• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 ANALISIS SILANG SETENGAH DIALEL POPULASI CABAI TERHADAP INFESTASI KUTUDAUN MELON

(Aphis gossypii Glover)

Abstrak

Analisis silang dialel adalah salah satu metode dalam pendugaan parameter genetik dalam evaluasi karakter produksi dan ketahanan hama-penyakit. Tujuan penelitian ini ialah menduga parameter genetik ketahanan cabai terhadap infestasi kutudaun melon (A. gossypii) menggunakan analisis setengah dialel (half diallel). Hibrida dialel (F1) dibentuk dari lima kombinasi persilangan tetua cabai yaitu, empat tetua rentan: IPB C3, IPB C4, IPB C5, dan IPB C313 serta satu tetua tahan IPB C20 berdasarkan pengujian antixenosis dan antibiosis sebelumnya (Bab 3). Rancangan percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracah (RKLT) dengan tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri dari enam tanaman. Benih cabai ditumbuhkan hingga menjadi bibit berdaun 4-6 lalu diinfestasikan dengan dua ekor kutudaun tidak bersayap. Infestasi kutudaun dilakukan dalam kotak serangga dan evaluasi terhadap karakter infestasi dilakukan setelah 12 hari infestasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara gen dari lokus yang berbeda (epistasis). Pengaruh dominansi karakter infestasi kutudaun nyata dan lebih besar dibandingkan pengaruh aditif. Gen pengendali sifat ketahanan adalah resesif dengan gen kerentanan overdominan terhadap gen ketahanan. Gen-gen pengendali ketahanan terkonfirmasi berada pada inti sel karena tidak adanya efek maternal. Gen-gen dominan yang menyebabkan kerentanan lebih banyak di dalam populasi tetua dibandingkan gen-gen resesif (gen ketahanan). Nilai heritabilitas arti luas tergolong tinggi akan tetapi nilai heritabilitas arti sempit tergolong sangat rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakter infestasi kutudaun tidak diturunkan secara aditif. Genotipe IPB C20 terklarifikasi sebagai tetua tahan ditandai dengan nilai DGU negatif sedangkan IPB C313 terklarifikasi sebagai tetua rentan dengan nilai DGU positif.

Kata kunci: aditif, dominan, half diallel, heritabilitas, parameter genetik.

Pendahuluan

Kerusakan yang dapat diakibatkan oleh infestasi kutudaun pada tanaman cabai dilaporkan dapat mencapai 56-65% (Fereres et al. 1996). Informasi genetik atau parameter genetik mengenai sifat ketahanan terhadap infestasi diperlukan dalam merakit varietas cabai unggul tahan kutudaun. Pendugaan parameter genetik digunakan dalam rangka mempelajari perilaku genetik dari gen-gen pengendali ketahanan cabai terhadap infestasi kutudaun. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menduga parameter genetik adalah metode silang dialel. Metode silang dialel dikenal sebagai evaluasi genetik yang sistematik dan menyeluruh dalam mengidentifikasi potensi persilangan pada awal generasi (Johnson 1963). Singh dan Chaudhary (1978) membagi persilangan dialel menjadi tiga tipe yaitu, silang penuh dialel (full diallel), silang setengah dialel (half diallel), dan dialel sebagian atau parsial (partial diallel). Beberapa asumsi dijelaskan oleh Hayman (1954) perlu dipenuhi dalam ketiga jenis silang dialel tersebut yaitu: (1) segregasi

tanaman secara diploid atau bertingkah diploid, (2) tidak terdapat perbedaan antara F1 dengan F1R (resiprokal), (3) tidak terjadi epistasis atau interaksi antara gen-gen

yang tidak berada dalam satu alel, (4) tidak terdapat multialel, (5) tetua persilangan homozigot, dan (6) gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua.

