• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Penyelesaian (Resolusi) Konflik

Pengembangan suatu industri pada daerah dan kawasan tertentu dapat memicu terjadinya permasalahan yang akhirnya menimbulkan konflik antar

stakeholder. Salah satu penyelesaian permasalahan tersebut adalah melakukan

stakeholder dialogue. Stakeholder dialogue digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan dan mengatasi konflik melalui kompromi dan dilakukan dengan cara dialog dari pihak yang saling berperkara.

Beberapa bentuk kesepakatan telah dicapai melalui pendekatan multy atribute

utility dari persoalan perbedaan yang berakibat terjadinya konflik dari pihak yang

berkepentingan (Tell, 1976; Sulistyadi, 2005). Multy atribute utility merupakan analisa biaya berdasarkan hypothetical compensation yang digunakan dalam menentukan nilai preferensi individual sosial (Turner et al, 1994). Nilai kesediaan satu individu untuk membayar kompensasi atas suatu usaha yang memberikan keuntungan kepada pihak lain yang mau menerima merupakan cara analisa manfaat dan biaya dari

hypothetical compensation (Sulistyadi, 2005). Identifikasi perbedaan kepentingan

dalam pembangunan suatu industri dari beberapa kegagalan yang terjadi dicarikan solusi penyelesaian melalui mediator untuk menciptakan kerjasama dari pihak yang bersengketa menggunakan sistem informasi yang menghubungkan kedua belah pihak untuk bernegosiasi (Indonesian Alternative Dispute Resolution Unit, 2000). Mediator adalah pihak ketiga, dapat melalui pemerintah atau agen yang ditunjuk secara resmi yang tidak memihak ke salah satu yang berperkara dan bersifat adil.

2.6. Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah

Skala usaha kecil berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI nomor 254/MPP/Kep/7/1997, yaitu nilai investasi yang dimiliki perusahaan seluruhnya mencapai Rp. 200 juta,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (Deperindag RI: http://www.dprid.go.id[26 Februari 2005]. Pembiayaan UMKM dalam penambahan modal kerja/investasi untuk mengembangkan usaha dapat melalui Kredit Usaha Kecil (KUK) dari perbankan. Menurut peraturan Bank Indonesia (BI) disempurnakan (http://www.bi.go.id) [26 Februari 2005], besarnya pemberian kredit melalui KUK minimal adalah Rp. 500 juta per nasabah.

Istilah usaha kecil dan menengah (small and medium Enterprise; SME)

menurut Bank Dunia dalam keputusan pemberian pinjaman adalah usaha kecil yang memiliki 50 orang tenaga kerja dengan total aset sampai dengan $ 3 juta dan total penjualannya mencapai $ 3 juta. Untuk usaha menengah memiliki tenaga kerja sebanyak 300 orang dengan total aset sampai dengan $ 15 juta dan total penjualannya mencapai $ 15 juta (http://www.wordbank.org) [26 Februari 2005].

Berbagai program peningkatan kemampuan permodalan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan sistem pinjaman/kredit berbunga pada perbankan konvensional, baik berbentuk kredit program (berbunga rendah), maupun kredit komersial. Terdapat pula alternatif lain dalam menunjang sistem pembiayaan UMKM, yakni pola bagi hasil melalui lembaga keuangan mikro syariah (Hendri, 2006). Sistem pembiayaan UMKM adalah pola bagi hasil (loss and profit sharing) yang merupakan nilai tradisional Indonesia yang dapat dikembangkan sebagai konsep dan sistem kelembagaan tradisional yang universal untuk menunjang (Darmansyah, 2005).

Di Indonesia, bagi hasil dikenal di seluruh daerah. Bagi hasil di Aceh disebut dengan meudua laba untuk bagi dua; di Sumatera Barat dikenal sebutan sasiah,

mampaduokan (sapaduo, saduoan, sapuduoan atau sapaduoan), mampatigoi

(sapatigo), dan seterusnya; di Sulawesi Selatan misalnya disebut thesang-tawadua

untuk bagi dua; di Bali dikenal nandu, telon, negmepat-empat, dan ngelima-lima; sedangkan di Jawa dikenal maro, mertelu, mrapat, dan seterusnya (Rino, 2007; Nagara, 2008; Syahyuti, http://www.geocities.com [04-02-2008].

