• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skrining Ketahanan Plasma Nutfah Cabai terhadap Kutudaun Melon

Skrining ketahanan terhadap kutudaun melon (A. gossypii) dilakukan pada dua puluh satu genotipe plasma nutfah cabai spesies C. annuum. Hasil skrining menunjukkan secara nyata (P <0.05) terdapat perbedaan respon genotipe terhadap infestasi kutudaun per daun (P< 0.05) (Tabel 1).

Kisaran infestasi kutudaun adalah 22.9 – 95.8 nimfa per daun. Genotipe IPB C5 memiliki jumlah nimfa kutudaun per daun terendah dengan rata-rata 22.9 nimfa, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C145, IPB C325, IPB C324, IPB C120, IPB C313, IPB C140, IPB C4, dan IPB C20, sedangkan genotipe IPB C3 memiliki nilai infestasi kutudaun terbesar dengan rata-rata 95.8 nimfa per daun dan tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C19, IPB C10, IPB C142, IPB C51, IPB C15, dan IPB C12. Frantz et al. (2004) melaporkan terdapat perbedaan respon cabai terhadap infestasi kutudaun Myzus persicae dengan kisaran infestasi per daun 15.5 – 115.4 nimfa. Hal ini mengindikasikan terdapat perbedaan diantara genotipe cabai terhadap kesesuaian menjadi inang bagi kutudaun seperti halnya ditemukan pada spesies cabai di alam liarnya (wild type). C. annuum merupakan spesies yang umum ditanam oleh petani (Bosland et al. 2012) sehingga menjadi penting mengidentifikasi sumber ketahanan dari spesies tersebut serta memindahkan ketahanan ke dalam varietas komersial melalui persilangan konvensional dan dilanjutkan dengan seleksi.

Enam genotipe cabai dipilih berdasarkan perbedaan klasifikasi infestasi dan jumlah kutudaun melon per daun. Selanjutnya enam genotipe terpilih dilakukan pengujian kembali untuk mengklarifikasi ketahanan antixenosis dan antibiosis serta

Tabel 1 Infestasi kutudaun melon per daun pada 21 genotipe cabai dengan metode choice test

No Genotipe Kutudaun per daun 1) Klasifikasi infestasi

1 IPB C5 22.9 h Rendah 2 IPB C145 23.3 h Rendah 3 IPB C325 25.4 gh Rendah 4 IPB C324 28.4 fgh Rendah 5 IPB C120 28.4 fgh Rendah 6 IPB C313 29.4 fgh Rendah

7 IPB C140 36.8 efgh Medium rendah 8 IPB C4 36.9 efgh Medium rendah 9 IPB C20 45.7 efgh Medium rendah 10 IPB C9 51.5 defg Medium

11 IPB C159 54.4 def Medium

12 IPB C323 58.5 cde Medium 13 IPB C111 59.9 bcde Medium 14 IPB C322 59.9 bcde Medium

15 IPB C19 72.3 abcd Medium tinggi 16 IPB C10 76.5 abcd Medium tinggi 17 IPB C142 81.5 abc Tinggi

18 IPB C51 82.3 abc Tinggi

19 IPB C15 86.1 ab Tinggi 20 IPB C12 93.4 a Sangat tinggi 21 IPB C3 95.8 a Sangat tinggi

1) angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%.

digunakan sebagai tetua persilangan. Genotipe terpilih tersebut antara lain IPB C5, IPB C145, dan IPB C313 yang masuk dalam kategori infestasi rendah, genotipe IPB C20 dalam kategori infestasi medium, dan genotipe IPB C15 serta IPB C12 dalam kategori infestasi tinggi.

Pengujian Ketahanan Antixenosis Genotipe Cabai terhadap Kutudaun Melon

Terdapat perbedaan yang signifikan (P<0.05) pada karakter infestasi pada hasil pengujian antixenosis menggunakan metode choice test. Infestasi nyata hanya ditunjukkan oleh genotipe IPBC20 dengan IPB C313, sedangkan terhadap empat genotipe lainnya tidak berbeda nyata (Tabel 2). Di dalam percobaan ini ditemukan perbedaan jumlah infestasi kutudaun per daun pada genotipe yang sama di percobaan skrining (Tabel 1) dengan percobaan choice test kedua (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan terdapat mekanisme ketahanan antixenosis di tanaman cabai.

