambat pengembangan dan menghasilkan viskositas adonan yang rendah (Aini 2010).

Proses pengolahan jagung menjadi tepung merupakan langkah awal untuk meningkatkan nilai ekonomi jagung. Jagung dalam bentuk tepung lebih fleksibel, praktis, dapat difortifikasi dengan zat gizi tertentu. Penggunaan tepung jagung kini masih terbatas untuk campuran pembuatan kue-kue (nagasari), roti, biskuit, dodol dan mie. Tepung jagung juga dapat dicampur dengan berbagai macam tepung sebagai subtitusi penggunaan terigu dalam produk pangan. Hal ini

Mineral Rata-rata (%)

Fosfor 0,29

Potasium 0,37

Magnesium 0,14

Sulfur 0,12

Klorin 0,05

Kalsium 0,03

(11)

8 merupakan salah satu alternatif mengatasi kelangkaan terigu dan dapat mengurangi impor terigu. Roti yang berbahan baku non terigu (tepung jagung) pada umumnya lebih padat dan berat karena kandungan gluten pada tepung jagung tidak seelastis dan sekuat tepung gandum. Salah satu upaya untuk mensubsitusi gluten dalam tepung jagung komposit ialah dengan penambahan GMS dan xanthan gum untuk mempertahankan gas yang terbentuk. GMS atauGliserol Monostearatadalah salah satu senyawa penahan gas pada roti tawar pengganti gluten. Di samping itu GMS dapat berfungsi sebagai distributor lemak dalam adonan serta mencegah pengerasan dan peremahan roti. (Susila 2005).

Selain dengan penggunaan tepung jagung komposit, pengolahan produk pangan dari tepung jagung juga dapat dilakukan dengan menggunakan tepung jagung termodifikasi. Tepung jagung termodifikasi merupakan tepung jagung yang telah berubah sifat fisikokimia dan fungsionalnya, karena adanya penambahan enzim maupun bakteri asam laktat. Pangan olahan lain yang dapat dibuat dari tepung jagung adalah kue kering (cookies). Kue kering tidak memerlukan bahan yang volumenya dapat mengembang besar (kandungan gluten tinggi), sehingga dapat memanfaatkan tepung jagung yang hanya mengandung gluten < 1% (Suarni 2009).

2.3. Proses Pengkondisian

Pengkondisian merupakan penambahan air yang terkontrol untuk mempermudah proses pelepasan lembaga dan kulit biji jagung. Proses ini sering disebit sebagai tempering. Pengkondisian juga dapat melunakkan komponen endosperma dari biji jagung sehingga proses penggilingan menjadi lebih mudah dan meningkatkan efisiensi dari ekstraksi tepung (Kweon 2009). Menurut Rausch (2009), pengkondisian adalah proses di mana komponen biji dipisahkan ke dalam beberapa bagian yang mengandung endosperma, perikarp, dan lembaga.

Efektivitas dari proses pengkondisian ini ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu waktu, suhu, dan kadar air dari biji. Berbagai penelitian mengenai proses pengkondisian telah banyak dilakukan. Pan (1996) menjelaskan, pengkondisian dilakukan sebelum jagung mengalami proses degerminasi. Pada proses ini, jagung ditambahkan air pada suhu ruang dan ditempatkan pada kantung plastik. Terdapat tiga tahapan dalam proses pengkondisian ini, pertama dilakukan pengkondisian selama 16 jam untuk mengubah kadar air dari normal menjadi 16%. Kedua, dilakukan pengkondisian selama 1,75 jam akan menaikkan kadar air dari 16% menjadi 21% dan ketiga dilakukan pengkondisian selama 0,25 jam, menaikkan kadar air dari 21% menjadi 24%.

(12)

9

2.4 Pengkondisian dengan Menggunakan Larutan Alkali

Proses pengkondisian jagung dengan penggilingan kering dilakukan untuk melunakkan komponen lembaga dan memudahkan pelepasan kulit dari biji selama degerminasi. Beberapa perlakuan awal telah dikembangkan termasuk penggunaan larutan alkali sebelum proses degerminasi untuk meningkatkan efektivitas dari pengkondisian.

Perlakuan awal dengan menggunakan larutan alkali telah dilakukan oleh Hansen (1949) dan Weinecke (1969). Hansen (1949), melakukan perlakuan awal dengan merendam jagung dalam larutan asam sulfur atau berbagai larutan alkali (sodium atau potassium hidroksida). Konsentrasi alkali yang digunakan berkisar antara 0,5-1,0% pada suhu antara 160-212oF untuk periode waktu yang tidak boleh melebihi dari 15 menit. Sementara Weinecke (1969), melakukan perendaman jagung sebelum proses degerminasi dalam larutan sodium hidroksida dengan konsentrasi 0,1% pada suhu 65oF selama 2 menit. Penambahan larutan alkali juga digunakan untuk memudahkan pelepasan komponen perikarp dari biji jagung. Perikarp merupakan komponen biji jagung yang tinggi akan serat dan harus dipisahkan karena mampu membuat tepung bertekstur kasar. Blessinet al(1970) menyimpulkan bahwa proses pelepasan kulit jagung dilakukan dengan cara merendam biji di dalam larutan NaOH 15% selama 3-4 menit dengan suhu 71oC. Proses ini memberikan 93% rendemen dari kulit jagung. Mistry and Echkhoff (1992) melakukan perendaman dengan NaOH dengan konsentrasi sebesar 6% selama 9 menit pada suhu 57oC. Perlakuan ini menghasilkan rendemen kulit jagung sebesar 4,7%

Penggunaan larutan alkali yang mampu memisahkan komponen perikarp dari biji jagung adalah kalsium hidroksida atau disebut larutan kapur. Larutan kapur mampu mendegradasi dan melarutkan komponen dinding sel dari biji jagung sehingga mampu melepaskan komponen perikarp dan melunakkan komponen dari endosperma biji jagung (Laria 2007). Larutan dapat bereaksi dengan heteroxylan dari komponen perikarp jagung disertai dengan larutnya beberapa komponen lain yang larut air diikuti dengan proses difusi ke dalam struktur perikarp dan aleuron jagung (Laria 2005). Larutan kapur yang dipakai harus lebih rendah dari 5%. Adapun konsentrasi yang sering digunakan adalah 1%. Penambahan kapur akan membantu menghancurkan pericarp

dan kemudian akan terbuang selama pencucian. Penambahan kapur juga mampu mengurangi jumlah mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung (Susila 2005). Larutan kapur juga mampu merusak ikatan yang mempertahankan hemiselosadi dalam dinding sel dan memudahkan proses pelepasan perikarp dari biji jagung. (Mcdonough 2001).