Metode persilangan dialel telah digunakan luas pada evaluasi ketahanan penyakit di cabai seperti ketahanan cabai terhadap penyakit cercospora (Nsabiyera

et al. 2013), antraknosa (Syukur 2007), dan hawar phytophthora (Yunianti 2007) akan tetapi hal yang sama belum dilakukan pada evaluasi ketahanan terhadap hama di cabai. Evaluasi ketahanan Alfafa terhadap hama Acyrthosiphon pisum melalui persilangan dialel dilaporkan oleh Bournoville et al. (2001) dan ketahanan jagung terhadap hama Busseola fusca dilaporkan oleh Beyene et al. (2011).

Informasi daya gabung tetua-tetua persilangan dapat diperoleh melalui persilangan dialel. Informasi daya gabung berguna untuk mengidentifikasi tetua- tetua persilangan yang dapat menghasilkan keturunan yang berpotensi tahan hama- penyakit atau hasil yang tinggi. Beyene et al. (2011) melaporkan kemampuan daya gabung tanaman jagung dalam populasi half diallel pada karakter ketahanan terhadap hama Busseola fusca. Informasi lainnya yang dapat diperoleh dari populasi silang dialel adalah pendugaan efek aditif dan dominan. Dengan demikian metode silang dialel menyediakan informasi yang komprehensif untuk menentukan metode perakitan varietas cabai tahan infestasi kutudaun selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi kendali genetik sifat ketahanan cabai (C.annuum L.) terhadap infestasi hama kutudaun A. gossypii.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan April 2014 hingga bulan September 2015. Pembentukan populasi dilakukan di Cibereum, Bogor. Kegiatan skrining ketahanan terhadap kutudaun dilakukan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Bahan Tanaman

Material genetik yang digunakan adalah lima tetua cabai dan sepuluh genotipe hasil persilangan setengah dialel (half diallel), sehingga seluruhnya terdapat 15 genotipe. Genotipe tetua yang digunakan adalah empat tetua rentan IPB C3, IPB C4, IPB C5, dan IPB C313 serta satu tetua tahan IPB C20 berdasarkan pengujian antixenosis dan antibiosis sebelumnya. Lima tetua tersebut masuk dalam spesies Capsicum annuum L.

Pembentukan Populasi Dialel

Lima tetua cabai disilangkan mengikuti model persilangan dialel metode ke-2 Griffing (half diallel) dengan rumus [½ P (P+1)] dimana tetua dan F1 (hibrida) disertakan tanpa resiprokalnya (Christie & Shattuck 1992). Berikut disajikan skema persilangan dialel yang dipergunakan (Tabel 11). Skiring ketahanan terhadap kutudaun menggunakan metode choice test. Pemeliharaankutudaun (rearing) dan infestasi kutudaun dilakukan seperti halnya pada percobaan skrining galur-galur tetua sebelumnya.

Tabel 11 Skema persilangan half diallel lima galur murni cabai

IPB C3 IPB C4 IPB C5 IPB C20 IPB C313

IPB C3  3 x 4 3 x 5 3 x 20 3 x 313 IPB C4  5 x 4 4 x 20 4 x 313 IPB C5  5 x 20 5 x 313 1PB C20  20 x 313 IPB C313  1)

Silang dalam (selfing)

Ketahanan Populasi Setengah Dialel terhadap Infestasi Kutudaun

Percobaan skrining kutudaun pada populasi setengah dialel (half diallel) dilakukan untuk mendapatkan informasi parameter genetik, daya gabung umum, serta efek heterosis terhadap infestasi kutudaun pada tanaman cabai. Benih cabai di semai pada media tanam berbahan campuran tanah, serabut kelapa (coco peat), dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 lalu diisikan ke dalam tray bersel 72 lubang. Benih ditumbuhkan hingga menjadi bibit berdaun 4-6. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal yaitu, genotipe. Jumlah genotipe yang digunakan ialah sebanyak 15 genotipe (5 tetua dan 10 hibrida) dengan tiga ulangan sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas enam tanaman. Metode infestasi yang dilakukan adalah metode choice test. Infestasi kutudaun diberikan sebanyak dua ekor kutudaun tidak bersayap per bibit cabai dan dilakukan di dalam kotak berjaring kedap serangga. Evaluasi dilakukan setelah 12 hari infestasi. Metode pengamatan serupa dengan percobaan choice test Bab 3.