Genotipe IPB C20 memiliki jumlah infestasi kutudaun melon yang rendah bila dibandingkan dengan genotipe IPB C313 untuk karakter total kutudaun per tanaman (101 nimfa), kutudaun per daun (21 nimfa), dan kutudaun bersayap (2 kutudaun), sedangkan genotipe IPB C313 memiliki jumlah kutudaun per tanaman (272 nimfa), kutudaun per daun (21 nimfa), dan kutudaun bersayap (13 ekor) nyata lebih tinggi dibandingkan IPB C20. Mensah et al. (2008) melaporkan pada tanaman kedelai, genotipe dengan jumlah kutudaun per tanaman 101 hingga 150 nimfa dikategorikan sebagai tahan (resisten) dan genotipe dengan

jumlah kutudaun per tanaman lebih dari 150 nimfa dikategorikan rentan. Berdasarkan kategori tersebut maka IPB C20 masuk ke dalam kategori tahan dan lima genotipe cabai lainnya masuk dalam kategori rentan. Implikasi dari adanya antixenosis pada per tanaman cabai adalah penggunaan pola tanam polikultur atau polivarietas serta menghindari pola tanam monokultur atau monovarietas. Niks et al. (2011) menyatakan bahwa pola tanam monokultur pada kultivar yang memiliki ketahanan antixenosis tetap akan berdampak buruk bagi kultivar tersebut bila tidak tersedia inang alternatif bagi hama.

Tabel 2 Rataan jumlah infestasi kutudaun melon pada enam genotipe cabai dengan metode choice test

Genotipe Total kutudaun per tanaman Kutudaun per daun Kutudaun bersayap1) IPB C5 213.9 ab 40.5 ab 6.6 ab IPB C12 207.5 ab 51.1 a 6.6 ab IPB C15 191.1 ab 46.6 ab 4.6 b IPB C20 101.1 b 21.2 b 1.7 b IPB C145 195.9 ab 40.4 ab 6.5 ab IPB C313 271.7 a 51.2 a 13.1 a

1) angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada uji lanjut BNJ (Tukey) taraf 5%.

Genotipe IPB C20 secara konsisten menunjukkan respon infestasi kutudaun melon yang rendah dibandingkan genotipe cabai lainnya (Tabel 2). Perbedaan respon terbentuknya kutudaun melon bersayap pada Tabel 2 adalah salah satu indikasi adanya antixenosis bekerja di genotipe cabai sehingga menekan terbentuknya kutudaun melon bersayap. Saat kondisi yang lain, no-preferensi terjadi, diinformasikan bahwa kutudaun dewasa dapat dilengkapi dengan sepasang sayap sebagai mekanisme pemencaran koloni akibat kepadatan populasi serta memburuknya nutrisi pada tanaman inang (William & Dixon 2007). Antixenosis disinyalir menjadi mekanisme ketahanan aktif pada spesies liar tomat terhadap infestasi kutu kebul(whiteflies) (Van de Elsen 2013). Ketahanan antixenosis dapat disebabkan oleh kerapatan atau jenis trikoma, adanya lapisan lilin, warna, dan ketebalan kutikula di daun (Firdaus et al. 2011). Bosland dan Ellington (1996) melaporkan adanya ketahanan antixenosis pada cabai bertrikoma rapat, C. pubescen, terhadap infestasi kutudaun M. persicae. Di dalam penelitian sejenis Maharijaya (2013) melaporkan bahwa ketahanan cabai terhadap thrips tidak disebabkan oleh kepadatan trikoma. Di dalam penelitian ini tidak dilakukan pengamatan terhadap kerapatan trikoma karena spesies cabai C. annuum bukan tipe cabai dengan trikoma yang rapat. Oleh karena itu, diduga ada mekanisme antixenosis lainnya yang menyebabkan ketahanan cabai C. annuum di dalam penelitian ini.

