• Tidak ada hasil yang ditemukan

Policy Strategy for the Development of Red Palm Oilbased on Logical Framework Approach

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Policy Strategy for the Development of Red Palm Oilbased on Logical Framework Approach"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

LOGICAL FRAMEWORK APPROACH

HERLINA HADISETIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Kebijakan Pengembangan Minyak Sawit Merah dengan Pendekatan Logical Framework Approach adalah karya saya dengan arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

(4)
(5)

HERLINA HADISETIAWATI. Policy Strategy for the Development of Red Palm Oil based on Logical Framework Approach. Under direction of TIEN R. MUCHTADI, and WAYAN BUDIASTRA

Red palm oil (RPO) is a very potential product that needs to be developed, particularly to address nutritional problems in Indonesia. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII, possess unique palm trees which are products of backcrossing activity between Elaeis guineensis and E. Oleifera. The trees are

indicated to contain β-carotene up to 2000 ppm. The purpose of this research is to explore the potential of the backcross plants as the raw material of RPO and consequently use the information as the supporting element in the development the logframe matrix for the development of RPO in Indonesia This research was conducted through these following stages: (1) production of crude palm oil from backcross palm fruit samples utilizing fully optimized and integrated extraction techniques, (2) identification of the most potential plant; and (3) organizing a policy strategy to develop the RPO in Indonesia based on LFA approach. This reasearch showed that there is a potential palm trees that could be utilized as the raw material for RPO. The carotenoid content of the palm oil produced from the chosen plant with the application of series of optimized and integrated technology process would reached about ± 804.89 ppm. Furthermore, the logframe matrix produced through the LFA analysis elaborated that the ultimate goal of the development of RPO in Indonesia will be to enhance value-added and multiplier effects of the Indonesian palm oil, mainly for the welfare of the people. The ultimate goal will be reached through the implementation of government policy to enhance the quality of nurturing, maintenance and production of the potential backcross palm tree by PTPN XIII and the improvement of the plants’ seeds quality by PPKS.

(6)
(7)

HERLINA HADISETIAWATI. Strategi Kebijakan Pengembangan Minyak Sawit Merah dengan Pendekatan Logical Framework Approach. Dibimbing oleh TIEN R. MUCHTADI dan WAYAN BUDIASTRA.

Selama proses pengolahan (pemucatan, netralisasi dan deodorisasi) terjadi penurunan kandungan komponen gizi yang penting seperti karotenoid, tokoferol dan tokotrienol pada minyak sawit. Sebagai upaya mempertahankan kandungan komponen-komponen aktif tersebut, maka dikembangkanlah produk minyak sawit merah. Menurut Sundram et al. (2003), minyak sawit merah merupakan sumber

β-karoten alami yang paling tinggi, dengan kandungan rata-rata ~500-800 mg karotenoid provitamin A/kg minyak. Selain jumlahnya yang tinggi, karotenoid pada minyak sawit merah relatif mudah terserap di tubuh karena sudah terlarut dalam fase minyak.

Telah banyak studi-studi ilmiah yang dilakukan dalam mengembangkan dan menguji khasiat minyak sawit merah (terutama dalam menangani KVA), dan saatnya kini beralih ke studi operasional proyek yang dapat memungkinkan teraplikasikannya studi-studi ilmiah yang telah dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu menyelidiki aspek teknik MSM dan dilanjutkan dengan studi pengembangan proyek untuk mengembangkan MSM di Indonesia. Penggabungan aspek teknik dan sosial pada penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperkuat hasil rumusan strategi yang dihasilkan.

Eksplorasi keunggulan tanaman sawit hasil persilangan yang dilaksanakan pada penelitian ini juga dilakukan untuk mengangkat faktor potensi/kekuatan yang dapat digunakan dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan industri MSM berdasarkan pendekatan Logical Framework Approach (LFA).

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan penelitian, yaitu: (1) Produksi minyak sawit kasar dari sampel buah sawit hasil persilangan Elaeis guneensis dan E. Oleifera; (2) Identifikasi tanaman sawit terpilih sebagai bahan baku MSM; dan (3) penyusunan strategi kebijakan pengembangan minyak sawit merah kaya karoten dengan pendekatan LFA.

Dari analisis CPO yang dilakukan, ditemukan bahwa sampel 13 memiliki

kandungan β-karoten tertinggi, yaitu sebesar 2.398,1 ppm. Apabila sampel tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan NDRPO (Neutralized Deodorized Red Palm Oil), maka akan dapat dihasilkan NDRPO dengan kadar karoten sebesar 1.415,42 ppm (nilai retensi karoten sebesar 70%).

Dengan demikian, dari segi kandungan β-karoten yang dapat dimiliki pada produk akhirnya, maka sampel 13 yang merupakan hasil persilangan dari Elaeis guneensis dan E. oleifera tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku NDRPO. Namun yang perlu diperhatikan dan perlu dikembangkan adalah rendemen ekstraksi minyak yang dimilikinya (6,28 %).

(8)

berganda dari minyak sawit Indonesia, terutama untuk kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut, diperlukan kegiatan-kegiatan berikut: (1) membangun kepastian implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung iklim kondusif pengembangan MSM secara konsisten; (2) dilaksanakannya studi-studi ilmiah yang mengakomodir kepentingan pihak industri (misal: mengenai aspek biaya-manfaat, feasibility, preferensi konsumen terhadap MSM); (3) dilaksanakannya peningkatan kualitas, konsistensi karakteristik unggul tanaman sawit unggul melalui riset-riset bidang hulu; (4) dijalinnya jaringan litbang dan komunikasi yang baik antar unsur akademisi-pemerintah-industri terkait pengembangan MSM; dan (5) Dikeluarkannya kebijakan top down untuk pengembangan dan pemanfaatan bibit unggul yang disertai dengan pemberian insentif.

Bila kegiatan tersebut terlaksana dengan baik, maka diharapkan dapat terbangun opini bahwa produksi dan ekspor CPO kurang menguntungkan yang akan berujung pada terbangunnya industri pengolahan MSM komersial di Indonesia sehingga tujuan akhir kegiatan pengembangan akhirnya tercapai.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN

MINYAK SAWIT MERAH DENGAN PENDEKATAN

LOGICAL FRAMEWORK APPROACH

HERLINA HADISETIAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Strategi Kebijakan Pengembangan Minyak Sawit Merah dengan Pendekatan Logical Framework Approach

Nama : Herlina Hadisetiawati NRP : F251090081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS. Ketua

Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian : 1 Agustus 2012 Tanggal Lulus:

(14)
(15)

karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Wayan Budiastra, M.Agr. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan selama penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Ibu Dr. Nur Wulandari, S.TP., MSi, selaku dosen penguji diluar komisi pembimbing yang memberikan masukan dan saran berharga untuk menyempurnakan tesis ini.

3. Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas pendanaan studi dan penelitian melalui program Beasiswa Pasca Sarjana Kementerian Ristek. 4. Atasan dan rekan kerja di Kementerian Riset dan Teknologi: Bapak Prof. dr.

Amin Soebandrio, Ph.D., Sp.MK., Bapak Dr. Masrizal, Ibu Nada Marsudi, Bapak Dr. Wayan Budiastra, Bapak Mujiyanto, Ibu Tri Sundari, Munawir Razak, Annisa Pranowo, Dinny Afifi, Amir F. Manurung, Ibu Tiomega Gultom dan Bapak Ruben Silitonga atas dukungannya yang memungkinkan penulis menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

5. Pimpinan dan Staf Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI): Bapak Prof. Dr. Khaswar Syamsu, Bapak Ade, Mbak Yuli, Vero dan Mas Iman atas bantuan dan kerjasamanya.

6. Teknisi dan laboran di Techno Park atas bantuannya selama penelitian.

7. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada suami, ayah, ibu, dan anak penulis atas dukungan, dorongan moril, kasih sayang, perhatian, kesabaran, serta doa-doa yang tulus.

8. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua, Pengajar, dan Pegawai Administrasi Program Studi Ilmu Pangan IPB, yang telah memberi perhatian, mengajar, dan memberikan pelayanan administrasi dan akademik kepada penulis selama perkuliahan di IPB.

9. Teman-teman pada Program Studi Ilmu Pangan tahun angkatan 2009, terutama Dede Saputra, S. Pi, M. Si atas dukungan dan bantuannya dalam proses menuju kelulusan penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh teman IPN 2009 lainnya: Rani Anggraeni, Hermawan Seftiono, Wanny Hamdani, Nandi Sukri, Rangga Bayuharda, Riyanti, Sri Tinna Paiki serta yang lainnya atas dukungan dan pertemanan yang tulus.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan doanya selama ini.

Semoga Allah Yang Kuasa membalas budi baik Bapak/Ibu/Saudara/i semuanya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 19 September 1982 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Ayah Sanny Hadisantoso Soemodilogo dan Ibu Edwina Hadisantoso.

Pendidikan dasar penulis ditempuh tahun 1989-1995 di SDN Polisi IV Bogor. Salah satu prestasi penulis di SD adalah terpilih sebagai peringkat ke-3 Pelajar Teladan Tingkat Propinsi Jawa Barat tahun 1994. Lulus dengan NEM tertinggi di tingkat Kotamadya, penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 4 Bogor pada tahun 1995-1998. Selama di SLTP, penulis aktif dalam berbagai kepengurusan, seperti: Bendahara II Penggalang Gugus Depan 04 Bogor dan Sekretaris II OSIS SLTPN 4 Bogor. Tahun 1998-2001, penulis kemudian menempuh pendidikan di SMUN 1 Bogor. Kegiatan ekstra kurikuler yang aktif diikuti selama SMU adalah pada Bulettin SMUN 1 Bogor dan English Association of SMUN 1 Youth. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu danTeknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB melalui jalur UMPTN pada tahun 2001.

Setelah lulus dari pendidikan S1 pada tahun 2005 dengan gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis sempat bekerja di Forum Kerja Penganekaragaman Pangan dan SEAFAST Center, sebelum akhirnya menjadi Analis Jaringan Iptek di Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI pada tahun 2006.

Pada tahun 2007, penulis menikah dengan Fajar Fauzan dan melahirkan anak pertamanya, Muhammad Danendra Arrayyan pada tahun 2008.

Selama mengemban tugas sebagai analis jaringan Iptek, penulis kerap terlibat dalam penyusunan kebijakan dan kerjasama Iptek sektor Ketahanan Pangan Nasional sehingga akhirnya penulis termotivasi untuk melanjutkan pendidikan jenjang S2 di bidang Ilmu Pangan. Dengan niat tersebut, penulis memperoleh Beasiswa Program Pasca Sarjana Kementerian Ristek dan memulai studi di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pasca Sarjana pada tahun 2009.

(18)
(19)

Halaman

2.1.3 Persilangan antara E. guineensis dan E. oleifera ... 10

2.2 Pengolahan Buah Sawit Menjadi Minyak Sawit Kasar (CPO) ... 11

2.2.1 Sterilisasi ... 11

2.3.1 Teknologi Pengolahan Minyak Sawit Merah ... 12

2.3.2 Karakteristik Kimiawi dan Parameter Gizi Minyak Sawit Merah ... 15

2.3.3 Manfaat Minyak Sawit Merah bagi Kesehatan ... 16

2.3.4 Aplikasi Minyak Sawit Merah pada Produk Pangan ... 18

2.4 Logical Framework Approach ... 19

3.5 Identifikasi Tanaman Sawit Terpilih ... 27

3.5.1 Penghitungan Rendemen (Andi 1994) ... 27

(20)

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.6.3 Teknik Analisis ... 29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Analisis Minyak Sawit Kasar ... 31

4.2 Identifikasi Tanaman Sawit Terpilih sebagai Bahan Baku MSM ... 36

4.2.1 Estimasi Rendemen Ekstraksi Minyak ... 36

4.2.2 Pengujian Kandungan β-karoten ... 38

4.2.3 Penentuan Sampel Potensial sebagai Bahan Baku MSM ... 41

4.3 Penyusunan Strategi Kebijakan Pengembangan MSM dengan Pendekatan LFA ... 42

4.3.1 Analisis Situasi/Analisis Konteks Proyek ... 43

4.3.2 Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholders) ... 47

4.3.2.1 Analisis SWOT ... 47

4.3.2.2 Identifikasi pemangku kepentingan ... 61

4.3.3 Analisis Permasalahan ... 64

4.3.4 Analisis Tujuan ... 66

4.3.5 Analisis Alternatif Strategi Pengembangan ... 66

4.3.6 Penyusunan Matriks Logical Framework (Logframe Matrix) ... 67

4.4 Penentuan Kebijakan Sebagai Langkah Utama Pengembangan MSM di Indonesia ... 70

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 81

(21)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik kimiawi beberapa jenis minyak sawit ... 15

2 Karakteristik kimiawi minyak sawit merah ... 16

3 Profil karotenoid pada beberapa jenis minyak sawit ... 16

4 Aplikasi minyak sawit merah dan fraksinya pada berbagai produk pangan . 19 5 Hasil analisis kandungan β-karoten pada minyak tanaman sawit persilangan di kebun Gunung Emas PTPN XII ... 32