Analisis Data Pendekatan Hayman

Parameter genetik sifat ketahanan cabai terhadap infestasi kutudaun dilakukan melalui analisis persilangan dialel menggunakan pendekatan Hayman (Singh & Chaudhary 1979). Berikut komponen parameter genetik yang dihitung dari pendekatan Hayman:

a) Analisis Ragam

Populasi dialel dianalisis menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan melalui model statistik:

Yijkl = m + Tij + bk + (bT)ijk + eijkl

Keterangan

Yijkl : nilai pengamatan pada kombinasi persilangan i x j dalam k ulangan m : nilai tengah umum genotipe

Tij : pengaruh kombinasi persilagan i × j bk : pengaruh ulangan ke-k

(bT)ijk : pengaruh interaksi

Tabel 12 Sidik ragam silang dialel

Sumber Keragaman db JK KT 1)

Ulangan (r – 1) JKul JKul/db

Perlakuaan [(n(n+1)/2)-1] JKPerlakuan JKPerlakuan/db

Galat (r-1)(n(n+1)/2) JKgalat JKgalat/db

Umum r[(n(n+1)/2)]-1 JKumum

1) n: jumlah genotipe tetua, r: ulangan.

b) Pendugaan Ragam dan Peragam

Untuk menduga nilai ragam dan peragam, data dirata-ratakan berdasarkan ulangan membentuk tabel setengah dialel (Tabel 13)

Tabel 13 Setengah dialel ketahanan cabai terhadap infestasi kutudaun A. gossypii

Tetua IPB C3 IPB C4 IPB C5 IPB C20 IPB C313 Xi. Rata-rata

IPB C3 X11 X12 X13 X14 X15 X1. X1./5 IPB C4 - X22 X23 X24 X25 X2. X2./5 IPB C5 - - X33 X34 X35 X3. X3./5 IPB C20 - - - X44 X45 X4. X4./5 IPB C313 - - - - X65 X5. X5./5 c) Uji Hipotesis

Kesahihan hipotesis diuji dengan koefisien regresi, menggunakan ragam dan peragam. b = (Cov (Wr, Vr))/(Var (Vr)) SE (b) = [(Var(Wr) – b * (Cov(Wr,Vr))/(Var(Vr) * (n-1))]1/2 Hipotesis : H0 : b = 1 H1 : b≠ 1

Jika b = 1, maka tidak terdapat interaksi gen non alelik.

d) Pendugaan Komponen Ragam

Pendugaan komponen ragam yang dilakukan adalah : D = V0L0– E F = 2V0L0– 4W0L0– 2(n – 2)E/n H1 = V0L0– 4W0L1 + 4V1L1– (3n – 2)E/n H2 = 4V1L1– 4V0L1– 2E h2 = 4(ML1- ML0)2 – 4(n-1)E/n2 S2 = ½ [Var (Wr – Vr)] SE (D) = [ (n5 + n4)/n5] * (S2) SE (F) = [ (4n5 + 20n4– 16n3 + 16n2)/n5] * (S2) SE (H1) = [ (n5 + 41n4– 12n3 + 4n2)/n5] * (S2) SE (H2) = [ (36n4)/n5] * (S2) SE (h2) = [ (16n4 + 16n2– 32n + 16)/n5] * (S2) SE (E) = [ (n4)/n5] * (S2) Keterangan:

F : nilai tengah Fr untuk semua array; Fr adalah peragampengaruh aditif

dan non aditif pada array ke-r

H1 : komponen ragam karena pengaruh dominan

H2 : perhitungan untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua

h2 : pengaruh dominansi (sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat heterozigous)

E : komponen ragam karena pengaruh lingkungan Jika intersep:

bernilai positif atau D > H1 : dominansi sebagian

bernilai negatif atau D < H1 : overdominansi

D = H1 : dominan lengkap

serta tidak terdapat dominansi jika garis regresi menyentuh batas parabola.

e) Pendugaan Parameter Lain:

Parameter lain yang diduga adalah : Rata–rata tingkat dominansi = (H1/D)1/2

Proporsi gen–gen dengan pengaruh positif dan negatif dalam tetua = H2/4H1.