Penampilan (morfologi) tanaman pada umur yang sama diduga dapat memiliki peranan terhadap nilai preferensi kutudaun. Terdapat perbedaan morfologi pada fase bibit diantara ke enam genotipe uji pada taraf nyata 5%. Genotipe IPB C313 menunjukkan penampilan yang lebih vigor dibandingkan kelima genotipe lainnya pada karakter tinggi bibit (8.43 cm) dan panjang daun (4.98 cm), sedangkan IPB C20 secara nyata menunjukkan penampilan tinggi bibit paling rendah (3.49 cm), panjang daun terpendek (2.55 cm), dan lebar daun

tersempit (1.44 cm) dibandingkan lima genotipe lainnya (Tabel 3). Berdasarkan data tersebut, diduga genotipe rentan dengan penampilan yang vigor pada fase bibit memiliki nilai preferensi lebih tinggi bagi kutudaun melon.

Hasil pengujian korelasi menunjukkan keeratan hubungan (korelasi) antara penampilan morfologi fase bibit dengan infestasi kutudaun melon (Tabel 4). Korelasi positif ditunjukkan oleh karakter kutudaun melon per daun terhadap kutudaun melon per tanaman (0.890). Hal tersebut memiliki arti kepadatan koloni kutudaun pada tanaman dipengaruhi kuat oleh kepadatan koloni kutudaun ditiap helai daun tanaman inang. Frantz et al. (2004) menerangkan bahwa korelasi positif terjadi pada jumlah infestasi kutudaun per tanaman dengan kutudaun per daun,

damage rating, produksi embun madu, dan lebar daun pada skrining cabai terhadap

M. persicae.

Tabel 3 Rataan ukuran morfologi bibit cabai berdaun 4-6 pada enam genotipe cabai Genotipe Tinggi bibit Panjang daun Lebar daun

1) ---cm--- IPB C5 5.71 b 4.11 b 2.28 a IPB C12 6.83 b 3.86 b 2.23 a IPB C15 5.65 b 3.83 b 2.15 a IPB C20 3.49 c 2.55 c 1.44 b IPB C145 5.42 b 3.59 b 2.02 a IPB C313 8.43 a 4.98 a 1.99 a

1)angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada uji lanjut BNJ (Tukey) taraf 5%.

Karakter posisi daun juga menunjukkan hubungan positif terhadap perkembangan kutudaun di tanaman cabai. Posisi daun atas dan tengah menunjukkan korelasi positif dan kuat terhadap koloni kutudaun melon per daun dan kutudaun melon per tanaman. Idris dan Roff (2002) menyatakan bahwa koloni

A. gossypii ditemukan lebih banyak pada daun-daun lebih bawah dibandingkan daun atas pada semua tipe habitus tanaman cabai. Hal serupa terjadi pada preferensi

M. persicae terhadap daun bawah kentang dibandingkan daun muda atau apikal (Alvarez et al. 2014). Keeratan hubungan tersebut memberi peluang untuk menggunakan karakter kutudaun per daun dan daun tengah sebagai karakter penduga terhadap infestasi kutudaun di suatu genotipe cabai. Cara tersebut dapat memberikan kemudahan serta penghematan waktu observasi saat seleksi galur. Tabel 4 Korelasi infestasi kutudaun melon per daun dan per tanaman terhadap

beberapa karakter morfologi bibit cabai

Karakter Kutudaun per daun Kutudaun per tanaman 1)

Kutudaun per daun - 0.890 **

Kutudaun bersayap 0.726 ** 0.879 **

Posisi daun atas 0.670 ** 0.604 **

Posisi daun tengah 0.626 ** 0.621 **

Posisi daun bawah 0.578 * 0.463 tn

Tinggi tanaman 0.624 ** 0.695 **

Lebar daun 0.505 * 0.423 tn

Panjang daun 0.547 * 0.668 **

1) ** berbeda nyata pada uji korelasi person taraf 1%, * berbeda nyata pada uji korelasi person taraf