2.7. Sistem Penunjang Keputusan

Falsafah kesisteman telah banyak digunakan dan berkembang dengan pesat sebagai penyelesaian berbagai persoalan yang semakin kompleks. Menurut Marimin (2004) pendekatan sistem dapat memberi landasan untuk pengertian yang lebih luas

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem. Eriyatno (2003) menyatakan pendekatan sistem diperlukan karena pemikiran sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh dan sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Struktur sistem yang dibagi ke dalam input, proses, dan output saling berinteraksi dengan lingkungannya dan frekuensi interaksi di dalamnya yang terjadi merupakan suatu mekanisme umpan balik (Turban, 1990).

Turban (1988) menyatakan, bahwa pada DSS terdapat beberapa komponen program, yaitu: 1) Dialogue Management, yaitu program yang mengelola tampilan layar yang menerima masukan (input) dari pengguna dan mengirim hasilnya (output) ke pengguna, 2) Data Management, yaitu sebagai penyimpan dan pengolah data dan informasi, 3) Model Management, yaitu suatu paket program yang berisi perhitungan finansial, statistik, model teknik optimasi dan metode kuantitatif lainnya yang mempunyai kemampuan analisis, dan 4) Knowledge Management, yaitu pendapat ahli yang dimasukkan ke dalam sistem untuk memecahkan masalah terutama untuk sistem yang semi kompleks dan tidak terstruktur yang biasa digunakan untuk Expert

System, namun dapat juga ditambahkan pada DSS.

Sistem Penunjang Keputusan (decision support system, DSS) merupakan

salah satu bagian dari pendekatan sistem (Turban, 1990). Pendekatan sistem pada manajemen dirancang untuk memanfaatkan analisis ilmiah pada permasalahan organisasi dengan tujuan untuk mengembangkan dan pengelolaan sistem operasi, dan perancangan sistem informasi dalam pengambilan keputusan (Suryadi dan Ramdhani, 2002). Perkembangan dari sistem pendukung keputusan pada pembentukan dasar pendekatan sistem adalah gagasan pengotomatisan atau pemrograman keputusan. Gagasan dasar dan utama mengenai pendekatan sistem pada sistem pendukung keputusan adalah hubungan timbal balik antara data, model, dan keputusan yang dihasilkan.

Model merupakan inti dari rancang bangun DSS, karena model dapat menghasilkan keputusan yang efektif bagi pengguna. Menurut Eriyatno (2003) model adalah ekspresi dari sebuah objek atau situasi aktual dunia. Model dapat melihat hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili beberapa aspek dari realitas yang sedang dikaji. Sistem berbasis komputer umumnya

menggunakan model matematika berupa persamaan, karena mudah dan cepat dimengerti, serta lebih tepat dalam pengolahan data dan informasi. Model dalam matematika umumnya dapat dibagi dua, yaitu model statik dan stokastik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu dan model dinamik yang mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model. Model stokastik adalah model yang didasari pada teknik peluang dan perhitungan adanya ketidakmenentuan atau disebut juga model probalistik. Model kuantitatif yang tidak mempertimbangkan peluang kejadian dalam matematika disebut model deterministik.

2.8. Perkembangan Sistem Berbasis Komputer

Perkembangan dan penggunaan komputer yang semakin pesat dan meluas, dipengaruhi oleh semakin banyaknya tekanan-tekanan dan permintaan dari para penggunanya. Penelitian dan pengembangan di bidang mesin kecerdasan buatan

(artificial intelligence machine) digunakan adalah untuk mempercepat kinerja dan

pengembangan sistem informasi berbasis komputer dalam mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan daya nalar dan kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI), seperti penerapan di laboratorium, pabrik-pabrik dan rumah tangga (Marimin, 2002). Penerapan komputer di laboratorium menurut Sailah et al. (1989) digunakan dalam perhitungan-perhitungan proses. Analisa numerik hasil kecerdasan buatan dalam pemrograman komputer pada proses pangan, dimulai dari hasil penelitian laboratorium, kemudian mencari kondisi optimum sebagai acuan dalam suatu permodelan. Pemrograman komputer dalam analisa numerik tersebut hanya sebagai alat bantu dalam menyelesaikan perhitungan, karena salah satu tujuan dari kecerdasan buatan adalah merealisasi komputer yang memiliki kecerdasan seperti manusia untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi atau melakukan kegiatan yang memerlukan penalaran dinamik.