Proporsi gen–gen dominan dan resesif dalam tetua=(4DH1)1/2+F]/(4DH1)1/2-F.

Jumlah kelompok gen yang mengendalikan sifat dan menimbulkan dominansi = h2 / H2.

Heritabilitas arti luas (h2 bs)

= (½D+½H1–¼H2–½F)/(½D+½H1–¼H2–½F+E).

Heritabilitas arti sempit (h2ns)

= (½D+½H1–½H2–½F)/(½D+½H1–½H2–½F+E).

Jika korelasi negatif, nilai Wri + Vri-nya paling rendah, berarti mengandung gen

dominan paling banyak.

Pendekatan Griffing

Metode Griffing dapat menduga untuk menduga kemampuan daya gabung umum (DGU) tetua dan daya gabung khusus (DGK) pada hibrida. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan pendekatan metode Griffing II. Langkah analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Uji Efek Maternal

Pengujian efek maternal terhadap karakter ketahanan infestasi kutudaun melon di tanaman cabai dengan membandingkan nilai tengah nilai tengah F1 dengan

F1R dengan uji t-student. Pengujian ini ditujukan dalam memilih tipe metode

griffing yang akan digunakan berdasarkan ada tidaknya efek tetua betina. Terdapat dua cara perhitungan uji-t berdasarkan kehomogenan ragamnya. Kehomogenan ragam dihitung dengan uji Fisher (F), Fhit = S2besar/S2kecil, dibandingkan dengan nilai

Ftabel. Bila Fhit < Ftabel maka ragam kedua populasi adalah homogen (Walpole 1992). Uji-t untuk Ragam Sama (σ2

F1 = σ2F1R)

t = µF − µF R

Sp = nF − Sn F + nF R− SF R F + nF R−

dimana derajar bebas (v): v = nF1+ nF1R -2

Uji-t untuk Ragam Tidak Sama (σ2F1 ≠σ2F1R )

t = µF − µF R

Sp√�nF + �n� �F R dimana derajar bebas (v):

v = SF nF + S F R nF R SF nF nF − + SF R nF R nF R−

Jika kedua nilai t-hitung tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan t-tabel, maka berarti tidak terdapat efek maternal (tetua betina) atau sebaliknya. Keterangan:

µF1 = rata-rata populasi F1 S2F1R = ragam populasi F1R

µF1R = rata-rata populasi F1R nF1 = jumlah individu F1

S2P = ragam gabungan nF1R = jumlah indivigu F1R

S2

F1 = ragam populasi F1 v = derajat bebas gabungan b) Analisis Ragam

Data infestasi kutudaun diuji dengan uji F (Fisher) taraf 5% untuk melihat perbedan respon di antara genotipe persilangan yang di uji. Jika terdapat perbedaan yang nyata, dilakukan uji lanjutDuncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. Analisis data yang diperoleh tersebut menggunakan software IRRI’s STAR versi 2.0.1

c) Analisis Daya Gabung

Nilai daya gabung umum dan nilai daya gabung khusus diduga berdasarkan metode Singh dan Chaudhary (1979). Berikut model statistika yang digunakan:

Daya gabung umum (General combining ability)

� = � + [∑ �.+ Yii − ��..]

Daya gabung khusus (Specific combining ability)

� = � − [� + (�.+ � + �. + � ) − � + � + �..]