2.5 Proses Penggilingan Jagung

Industri pengolahan jagung umumnya terkait proses penggilingan, yang dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu industri pengolahan dengan penggilingan secara kering dan secara basah. Di Indonesia, industri pengolahan jagung yang masih berjalan umumnya dengan sistem penggilingan secara kering. Proses penggilingan masih sederhana, terutama ditujukan untuk menghasilkan jagung grits yang digunakan untuk pembuatan camilan (snack) yang berkembang pesat akhir-akhir ini.

2.5.1 Proses Penggilingan Jagung Metode Kering

(13)

1000-10 3000 t/bulan. Industri tersebut umumnya menggunakan mesin impor untuk menggiling dan memisahkan partikel jagung sehingga dihasilkan berbagai produk, terutama grits jagung.

Hasil samping penggilingan dengan cara modern ini adalah berupa homini yang dapat dimanfaatkan untuk pakan unggas, babi maupun ternak ruminansia (Tangendjaja 2001). Secara garis besar, proses penepungan jagung dengan teknik pengillingan kering terdiri atas penggilingan kasar, pemisahan lembaga, dan kulit ari jagung melalui proses pengambangan, pengeringan beras jagung (grits), penggilingan halus, pengeringan tepung, pengayakan tepung halus (100 mesh), dan pengeringan tepung setelah diayak. Garis besar pembuatan tepung jagung dengan menggunakan mesin penggilingdisc milldapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir penggilingan jagung dengan cara kering (Ekafitri 2010) Perendaman selama 3 jam

Pembuangan cairan, penjemuran grits jagung sampai grits tidak terlalu basah

Penggilingan dengandisc millmenggunakan ayakan berukuran 48 mesh

Pengeringan dengan oven pada suhu 50OC selama 2 jam Pengayakan denganvibrating screenmenggunakan saringan 100 mesh

Pengeringan dengan oven pada suhu 50oC selama 2 jam

Tepung jagung 100 mesh

Pembersihan jagung dari biji yang cacat dan benda asing

Penggilingan I dengandisc millmenggunakan ayakan berukuran 10 mesh

Gritsjagung Tepung kasar

(14)

11 Menurut Duensing (2003), metode penggilingan kering dapat dibagi menjadi tiga metode penggilingan, yaitu metodefull fat,bolted,dantempered degermed. Hasil penggilingan dari ketiga metode ini memiliki perbedaan sedikit dalam karakteristiknya. Ketiga metode ini diawali dengan proses yang sama, yaitu pembersihan jagung. Penggilingan dengan metode full fatmenghasilkan produk yang mengandung seluruh lemak yang ada pada biji jagung. Karena hampir seluruh komponen lemak pada jagung berada di dalam lembaga (germ), maka proses penggilingan ini seringkali disebut dengan penggilingan tanpa proses degerming. Maka penggilingan dengan gerinda ataumillstonesdigunakan untuk menggiling jagung. Sejumlah kecil kulit atau bran dengan ukuran yang besar dipisahkan dengan pengayakan, yang menghasilkanfull-fat corn meal.

Untuk metode bolted milling, proses pengayakan digunakan untuk memisahkan partikel lain yang lebih besar seperti kulit, tip cap, dangerm, dari jagung yang digiling. Untuk metode ini, lebih umum digunakan roller mill atau hammer mill dibandingkan dengan menggunakan

millstones untuk menggiling biji jagung. Proses penggilingan diikuti dengan tahap pengayakan atau bolting, dimana germ dan kulit dipisahkan. Atau dapat digunakan juga aspirator untuk memisahkangermdan kulit, yang akan menghasilkanbolted corn meal.

Sementara untuk metodetempering-degerming milling, menggunakan penambahan air ke biji jagung atau disebut proses tempering untuk membantu proses degerming. Selanjutnya dilakukan prosesdegerminating, yang menghasilkan endosperma yang berukuran besar pada suatu penampung dangerm, kulit, serta endosperma dengan ukuran lebih kecil yang melewati dinding perforasi pada degerminator. Untuk bagian endosperma berturut-turut dilakukan proses pengeringan, pendinginan, aspirasi, pemisahan densitas ataudensity separating, dan prosessizing

untuk memproduksi flakinggritsdangritskasar. Bagian-bagian sisa dari proses ini dimasukkan ke dalamroller millsuntuk pengecilan ukuran ke dalam fraksi yang lebih kecil, termasukgrits, fine grits, meals, dan tepung jagung (Duensinget al2003).

2.5.2 Proses Penggilingan Jagung Metode Basah

Berbeda dengan penggilingan kering, penggilingan basah dilakukan karena fraksinasi jagung dilakukan secara basah menggunakan air atau pelarut. Umumnya, penggilingan basah ditujukan untuk menghasilkan pati jagung. Proses penggilingan jagung secara basah dapat dilihat pada Gambar 4. Jagung yang telah dibersihkan akan mengalami proses fraksinasi untuk memisahkan komponen kimia jagung. Jagung akan dipisahkan dari lembaganya (germ) dengan menggunakan air rendaman steep water (cairan yang digunakan dalam penggilingan basah dan dapat digunakan ulang). Setelah lembaga dipisahkan, sisa jagung kemudian mengalami proses penggilingan, penyaringan, dan sentrifugasi untuk memisahkan butir pati jagung dari bahan lainnya seperti protein dan serat. Pati jagung selanjutnya dimurnikan dan dikeringkan untuk dijual sebagai bahan pangan yang dikenal sebagai tepung maizena untuk kue atau berbagai produk pangan lainnya (Tangendjaja 2007).