Tubuh kutudaun dewasa dapat dilengkapi dengan sepasang sayap bermanfaat sebagai mekanisme pemencaran koloni. William dan Dixon (2007) menyatakan terbentuknya sayap pada tubuh kutudaun disebabkan terjadinya kontak fisik diantara individu kutudaun sebagai akibat kepadatan populasi serta memburuknya nutrisi pada tanaman inang, sehingga mendorong kutudaun dewasa untuk terbang berpindah inang. Hasil korelasi menunjukkan bahwa jumlah kutudaun melon bersayap sangat dipengaruhi oleh kepadatan jumlah koloni kutudaun melon per daun (R=0.726) dan koloni kutudaun melon per tanaman (R=0.879). Karakter morfologi inang pada fase bibit juga memberikan nilai bagi preferensi kutudaun. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai korelasi yang positif terhadap karakter tinggi bibit dan panjang daun cabai terhadap jumlah kutudaun melon per daun dan kutudaun melon per tanaman.

Pengujian Ketahanan Antibiosis Genotipe Cabai terhadap Kutudaun Melon

Hasil pengujian antibiosis menggunakan metode no-choice test atau

detached leaves (daun terpisah) menunjukkan seluruh karakter biologi hidup kutudaun melon dipengaruhi oleh genotipe kecuali siklus hidup. Siklus hidup kutudaun A. gossypii rata-rata berlangsung selama 4-5 hari dan tidak berbeda nyata diantara enam genotipe uji (Gambar 5).

Instar 1 (1 hari) 2 Hari 3 Hari 4 Hari Instar 2 Instar 4 Instar 3 Imago (5 Hari)

Gambar 5. Siklus hidup kutudaun melon pada tanaman cabai. Hari ke-1 (Instar 1): nimfa berwarna kuning muda, Hari ke-2 (Instar 2): nimfa berwarna kuning dan berganti kulit (eksofia), Hari ke-3 (Instar 3): nimfa berwarna kehijauan dan berganti kulit, Hari ke-4 (Instar 4): nimfa berwarna hijau dan berganti kulit, Hari ke-5 (Imago): nimfa berwarna hijau tua dan bereproduksi secara vivipar-partenogenesis.

Pergantian instar kutudaun melon ditandai dengan pergantian kulit (eksofia) yang berwarna putih, membesarnya ukuran tubuh, dan perubahan warna menjadi lebih gelap (hijau gelap) tapi kadang kala ditemukan pula imago kutudaun melon dengan warna kuning. Siklus hidup yang serupa berlangsung pada tanaman mentimun dan Colocasia esculenta var. esculenta (Van Steenis & E1-Khawass 1995; Agarwala & Choudhury 2013).

Periode reproduksi dan lama hidup enam genotipe cabai berada pada kisaran 7-12 hari dan 13-18 hari (Tabel 5). Genotipe IPB C20 memiliki lama hidup dan periode reproduksi paling singkat diantara genotipe uji lainnya, masing-masing 13 hari dan 7 hari, sedangkan genotipe IPB C313 menyebabkan lama hidup dan periode reproduksi yang lebih panjang bagi melon aphid diantara ke enam genotipe uji lainnya, yaitu secara berurutan 17.9 hari dan 11.8 hari. Lama hidup dan reproduksi yang singkat pada kondisi alami kutudaun akan menekan perkembangan koloni kutudaun. Terdapat perbedaan jumlah progeni per hari dan total nimfa (fekunditas) selama periode reproduksi diantara ke enam genotipe. Kisaran progeni dilahirkan per hari adalah 3-5 nimfa, sedangkan kisaran total nimfa yang dilahirkan selama masa hidupnya adalah 23 – 54 nimfa (Tabel 6). Genotipe IPB C20 menunjukkan kemampuan menekan progeni kutudaun per hari dan fekunditas dibandingkan IPB C313. Data tersebut mendukung data percobaan resistensi antixenosis sebelumnya dimana IPB C20 merupakan genotipe dengan preferensi kutudaun yang rendah. Pengaruh antibiosis ditemukan pula pada kedelai terhadap

A. glyciness dengan mereduksi fekunditas pada genotipe resisten atau toleran (Diaz- Montano et al. 2006; Hesler et al. 2007).