Keterangan:

gi = Daya gabung umum genotipe ke-i

Yij = Nilai tengah persilangan genotipe ke-i dan ke-j

n = Jumlah genotipe tetua yang di uji

Yi. = Jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-i

Yii = Nilai tengah selfing genotipe ke-i

Y.j = Jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-j

Yjj = Nilai tengah selfing genotipe ke-j

Y.. = Total keseluruhan nilai tengah genotipe yang di uji Tabel 14 Sidik ragam daya gabung metode Griffing II

SK Db JK KT E (KT) 1)

DGU n – 1 JKDGU KTDGU σ2e+ σ2dgk+ (p+2) σ2dgu

DGK n (n – 1)/2 JKDGK KTDGK σ2e+ σ2dgk

Galat (r-1)[(n-1)+n(n-1)/2] JKGalat KTGalat σ2e

1)n: jumlah genotipe tetua, r: ulangan.

Berdasarkan tabel sidik ragam daya gabung Metode Griffing II di atas, komponen ragam dan genetik dapat dijabarkan dengan persamaan sebagai berikut (Singh & Chaudhary 1979):

σ2 e = KTGalat σ2 dgk = KTDGK - KTGalat σ2 dgu = (KTDGU -KTDGK)/p+2 σ2 A = 2 σ2dgu σ2 D = σ2dgk

d) Analisis Nilai Heterosis

1. Mid Parent Heterosis

Perbandingan nilai rata-rata F1 dengan kedua tetuanya (Mid parent) Heterosis = μF −μMP

μMP x %

2. Heterobeltiosis (TheHighest Parent Heterosis)

Perbandingan nilai rata-rata F1 dengan tetua terbaiknya Heterobeltiosis = μF −μHP

μHP x %

Keterangan

µF1 =Nilai tengah hibrida

µMP = Mid parent, rata-rata kedua tetua [� +� ]

µHP = Nilai tengah tetua terbaik (the highest parent).

Analisis daya gabung dan heterosis menggunakan bantuan software

Hasil dan Pembahasan

Pendugaan Parameter Genetik

Terdapat perbedaan yang nyata diantara genetipe berdasarkan uji F pada sifat ketahanan cabai terhadap infestasi kutudaun (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan parameter genetik dapat dilakukan pada semua karakter uji. Tabel 15 Kuadrat tengah genotipe cabai terhadap infestasi kutudaun melon pada

karakter infestasi kutudaun per tanaman, per daun, dan bersayap Karakter infestasi kutudaun Kuadrat tengah 1)

Per tanaman 16.712**

Per daun 1.925 **

Bersayap 0.629 **

1) **: berbeda nyata pada taraf 1%.

Tabel 16 Pendugaan parameter genetik infestasi kutudaun melon pada tanaman cabai

Parameter genetik Per tanaman Per daun Bersayap1)

b (Wr, Vr) -0.74 tn -0.52 tn 0.92 tn D 3.43 tn 0.23 tn 0.30 ** F 7.34 tn 0.46 tn 0.28 tn H1 25.93 * 2.81 ** 0.56 ** H2 22.00 tn 2.62 ** 0.40 ** h2 0.92 tn -0.01 tn 0.02 tn E 1.68 tn 0.19 tn 0.09 ** (H1/D)1/2 2.75 3.49 1.38 H2/4H1 0.21 0.23 0.18 Kd/Kr 2.27 1.80 2.06 h2/H2 0.04 -0.01 0.04 h2bs (%) 76.63 77.39 67.63 h2ns (%) 0.11 -2.18 31.78

1) b (Wr, Vr): koefisien regresi, D: pengaruh aditif, F: rata-rata Fr untuk semua array,

H1: pengaruh non aditif, H2: proporsi gen-gen positif/negatif dalam tetua, h2: pengaruh dominansi,

E: pengaruh lingkungan, (H1/D)1/2: rata-rata tingkat dominansi, H2/4H1: Proporsi gen-gen dengan

pengaruh positif/negatif dalam tetua, Kd/Kr: proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua, h2/H

2: jumlah gen pengendali. h2bs: heritabilitas arti luas, h2ns: heritabilitas arti sempit, tn: tidak

berbeda nyata pada taraf 5%, *: berbeda nyata pada taraf 5%, **: berbeda nyata pada taraf 1%