Pati jagung juga dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan gula yang dikonversikan menjadi high fructose corn syrup sebagai pemanis minuman ringan berkarbonat. Dalam proses sentrifugasi untuk memisahkan pati akan menghasilkan produk samping corn gluten meal yang mengandung protein jagung, dapat mencapai lebih dari 60% yang berguna untuk pakan. Proses perendaman juga dapat digunakan air yang telah ditambahkan SO2, dengan konsentrasi tertentu

(0,12-0,2%) selama 22-50 jam (umumnya 30-36 jam) pada suhu 52oC. Penggunaan SO2 sangat

penting karena SO2sebagai agen pereduksi mampu memecah ikatan disulfida pada matriks protein

(15)

12 Jagung

Minyak Jagung

Pati dan gula pemanis

Corn gluten meal

Corn germ meal

Corn gluten feed

Condensed fermented extractive

Pembersihan

Tangki step

Penguapan stepwater

Pemisahan lembaga

Pencucian pati

Ekstraksi lembaga

Penggilingan

Pencucian saringan

Pemisahan sentrifugasi

menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Asam laktat yang dihasilkan bakteri tersebut, dapat meningkatkan pelunakan biji, melarutkan protein endosperma, dan melemahkan dinding sel endosperma. Asam laktat juga membantu pemisahan pati, dan meningkatkan jumlah pati yang dihasilkan (Johnson 2003).

Gambar 4. Proses penggilingan jagung dengan cara basah (Tangendjaja 2007) Steepwater

(16)

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah grits jagung kuning, akuades, dan kapur tohor Ca(OH)2 untuk perlakuan pengkondisian. Bahan yang diperlukan untuk analisis antara

lain HCL, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, indikator metil merah dan biru.

Alat-alat yang digunakan adalah disc mill, pengayak berukuran 60 mesh dan 80 mesh, kuas, timbangan, wadah penampung, cabinet dryer, oven pengering, cawan aluminium, sendok, desikator, sudip, tanur pengabuan, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, cawan porselin, neraca digital, kantung plastik, dan alat-alat gelas.

3.2

Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di F Technopark dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dan dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan Oktober 2012.

3.3

Metode Penelitian

Metode penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan tepung jagung dengan penambahan air, dan tahap kedua, pembuatan tepung jagung dengan penambahan larutan Ca(OH)2. Kemudian dilakukan analisis terhadap rendemen pengayakan, warna, reologi, dan

proksimat dari masing-masing tahap pembuatan tepung.

3.3.1 Pembuatan Tepung Jagung Dengan Penambahan Air

Pembuatan tepung jagung dengan penambahan air dilakukan dengan menambahkan sejumlah air pada grits jagung dengan konsentrasi tertentu. Taraf persentase jumlah air yang ditambahkan adalah 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% dengan waktu pengkondisian 24 jam.Gritsjagung yang telah dicuci bersih, ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian ditambahkan air sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengadukan agar air yang ditambahkan tersebar merata. Kemudian grits

dimasukkan ke dalam kantung plastik dan di tutup untuk menghindari proses penguapan dan agar air dapat meresap ke dalam jagung. Jagung didiamkan sesuai dengan waktu pengkondisian yaitu 24 jam.

(17)

14 Tepung jagung

Pengayakan 60 mesh Tepung jagung

< 60 mesh

Tepung jagung 60 mesh

Pengayakan 80 mesh

Tepung jagung 80 mesh Tepung jagung

< 80 mesh

Pencampuran dan pengadukan Grits jagung

Pengkondisian (selama 24 jam)

Penepungan denganpin disc mill

Pengeringan dengan sinar matahari Penambahan air 10%, 15%, 20%,

25%, dan 30%

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan tepung jagung dengan penambahan air

3.3.2 Pembuatan Tepung Jagung Dengan Penambahan Larutan Ca(OH)

2

Pembuatan tepung jagung dengan penambahan larutan Ca(OH)2 dilakukan dengan

menambahkan sejumlah larutan Ca(OH)2 pada grits jagung dengan konsentrasi tertentu. Taraf

persentase jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 0%, 0.33%, 0.5%, dan 1.0% dengan

(18)

15 Tepung jagung

Pengayakan 60 mesh Tepung jagung

< 60 mesh

Tepung jagung 60 mesh

Pengayakan 80 mesh

Tepung jagung 80 mesh Tepung jagung

< 80 mesh

Pencampuran dan pengadukan Grits jagung

Pengkondisian (selama 24 jam)

Penepungan denganpin disc mill

Pengeringan dengan sinar matahari Penambahan larutan Ca(OH)20%,

0,33%, 0,5%, dan 1,0%

Gritsjagung yang telah dicuci bersih, ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian ditambahkan larutan Ca(OH)2 sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengadukan agar larutan yang

ditambahkan tersebar merata. Kemudian grits dimasukkan ke dalam kantung plastik dan di kemas untuk menghindari proses penguapan dan agar air dapat meresap ke dalam jagung. Jagung didiamkan sesuai dengan waktu pengkondisian yaitu 24 jam.

Selanjutnya dilakukan proses penepungan dengan menggunakan pin disc mill, dikeringkan selama 2 jam, dan diayak dengan mesin pengayak bertingkat tipe RO-TAP model RX-29 menggunakan ayakan berukuran 60 mesh dan 80 mesh dan ditimbang dari masing-masing ayakan. Waktu yang digunakan untuk mengayak masing-masing adalah 15 menit. Proses pembuatan tepung jagung dengan penambahan larutan Ca(OH)2dapat dilihat pada Gambar 6.

