• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Penyusunan Strategi Kebijakan Pengembangan MSM dengan

4.3.1 Analisis Situasi/Analisis Konteks Proyek

Tahapan analisis ini merupakan tahapan persiapan yang tidak secara baku harus diterapkan dalam langkah-langkah pengembangan LFA terhadap suatu kasus. Pada analisis situasi ataupun yang sering juga disebut sebagai analisis konteks proyek, dideskripsikan mengenai permasalahan atau situasi yang akan dicarikan solusinya melalui pendekatan LFA. Informasi-informasi yang digunakan dapat berupa kondisi status quo pada laporan-laporan perencanaan strategi terdahulu ataupun kompilasi dokumen-dokumen lain (European Integration Office 2011).

Dari penelusuran studi yang dilakukan, secara umum dapat dinyatakan bahwa perngembangan aspek hilir kelapa sawit masih memiliki prospek yang baik di Indonesia untuk dikembangkan lebih lanjut, terutama terkait dengan nilai tambah dan daya saing dalam rangka pembangunan kelapa sawit berkelanjutan dan berkeadilan.

Namun, kelapa sawit juga menghadapi berbagai masalah/kendala terkait dengan teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan, dan tata kelola (Gambar 11). Masalah-masalah tersebut perlu di atasi supaya tidak mendistorsi daya saing produk-produk kelapa sawit Indonesia di pasar (Haryana et al. 2010).

Gambar 10. Permasalahan Pembangunan Kelapa Sawit di Indonesia (Haryana et al. 2010)

Permasalahan pembangunan kelapa sawit tersebut tentunya akan turut berimbas pada terhambatnya pengembangan MSM di Indonesia. Hal ini sangat disayangkan mengingat manfaat dan potensi produk hilir minyak sawit, dalam hal ini adalah minyak sawit merah (MSM) sudah seringkali dieksplorasi dan dibuktikan secara ilmiah melalui studi-studi yang telah dipublikasikan secara internasional. Salah satu manfaat yang paling utama adalah dalam mengatasi kekurangan atau meningkatkan status kecukupan vitamin A. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam rangka menguji manfaat MSM tersebut direkapitulasi pada Tabel 8.

45

Rice dan Burns (2010) mengungkapkan dalam studinya bahwa telah cukup banyak studi yang menunjukkan manfaat MSM dan kini saatnya dilakukan studi- studi yang dapat mendukung implementasi studi ilmiah yang telah dilaksanakan sebelumnya. Informasi dalam studi-studi terbaru diharapkan dapat memberikan panduan bagi pembuat kebijakan dan manajer program untuk melakukan scaling up pendekatan-pendekatan ilmiah yang telah terbukti ke tingkatan pelaksanaan di masyarakat. Hal ini merupakan salah satu landasan utama dalam pelaksanaan tahapan pendekatan LFA untuk mengembangkan MSM di penelitian ini.

Aplikasi pendekatan LFA dalam upaya mengembangkan minyak sawit merah akan mampu merangkum hal-hal yang perlu diperhatikan dari berbagai aspek (meliputi aspek teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan, dan tata kelola). Karena dengan pendekatan LFA, sebuah proyek diamati sebagai suatu rangkaian peristiwa yang terkait secara causative (hubungan sebab-akibat).

Selain manfaat yang sangat baik untuk kesehatan, terutama untuk mengatasi kekurangan vitamin A, MSM telah pula dibuktikan secara ilmiah dapat diaplikasikan untuk pada berbagai jenis produk pangan. Uji sensori yang dilakukan oleh Choo et al. (1994) menunjukkan bahwa MSM memiliki kualitas yang baik dan tingkat akseptabilitas yang setingkat dengan minyak sawit RBD. MSM dapat digunakan sebagai bahan dasar salad dressing, berbagai jenis kari, saus dan berbagai jenis produk pangan olahan lainnya. MSM dapat juga digunakan dalam formula margarin untuk memberikan warna produk serta kandungan pro-vitamin A yang diinginkan. Berbagai aplikasi MSM pada produk- produk pangan olahan dapat dilihat pada Tabel 4 pada bab Tinjauan Pustaka.

Mengingat potensi MSM untuk diaplikasikan pada berbagai produk pangan olahan yang sudah memiliki tingkat penerimaan yang baik di masyarakat, maka pada penelitian ini, MSM dikembangkan sebagai produk antara. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengatasi barrier dalam tingkat akseptabilitas MSM bila digunakan sebagai produk akhir (produk pangan siap konsumsi).