6 Hasil estimasi rendemen ekstraksi minyak dari tanaman sawit hasil persilangan E. guineensis dan E. oleifera ... 37

7 Hasil analisis kandungan β-karoten pada minyak dari tanaman sawit hasil persilangan E. guineensis dan E. oleifera ... 39

8 Rekapitulasi beberapa studi mengenai MSM dalam kontribusinya menangani status kekurangan vitamin A ... 46

9 Matriks SWOT pengembangan MSM di Indonesia ... 48

10 Data ekspor minyak sawit Indonesia Tahun 2009 ... 54

11 Matriks LFA untuk pengembangan MSM di Indonesia ... 68

(22)
(23)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pohon tanaman sawit E. guineensis (a); dan Struktur melintang buah Elaeis guineensis dari 3 varietas (b) ... 8 2 Tanaman E. oleifera ... 9 3 Tahapan proses refining minyak sawit komersial secara kimiawi dan fisik . 14 4 Pohon permasalahan (problem tree) yang disusun menggunakan pendekatan LFA ... 22 5 Pohon tujuan (objective tree) ... 23 6 Struktur umum logframe matrix ... 24 7 Diagram alir penelitian ... 26 8 Penampakan buah sawit persilangan E. guineensis dan E. oleifera yang dijadikan sampel produksi minyak sawit kasar ... 33 9 Fraksi minyak hasil sentrifugasi dari salah satu sampel buah sawit persilangan

(24)
(25)
(26)

xxii

(27)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu produk pangan unggulan di Indonesia. Dari segi ketersedian, saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 20,8 juta ton dengan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 8,127 juta hektar. Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit diperkirakan sebesar 12,5%/tahun dengan peningkatan produksi sebesar 11,1%/tahun (Ditjenbun 2010).

Berikutnya, minyak sawit sebagai bahan baku utama minyak makan memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lain, terutama dari tingginya kandungan mikronutrien. Kandungan karotenoid minyak sawit secara umum adalah sebesar 500-700 ppm yang komponen utamanya adalah α dan -karoten (Choo 1997). Karotenoid, terutama α dan -karoten merupakan pre-kursor vitamin A yang akan dikonversi menjadi vitamin A secara in vivo (Nagendran, et al. 2000).

Namun selama proses pengolahan (pemucatan, netralisasi dan deodorisasi) terjadi penurunan kandungan komponen gizi yang penting seperti karotenoid, tokoferol dan tokotrienol pada minyak sawit. Sebagai upaya mempertahankan kandungan komponen-komponen aktif tersebut, maka dikembangkanlah produk minyak sawit merah. Minyak sawit merah diolah menggunakan teknologi pengolahan konvensional yang terkendali atau dengan teknologi khusus seperti ekstraksi superfluida kritik dan destilasi membran terutama untuk mempertahankan kandungan -karoten.

(28)

Telah banyak penelitian yang dilakukan dalam pengembangan teknologi pengolahan minyak sawit merah, terutama untuk mempertahankan retensi -karoten. Andi (1994), Fauzi dan Sarmidi (β010) melakukan optimasi ekstraksi -karoten dari kelapa sawit. Optimasi ataupun kendali proses pemurnian minyak sawit merah untuk meningkatkan retensi -karoten telah dilakukan pula oleh Mas‘ud (β007), Widarta (β008) dan Riyadi (β009).

Saat ini telah tersedia minyak sawit merah komersial di pasaran dengan kandungan -karoten mencapai 500 ppm (Carotino 2010). Sementara itu, minyak sawit yang diproduksi melalui deasidifikasi terkendali oleh Mas‘ud (β007) dari CPO biasa memiliki kadar karotenoid akhir sebesar 390 ppm. Adapun minyak sawit yang dihasilkan dari bahan baku CPO industri melalui deasidifikasi dan deodorisasi terkendali oleh Riyadi (2009) memiliki kandungan akhir karoten sebesar 375,33 ppm.

Kandungan -karoten dalam minyak sawit merah dapat ditingkatkan dengan optimasi teknologi pengolahan untuk mempertahankan retensi -karoten ataupun dengan menggunakan bahan baku buah sawit dengan kandungan -karoten yang lebih tinggi. Pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII, kebun Gunung Emas, diduga terdapat tanaman kelapa sawit hasil persilangan Elaeis guineensis dan E. Oleifera dengan kandungan -karoten tinggi, yaitu mencapai 2.000 ppm. Berdasarkan penelusuran literatur, penggunaan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak makan dengan kadar karoten mencapai 2.000 ppm sebagai bahan baku minyak sawit merah belum pernah dilaksanakan.

Penelitian menggunakan bahan baku tanaman kelapa sawit tersebut dengan dikombinasikan optimasi teknologi pengolahan terintegrasi diharapkan dapat menghasilkan minyak sawit merah dengan kandungan -karoten yang tinggi, melebihi rata-rata kandungan -karoten produk sejenis. Tingginya kadar karoten tersebut terutama diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membantu menanggulangi masalah kekurangan/defisiensi vitamin A (KVA) di Indonesia dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor premiks vitamin A.

(29)

didifusikan dan diaplikasikan, terutama untuk menangani kasus KVA. Menurut Rice dan Burns (2010), kebijakan-kebijakan pada suatu negara dapat menjadi penghambat ataupun pemicu potensial dalam pengembangan penggunaan minyak sawit merah untuk mengatasi KVA.

Penelitian ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu menyelidiki aspek teknik MSM yang belum pernah dilakukan dan dilanjutkan dengan studi pengembangan proyek untuk mengembangkan MSM di Indonesia. Penggabungan aspek teknik dan sosial pada penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memperkuat hasil rumusan strategi yang dihasilkan. Pengetahuan mengenai aspek teknik MSM diperlukan untuk mengetahui secara pasti kelebihan MSM. Dan sebaliknya, perumusan kebijakan-kebijakan diperlukan untuk mendukung aspek teknik pengembangan MSM agar hasil riset dapat didifusikan dan diaplikasikan, terutama untuk menangani kasus kekurangan vitamin A di Indonesia.

Eksplorasi keunggulan tanaman sawit hasil persilangan yang dilaksanakan pada penelitian ini juga dilakukan untuk mengangkat faktor potensi/kekuatan yang dapat digunakan dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan industri MSM berdasarkan pendekatan Logical Framework Approach (LFA).