(19)

16

3.4

Rancangan Percobaan

3.4.1 Rancangan Percobaan Pengkondisian Dengan Penambahan Air

Rancangan percobaan yang digunakan pada proses pengkondisian dengan penambahan air adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor (penambahan air) dengan ulangan yang dilakukan dua kali. Faktor perlakuan beserta tarafnya yaitu :

Faktor A : Persentase jumlah air yang ditambahkan A1 : 10%

A2 : 15% A3 : 20% A4 : 25% A5 : 30%

Model persamaannya adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ai + ij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, dan ulangan ke-j µ : Nilai tengah umum

Ai : Pengaruh persentase jumlah air yang ditambahkan pada taraf ke-i ij : Galat percobaan

3.4.2 Rancangan Percobaan Pengkondisian Dengan Penambahan Larutan

Ca(OH)

2

Rancangan percobaan yang digunakan pada proses pengkondisian dengan penambahan larutan Ca(OH)2adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor (penambahan Larutan Ca(OH)2) dengan

ulangan yang dilakukan dua kali. Faktor perlakuan beserta tarafnya yaitu :

Faktor A : Persentase jumlah larutan Ca(OH)2yang ditambahkan

A1 : 0% A2 : 0,33% A3 : 0,5% A4 : 1,0%

Model persamaannya adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ai + ij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i, dan ulangan ke-j µ : Nilai tengah umum

Ai : Pengaruh persentase jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan pada taraf ke-i

(20)

17

3.5

Metode Analisis

3.5.1 Analisis Sifat Fisik

a. Rendemen

Rendemen tepung jagung ditentukan dengan persamaan berikut:

Rendemen (%) =

× 100

b. Analisis Warna Metode Hunter (Hutching 1999)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-310. Sampel ditempatkan pada wadah yang transparan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70), untuk warna kuning, b- = 0-(-070) untuk warna biru).

c. Sifat Reologi Adonan Menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA)

Analisis terhadap sifat reologi adonan dilakukan dengan menggunakan RVA Tec Master Newport Scientific Pty.Ltd, Warriewood-Australia. Alat RVA diatur menggunakan standar 2 yaitu standar yang digunakan untuk pengukuran sampel produk berupa pati. Sebelum dilakukan pengkuran dengan RVA, kadar air sampel harus diukur terlebih dahulu. Sejumlah sampel dan air destilata ditimbang dan dimasukkan ke dalam canister. Jumlah sampel dan air destilata ditentukan oleh program pada alat RVA sesuai dengan kadar air sampel. Selanjutnya, campuran tersebut diaduk menggunakan paddle plastik hingga bercampur sempurna untuk menghindari pembentukan gumpalan sebelum dimasukkan ke dalam RVA.

Sampel kemudian dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis. Selanjutnya, dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan. Sampel dipanaskan hingga suhu 50oC. Kemudian sampel dipanaskan lagi dari suhu 50oC hingga suhu 95oC dengan kecepatan 6oC/menit lalu suhu 95oC dipertahankan selama 5 menit. Sampel didinginkan kembali hingga suhu 50oC dengan kecepatan 6oC/menit, dan dipertahankan selama 3 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas pasta panas atau trough viscosity, perubahan viskositas selama pemanasan atau viskositasbreakdown, viskositas pasta dingin ataufinal viscosity, dan perubahan viskositas selama pendinginan atau viskositassetback.

3.5.2 Analisis Sifat Kimia

a. Kadar Air (AOAC 2006)

(21)

18 Kadar air (%bb) = ( )

× 100

Kadar air (%bk) = (% )

( (% )

× 100

Dimana:

a = berat cawan (g) b = berat sampel awal (g)

c = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g)

b. Kadar Abu (AOAC 2006)

Cawan porselen yang dipersiapkan untuk pengabuan dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a). Sampel dengan bobot tertentu (b) ditimbang ke dalam cawan yang telah dikeringkan tersebut, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu berserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (c). kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar abu (%bb) = ( )

× 100%

Kadar abu (%bk) = (% )

(% )

× 100%

Dimana:

a = berat cawan (g) b = berat sampel awal (g)

c = berat cawan dan sampel yang telah diabukan (g)

c. Kadar Protein (AOAC 2006)

Sebanyak 0,1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya contoh didihkan sampai cairan

jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.

Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3jenuh dan 2-4 tetes

indikator (campuran 2 bagian 0,2% metilen red dan 1 bagian 0,2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga

diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan :

(22)

19 Keterangan :

Fk : Faktor konversi (6,25 untuk tepung dan mi) Kadar protein (%bk) = (% )

(% ) x 100 d. Kadar Lemak (AOAC 2006)

Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (a). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (b) ditimbang lalu dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxlet secukupnya dan dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan hingga berat konstan dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang (c). Kadar lemak contoh dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar lemak (%bb) =

× 100%

Kadar lemak (%bk) = (% )

(% )

× 100%

Dimana:

a = berat labu lemak (g) b = berat sampel awal (g)

c = berat labu lemak dan sampel yang telah dikeringkan (g)

e. Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung secara by difference dengan mengunakan persamaan berikut: Kadar karbohidrat (%bb) = 100% − ( + + + )

Dimana: a = kadar air (g) b = kadar abu (g) c = kadar lemak (g) d = kadar protein (g)

Kadar karbohidrat (%bk) = (% )

(% )

× 100

3.6

Metode Analisis Data

(23)

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Proses Pengkondisian Grits Jagung

Proses pengkondisiangritsjagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH)2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung jagung pada penelitian

ini adalah jagung kuning yang telah mengalami pemisahan lembaga, kulit, dantip capatau yang biasa disebut sebagai gritsjagung. Secara umum pembuatan tepung jagung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penggilingan basah dan penggilingan kering. Pada penelitian ini digunakan proses penggilingan kering. Menurut Duensing (2003), metode penggilingan kering dapat dibagi menjadi tiga metode penggilingan, yaitu metode full fat,bolted, dan tempered degermed. Tempered degermed

paling umum dilakukan, dengan cara memisahkan bagian endosperma kemudian digiling, dikeringkan, dan diayak. Proses ini menghasilkan tepung jagung dengan ukuran paling halus (Hansen 2004).