Tabel 8 Rekapitulasi beberapa studi mengenai MSM dalam kontribusinya menangani status kekurangan vitamin A

Jenis Intervensi Gizi

Negara, Peneliti

(Tahun) Sumber MSM Hasil Penelitian

Suplementasi makanan harian

Indonesia, Lian

(1967, 1968)

Indonesia Meningkatnya konsentrasi

serum retinol pada anak pra-sekolah

Honduras, Canfield

(2000, 2001)

Malaysia Meningkatnya karotenoid

pada ASI, serum maternal dan serum pada bayi; tidak ada pengaruh pada deposit vitamin A pada hati

Fortifikan rumah tangga

Papua Nugini, Binns (1984), Pust (1985)

Papua Nugini Meningkatnya

pertumbuhan pada anak pra-sekolah pada tingkat studi pilot tapi tidak pada studi skala lebih besar

Tanzania, Lietz,

(2000, 2006)

Malaysia (Carotino oil)

Meningkatnya konsentrasi karotenoid pada serum dan ASI

India, Radhika (2003) Malaysia (Carotino oil)

Meningkatnya konsentrasi serum retinol pada wanita

dan konsentrasi retinol

pada sampel inti darah bayi Burkina Faso, Zagre

(2002), Zagre (2003)

Burkina Faso Meningkatnya konsentrasi

serum retinol pada anak pra-sekolah dan wanita usia reproduksi Makanan yang difortifikasi dan didistribusikan pada konsumen target India, serangkaian penelitian (1991- 2002)

India Meningkatnya indikator-

indikator status vitamin A pada anak pra-sekolah dan usia sekolah

Burkina Faso, Zeba (2006)

Burkina Faso Meningkatnya konsentrasi

serum retinol pada anak usia sekolah Makanan pokok yang difortifikasi (diproduksi oleh IRT ataupun produsen komersial) Tanzania, Mosha (1999)

Tanzania Meningkatnya konsentrasi

serum retinol pada anak usia pra-sekolah dan wanita hamil serta menyusui

Rice dan Burns 2010

Selanjutnya, terkait dengan kebutuhan riset untuk mendukung perkembangan dan daya saing industri sawit, Goenadi et al. (2005) mengungkapkan bahwa riset/ teknologi yang dibutuhkan pada dasarnya terdiri dari tiga pilar utama. Tiga pilar tersebut meliputi bidang on-farm (hulu/downstream), off-farm (hilirr/upstream) dan intermediat.

47

Goenadi et al. (2005) menambahkan bahwa terdapat bagian riset yang bisa dilakukan secara mandiri dan ada bagian yang dilakukan secara terintegrasi antar dua bidang, bahkan tiga bidang. Sebagai contoh, untuk riset bidang pemupukan, riset secara umum dapat dilakukan secara mandiri, tanpa memiliki keterkaitan langsung yang kuat dengan bidang intermediat dan off-farm. Di sisi lain, riset di bidang budidaya akan memiliki keterkaitan yang kuat dengan bidang intermediat, seperti yang berkaitan dengan lingkungan dan aspek sosial budaya. Untuk pemuliaan, tiga bidang perlu bersinergi secara kuat. Riset bidang pemuliaan harus berkaitan kuat dengan bidang intermediat (selera pasar dan kebijakan yang berkaitan dengan pembenihan). Di samping itu, riset tersebut juga berkaitan erat dengan bidang off-farm, khususnya yang berkaitan dengan proses, produk turunan, dan produk samping (Goenadi et al. 2005). Lebih lanjut tingkatan tertinggi atau aspek terpenting dari off farm adalah pemanfaatan produk oleh masyarakat luas (adopsi) baik secara sosial maupun komersial.

Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian pengembangan strategi kebijakan MSM dengan pendekatan LFA pada penelitian ini (yang bersifat riset intermediat) didahului terlebih dahulu oleh penelitian yang bersifat off-farm. Penelitian off-farm yang dilakukan dimaksudkan untuk menggali secara ilmiah salah satu potensi dan peluang yang dapat menjadi faktor pendorong dalam pengembangan MSM. Pendataan potensi tersebut tentu saja dibutuhkan dalam pendekatan LFA.

Dokumen terkait