LFA merupakan perangkat manajemen yang digunakan secara luas dalam pengembangan proyek internasional untuk desain atau perencanaan, evaluasi dan monitoring, dan telah dikenal luas sebagai Perencanaan Proyek Berorientasi Tujuan (Goal Oriented Project Planning/GOPP, Objectives Oriented Project Planning/OOPP). Keterampilan dalam mengaplikasikan LFA akan sangat membantu pelaksanaan tugas transformasi sosial yaitu aplikasi kegiatan perencanaan strategi kebijakan pada masyarakat.

(30)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menguji potensi tanaman sawit hasil persilangan Elaeis guineensis dan E. oleifera sebagai bahan baku MSM dan menggunakan informasi tersebut sebagai salah satu unsur pendukung pada pengembangan strategi kebijakan pengembangan industri MSM di Indonesia menggunakan pendekatan LFA. Potensi yang dimaksud dilihat adalah terutama dari segi kandungan -karoten. Dalam pengujian karakteristik unggulan tanaman sawit tersebut, diproduksi minyak sawit merah mentah dari tanaman sawit tinggi karoten hasil persilangan Elaeis guineensis dan E. Oleifera.

Adapun tujuan khusus dari kegiatan penelitian ini adalah untuk:

a) Mengidentifikasi tanaman kelapa sawit dengan kandungan -karoten tinggi dan mengestimasi jumlah -karoten yang ada pada bagian minyaknya secara teliti;

b) Mengembangkan matriks logframe berdasarkan pendekatan LFA untuk mendukung pengembangan produk minyak sawit merah kaya karoten di Indonesia dengan menggunakan hasil yang diperoleh dari eksplorasi keunggulan tanaman sawit hasil persilangan.

1.3 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini akan diidentifikasi tanaman kelapa sawit dengan kadar karoten melebihi kadar karoten tanaman sawit umumnya sehingga minyak dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak sawit merah kaya karoten. Minyak sawit merah dengan kadar karoten tinggi dapat menjadi salah satu perangkat alternatif dalam upaya mengatasi kekurangan vitamin A di Indonesia. Selain itu, identifikasi dan karakterisasi tanaman sawit dengan karakteristik istimewa tersebut akan mendukung upaya perbanyakan tanaman itu melalui kultur jaringan dan upaya budidaya lainnya.

(31)

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi ekstraksi dan analisis -karoten pada minyak mentah dari tanaman kelapa sawit (backcross Elaeis guineensis dan E. Oleifera) serta studi literatur dan diskusi untuk penyusunan perencanaan pengembangan produk minyak sawit merah kaya karoten.

1.5 Keterbatasan Penelitian

Ada beberapa faktor yang menjadi keterbatasan penelitian, dari segi proses pencapaian hasilnya maupun dari efektivitas hasil penelitian. Dari segi proses pencapaian hasil penelitian, keterbatasannya di antaranya adalah belum adanya referensi mengenai studi kebijakan pengembangan produk hilir sawit secara spesifik ataupun studi LFA yang didokumentasikan pada isu sejenis.

(32)
(33)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit digolongkan ke dalam famili Arecaceae (yang dulu dikenal sebagai Palmae), subkelas Monocotyledoneae, Kelas Angiospermae, Subdivisi Tracheophyta. Nama Genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak. Genus Elaeis terdiri dari dua spesies, yaitu E. guineensis dan E. oleifera. Genus Elaeis terdiri dari tiga spesies, yaitu Elaeis guineensis, E. oleifera yang dikenal juga sebagai E. melanococca dan Elaeis odora yang sebelumnya dikenal juga sebagai Barcella odora. Namun spesies yang terakhir umumnya tidak dibudidayakan sehingga tidak banyak dipelajari (Corley dan Tinker 2003).

2.1.1 Elaeis guineensis

E. guineensis berasal dari Afrika Barat dan merupakan jenis tanaman sawit yang umum dikembangkan secara komersial. E. guineensis merupakan tumbuhan hutan hujan tropis yang tumbuh terutama di Kamerun, Pantai Gading, Libera, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola, dan Kongo (Poku 2002). E. guineensis ditemukan oleh Nicholaas Jacquin pada tahun 1763, sehingga tanaman kelapa sawit diberi nama Elaeis guineensis Jacq.

Saat memasuki usia matang, E. guineensis memiliki mahkota besar yang terdiri dari 30-45 percabangan dengan panjang 5-9 meter diatas batang yang berbentuk silindris (Gambar 1.a.). Batang tanaman kelapa sawit E. guineensis dapat mencapai pertumbuhan 30-60 cm/tahun pada usia 6 – 15 tahun berdasarkan kondisi lingkungan dan faktor-faktor hereditas. Pada perkebunan sawit, biasanya tanaman kelapa sawit jenis ini dapat dieksploitasi sampai usianya mencapai 25-30 tahun, yaitu saat tinggi tanaman di antara 12 – 15 m. Tinggi tanaman di atas batasan tersebut mempersulit pemanenan tangkai buah segar (TBS), sehingga tanaman biasanya dipotong dan di-replantasi (Ngando-Ebongue et al. 2012).

(34)

persilangan antara Dura dengan Pisifera serta ektraksi minyaknya sekitar 22-25 persen (Pahan 2006). Gambar 1.b. memperlihatkan struktur melintang buah sawit dan tebal tempurung dari varietas Dura dan Pisifera.

Gambar 1.a. Pohon tanaman sawit E. guineensis (a) dan Struktur melintang buah E. guineensis dari 3 varietas (b) (Ngando-Ebongue, et al., 2012)

Tenera

(35)

2.1.2 Elaeis oleifera

Sementara itu, E. Oleifera berasal dari daerah Amerika Selatan dan banyak ditemukan di negara-negara tropis Amerika Tengah dan Selatan seperti Brasil, Colombia, Venezuela, Panama, Costa Rica, Nicaragua dan Suriname. Pertumbuhan batang pohon E. Oleifera lebih lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan batang E. guineensis, yaitu sekitar 5-10 cm/tahun. Batang cenderung tidak bertambah tinggi setelah tanaman mencapai usia 15 tahun. Bentuk tanaman sawit E. oleifera dapat dilihat pada Gambar 2. Karakteristik lain dari E. oleifera adalah bentuk tandan buah yang lebih kecil dibandingkan tandan buah E. guineensis, dengan berat sekitar 8-12 kg (dimana setandan E. guineensis dapat mencapai berat 30 kg). Warna buahnya adalah jingga saat mencapai usia matang. Tidak sepert E. guineensis, tidak ada varietas Dura, Pisifera maupun Tenera untuk E. oleifera.