Perlakuan pengkondisian meliputi jumlah penambahan air yang ditambahkan dan waktu pengkondisian. Jumlah air yang ditambahkan adalah sebesar 10%, 15 %, 20 %, dan 25 %, dan 30% dari berat grits jagung, sedangkan jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan adalah 0%, 0,33%,

0,5%, dan 1,0% dari berat grits jagung. Waktu pengkondisian dilakukan selama 24 jam. Pertama-tama,gritsjagung yang telah dicuci bersih, ditimbang sebanyak 600 gram, kemudian ditambahkan air dan larutan Ca(OH)2 sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya dilakukan pengadukan agar air yang

ditambahkan tersebar merata. Kemudian gritsjagung dimasukkan ke dalam kantung plastik dan di kemas untuk menghindari proses penguapan serta agar air dapat meresap ke dalam grits jagung. Jagung didiamkan sesuai dengan waktu pengkondisian yaitu 24 jam.

Pada awal penambahan, air banyak terkumpul di permukaan biji kemudian seiring berjalannya waktu, air mulai masuk ke dalam biji jagung. Air masuk melalui komponentip capbiji, kemudian air secara cepat melewatitube cellsdari perikarp menuju ke bagian atas biji dengan gaya kapiler. Secara perlahan-lahan, air berdifusi dariseed coatdanaleuronke dalam lembaga dan endosperma biji jagung (Laria 2005). Dengan masuknya air ke dalam endosperma biji, endosperma menjadi lunak dan biji menjadi mudah untuk digiling.

Penambahan Ca(OH)2 akan menghancurkan perikarp dari biji jagung dan kemudian akan

terbuang selama pencucian. Penambahan Ca(OH)2 juga akan mengurangi jumlah mikroba,

memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung (Susila 2005). Menurut Laria (2007), penambahan larutan Ca(OH)2ini mampu mendegradasi dan melarutkan komponen dinding sel dari

biji jagung sehingga memudahkan pelepasan perikarp dan melunakkan komponen endosperma biji jagung. Selain itu, penambahan larutan Ca(OH)2ini juga meningkatkan difusi air dan ion kalsium ke

dalam biji. Larutan Ca(OH)2 juga mampu merusak ikatan yang mempertahankanhemiselosadi dalam

dinding sel dan memudahkan proses pelepasan perikarp dari biji jagung. (Mcdonough 2001).

Gritsjagung yang telah dilakukan pengkondisian segera dilakukan proses penepungan. Proses penepungan dilakukan dengan menggunakan pin disc mill. Kemudian hasil penggilingan dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 jam. Tepung jagung yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen penggilingan yang dihasilkan. Tabel 5 menunjukkan rendemen penggilingan yang dihasilkan dari penggilingangritsjagung dengan proses pengkondisian air dan Ca(OH)2.

(24)

21 menggunakan ayakan 80 mesh. Dari hasil pengayakan ini didapatkan empat hasil pengayakan yaitu hasil pengayakan 60 mesh, kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Waktu yang digunakan untuk mengayak masing-masing adalah 15 menit.

Tabel 5. Rendemen penggilingan tepung dengan pengkondisian menggunakan air dan Ca(OH)2

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rendemen penggilingan tepung jagung yang dihasilkan dari proses pengkondisian air dan Ca(OH)2lebih dari 50%. Jumlah penggilingan tepung yang dihasilkan

dari pengkondisian dengan menggunakan air 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30% berturut-turut adalah 85,26%, 85,52%, 83,25%, 85,21%, dan 87,19% sedangkan pengkondisian menggunakan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 0%, 0,33%, 0,5%, dan 1,0% berturut-turut adalah 79,71%, 78,67%, 84,11%, dan 83,53%. Perbedaan rendemen tepung jagung yang dihasilkan ini disebabkan karena banyaknya tepung yang tercecer pada saat pengeringan maupun pada saat pengemasan.

4.2

Rendemen Pengayakan Tepung Jagung Dengan Penambahan Air

Perhitungan rendemen dilakukan terhadap hasil pengayakan kurang dari 60 mesh (<60 mesh), 80 mesh dan kurang dari 80 mesh (<80 mesh). Hasil pengayakan kurang dari 80 mesh sama dengan hasil pengayakan 60 mesh.

Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 4) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 60 mesh, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen pengayakan tepung jagung dengan ukuran 60 mesh. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 4) perlakuan dengan penambahan air 10%, dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga penambahan air 20, 25% dan 30%, menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%.

Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA ( lampiran 5) terhadap rendemen pengayakan tepung jagung 80 mesh menunjukkan bahwa perlakuan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh nyata (p<0.05) pada taraf signifikansi 5%, terhadap rendemen penepungan. Menurut uji lanjut duncan (lampiran 5) perlakuan dengan penambahan air 10% dan 15% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan penambahan air 20%, 25, dan 30% menghasilkan rendemen pengayakan yang tidak berbeda nyata. Sedangkan penambahan air 10% dan15%, menghasilkan rendemen pengayakan berbeda nyata dengan penambahan air 20%, 25% dan 30%.