Interaksi Gen

Interaksi gen dapat dievaluasi melalui nilai koefisien regresi (b) dari persamaan regresi Wr-Vr yang dihitung (Tabel 16). Nilai b (Wr, Vr) bila berbeda nyata dengan satu mengindikasikan adanya interaksi diantara gen non alelik atau epistasis, sedangkan bila nilai b tidak berbeda nyata dengan satu menunjukkan bahwa gen-gen pengendali tidak mengalami interaksi (alelik) (Roy 2000). Hasil uji nilai koefisien regresi b (Wr, Vr) tidak berbeda nyata dengan 1 untuk ketiga karakter yang diujikan (infestasi kutudaun per tanaman, kutudaun per daun, dan kutudaun bersayap), dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa sifat ketahanan cabai terhadap infestasi kutudaun disebabkan oleh gen-gen alelik.

Pengaruh Aditif (D) dan Non-Aditif (H1)

Pengaruh non-aditif (H1) sangat berperan terhadap preferensi kutudaun

berdasarkan karakter infestasi kutudaun per tanaman, per daun, dan kutudaun bersayap pada tanaman cabai. Pengaruh non-aditif dalam hal ini adalah pengaruh dominan karena melalui nilai regresi b (Wr, Vr) diketahui tidak ada pengaruh epistasis. Nilai pengaruh dominan dari infestasi kutudaun pada karakter infestasi kutudaun per tanaman, kutudaun per daun, dan kutudaun bersayap secara beruturan adalah 25.93, 2.81. dan 0.56. Pengaruh aditif hanya ditunjukkan oleh karakter infestasi kutudaun bersayap dengan nilai 0.30 akan tetapi nilai tersebut masih lebih rendah dibandingkan nilai dominansinya yaitu, 0.56. Hal ini menunjukkan bahwa sifat karakter infestasi kutudaun pada tanaman cabai dipengaruhi oleh aksi gen dominan dibandingkan aksi gen aditif. Hasil ini senada dengan evaluasi studi pewarisan sifat menggunakan populasi enam generasi pada bab 4.

Distribusi gen di dalam tetua (H2)

Nilai H2 menunjukkan distribusi gen di dalam tetua. Gen-gen yang

menentukan kemampuan infestasi kutudaun pada tanaman cabai menyebar merata di dalam tetua pada karakter infestasi kutudaun per tanaman. Hal tersebut tercermin dari nilai H2 yang tidak nyata. Keadaan ini sesuai dengan syarat analisis dialel

dimana gen-gen yang diuji menyebar di dalam tetua (Roy 2003). Sementara itu pada karakter infestasi kutudaun per daun dan kutudaun bersayap tidak menyebar merata di dalam tetua, yang ditunjukkan oleh nilai H2 yang nyata.

Nilai H1 dan H2 dapat pula digunakan untuk menunjukkan proporsi gen-gen

positif dan negatif di dalam tetua. Jika H1 > H2 maka gen-gen positif lebih banyak

dibandingkan gen-gen negatif serta sebaliknya. Di dalam percobaan populasi dialel ini gen-gen positif terlihat terlibat lebih banyak berperan di dalam penentuan sifat kerentanan cabai terhadap infestasi kutudaun, hal ini tercermin dari nilai H1 > H2

pada ketiga karakter yang dievaluasi. Hal tersebut juga mencerminkan bahwa tetua- tetua yang digunakan dominan membawa sifat rentan dibandingkan sifat tahan. Hal tersebut juga didukung oleh nilai (H2/4H1) yang tidak sama dengan 0.25. Singh dan

Chaudhary (1979) menyebutkan bahwa proporsi gen positif dan negatif di dalam tetua (H2/4H1) dinyatakan simetris bila bernilai 0.25.