Gambar 2. Tanaman E.oleifera (Ngando-Ebongue, et al. 2012)

(36)

untuk minyak dari mesokarp E. Oleifera berkisar antara 70-80. Namun karena nilai rendemen tandan buah dan laju ekstraksi minyak yang rendah, pemanfaatan E. eloifera dalam skala industri masih sangat minim (Ngando-Ebongue et al. 2012).

2.1.3 Persilangan antara E. guineensis dan E. oleifera

Terdapat potensi untuk mengembangkan hibrida antara E. guineensis dengan E. Oleifera mengingat keduanya memiliki jumlah kromosom somatik yang sama, yaitu 32. Hibrida yang dihasilkan dapat memiliki kombinasi dari karakteristik kedua spesies tanaman sawit tersebut. Di antara kelebihan yang dimiliki E. oleifera adalah kandungan karoten, vitamin E dan sterol yang tinggi, yaitu berturut-turut 4.300-4.600 ppm, 700-1500 ppm dan 3500-4000 ppm. Sementara itu, minyak dari E. guineensis mengandung 500-700 ppm karoten, 600-1.600 vitamin E dan 1.100-1.250 ppm sterol. Namun, E. oleifera memiliki rendemen minyak terekstrak yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan E. guineensis, yaitu kurang dari 0,5 ton minyak/ha/tahun dibandingkan dengan 3,7 ton minyak/ha/tahun (Prabhakaran Nair, 2010). Kelebihan yang dapat dimiliki oleh hibrida itu adalah minyak yang lebih tidak jenuh (Sambanthamurthi et al. 2000).

(37)

2.2 Pengolahan Buah Sawit Menjadi Minyak Sawit Kasar (Crude Palm Oil,

CPO)

Unit operasi yang terlibat dalam pengolahan buah sawit menjadi CPO meliputi tahap sterilisasi, perontokan, pelumatan, ekstraksi minyak, penyaringan dan klarifikasi (Owolarafe et al. 2002).

2.2.1 Sterilisasi

Proses perebusan atau sterilisasi dilaksanakan pada suhu 143°C selama 60 menit dengan tekanan 294 kPa dengan menggunakan uap panas (Basiron 2005). Proses ini dilakukan untuk mempermudah perontokan buah dari tandan, melunakkan buah sehingga mempermudah proses penghancuran, menginaktivasi enzim lipase dan oksidase yang dapat merangsang pembentukan asam lemak bebas, menurunkan kadar air di dalam jaringan buah, memudahkan pemisahan tempurung dengan inti, serta menguraikan pektin dan polisakarida sehingga buah menjadi lunak (Wibowo 2008).

2.2.2 Perontokan

Perontokan (fruit loosening/stripping) pada intinya merupakan pemisahan buah sawit dari tandan. Tahapan ini dilakukan untuk memudahkan penanganan buah di tahapan berikutnya. Perontokan dilaksanakan menggunakan mesin perontok berupa drum tertutup melalui dua cara, yaitu dengan penggoyangan cepat dan pemukulan. Buah akan terpisah dari tandan dan tangkai berdasarkan gaya gravitasi (Basiron 2005).

2.2.3 Pelumatan (Digestion)

(38)

2.2.4 Ekstraksi Minyak

Tahapan proses ekstraksi minyak (pengempaan) dilakukan secara mekanik menggunakan hydraulic press atau screw press. Dari tahapan proses ini, akan dihasilkan dua kelompok produk, yaitu berupa (1) campuran antara minyak, air dan padatan serta (2) press cake yang terdiri dari serat dan biji (Basiron 2005).

2.2.5 Penyaringan dan Klarifikasi

Proses penyaringan dan klarifikasi dilakukan untuk memisahkan minyak dari sludge menggunakan boiler ataupun tanki klarifikasi. Sludge atau campuran minyak kasar dari proses pengempaan umunya terdiri dari 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan non-minyak. Pada tahapan ini, sludge pertama-tama dilarutkan dengan air lalu disaring untuk memisahkan komponen berserat. Setelah itu, produk diendapkan untuk memisahkan minyak dan endapan. Minyak di bagian atas kemudian diambil dan dilewatkan pada pemurni setrifugal yang dilengkapi berikutnya oleh pengering vakum. Minyak kemudian didinginkan sebelum disimpan dalam tangki penyimpan (Basiron 2005).

2.3 Minyak Sawit Merah

Minyak sawit merah diekstrak dari bagian mesocarp tanaman sawit dan mengandung beberapa komponen minor seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid, squalene, dan hidrokarbon tripeternik dan alifatik (Goh et al. 1985). Karotenoid, tokoferol dan tokotrienol adalah komponen minor terpenting dalam minyak sawit merah yang berkontribusi dalam karakteristik stabilitas dan nutrisi minyak sawit merah. Karotenoid, khususnya α- dan -karoten merupakan prekursor vitamin A yang dikonversi menjadi vitamin A secara in vivo. Tokoferol dan tokotrienol merupakan isomer vitamin E yang memiliki aktivitas antioksidan.

2.3.1 Teknologi Pengolahan Minyak Sawit Merah

(39)

ataupun fisik. Diagram alir tahapan proses pemurnian kimiawi dan fisik dari minyak sawit dapat dilihat pada Gambar 3. Proses pemurnian kimiawi dan fisik melibatkan aplikasi suhu tinggi pada deodorisasi dan deasidifikasi pada kondisi vakum. Deodorisasi dan deasidifikasi pada peemurnian fisik dilakukan pada suhu 250-270ºC pada tekanan 3 – 5 torr (Young 1998). Penggunaan suhu tinggi dan kondisi vakum tersebut mengakibatkan hilangnya komponen tokoferol dan trienol dan terdestruksinya karotenoid.

Saat ini telah dikembangkan proses refining fisik yang dimodifikasi yang menghasilkan minyak sawit dengan kualitas mirip dengan minyak sawit refined, bleached, deodorized (RBD palm oil) dengan tetap mempertahankan sebagian besar kandungan karotenoid dan vitamin E (Ooi, et al. 1991).

Choo et al. (1993) telah mengembangkan modifikasi proses pengolahan minyak sawit untuk mempertahankan kualitas gizinya, terutama dari segi kandungan -karoten, tokoferol dan tokotrienol. Proses ini terdiri dari dua tahap utama yaitu pre-treatment CPO melalui proses degumming dan pemucatan (bleaching), diikuti dengan proses deodorisasi dan deasidifikasi menggunakan destilasi molekuler.