Tabel 5 Pengaruh enam genotipe cabai terhadap aspek biologi hidup kutudaun melon

Genotipe Siklus hidup Lama hidup

Periode reproduksi 1) (---hari---) IPB C12 4.5 15.9 b 8.4 bc IPB C145 4.9 13.8 cd 7.9 bc IPB C15 4.4 16.1 b 9.6 b IPB C20 4.6 13.0 d 7.2 c IPB C5 4.6 14.4 c 8.3 bc IPB C313 4.6 17.9 a 11.8 a

1) angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata pada uji lanjut BNJ (Tukey) taraf 5%.

Tabel 6 Nimfa survival, nimfa per hari, dan fekunditas kutudaun melon pada enam genotipe cabai

Genotipe Nimfa Survival (%) Progeni nimfa per hari (nimfa hari-1)

Fekunditas (nimfa kutudaun-1) 1) IPB C12 91 4.3 ab 36.0 b IPB C145 62 3.7 abc 29.7 bc IPB C15 81 3.6 bc 33.5 bc IPB C20 70 3.4 bc 23.4 c IPB C5 73 3.3 c 26.8 bc IPB C313 91 4.6 a 53.5 a

1)angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

Peningkatan kemampuan reproduksi dan kemampuan bertahan hidup

A. gossypii dipengaruhi pula oleh kandungan asam amino dan metabolit sekunder. Rostami et al. (2012) menerangkan bahwa fekunditas dan survival kutudaun A. gossypii pada tanaman Chrysanthemum iindicum berkorelasi positif dengan kadar asam amino atau nitrogen di daun. Walaupun dalam penelitian ini belum melakukan identifikasi hingga kandungan senyawa metabolit primer dan sekunder, akan tetapi informasi antibiosis melalui no-choice test dapat memberi peluang adanya resistensi yang disebabkan oleh proses biokimia di dalam genotipe itu sendiri.

IPB C20 adalah genotipe cabai dari spesies C. annuum. Antibiosis yang teridentifikasi pada spesies cabai C. annuum memperbesar peluang perakitan varietas cabai unggul tahan hama A. gossypii melalui persilangan konvensional. Oleh karena itu, tidak diperlukan persilangan antar spesies (intercrossing) yang sering kali menyebabkan inkompatibilitas hasil hibridisasi ataupun pendekatan rekayasa genetika dengan produk akhir GMO (genetic modified organism) yang masih kontroversi di masyarakat. Potensi antibiosis tanaman cabai terhadap hama thrips juga dilaporkan terdapat pada cabai spesies C. annuum (Maharijaya 2013).Varietas tahan maupun toleran terhadap A. gossypii menjadi modal penting di dalam sistem IPM (Integrated pest management). Efektivitas varietas tahan perlu dipadukan dengan kultur teknis serta aplikasi pestisida terkontrol guna mendapatkan hasil yang berkelanjutan (sustainable).

Simpulan

Kesimpulan penelitian ini antara lain: (1) Terdapat variasi preferensi kutudaun melon pada 21 genotipe plasma nutfah cabai. (2) Genotipe IPB C20 berpotensi sebagai genotipe tahan terhadap infestasi kutudaun A. gossypii

berdasarkan evaluasi ketahanan antixenosis dengan mereduksi total kutudaun per tanaman, kutudaun per daun, dan kutudaun bersayap. (3) Genotipe IPB C20 berpotensi sebagai genotipe tahan terhadap kutudaun A. gossypii berdasarkan evaluasi ketahanan antibiosis dengan menekan jumlah progeni nimfa per hari, fekunditas, periode reproduksi, dan lama hidup. (4) Genotipe IPB C313 berpotensi sebagai kontrol positif (susceptible check) serta baik digunakan sebagai tanaman inang dalam perbanyakan kutudaun. (5) Terdapat korelasi positif dari karakter kutudaun melon per daun, panjang daun dan posisi daun tengah terhadap total infestasi kutudaun melon per tanaman cabai.

4 ANALISIS PEWARISAN SIFAT KETAHANAN CABAI

Dokumen terkait