Perlakuan Rendemen Penggilingan (% basisgritsjagung awal) Penambahan Air

Air 10% 85,26 Air 15% 85,52 Air 20% 83,25 Air 25% 85,21 Air 30% 87,19 Penambahan Ca(OH)2

Ca(OH)20% 79,71

Ca(OH)20,33% 78,67

Ca(OH)20,5% 84,11

(25)

22 Dari Gambar 7, diperlihatkan bahwa semakin banyaknya penambahan air rendemen tepung yang dihasilkan dengan pengayakan 60 mesh akan semakin berkurang sedangkan rendemen tepung yang dihasilkan dengan pengayakan 80 mesh akan semakin bertambah. Hal ini disebabkan semakin banyaknya penambahan air maka semakin banyak air yang terserap ke dalamgritsjagung. Semakin banyaknya air terserap ke dalam grits, membuat gritsmenjadi semakin lunak, grits menjadi lebih mudah untuk digiling dan tepung yang dihasilkan akan lebih halus.

Semakin banyaknya penambahan air, tepung jagung yang dihasilkan akan semakin halus. Semakin halus ukuran tepung maka partikel tepung yang lolos melewati ayakan berukuran besar (60 mesh) akan semakin sedikit sedangkan partikel tepung yang lolos melewati ayakan berukuran kecil (80 mesh) akan semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya rendemen pengayakan yang dihasilkan dengan pengayakan 80 mesh dan semakin menurunnya rendemen pengayakan yang dihasilkan dengan pengayakan 60 mesh.

Gambar 7. Pengaruh pengkondisian air terhadap rendemen pengayakan tepung jagung Waktu pengkondisian juga berpengaruh terhadap rendemen penepungan. Waktu pengkondisian pada penelitian ini adalah 24 jam. Menurut Kweon (2009), waktu pengkondisian selama 24 jam mampu memberikan rendemen tepung lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pengkondisian selama 3 jam. Semakin lama waktu pengkondisian, kadar air biji juga semakin meningkat sehingga membuat biji menjadi lebih lunak dan proses penggilingan menjadi lebih mudah. Waktu pengkondisian selama 18 jam mampu meningkatkan kadar air awal biji jagung menjadi 24% (Patet al. 1996).

4.3

Rendemen Pengayakan Tepung Jagung Dengan Penambahan Ca(OH)

2

Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA dan uji lanjut duncan (lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan jumlah larutan Ca(OH)2 yang ditambahkan tidak berbeda nyata (p>0.05) pada taraf

signifikansi 5% terhadap rendemen pengayakan tepung jagung dengan ukuran 60 mesh. Hasil pengaruh pengkondisian dengan penambahan jumlah larutan Ca(OH)2terhadap rendemen pengayakan

dapat dilihat pada Gambar 8.

43,17%b 43,28%b

21,52%a

20,09%a 21,27%a

11,11%a 11,84%a

43,62%b

51,76%b 54,69% b 0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00%

Air 10% Air 15% Air 20% Air 25% Air 30%

(26)

23 Gambar 8. Pengaruh pengkondisian larutan Ca(OH)2terhadap rendemen pengayakan tepung

jagung

Rendemen tertinggi pada tepung jagung yang diayak 80 mesh adalah tepung yang tidak ditambahkan (larutan 0%) CaOH2(61,91%). Namun, berdasarkan hasil uji one-way ANOVA dan uji

lanjut duncan ( lampiran 7), menunjukkan bahwa nilai rendemen tidak berbeda nyata (p>0.05) pada taraf signifikansi 5% dengan rendemen tepung yang ditambahkan larutan Ca(OH)20,33% (56,10%),

larutan CaOH20,5% (55,15%), dan larutan CaOH21,0% (57,95%).

4.4

Warna Tepung Jagung

Warna tepung jagung diamati secara kuantitatif menggunakan Chromameter CR-200 dengan metode Hunter akan memberikan tiga nilai pengukuran yaitu L, a, dan b. Nila L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur, maka nilai L akan mendekati 100. Sebaliknya semakin gelap sampel, nilai L akan mendekati 0. Nilai a merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran merah-hijau. Bila a bernilai positif, sampel cenderung berwarna merah. Sebaliknya, bila a bernilai negatif, sampel cenderung berwarna hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru. Bila b bernilai positif, sampel cenderung berwarna kuning dan bila b bernilai negatif maka sampel cenderung berwarna biru (Hutching 1999). Hasil pengukuran warna pada tepung jagung proses pengkondisian dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6. Hasil pengukuran warna pada tepung jagung dengan proses pengkondisian air

17,26%a 20,14%

a 20,90%a

19,08%a

61,91%a

56,10%a 55,15%a 57,95%a

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00%

Ca(OH)2 0% Ca(OH)2

0,33% Ca(OH)2 0,5% Ca(OH)2 1,0% Re n d em en P en g a y a k a n

Penambahan Ca(OH)2

60 mesh

80 mesh

Penambahan Air

Nilai Hunter

L a b

(27)

24 Tabel 7. Hasil pengukuran warna tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2

Penambahan Ca(OH)2

Nilai Hunter

L a b

0% 60,13 ± 0,04b +1,96 ± 0,01d +17,34 ± 0,18a 0,33% 59,71 ± 0,01a +1,65 ± 0,00c +17,55 ± 0,43ab 0,5% 59,61 ± 0,28a +1,51 ± 0,04b +18,16 ± 0,07bc 1,0% 59,52 ± 0,11a +1,39 ± 0,01a +18,34 ± 0,06c

Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 6, tingkat kecerahan tepung semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi air yang ditandai dengan semakin meningkatnya nilai L. Penambahan air 25% dan 30%, menghasilkan nilai L paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan dengan penambahan air 25% dan 30% ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan dari tepung jagung yang ditandai dengan tingginya nilai L. Menurut Singh (2009), nilai L akan semakin meningkat dengan semakin halusnya tepung dan ukuran partikel yang semakin meningkat.

