• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Pendekatan Sistem

Pemecahan masalah pengembangan agroindustri memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) kompleks, yakni memiliki beberapa elemen yang saling bertinteraksi, 2) dinamis karena terjadinya perubahan waktu, dan 3) probabilistik, sehingga memerlukan prediksi untuk masa yang akan datang menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem tersebut ditandai dengan dua kegiatan, yaitu: 1) mencari semua faktor yang penting agar mendapatkan penyelesaian terbaik, dan 2) membangun model kuantitatif dalam membantu pengambilan keputusan. Menurut Eriyatno (2003) pendekatan sistem merupakan penyelesaian permasalahan yang dimulai dari identifikasi kebutuhan sampai memperoleh suatu operasi sistem yang efektif. Dalam pelaksanaannya, pendekatan sistem dilakukan dengan beberapa tahapan yang dibahas, yaitu: 1) identifikasi kebutuhan, 2) formulasi permasalahan, dan 3) identifikasi sistem.

Penggunaan pendekatan sistem menurut Eriyatno (2003) dilakukan melalui lima tahap, yaitu: 1) tahap analisis sistem, yaitu melakukan identifikasi kebutuhan berbagai pihak yang berkepentingan sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam pencapaian harapan; 2) tahap permodelan sistem, yaitu menguraikan seluruh komponen yang penting yang mempengaruhi efektivitas operasi sistem; 3) tahap rancang bagun program yang menggunakan model-model matematika dan informasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan; 4) tahap implementasi, merupakan tahap penerapan kelayakan program dalam pengambilan keputusan, dan 5) tahap operasi sistem merupakan evaluasi sebagai umpan balik dalam perbaikan atau mempertahankan program pengambilan keputusan.

Model perencanaan pada pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat dalam batasan pendekatan sistem seharusnya dipandang secara menyeluruh dari berbagai aspek perencanaan dan evaluasinya. Aspek perencanaan dijabarkan ke dalam aspek teknis maupun non teknis, sedangkan evaluasi dilakukan untuk memberikan umpan balik pada model.

Kegiatan pengembangan industri sapi potong dirancang dimulai dari perumusan strategi pengembangan agroindustri sampai pada penyelesaian persoalan penggunaan aset dari kondisi sosial budaya setempat. Untuk kegiatan perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong dimulai dari kajian aspek pasar, kapasitas produksi sampai aspek-aspek lain dalam operasional maupun teknis operasional,

seperti komitmen stakeholder, manfaat dan biaya dihasilkan dalam kajian aspek ekonomi dan finansial secara kualitatif dan kuantitatif.

Selama ini dalam pelaksanaan pengembangan industri/agroindustri di Sumatera Barat sering menimbulkan konflik sosial dalam pemanfaatan tanah atau lahan masyarakat (lahan ulayat). Oleh karena itu diperlukan upaya yang memberikan solusi, sehingga dapat menyelesaikan sengketa dan memberikan manfaat yang saling menguntungkan untuk masa yang akan datang antara pemilik hak dan pemanfaat tanah ulayat.

5.2. Identifikasi Kebutuhan

Identifikasi kebutuhan dilakukan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan yang terjadi, sehingga pengembangan agroindustri sapi potong mampu mencapai harapan berbagai pihak yang berkepentingan. Komponen pihak yang berkepentingan dalam perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong terdiri dari: 1) masyarakat (peternak, perantau, lembaga masyarakat, masyarakat sekitar), 2) pedagang, 3) industri pengolahan (investor), 4) konsumen, 5) pemerintah (Dinas Peternakan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Perencana, Biro Perekonomian, dan 6) lembaga keuangan.