Tingkat Dominansi [(H1/D)1/2]

Nilai (H1/D)1/2 menunjukkan derajat dominansi. Hayman (1954)

menyatakan bahwa nilai derajat dominansi lebih dari satu adalah overdominan dan antara nol-satu menunjukkan dominan parsial (dominan atau resesif parsial). Ketiga karakter uji ketahanan sifat cabai terhadap infestasi kutudaun menunjukkan nilai (H1/D)1/2 lebih besar dari satu yaitu, 2.75, 3.49, dan 1.38. Hal tersebut

mencerminkan tingkat dominansi yang terjadi adalah overdominan. Senada dengan hasil studi pewarisan sifat menggunakan populasi enam generasi, bahwa sifat rentan overdominan terhadap sifat tahan. Sehingga ketahanan cabai terhadap kutudaun melon sesungguhnya adalah resesif. Hasil evaluasi persilangan dialel cabai terhadap antraknosa (Syukur 2007) dan inbreed line tomat terhadap hawar

Simpangan Rata-Rata F1 dari Tetua Rata-Rata (h2)

Nilai simpangan rata-rata F1 dari tetua rata-rata (h2) tidak nyata untuk ketiga karakter uji infestasi kutudaun pada populasi dialel cabai.

Proposi Gen Dominan terhadap Gen Resesif (Kd/Kr)

Banyaknya gen-gen dominan di dalam tetua dapat tercermin dari nilai Kd/Kr. Nilai Kd/Kr ketiga karakter bernilai lebih besar dari satu yang berarti bahwa gen-gen dominan rentan lebih banyak di dalam tetua dibandingkan gen-gen ketahanannya. Nilai Kd/Kr > 1 menunjukkan gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua, sedangkan bila Kd/Kr < 1 maka gen-gen resesif lebih banyak di dalam tetua. Hal tersebut dapat diterangkan oleh karena hanya menggunakan tetua IPB C20 sebagai genotipe yang membawa karakter ketahanan dengan aksi gen minor resesif sedangkan ke empat tetua lainnya merupakan tetua rentan dengan aksi gen-gen dominan.

Jumlah Gen Pengendali Karakter Ketahanan

Ketahanan terhadap infestasi kutudaun dikendalikan oleh gen resesif dan tetua rentan overdominan terhadap tetua tahan. Jumlah gen pengendali tercermin dari nilai (h2/H2). Jumlah gen yang mengendalikan sifat ketahanan terhadap

infestasi kutudaun pada cabai untuk ketiga karakter adalah 0.04, -0.01, dan 0.04 Nilai ini mengindikasikan bahwa kemungkinan banyaknya kelompok gen yang mengendalikan infestasi kutudaun adalah satu kelompok gen-gen pengendali.

Heritabilitas

Nilai duga heritabilitas arti luas (h2bs) ketahanan infestasi kutudaun pada

tanaman cabai tergolong tinggi (Tabel 16). Heritabilitas arti luas karakter infestasi per tanaman, per daun, dan bersayap, yaitu secara berurutan adalah 76.63, 77.39, dan 67.63 akan tetapi nilai duga heritabilitas arti sempit (h2

ns) infestasi kutudaun

pada karakter kutudaun per tanaman dan per daun tergolong rendah, yaitu secara berurutan 0.11, -2.18, dan kutudaun bersayap tergolong sedang yaitu, 31.78.

Nilai heritabilitas arti luas yang besar mencerminkan bahwa ketiga karakter tersebut telah mampu menjelaskan dengan baik proporsi genetik terhadap fenotipik yang diamati. Namun dengan kecilnya nilai heritabilitas arti sempit menunjukkan bahwa proporsi ragam genetik dominan (non-aditif) lebih besar dibandingkan ragam aditif pada karakter infestasi kutudaun per tanaman dan kutudaun per daun. Hal ini sesuai dengan uraian sebelumnya bahwa pengaruh dominansi (H1) berperan

sangat nyata pada ketiga karakter uji. Heritabilitas tersebut juga memiliki kecenderungan nilai yang sama dengan heritabilitas pada populasi enam generasi. Aksi gen non-aditif juga dilaporkan terdapat pada sifat ketahanan cabai terhadap bercak cercospora dan bakteri (Nsabiyera et al. 2013).

