• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. REKAYASA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN

2. Analisis Sifat Kimia Tepung Sukun

Hasil analisis sifat kimia tepung sukun meliputi kadar karbohidrat (by difference), kadar abu, kadar protein, kadar air dan kadar lemak. Analisis proksimat pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi zat gizi tepung sukun yang dihasilkan. Selain itu juga untuk membandingkan komposisi zat gizinya dengan tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian- penelitian sebelumnya. Hasil analisis proksimat tepung sukun dapat dilihat pada Tabel 11.

Pada Gambar 11 secara keseluruhan dapat dilihat bahwa hasil analisis proksimat untuk semua tepung sukun yang telah diujikan berada pada kisaran yang hampir sama. Selisih yang ada diduga disebabkan perbedaan umur panen dari buah sukun yang digunakan. Menurut Noviarso (2003), analisis proksimat terhadap tepung sukun dari buah sukun dengan empat tingkat umur panen berbeda nyata pada taraf 5%.

Tabel 11. Hasil analisis proksimat tepung sukun

Komponen Komposisi (% bk) Komposisia (% bk) Komposisib (% bk) Komposisic (% bk) Kadar karbohidrat 90.12 88.01 92.43 88.16 Kadar abu 3.83 2.87 3.12 3.89 Kadar protein 4.06 6.12 4.01 6.24 Kadar air 6.32 6.66 10.00 10.37 Kadar lemak 1.99 3.01 0.45 1.72 a Ekawidiasta (2003), b Widowati et al. (2001), c Noviarso (2003) 0 2 4 6 8 10 12 abu protein air lemak

Tepung sukun hasil penelitian Ekawidiasta(2003)

Widowati et al. (2001)

Noviarso(2003)

Gambar 11. Perbandingam hasil proksimat tepung sukun

a. Kadar karbohidrat

Pada tumbuh-tumbuhan karbohidrat merupakan simpanan energi. Bagi manusia karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembentuk berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme normal lemak, menghemat protein, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus, mempertahankan gerak usus (terutama serat), meningkatkan konsumsi protein, mineral dan vitamin B (Karsin, 2004). Dalam bahan pangan, karbohidrat dan turunannya digunakan secara luas dalam industri makanan dan minuman. Pati mempengaruhi beberapa sifat sensori produk pangan misalnya mouthfeel, rasa, penampakan dan struktur (Murphy, 2000). Beberapa jenis

karbohidrat yang bersifat hidrokoloid dapat berfungsi sebagai pengental (saos, sop, es krim, salad dressing), pembentuk gel (kudapan, jam , jelly), pengikat (produk daging olahan), emulsifier (saos, mayonnaise), stabilizer emulsi (minuman), dan masih banyak lagi aplikasi karbohidrat dalam produk pangan (Doublier dan Cuvelier, 1996).

Sebagai bahan pangan yang ingin diajukan sebagai alternatif bahan pangan pokok pengganti/pendamping beras, maka penting untuk diketahui kadar karbohidrat yang dikandung oleh tepung sukun. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan analisis kadar karbohidrat. Karbohidrat pada tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa dan pati. Semakin manis rasa tepung maka kandungan karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana juga semakin tinggi. Kadar karbohidrat juga dapat meningkat dengan adanya air yang menguap karena proses pengeringan.

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian ini maupun penelitian sebelumnya menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 85%. Kadar karbohidrat yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 90.12%. Jika dibandingkan dengan tepung sukun yang dihasilkan oleh Ekawidiasta (2003) dan Noviarso (2003) yang masing- masing berjumlah 88.01% dan 88.16% maka tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian ini dan yang dihasilkan oleh Widowati et al (2001) memiliki kadar karbohidrat yang lebih tinggi. Akan tetapi perbedaan tersebut tidak berada pada kisaran yang sangat jauh.

Perbedaan nilai kadar karbohidrat ayng dihasilkan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah umur buah yang digunakan sebagai bahan baku tepung. Diduga umur buah yang digunakan pada masing-masing penelitian tidak persis sama sehingga memiliki nilai kadar karbohidrat yang berbeda. Menurut Noviarso (2003) berdasarkan hasil analisis ragam, kadar akrbohidrat tepung sukun berbeda nyata pada taraf 0.05% untuk masing-masing umur panen buah. Hal ini berarti umur buah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

kadar karbohidrat tepung. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tepung sukun memiliki kadar karbohidrat yang cukup tinggi sehingga cukup memenuhi syarat untuk direkomendasikan sebagai alternatif pangan pokok pengganti/pendaping beras.

b. Kadar Abu

Abu merupakan zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan sehingga pengabuan sering dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kadar mineral tersebut. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam 2 jenis yaitu garam organik dan garam anorganik. Selain itu mineral bisa juga terdapat dalam bentuk persenyawaan kompleks yang bersifat organik (Sudarmadji et al., 1996).