Mayarakat, yakni peternak sapi potong, perantau, lembaga masyarakat, dan masyarakat sekitar mempunyai kebutuhan, yaitu: 1) meningkatnya pendapatan dan kesempatan kerja, 2) hasil produksi terserap pasar, 3) adanya modal atau tambahan modal usaha, 4) keuntungan usaha, 5) distribusi manfaat ekonomi yang proporsional, dan 6) keamanan lingkungan. Pedagang hasil produk sapi potong mempunyai kebutuhan, yaitu: 1) peningkatan jumlah kunjungan konsumen (wisatawan), 2) harga jual produk lebih baik, 3) keuntungan usaha, dan 4) penataan lokasi usaha. Industri pengolahan (investor) mempunyai kebutuhan, yaitu: 1) pasokan bahan baku yang berkelanjutan, 2) keuntungan usaha yang tinggi, 3) permintaan produk tinggi, 4) tingkat risiko rendah, dan 5) suku bunga investasi rendah. Disisi lain lembaga keuangan mempunyai kebutuhan, yaitu: 1) keuntungan usaha yang tinggi, 2) kelancaran pengembalian kredit, 3) risiko penyaluran kredit rendah. Konsumen mempunyai kebutuhan, yaitu: 1) adanya diversifikasi produk, 2) produk yang berkualitas baik, 3) akses informasi yang cepat, 4) kenyamanan dan keamanan baik, 5) harga produk yang layak, dan 6) infrastruktur yang memadai.

Pemerintah mempunyai kebutuhan, yaitu: 1) peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), produk domestik regional bruto (PDRB) dan investasi, 2) perluasan

kesempatan kerja, 3) pembangunan yang berkelanjutan, 4) pengurangan alih fungsi lahan, dan 5) pembangunan sesuai dengan potensi dan karakter daerah. Untuk mengakomodasi semua kepentingan berbagai pihak yang berbeda, dalam kondisi yang nyata memerlukan formulasi permasalahan.

5.3. Formulasi Permasalahan

Kompleksnya permasalahan pengelolaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat sangat mempengaruhi kondisi perkembangan dari investasi. Untuk memformulasikan permasalahan tersebut perlu dibantu dengan perancangan dalam sistem penunjang keputusan. Permasalahan dirancang melalui beberapa tahap, yaitu: (1) tahap perencanaan pengembangan agroindustri yang didasarkan pada a) kriteria kelayakan yang sesuai, b) metoda yang sesuai, c) melibatkan berbagai pihak yang terkait, d) proses pengambilan keputusan; (2) tahap evaluasi terhadap perencanaan, dan (3) tahap penyempurnaan perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong dengan melakukan perancangan implementasi.

5.4. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem digunakan agar memperoleh alur keterkaitan antara elemen dan komponen pelaku dalam kesisteman yang dirancang. Identifikasi kebutuhan dan perumusan masalah dideskripsikan dalam bentuk modifikasi diagram kerja sistem dari Manetsch dan Park (1977) bahwa terdapat beberapa tahapan dalam penggunaan analisis sistem. Tahapan analisis sistem tersebut dimulai dari (1) analisa kebutuhan; (2) formulasi permasalahan; (3) identifikasi sistem, terdiri dari formulasi diagram lingkar sebab akibat dan diagram input-output; (4) verifikasi dan validasi model yang memberikan alternatif umpan balik ke tahap awal; dan (5) melakukan evaluasi terhadap perencanaan. Evaluasi perencanaan dilakukan guna memberikan kesempatan peninjauan kembali dari model yang dirancang untuk diubah atau dipertahankan, sehingga lebih memenuhi harapan dari pihak yang berkepentingan.