Diantara bidang-bidang yang tercakup pada sistem informasi berbasis komputer dalam sistem penunjang keputusan (decision support system, DSS) adalah sistem pakar (expert system, ES). Menurut Marimin (2002) perkembangan expert

system (sistem pakar) dihasilkan dari penelitian dalam bidang intelijen/kecerdasan

buatan (artificial intelligence, AI). Sistem pakar ditujukan untuk memenuhi keinginan kecanggihan komputer oleh pemakai untuk dapat mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan daya nalar atau kecerdasan buatan. Sistem pakar merupakan sistem komputer yang berbasis pengetahuan yang terpadu di dalam sistem informasi dasar

dan memiliki kemampuan memecahkan berbagai persoalan dalam bidang tertentu secara cerdas dan efektif, seperti layaknya seorang pakar (Marimin, 2005).

Struktur dari sistem pakar pada prinsipnya tersusun atas beberapa komponen berikut: 1) fasilitas akuisisi pengetahuan, yaitu merupakan suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan yang digunakan oleh seorang ahli dalam menyelesaian masalah pada domain tertentu, 2) sistem berbasis pengetahuan, yaitu merupakan tempat penyimpanan pengetahuan yang diperlukan untuk mengerti, merumuskan dan menyelesaikan masalah, 3) mesin inferensi, yaitu suatu modul yang berisi strategi penalaran yang dipakai oleh pakar pada saat mengolah atau memanipulasi fakta atau aturan yang tugas utamanya adalah menguji fakta, kaidah dan fakta baru jika memungkinkan serta memutuskan perintah sesuai dengan hasil penalaran, 4) fasilitas untuk menjelaskan dan justifikasi, dan 5) penghubung antara pengguna dan sistem pakar (Marimin, 2007).

Turban dan Aronson (2001) memperkenalkan teknologi pengambilan keputusan selain algoritma genetik (genetic algoritms, GA) dan berbeda dengan pendekatan kualitatif (qualitative reasoning) lainnya dalam sistem intelijen/kecerdasan buatan dan aplikasi dalam dunia nyata, yakni teknologi pengambilan keputusan menggunakan logika fuzzy (fuzzy logic) atau gugus fuzzy. Alur penyelesaian dalam pencarian solusi dengan metoda fuzzy dari permasalahan nyata disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Alur penyelesaian masalah dengan metoda

fuzzy (Marimin, 2002)

Represent asi Nat ural

Fuzzifikasi

Kom put asi Secara Fuzzy

Defuzzifik asi

Solusi Perm asalahan ny at a

Gugus fuzzy dapat mendefinisikan dan mengekspresikan dan menyelesaikan sifat kemenduaan (ambiguity) dalam bahasa sehari-hari, dimana logika biasa tidak dapat menyelesaikannya (Marimin, 2002). Gugus fuzzy merupakan perangkat yang tepat dalam mengekspresikan sifat kemenduaan dan merupakan media komunikasi yang dapat berbicara mengenai logika alami dan kompleksitas diantara manusia dan pengetahuan sosial. Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik yang mempunyai kemampuan mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti, dan tidak tepat. Sistem tersebut menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran dan sering menggunakan informasi linguistik dan verbal. Gugus fuzzy didefinisikan oleh Bojadziev dan Bojadziev (1999) sebagai derajat elemen keanggotaan dalam suatu gugus fungsi yang berada dalam suatu selang tertentu dalam batasan yang tidak jelas (fuzzy). Gugus fuzzy dan keanggotaan fuzzy yang digunakan dalam logika fuzzy diekspresikan dalam model verbal/kata-kata (tinggi, rendah, sedang, besar, kecil) seperti dalam hal keuntungan, investasi, biaya, penghasilan, usia dan sebagainya.

Dokumen terkait