Kadar abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik (Apriyantono et al., 1989). Kandungan abu suatu bahan tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Berdsasarkan hasil analisis proksimat, diperoleh data bahwa tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar abu sebesar 3.83%. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu tepung sukun yang dihasilkan oleh Widowati et al. (2001) dan Ekawidiasta (2003) yang masing-masing bernilai 3.12% dan 2.87%. Akan tetapi memiliki nilai yang berada pada kisaran yang sama dengan tepung sukun hasil penelitian Noviarso (2003) (lihat Tabel 11). Namun secara umum keempatnya masih berada pada kisaran kadar abu yang tidak terlalu jauh berbeda.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kadar abu suatu bahan dipengaruhi oleh jenis bahannya, dan juga menurut Noviarso (2003) berdasarkan uji statistik diperoleh hasil bahwa kadar abu tepung sukun berbeda nyata terhadap umur panen buah pada taraf 0.05%, maka diduga perbedaan nilai kadar abu ini juga disebabkan oleh perbedaan umur oanen buah sukun yang digunakan sebagai bahan baku tepung.

Selain itu dapat juga disebabkan oleh kontaminasi tanah, udara dan peralatan selama pengolahan.

c. Kadar Protein

Keberadaan protein dalam bahan pangan sangat penting karena protein memegang beberapa peranan penting dalam sistem biologis manusia. Beberapa diantaranya adalah sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur, berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati dan aus terpakai dan lain-lain (Winarno, 1997; Sediaoetama, 2004). Jumlah protein yang tewrkandung dalam bahan makanan sangat menentukan mutu dari bahan pangan tersebut. Selain itu, jumlah protein dalam bahan pangan juga penting untuk diketahui agar dapat disesuaikan dengan jumlah protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh sebab itu pada penelitian ini juga dilakukan analisis kadar protein tepung sukun.

Berdasarkan hasil analisis, tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar protein sebesar 4.06%. Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar protein tepung sukun yang dihasilkan oleh Ekawidiasta (2003) dan Noviarso (2003) yang masing- masing bernilai 6.12% dan 6.24%. Namun berada pada kisaran yang sama dengan tepung sukun hasil penelitian Widowati et al. (2001) yang bernilai 4.01% (lihat Tabel 11). Berdasarkan hasil penelitian Noviarso (2003), kadar protein tepung sukun untuk empat tingkat umur panen berbeda nyata pada taraf uji 0.05%. Hal ini berarti umur panen buah sukun yang digunakan berpengaruh terhadap kadar protein tepung sukun yang dihasilkan. Jadi perbedaan nilai kadar protein dari berbagai hasil penelitian tersebut (Tabel 11) dapat disebabkan perbedaan umur panen dari buah sukun yang digunakan untuk membuat tepung sukun.

Meskipun kadar protein pada tepung sukun tidak tergolong tinggi, namun jika dibandingkan dengan kadar protein tepung umbi lainnya yaitu tepung ubi jalar, ubi kayu, garut, dan kimpul (Tabel 12) maka tepung sukun memiliki kadar protein yang paling tinggi. Akan

tetapi jumlah kadar protein pada tepung bukan merupakan syarat mutu tepung. Meskipun demikian, keberadaannya dalam tepung dapt melengkapi nilai gizinya dan dapat memberi nilai lebih dari bahan tersebut.

Tabel 12. Komposisi kimia tepung sukun, tepung ubi jalar, tepung ubi kayu, tepung garut dan tepung kimpul.

Kadar (%) Komoditi

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

Tepung sukun 6.32 3.83 4.06 1.99 90.12

Tepung ubi jalara 7.80 2.16 2.16 0.83 86.95

Tepung ubi kayua 7.80 2.22 1.60 0.51 87.87

Tepung garutb 7.02 0.31 2.52 1.40 86.87 Tepung kimpulc 6.20 1.28 0.69 1.25 70.73 a Widowati et al. (2001) b Widianingrum (2001) c Indrasti (2004) d. Kadar Air

Pengeringan dalam pembuatan tepung bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan mentah sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan yang disebabkan oleh keberadaan air dalam bahan tersebut dapat dihindari. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), batas kadar air minimum dimana mutu suatu bahan hasil pertanian dapat dipertahankan dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim biasanya mencapai 12-14% basis basah. Maka untuk mendapatkan produk tepung yang awet, kadar air tepung yang dihasilkan sebaiknya dibawah 14%.