5.5. Diagram Sebab-Akibat

Diagram lingkar sebab-akibat dirancang guna menjelaskan faktor penyebab berdasarkan interaksi antar elemen/objek dan hubungan keterkaitannya di dalam maupun di luar sistem untuk mencapai tujuan serta menjelaskan dampak positif atau negatif yang ditimbulkan suatu objek terhadap objek lainnya. Diagram lingkar sebab-

akibat pada sistem perencanaan pengembangan agroindustri secara rinci ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Diagram sebab-akibat sistem perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong

Diagram lingkar sebab-akibat digunakan untuk menjelaskan rantai hubungan antar elemen/objek dari suatu pernyataan permasalahan yang harus dipecahkan pada rekayasa model perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong di Sumatera Barat. Rekayasa model dirancang didasarkan pada peningkatan kebutuhan dan permintaan produk agroindustri dari konsumen dalam negeri dan ekspor akan produk pengolahan hasil ternak sapi potong yang bermutu (agroindustri sapi potong).

Pengembangan agroindustri sapi potong dapat berjalan sesuai dengan kapasitas produksi bilamana bahan baku tetap tersedia dari pasokan usaha peternakan sapi potong. Pengembangan agroindustri sapi potong pada kawasan atau lokasi yang potensial akan segera terwujud dengan adanya dukungan kebijakan dari pemerintah yang terwujud dalam program pembangunan baik program jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan di dalam pengembangan

Agroindustri Sapi Potong

Dukungan Kebijakan (Strategi dan program)

Peternakan sapi potong Pasokan Bahan baku Lokasi (lahan /areal) Pasar (ekspor/domestik) Kebutuhan Dana Produk Bermutu Kapasitas Produksi Konflik Sosial Pengembangan Kawasan Infrastruktur Investor (pengusaha swasta) Bank Konsumen Pemerintah Daerah Tenaga Kerja lokal Pemberdayaan Masyarakat + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + Resolusi Konflik + + + Kelompok Peternak + + + Perantau + + + +

Lumbung Ternak Nagari / Kawasan Sentra Peternakan Sapi Potong

kawasan untuk pembangunan agroindustri sapi potong. Dalam implementasi pengembangan agroindustri sapi potong dalam program pembangunan perlu dirancang rumusan strategi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan Sumatera Barat. Oleh sebab itu, agroindustri sapi potong dapat berkembang dengan bila didukung oleh kebijakan yang positif dari pemerintah daerah dalam pembangunan, sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah dan pembangunan infrastruktur. Kawasan sentra peternakan atau lumbung ternak nagari yang didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dapat mempercepat pengembangan industri hilir (agroindustri) sapi potong.

Ketersediaan dana diperlukan dalam pengembangan agroindustri sapi potong. Sumber pembiayaan tersebut dapat diupayakan dari perbankan dan investor. Di lain pihak, pengembangan agroindustri pada kawasan atau lokasi yang merupakan lahan/tanah ulayat di Sumatera Barat juga dapat menimbulkan konflik sosial dalam pemanfaatannya, karena status tanah di Sumatera Barat yang dimiliki umumnya merupakan milik hak secara komunal (pemilikan dalam satu suku) yang tidak dapat diperjualbelikan kepada pihak lain, tetapi dapat dimanfaatkan setelah ada kesepakatan dari pemegang hak. Oleh karena itu, perlu dicarikan penyelesaiannya (resolusi konflik) dengan mewujudkan pemberdayaan masyarakat, yaitu mengikutsertakan peran masyarakat pemilik lahan dalam pembangunan industri/agroindustri sapi potong. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan industri/agtoindustri sapi potong dapat pula diwujudkan dengan menggunakan tenaga kerja lokal setempat, memanfaatkan peran perantau Minang sebagai investor dan investor dari pengusaha swasta.

Pengembangan agroindustri sapi potong yang sesuai dengan perencanaan dapat direalisaikan melalui pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan untuk mewujudkan Visi dan Misi Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat “Mewujudkan Sumatera Barat yang Tangguh, Bersih dan Semangat Kebersamaan” dan “Mewujudkan Masyarakat yang Sejahtera dan Berkeadilan” yang tercakup di dalam aspek pembangunan, yaitu “Terwujudnya Perekonomian yang Mampu Menyediakan Lapangan Pekerjaan dan Kehidupan yang Layak Secara Berkelanjutan” berdasarkan Strategi Pokok Pembangunan Daerah, yaitu penciptaan iklim yang kondusif bagi pembangunan yang berkeadilan.