(40)

Gambar 3. Tahapan proses refining minyak sawit komersial secara kimiawi dan fisik (Nagendran et al. 2000)

Selain melalui proses fisik modifikasi di atas, minyak merah sawit dapat diperoleh juga melalui proses modifikasi kimia. Secara sederhana, proses ini meliputi perlakuan pendahuluan (pretreatment) yang diikuti deodorisasi pada suhu

penyimpanan minyak mentah

degumming

penyimpanan minyak mentah

degumming

netralisasi

pencucian dengan air

pengeringan

bleaching

filtrasi

Penyimpanan minyak

deodorisasi

polishing

pendinginan

Penyimpanan edible oil bleaching

filtrasi

Penyimpanan minyak

Pemurnian dengan uap air

polishing

pendinginan

Penyimpanan edible oil

Metode Pengolahan Fisik Metode Pengolahan Kimiawi

(41)

rendah (Affandi et al. 1995). Pada metode ini, perlakuan pendahuluan dilakukan dengan menggunakan asam fosfat yang kemudian dilanjutkan dengan netralisasi dengan alkali (sodium hidroksida) dan pencucian dengan air. Minyak yang telah mengalami perlakuan pendahuluan tersebut kemudian mengalami perlakuan panas suhu sedang dibawah kondisi vakum untuk menghilangkan air, produk oksidasi dan komponen aroma/bau yang tidak diinginkan.

Proses fisik termodifikasi telah dipatenkan oleh the Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM). Proses tersebut telah dikomersialisasikan melalui perjanjian alih teknologi dengan sebuah perusahaan di Malaysia; Global Palm Products Sdn. Bhd. Perusahaan tersebut telah melakukan manufaktur dan pemasaran berbagai fraksi dan produk dari minyak sawit merah berupa minyak merah, olein sawit, stearin sawit, palm mid-fractions, superolein, margarin, shortening, vanaspati, dan dough fats (Ooi et al. 1991 dan Ooi et al. 1993).

2.3.2 Karakteristik Kimiawi dan Parameter Gizi Minyak Sawit Merah

Kandungan karoten dan karakteristik kimiawi lainnya dari beberapa jenis minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Sementara itu, Cottrel (1991) menyajikan data karakteristik kimiawi minyak sawit merah secara khusus seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Karakteristik kimiawi beberapa jenis minyak sawit (diolah dari Choo et al. 1993)

sampel diperoleh dari industri pemurnian minyak

b

olein diperoleh dari industri melalui proses destilasi molekuler di Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM)

(42)

ppm (Choo 1995). CPO merupakan sumber karotenoid nabati yang paling tinggi. Kandungan ekuivalen retinol (provitamin A) pada CPO diestimasi mencapai 15 kali kandungan provitamin A pada wortel dan 300 kali daripada tomat (Tan 1989).

Tabel 2 Karakteristik kimiawi minyak sawit merah

Komponen Jumlah

Tokoferol dan tokotrienol (ng/L) 468,0

Cottrel 1991

Tabel 3 Profil karotenoid pada beberapa jenis minyak sawit

Karotenoid

Yap et al. 1991; Choo et al., 1993; Bonnie dan Choo 1999

2.3.3 Manfaat Minyak Sawit Merah bagi Kesehatan

(43)

merah kelapa sawit secara teoritis tidak akan terjadi karena konversi -karoten menjadi vitamin A secara in vivo diatur oleh serangkaian prose metabolik.

Kecukupan kandungan provitamin A dari minyak merah kelapa sawit telah dipelajari oleh beberapa peneliti. Selain sebagai provitamin A, karotenoid memiliki aktivitas antioksidan yang baik. α- dan - karoten serta likopen merupakan antioksidan yang penting karena kemampuannya untuk berperan sebagai penghilang singlet oksigen yang efektif (Dimascio et al. 1989). Terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa karotenoid yang ada pada minyak kelapa sawit juga memiliki efek menghambat pengembangan jenis kanker tertentu. Peran karotenoid sawit dalam menghambat proliferasi jenis kanker tertentu seperti kanker mulut, faring, paru-paru dan perut telah dipelajari. Murakoshi et al. (199β) menemukan bahwa α-karoten lebih efektif dalam menghambat kanker kuloit dan hati dibandingkan dengan -karoten. Namun, suatu studi menunjukkan bahwa serangkaian karotenoid kelapa sawit memiliki efek penghambatan lebih efektif dibandingkan dengan isolat karotenoid tunggal. Peran karotenoid minyak kelapa sawit terhadap penyakit kardiovaskuler menunjukkan hasil yang beragam.

(44)

Komponen minor lain yang ditemukan pada minyak sawit adalah kelompok ubiquinon. Jenis ubiquinon yang paling umum pada minyak sawit adalah ubiquinon-10 atau yang sering disebut sebagai koenzim Q10 (CoQ10). Koenzim

tersebut terdapat dalam konsenterasi 10-80 ppm dan dalam konsenterasi yang lebih rendah (10-20 ppm) pada olein sawit (Goh 1996; Hazura 1996; Hazura et al. 1996). Menurut Bonni dan Choo (1999), olein merah minyak sawit yang dijual secara komersial mengandung sekitar 18-25 ppm ubiquinon-10. Walaupun terkandung dalam jumlah yang relatif kecil, ubiquinon-10 merupakan komponen minor yang penting karena mampu meningkatkan sistem imunitas tubuh, proteksi terhadap penyakit jantung dan menurunkan tekanan darah yang tinggi (Goh 1996). Bentuk quinol dari senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan yang sepuluh kali lebih efektif dibandingan dengan vitamin E.

Komponen minor lain yang terkandung dalam minyak merah sawit komersial adalah sterol. Fitosterol terbukti efektif dalam menurunkan tingkat kolesterol dalam darah. Bonnie dan Choo (1999) melaporkan bahwa kandungan sterol pada minyak merah sawit lebih tinggi dibandingkan pada minyak sawit RBD (tabel 6).

2.3.4 Aplikasi Minyak Sawit Merah pada Produk Pangan

(45)

Tabel 4 Aplikasi minyak merah sawit dan fraksinya pada berbagai produk pangan

Jenis produk Minyak sawit merah Olein sawit merah Stearin sawit

merah

Shortening Sangat sesuai Sesuai Sangat sesuai

Vanaspati Sangat sesuai Sesuai Sangat sesuai

Margarin Sangat sesuai Sesuai Sangat sesuai

Cooking oil (iklim panas) Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai

Specialty fats Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai

Es krim Tidak sesuai Sesuai Tidak sesuai

Campuran adonan kue Sangat sesuai Sesuai Sangat sesuai

Icing Sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai

Krimer non-dairy Aplikasi terbatas Tidak sesuai Sesuai

Roti dan biscuit Sangat sesuai Sesuai Sangat sesuai

Minyak salad Tidak sesuai Sesuai Tidak sesuai

Salad dressing Tidak sesuai Sesuai Tidak sesuai

Produk pangan fungsional Aplikasi terbatas Sesuai Tidak sesuai

Pelembab kulit Tidak sesuai Sesuai Tidak sesuai

Nagendran et al. 2000

Manorama dan Rukmini (1992) membuktikan bahwa penggunaan minyak sawit merah sebagai minyak goreng menunjukkan retensi -karoten pada produk gorengannya sampai nilai 88% .