Efek Maternal

Pengujian pengaruh maternal (induk betina) dilakukan melalui perbandingan nilai tengah karakter morfologi dan nilai tengah infestasi kutudaun. Hal ini dilakukan untuk memastikan kesamaan fenotipe morfologi bibit dan respon bibit cabai terhadap infestasi kutudaun sehingga pada penelitian selanjutnya tidak melibatkan genotipe resiprokal (F1R). Hasil pengujian menunjukkan nilai tengah

Tabel 17 Uji nilai tengah dan kehomogenan ragam karakter morfologi bibit cabai pada populasi F1 dan F1R persilangan cabai IPB C20 x IPB C313

Karakter Genotipe Rataan Uji F Uji t-student 1)

Lebar daun F1 1.87 0.67 tn 1.34 tn

F1R 1.94

Panjang daun F1 3.88 1.35 tn 1.93 tn

F1R 4.22

1) tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

Tabel 18 Uji nilai tengah dan kehomogenan ragam karakter infestasi kutudaun melon pada populasi F1 dan F1R persilangan cabai IPB C20 x IPB C313 Karakter Genotipe rataan Uji F Uji t-student 1)

Kutudaun per daun F1 43.9 0.73 tn 0.38 tn

F1R 40.9 Kutudaun per tanaman F1 124.0 0.39 tn 0.52 tn F1R 142.5

1) tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5%.

F1R (Tabel 17 & Tabel 18). Hal ini berarti bahwa penampilan bibit cabai F1 dan F1R

relatif sama dan respon tanaman cabai terhadap infestasi kutudaun tidak dipengaruhi oleh efek maternal. Tidak adanya efek maternal mengindikasikan bahwa sifat ketahanan tersebut dikendalikan oleh gen-gen di dalam inti (nuclear genes).

Berdasarkan hasil tersebut maka pendugaan daya gabung tetua dapat dilakukan dengan populasi setengah dialel metode 2 Griffing yaitu, menggunakan populasi F1 dan tetua tanpa melibatkan F1R. Keuntungan metode 2 Griffing adalah

hasil pendugaan parameter genetik dan daya gabung tetua sama baiknya dengan Metode 1, sedangkan populasi yang digunakan lebih sedikit. Populasi yang dapat direduksi memudahkan dalam perancangan percobaan serta observasi data. Metode ke-2 Griffing telah digunakan dalam pendugaan ketahanan jagung terhadap hama penggerek batang (Beyene et al. 2011), hawar phytopthora di tomat (Elsayed et al. 2011), dan bercak cercospora di cabai (Nsabiyera et al. 2013).

Daya Gabung Umum (DGU)

Pemilihan tetua dilakukan berdasarkan nilai DGU yang tinggi, karena DGU merupakan rata-rata penampilan suatu tetua di dalam semua set hibridanya dan berasosiasi kuat dengan aksi gen aditif (Elsayed et al. 2011). Pengaruh daya gabung umum tidak nyata untuk karakter kutudaun per tanaman dan kutudaun per daun, sedangkan karakter kutudaun bersayap menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (Tabel 19).

Umumnya nilai daya gabung yang baik ditunjukkan oleh nilai yang besar dan positif (Henderson 1952; Bournoville et al. 2001). Akan tetapi pada karakter ketahanan seperti ketahanan terhadap infestasi kutudaun, nilai negatif dan besar adalah nilai yang diharapkan dari hasil analisis data. Hal tersebut konsekuensi dari arah ketahanan yang mengarah ke kiri atau tetua tahan. Hal serupa dilaporkan pada nilai DGU dan DGK hasil evaluasi ketahanan pepaya terhadap antraknosa yang bernilai negatif sebagai cerminan kontribusi karakter ketahanan dan sebaliknya yang bernilai positif memberi kontribusi sifat kerentanan (Hafsoh et al. 2007).

Tabel 19 Analisis ragam daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) sifat ketahanan cabai terhadap infestasi kutudaun melon

Sumber Keragaman db Kuadrat tengah 1) Kutudaun per tanaman Kutudaun per daun

Dokumen terkait