5.6. Diagram Input-Output

Permodelan sistem diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang efektif dengan memperhatikan hubungan dari elemen-elemen masukan (input) dan keluaran

(output) yang memberikan pengaruh dalam operasional sistem. Model perencanaan

pengembangan agroindustri sapi potong dalam permodelan sistem digambarkan oleh elemen-elemen masukan dan keluaran serta manajemen pengendalian dalam diagram input output. Diagram input output sistem perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong secara rinci ditunjukkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram input output sistem perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong

Diagram input output sistem menggambarkan masukan dan keluaran serta manajemen pengendalian dari model perencanaan pengembangan agroindustri sapi

MANAJEMEN PERENCANAAN AGROINDUSTRI SISTEM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SAPI POTONG

INPUT LINGKUNGAN

1. Globalisasi Perekonomian 2. Persyaratan Perdagangan 3. Peraturan Pemerintah 4. Kondisi Sosial Budaya 5. Tuntutan Pelestarian

Lingkungan

Input terkendali

1. Perencanaan kebutuhan pasokan bahan baku dan kapasitas produksi

2. Standarisasi mutu dan keamanan bahan baku

3. Kredit usaha dan sharing modal investasi

4. Rencana tingkat laba yang diinginkan 5. Kelayakan industri pengolahan hasil sapi

potong yang berdaya saing

Input tidak terkendali

1. Permintaan pasar

2. Harga kebutuhan bahan dalam operasional produksi

3. Tingkat bunga bank 4. Perkembangan teknologi 5. Keamanan usaha

6. Perbedaan kepentingan dari

stakeholders

Output yang tidak dikehendaki

1. Biaya produksi tinggi akibat membesarnya biaya pengeluaran 2. Menurunnya penjualan produk 3. Kredit usaha macet

4. Pengelolaan industri terganggu 5. Pencemaran lingkungan

Output yang dikehendaki

1. Jaminan kualitas produk 2. Stabilitas harga produk 3. Keuntungan yang optimal 4. Penyelesian konflik yang

berkeadilan

5. Terlaksananya sistem pengembangan agroindustri sapi potong

potong. Keluaran yang dikehendaki dari pengoperasian sistem terdiri atas: (1) jaminan kualitas produk, (2) stabilitas harga produk, (3) keuntungan yang optimal, (4) penyelesaian konflik yang berkeadilan, (5) terlaksananya sistem pengembangan agroindustri sapi potong. Untuk keluaran yang tidak dikehendaki terdiri atas: (1) biaya produksi tinggi akibat membesarnya biaya pengeluaran, (2) menurunnya penjualan produk, (3) kredit usaha macet, (4) pengelolaan industri terganggu, (5) pencemaran lingkungan.

Pengkajian keberhasilan dilakukan untuk menghasilkan keluaran yang dikehendaki dan keluaran yang tidak dikehendaki dalam pengoperasian sistem melalui sistem kontrol manajemen perencanaan agroindustri sapi potong. Disisi input sistem, masukan terkendali dalam sistem pengembangan agroindustri sapi potong adalah: (1) perencanaan kebutuhan pasokan bahan baku dan kapasitas produksi, (2) standarisasi mutu dan keamanan bahan baku, (3) kredit usaha dan sharing modal investasi, (4) rencana tingkat laba yang diinginkan, (5) kelayakan industri pengolahan hasil sapi potong yang berdaya saing. Masukan yang tidak terkendali perlu diperhatikan dalam sistem pengembangan agroindustri sapi potong adalah: (1) permintaan pasar, (2) harga kebutuhan bahan dalam operasional produksi, (3) tingkat bunga bank, (4) perkembangan teknologi, (5) perbedaan kepentingan dari

Dokumen terkait