2.4 Logical Framework Approach

(46)

Dengan LFA, para pengambil keputusan dapat: (1) menganalisa situasi aktual selama persiapan pelaksanaan proyek; (2) menyusun perangkat untuk membantunya tercapainya tujuan secara sistematis; (3) mengidentifikasi resiko potensial dalam mencapai tujuan dan keluaran; (4) menyusun cara bagaimana produk dan keluaran dapat dikendalikan dan dievaluasi; dan (5) mengamati dan meninjau kegiatan selama diimplementasikan (AusAID 2005).

Pendekatan LFA diimplementasikan dalam dua tahapan utama, yaitu tahap analisis dan tahap perencanaan. Tahap analisis terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: (1) analisis pemangku kepentingan (stakeholder); (2) analisis permasalahan; (3) analisis tujuan; dan 4) analisis strategi. Adapun tahap perencanaan terdiri dari langkah penyusunan matriks logical framework (logframe matrix) yang disertai dengan penjadwalan kegiatan dan sumberdaya yang dibutuhkan (European Integration Office 2011).

2.4.1 Tahap Analisis

Tahap analisis harus dilaksanakan sebagai suatu proses pembelajaran yang dinamis dan bukan sebagai seperangkat tahap-tahap yang bersifat linear. Sebagai contoh, walaupun analisis pemangku kepentingan dituliskan sebagai langkah pertama dalam tahap analisis, dalam prakteknya, analisis tersebut harus terus ditinjau selama dilakukan langkah-langkah lain dalam LFA untuk memastikan kesesuain konteks dan relevansinya dalam keseluruhan analisis LFA (European Integration Office 2011).

a) Analisis pemangku kepentingan (stakeholders)

Analisis pada tahapan ini dilakukan dengan mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat serta memiliki kepentingan dan peranan dalam kegiatan pengembangan yang akan dilakukan. Identifikasi dilengkapi deskripsi kepentingan atau peranan masing-masing pemangku kepentingan dalam kegiatan pengembangan yang dimaksud.

(47)

kepentingan dapat memiliki peran sebagai pelaku, fasilitator, beneficiaries ataupun adversaries.

Tujuan utama dari analisis pemangku kepentingan adalah untuk: (1) memahami kepentingan masing-masing kelompok yang berbeda dan kapasitas mereka terkait permasalahan yang akan dirumuskan, dan (2) membangun kemampuan agar dapat merancang kegiatan yang sesuai dengan kapasitas pemangku kepentingan. Analisis ini akan membantu dalam perumusan kegiatan-kegiatan apa yang perlu diperbaiki agar tujuan dapat tercapai (AusAID 2005).

Tahapan-tahapan utama dalam analisis pemangku kepentingan meliputi: (1) identifikasi pemangku kepentingan utama (dapat mencakup tingkatan yang berbeda, baik lokal, regional ataupun nasional); (2) investigasi peranan, kepentingan, kekuasaan relatif dan kapasitas masing-masing pemangku kepentingan terkait pengembangan proyek; (3) identifikasi kemungkinan-kemungkinan kerjasama atau pun konflik antara sesama pemangku kepentingan; dan (4) interpretasi penemuan-penemuan pada tahapan analisis ini dan mendefinisikan bagaimana hal-hal tersebut dapat diinkorporasikan ke dalam suatu rancangan kegiatan. Adapun perangkat bantuan yang dapat digunakan dalam analisis pemangku kepentingan adalah: (1) matriks analisis pemangku kepentingan; (2) analisis SWOT (strength – weakenesess – opportunities – threats); (3) diagram Venn, dan (4) diagram laba-laba (AusAID 2005).

b) Analisis permasalahan

(48)

Gambar 4. Pohon permasalahan (problem tree) yang disusun menggunakan pendekatan LFA (AusAID, 2005)

c) Analisis tujuan

Analisis tujuan dilakukan setelah dilakukan analisis permasalahan dan pemangku kepentingan. Analisis tujuan dilakukan dengan merubah pohon permasalahan yang telah disusun sebelumnya menjadi pohon tujuan (objectives tree) dengan menyatakan ulang permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi menjadi tujuan. Bagian atas dari pohon tujuan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dan bagian bawahnya diisi dengan cara atau upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan. d) Analisis strategi

Tujuan dari analisis alternatif strategi adalah memisahkan komponen-komponen pada pohon tujuan menjadi kumpulan sub-unit yang lebih kecil sehinga dari sub-unit tersebut dapat disusun alternatif-alternatif strategi untuk mengembangkan kegiatan.

Tahapan analisis ini dapat dilakukan dengan mengembangkan matriks SWOT (Strengths-weakeness-opportunities-threats). Analisis SWOT merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk pengujian kegiatan organisasi. Kriteria-kriteria yang perlu diikuti dalam pemilihan strategi pengembangan kegiatan meliputi relevansi, efektivitas, efisiensi, konsistensi, keberlangsungan serta asumsi dan resiko.

Akibat dari permasalahan inti

(49)

Gambar 5. Pohon tujuan (Objective tree) (Project Cycle Management Guide 2004)

2.4.2 Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan, hasil dari tahap analisis ditranskripsikan ke dalam bentuk rencana operasional yang praktis dan siap untuk diimplementasikan. Sebagaimana halnya dengan tahap analisis, tahap perencanaan juga harus diperlakukan seperti proses pembelajaran yang dinamis (European Integration Office 2011).

Keluaran utama dari analisis LFA adalam logframe matrix. Matriks tersebut digunakan untuk menyajikan informasi mengenai tujuan kegiatan pengembangan minyak sawit merah kaya karoten di Indonesia; keluaran yang diharapkan dari kegiatan pengembangan dan kegiatan-kegiatan yang perlu diupayakan untuk mencapai tujuan kegiatan pengembangan dalam cara yang sistematis dan logis.

(50)

Komponen-komponen yang terdapat pada matriks logical framework diekstrak dari tahapan-tahapan analisis sebelumnya. Struktur umum logframe matrix dapat dilihat pada Gambar 7.