Berdasarkan Tabel 6, nilai a dan b masing-masing mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya konsentrasi air. Nilai a yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna merah yang semakin berkurang sedangkan nilai b yang semakin menurun menunjukkan intensitas warna kuning yang semakin menurun. Penambahan air 25% dan 30% masing-masing memberikan nilai a dan b yang semakin menurun. Dengan penambahan air 25% dan 30%, ukuran tepung yang dihasilkan semakin halus yang ditandai dengan semakin besarnya nilai rendemen dari masing-masing pengayakan. Semakin halus ukuran tepung, maka nilai a dan b akan semakin berkurang (Singh 2009).

Berdasarkan Tabel 7, sampel tepung dengan pengkondisian menggunakan Ca(OH)2memiliki

nilai L yang semakin menurun dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH)2dan nilai b yang

semakin meningkat yang berarti dengan penambahan Ca(OH)2, tepung jagung yang dihasilkan

menjadi semakin berwarna kuning. Menurut Dedeh (2004), nilai L dari jagung yang dilakukan dengan perlakuan alkali akan semakin menurun dengan bertambahnya konsentrasi alkali. Sampel dengan warna yang semakin gelap (nilai L rendah) memliki nilai pH yang semakin meningkat yang dihasilkan dari banyaknya jumlah alkali yang diserap. Semakin meningkatnya konsentrasi Ca(OH)2, akan

semakin meningkatkan warna kuning dari tepung jagung (Dorado 2008).

4.5

Sifat Reologi Tepung Jagung

Karakterisasi sifat fungsional tepung diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang potensi penggunaannya pada proses pengolahan komersial. Menurut Sira (2000) karakterisasi sifat fungsional yang penting dapat dilihat adalah melalui profil gelatinisasinya. Pengukuran profil gelatinisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Brabender Visco-amilograph, Rapid Visco Analyzer (RVA), dan Rotational Viscometers (Singhet al2003).

(28)

25 viskositas breakdown, dan viskositas setback. Data hasil pengukuran sifat amilografi tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9.

Tabel 8. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Air

Penambahan Air

Suhu Gelatinisasi

(oC)

Viskositas Puncak (cP) Viskositas Panas (cP) Viskositas Breakdown (cP) Viskositas Dingin (cP) Viskositas Balik (cP) 10% 79,90b 1873,50a 1597,00a 276,50a 3844,50a 2247,50a 15% 79,95b 2013,50a 1687,50ab 326,00a 3938,00a 2250,50a 20% 76,08a 2658,50b 1817,50b 841,00b 4369,50bc 2552,00b 25% 75,25a 3196,00c 2006,50c 1189,50b 4572,00c 2565,50b 30% 75,48a 2804,00bc 1793,50b 1010,50b 4041,00ab 2247,50a

Tabel 9. Sifat amilografi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2

Keterangan: angka yang dikuti huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf 5%

a) Suhu gelatinisasi

Suhu gelatinisasi atau pasting temperature (PT), menunjukkan suhu awal meningkatnya viskositas pati saat dipanaskan atau awal terjadinya gelatinisasi. Suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 75,25-79,90oC (Tabel 8). Proses pengkondisian dengan penambahan air ternyata menurunkan suhu gelatinisasi dari tepung jagung. Namun penurunan itu baru terjadi pada pengkondisian dengan penambahan air 20%. Hal ini disebabkan dengan penambahan air yang semakin banyak, endosperm dari grits jagung menjadi lebih mudah untuk dihancurkan pada proses penggilingan sehingga tepung yang dihasilkan menjadi lebih halus. Menurut Muhandri (2007), bahwa semakin besar ukuran tepung, maka semakin tinggi pula suhu gelatinisasi.

Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga waktu yang digunakan untuk memulai proses gelatinisasi menjadi lebih singkat dan suhu yang dibutuhkan untuk gelatinisasi akan semakin berkurang. Suhu gelatinisasi yang rendah akan menguntungkan karena mampu menghemat energi pemasakan.

Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2berkisar antara 74,08-75,50oC. Dari Tabel 9, proses pengkondisian Ca(OH)2

menghasilkan nilai suhu gelatinisasi yang semakin berkurang dengan semakin bertambahnya konsentrasi Ca(OH)2. Kenaikan suhu gelatinisasi baru terjadi pada proses pengkondisian dengan

Ca(OH)2sebesar 0,5%. Pembentukan inklusi antara lemak dan amilosa terjadi pada saat gelatinisasi

setelah amilosa keluar. Menurut Aini (2010) pada saat amilosa keluar dari granula selama proses Penambahan

Ca(OH)2

Suhu Gelatinisasi

(oC)

(29)

26 gelatinisasi, lemak membentuk kompleks dengan amilosa tersebut, kemungkinan di permukaan granula dan menghambat pengembangan sehingga suhu gelatinisasi meningkat.

b) Viskositas puncak

Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan pati tergelatinisasi. Viskositas puncak merupakan kriteria yang dipakai untuk melihat kemampuan suatu tepung atau pati dalam mempertahankan granulanya akibat proses pemanasan. Dari Tabel 8, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian air berkisar antara 1873,50-3196 cP. Proses pengkondisian air hingga taraf 25% secara signifikan mampu meningkatkan viskositas puncak dari suspensi tepung jagung. Namun demikian penambahan air yang semakin tinggi (30%) cenderung menurunkan kembali viskositas puncak tersebut (Tabel 8). Proses pengkondisian air hingga taraf 25% mampu menghasilkan ukuran tepung yang halus. Semakin halus dan semakin seragamnya ukuran tepung, proses gelatinisasi terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga nilai viskositas maksimum tepung dengan ukuran lebih kecil (halus) akan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung kasar (Muhandri 2007). Hal ini juga diungkapkan oleh Fonseca (2009), yang menyatakan bahwa ukuran partikel yang semakin kecil menghasilkan nilai viskositas puncak yang lebih tinggi sedangkan ukuran partikel berukuran kasar menghasilkan nilai viskositas yang lebih rendah.

Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas pucak tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 2611,50-2916,00 cP. Nilai viskositas puncak mengalami

penurunan pada pengkondisian Ca(OH)2 0,5%, dan cenderung tetap nilainya hingga pengkondisian

Ca(OH)2 1,0%. Penurunan nilai viskositas puncak ini dijelaskan juga oleh Karimet al (2007) yang

melaporkan terjadinya penurunan nilai viskositas puncak pada pati yang diberi perlakuan alkali. Pati yang diberi perlakuan alkali, daerah amorf yang mengandung amilosa sebagian besar dirusak oleh perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula. Dengan lemahnya struktur granula, maka granula tidak mampu mempertahankan kapasitas pembengkakan maksimum sehingga viskositas puncak semakin menurun.

c) Viskositas panas dan breakdown

Viskositas panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95oC. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui kemampuan granula pati dalam mempertahankan diri maupun viskositasnya selama pemanasan. Proses pengkondisian baik dengan penambahan air maupun Ca(OH)2, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang tahan terhadap panas selama pemasakan,

maka viskositas panas yang tinggi merupakan hasil yang diharapkan. Breakdown merupakan nilai penurunan ketika suspensi pati dipanaskan pada suhu 95oC. Breakdown menunjukkan stabilitas adonan selama proses pemasakan. Breakdown merupakan selisih antara viskositas puncak dengan viskositas panas.

Viskositas panas tepung jagung dengan penambahan air berkisar antara 1597,00-2006,50 cP danbreakdowntepung jagung berkisar antara 276,50-1189,50 cP. Pada Tabel 8, nilai viskositas panas dan breakdowntepung jagung meningkat seiring dengan penambahan air. Penambahan air mampu meningkatkan tepung jagung yang memiliki partikel yang berukuran kecil sehingga viskositas menjadi meningkat. Semakin kecil ukuran tepung, semakin besar luas permukaan sehingga penyerapan airnya semakin besar (Aini 2010). Hal ini akan meningkatkan nilai dari viskositas panas danbreakdowntepung jagung.

(30)

27 pengembangan granula pati dan mengurangi nilai viskositas (Liang 2003). Menurut Aini (2010) penghilangan protein dari larutan pati menyebabkan pati mempunyai viskositas lebih besar karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang masuk ke granula lebih banyak mengakibatkan peningkatan pengembangan granula sehingga semakin kecil kadar protein semakin besar pengembangan granula yang meningkatkan viskositas panas danbreakdowntepung jagung.

Dari Tabel 9, menunjukkan bahwa viskositas panas dan breakdown tepung jagung dengan proses pengkondisian Ca(OH)2 berkisar antara 159,50-1809,50 cP dan 887,00-1309,00 cP. Proses

pengkondisian tepung jagung dengan Ca(OH)2 mengalami penurunan viskositas namun nilai

penurunan baru terlihat dari proses pengkondisian dengan Ca(OH)20,5%. Hal ini diakibatkan juga

karena adanya pelunakan struktur dari granula pati dengan adanya perlakuan alkali, sehingga menyebabkan lemahnya struktur granula (Karim et al 2007). Dengan lemahnya struktur granula, kestabilan pati selama proses pemanasan menjadi berkurang sehingga mengurangi nilai viskositas.

d) Viskositas dingin dan viskositas balik

Viskositas dingin ataufinal viscosity(FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50oC. Viskositas dingin merupakan parameter yang digunakan untuk melihat perilaku gel dari suatu jenis pati pada kondisi dingin (50oC). Proses pengkondisian dengan penambahan air dan Ca(OH)2

diharapkan mampu menghasilkan pati dengan viskositas dingin yang lebih tinggi. Dengan demikian, penggunaan tepung jagung dengan dengan proses pengkondisian ini diharapkan mampu mencegah terjadinya proses sineresis atau keluarnya air dari matrix gel suatu produk olahan.

Viskositas balik atau setback yaitu selisih nilai viskositas dingin dengan viskositas panas merupakan parameter untuk mengetahui sifat gel. Nilai viskositas balik yang tinggi menunjukkan bahwa gel cenderung mengeras pada akhir proses pemasakan, sehingga produk olahannya tidak mudah hancur. Semakin tinggi nilaisetbackmaka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai setback

menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi.

Nilai viskositas dingin dan setback tepung jagung dengan pengkondisian air berkisar antara 3844,50-4572,00 cP dan 2247,50-2552,00 cP. Dengan semakin bertambahnya konsentrasi air, maka grits jagung menja

Gambar

Gambar 1. Tanaman jagung
Tabel 2. Jenis jagung dan sifat-sifatnya
Gambar 3. Diagram alir penggilingan jagung dengan cara kering (Ekafitri 2010)
Gambar 4. Proses penggilingan jagung dengan cara basah (Tangendjaja 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa interaksi metode pembuatan tepung jagung dan perbandingan tepung jagung dan tepung beras

Waktu fermentasi grits jagung dan ukuran partikel tepung berpengaruh nyata terhadap sifat adonan selama pemanasan yaitu viskositas adonan panas, viskositas panas

Kadar air biskuit semakin tinggi seiring semakin banyak proporsi tepung labu kuning yang ditambahkan, sedangkan semakin banyak proporsi penambahan tepung kacang hijau yang

Penambahan nutrisi tepung jagung dan tepung sorgum masing-masing sebanyak 5% pada komposisi 90% serbuk kayu sengon menunjukkan panjang miselium, kecepatan tumbuh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembuatan tepung jagung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat

Sebagai akibatnya, semakin banyak amilosa yang mampu berperan dalam gelatinisasi tepung sehingga viskositas puncak suspensi tepung jagung menjadi lebih tinggi dibandingkan

Dari Tabel 2 dan 3 dapat dilihat bahwa metode pembuatan tepung jagung dan perbandingan tepung jagung dan tepung beras memberikan pengaruh yang berbeda sangat

Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi persentase subsitusi tepung terigu dengan tepung mocaf maka kadar air semakin menurun, sedangkan kadar pati dan kadar abu cenderung semakin