Penentuan kadar air adalah hal yang sangat penting dan paling luas penggunaannya dalam pengolahan dan pengujian bahan pangan. Jumlah kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sangat berpengaruh atas susunan presentase zat gizi secara keseluruhan. Kadar air juga berkaitan dengan kestabilan bahan pangan. Kadar air pada dasarnya menyatakan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam bahan pangan. Jumlah air tersebut seringkali berubah-ubah tergantung pada

beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut anatara lain kelembaban udara sekitar yang berkaitan dengan tempat penyimpanan bahan, sifat dan jenis bahan, maupun perlakuan yang telah dialami oleh bahan tersebut.

Hasil analisis kadar air pada tepung sukun yang dihasilkan menunjukkan nilai yang cukup rendah yaitu 6.32% (bk) atau 5.94% (bb). Jolai ini memenuhi batas kadar air minimum yang harus dipenuhi untuk menghidari pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan yaitu dibawah 14% (bb). Hal ini berarti pengeringan pada suhu 60-65oC selama 7 jam sudah cukup untuk dilakukan. Jika dibandingkan dengan tepung sukun ayng dihasilkan Ekawidiasta (2003), maka kadar airnya (bk) berada pada kisaran yang sama dnegan tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian ini. Namun jika dibandingkan dengan kadar air tepung sukun yang dihasilkan Widowati et al. (2001) dan Noviarso (2003) maka kadar air tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian ini lebih kecil (bk).

Perbedaan ini dapat disebabkan oleh proses pengeringan yang berbeda. Cara, waktu, suhu pengeringan sangat berpengaruh singnifikan terhadap jumlah kadar air akhir produk yang dikeringkan. Selain itu, kadar air awal bahan (mentah) juga sangat mempengaruhi kadar air akhir tepung yang dihasilkan. Dengan proses, suhu dan waktu pengeringan yang sama namun kadar air awal bahan (mentah) yang berbeda dapat menghasilkan tepung dengan kadar air yang berbeda pula. Menurut Noviarso (2003), sifat kimia buah dapat mempengaruhi komposisi kimia tepung yang dihasilkan. Semakin tua umur panen buah maka kadar air tepung sukun semakin berkurang. Jadi umur panen buah sukun yang digunakan sebagai bahan baku pembuat tepung juga berpengaruh terhadap kadar air akhir tepung yang dihasilkan.

e. Kadar Lemak

Secara garis besar lemak atau lipid dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu lipid netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid (Ketaren, 1986). Klasifikasi ini berguna untuk membedakan lipid dalam bahan pangan. Bahan pangan mungkin berisi beberapa atau seluruh komponen lemak, tetapi yang paling penting adalah triasilgliserol dan fosfolipid. Lemak merupakan golongan senyawa yang penting terhadap pembentukan aroma makanan atau prekursor yang akan mendegradasi senyawa aroma (Belitz dan Grosch, 1999). Analisis kuantitatif yang akurat dan tepat pada lipid dalam bahan pangan sangat penting untuk label gizi, untuk menetapkan kesesuaian bahan pangan dengan standar, dan untuk mengetahui dan mengerti efek lemak dan minyak pada sifat fungsional dan gizi dari bahan pangan (Ketaren, 1986). Untuk itu pada penelitian ini dilakukan analisis kadar lemak.

Berdasarkan hasil analisis, kadar lemak yang terkandung dalam tepung sukun cukup rendah yaitu hanya 1.99%. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingan dengan kadar lemak tepung sukun hasil penelitian Ekawidiasta (2003) namun masih berada pada kisaran yang sama dengan Widowati et al. (2001) dan Noviarso (2003). Perbedaan umur panen buah merupakan faktor yang mungkin paling berpengaruh pada presentase kadar lemak tepung sukun ini. Semakin tua umur panen buah sukun maka kandungan lemaknya akan semakin menurun. Hal ini disebabkan selama proses pematangan buah sukun getah putih terus- menerus keluar dari permukaan kulit buah. Getah putih ini diperkirakan mengandung lemak (lilin) (Noviarso, 2003).

f. Kadar Serat Makanan

Analisis kadar serat makanan dilakukan untuk mengetahui nilai lebih lain yang dimiliki oleh tepung sukun yang mungkin dapat dieksplorasi dan dikembangkan lebih lanjut. Data hasil analisis serat makanan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil analisis serat makanan (dietary fiber).

Komponen serat makanan Komposisi (%) Insoluble Dietary Fiber 5.23 Soluble Dietary Fiber 8.02 Total Dietary Fiber 13.25

Serat (fiber) dapat dibedakan atas serat kasar (crude fiber) dan serat makanan (dietary fiber). Serat kasar adalah serat tumbuhan yang tidak larut dalam asam (H2SO4 1.25%) dan basa (NaOH 1.25%) (Karsin, 2004). Serat pangan atau dietary fiber didefinisikan sebagai bagian dari komponen bahan pangan nabati yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Definisi ini dapat diperluas lagi sehingga seluruh polisakarida dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia termasuk dalam dietary fiber (Apriyantono et al., 1989). Menurut Schneeman (1987), serat makanan (dietary fiber) didefinisikan sebagai komponen bahan makanan nabati yang penting dimana komponen ini tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pada sistem pencernaan. Serat makanan total terdiri dari komponen serat makanan yang larut seperti gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut air sedangkan komponen serat makanan tidak larut meliputi selulosa, lignin, dan pektat (Karsin, 2004).

Serat bukan zat yang dapat diserap oleh usus, akan tetapi peranannya dalam proses pencernaan sangat penting bahkan pada penderita gizi lebih dapat mencegah/mengurangi resiko penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes dan kanker kolon. Menurut Karsin (2004), serat larut efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu LDL (low density lipoprotein) dan meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein). Serat larut juga bermanfaat bagi penderita diabetes karena serat larut mereduksi absorbsi glukosa dalam usus. Selain itu, serat larut juga membuat cepat kenyang sehingga bermanfaat untuk mengontrol berat badan. Sedangkan serat tidak larut berperan dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi, ambeien, kanker usus besar, infeksi usus buntu.

Lebih lanjut beberapa ahli pangan telah mengungkapkan manfaat fungsional dan nutrisional yang diperoleh dengan menggunakan serat makanan, serat makanan yang larut (soluble fiber) cocok digunakan dalam makanan-makanan cair seperti sup, minuman, dan puding. Sedangkan serat makanan tidak larut (insoluble fiber) biasanya digunakan dalam makanan padat dan produk panggangan (Andon, 1987). Menurut Andon (1987), serat larut telah banyak digunakan sebagai bahan tambahan dan sebagai pengganti senyawa pengental seperti pati, tepung, gula, lemak, pektin untuk pembuatan jam, jelly dan minyak terutama sebagai pengganti pati. Substitusi pati dengan serat larut air ini tidak hanya meningkatkan kadar serat produk akhir, namun juga dapat menurunkan kandungan kalori makanan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka terlihat jelas bahwa serat makanan memiliki peranan yang cukup signifikan dalam metabolisme tubuh manusia dan juga terhadap karakteristik bahan pangan. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan analisis kandungan serat tepung sukun untuk mengetahui potensi dan nilai lebih yang mungkin dapat dikembangkan lebih lanjut. Data hasil analisis serat makanan menunjukkan bahwa tepung sukun memiliki total kadar serat makanan (total dietary fiber) yang cukup tinggi yaitu 13.25 %. Kandungan serat makanan larut (soluble dietary fiber) pada tepung sukun lebih tinggi dibandingkan serat makanan tidak larut (insoluble dietary fiber) yaitu masing-masing sebanyak 8.02% dan 5.23 %.

Data hasil analisis serat tersebut dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya. Melihat kandungan serat makanan larut (soluble dietary fiber) yang lebih tinggi, maka dapat dilakukan analisis kandungan serat makanan larut tersebut sehingga dapat diketahui jenis-jenis polisakaridanya dan dapat diteliti pemanfaatannya lebih lanjut. Selain itu, melihat kadar serat makan total per 100 gram bahan cukup tinggi yaitu 13 gram, maka terdapat potensi untuk membuat produk kaya serat yang menggunakan tepung sukun sebagai bahan bakunya. Misalnya membuat cookies tinggi serat, karena berdasarkan data penelitian yang

dilakukan sebelumnya substitusi tepung sukun dapat mencapai 80-90% dalam pembuatan cookies.

Dokumen terkait