Deskripsi Kegiatan Indikator Perangkat verifikasi Asumsi

Goal/Impact Indikator Perangkat verifikasi

Purpose/Outcome Indikator Perangkat verifikasi Asumsi

Komponen objective/hasil intermediat

Indikator Perangkat verifikasi Asumsi

Output Indikator Perangkat verifikasi Asumsi

Program kerja (optional)

(51)

3.

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Techno Park Institut Pertanian Bogor, laboratorium Seafast Center IPB Bogor dan di PTPN XIII Kalimantan Barat.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah sawit dari tanaman sawit hasil persilangan Elaeis guineensis dan E. Oleifera dari PTPN XIII, standar beta karoten, KOH, heksan, natrium sulfat anhydrous, metanol, asetonitril, isopropanol, NaOH, indikator fenolftalein, aquades, etanol 95%, larutan standar natrium tiosulfat, KI, Iodium, aluminium foil, asam asetat glasial, indikator larutan kanji, kloroform dan bahan-bahan kimia lain untuk analisis.

Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemotong dan pengiris buah sawit segar, autoclave, hidraulik presser, sentrifuse, refrigerator, alat blanching uap, HPLC yang dilengkapi dengan kolom C18, sampel loop 20 µL dan detektor MWD, gas chromatography, waterbath, viscometer, chromameter, oven dan peralatan gelas untuk analisis.

3.3 Tahapan Penelitian

(52)

Sampel-sampel buah sawit dari tanaman sawit kaya -karoten

Ekstraksi komponen minyak dengan mempertahankan retensi -karoten

Analisis kandungan -karoten

Penentuan sampel yang berpotensi sebagai bahan baku MSM berdasarkan nilai rendemen dan kandungan -karoten

Analisis LFA

Estimasi Rendemen ekstraksi minyak

Matriks logical framework pengembangan MSM Minyak sawit kasar kaya -karoten

Gambar 7. Diagram alir penelitian

3.4 Produksi Minyak Sawit Kasar

(53)

memiliki karakteristik fisik yang berbeda, sehingga diindikasikan bahwa karakteristik minyak yang dihasilkannya akan berbeda pula (terutama dari segi kandungan -karoten). Untuk memastikan kualitas minyak kasar yang dihasilkannya terjaga optimasi kandungan -karotennya, pada penelitian diaplikasikan gabungan teknik ekstraksi yang mampu mempertahankan retensi -karoten pada minyak.

Ekstraksi minyak sawit mentah yang dilakukan adalah berdasarkan modifikasi Andi (1994) serta Fauzi dan Sarmidi (2010). Pada tahapan percobaan ini, buah sawit dibersihkan kemudian buah utuh dipanaskan pada suhu 121°C selama 20 menit. Setelah itu, buah dipress meggunakan hydraulic presser sehingga menghasilkan puree yang kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 20 menit untuk memisahkan fraksi minyak dengan padatan dan air.

3.5 Identifikasi Tanaman Sawit Terpilih sebagai Bahan Baku MSM

Pada tahapan penelitian ini, minyak mentah dari sampel buah sawit persilangan Elaeis guineensis dan E. oleifera diestimasi rendemen ekstraksi minyaknya dan kandungan -karoten sehingga dapat diidentifikasi secara teliti tanaman mana dalam perkebunan yang berpotensi dijadikan sebagai bahan baku MSM. Analisis dilakukan berdasarkan prosedur sebagai berikut:

3.5.1 Penghitungan rendemen (Andi 1994)

Penghitungan rendemen komponen minyak dari buah sawit dihitung berdasarkan bobot awal buah sawit dengan kulitnya setelah dibersihkan. Rendemen dihitung menggunakan rumus berikut:

Rendemen (%) = Bobot komponen minyak yang dihasilkan (g) x 100% Bobot buah sawit awal (g)

3.5.2 Analisis kadar β-karoten (Horwitz dan Latimer 2007)

(54)

karoten. Larutan dalam tabung dipanaskan dalam waterbath 65 ºC selama 30 menit. Setelah didinginkan di air mengalir, tambahkan 5 mL air dan divortex. Heksan sejumlah 10 mL ditambahkan ke dalam tabung reaksi, penambahan dalam ruang asam dengan bantuan pipet Mohr dan bulb. Fraksi heksan di bagian atas diambil dengan pipet tetes dan dipindahkan ke dalam tabung lain sambil dilewatkan melalui natrium sulfat anhydrous dalam kertas saring. Langkah ini dilakukan sebanyak 2 kali selanjutnya seluruh fraksi heksan yang dikumpulkan, diuapkan dengan gas N2. Setelah diperoleh analat kering, analat dilarutkan dengan

1.0 mL tepat fase gerak dan saring dengan membran nilon 0,45 µm. Larutan sampel ini siap diinjeksikan ke HPLC. Satu larutan sampel diinjeksikan dua kali ke dalam HPLC, sehingga diperoleh dua pembacaan luas area peak beta karoten.

Kemudian disiapkan larutan standar dengan mempersiapkan stok beta karoten sejumlah kurang lebih 50 mg dilarutkan dalam 100 mL fase gerak HPLC sehingga diperoleh konsentrasi 5 mg/mL atau 5000 ppm. Serial konsentrasi rendah yang dapat dibaca dengan alat HPLC dibuat. Konsentrasi larutan standar berkisar antara 5 ppm hingga 5000 ppm dan kurvanya mempunyai linearitas (R2) di atas 0.990.

Penentuan konsenterasi beta karoten dalam sampel dengan HPLC dilakukan secara isokratik menggunakan kolom C18, fase gerak asetonitril:isopropanol (65:35) dengan laju alir 1,0 mL/menit pada suhu kamar dan dengan detektor MWD pada panjang gelombang 460 nm.

Injeksi sampel sejumlah 20 µL dilakukan secara terpisah dari injeksi standar beta karoten. Peak beta karoten dalam sampel diidentifikasi dengan mencocokkan watu retensi standar beta karoten dengan waktu retensi peak yang terdapat dalam sampel. Area dari peak yang waktu retensinya sama dengan standar beta karoten dicatat.

Larutan standar dari berbagai konsentrasi diinjeksikan berturut-turut secara terpisah, kemudian area peak beta karoten dibaca untuk masing-masing konsentrasi tersebut. Volume larutan sampel maupun larutan standar yang diinjeksikan minimal 2 kali volume sampel loop yaitu 40 µL.

(55)

� � � �⁄ =

Tanaman sawit dengan kandungan -karoten yang tinggi serta rendemen yang optimum kemudian ditentukan sebagai sebagai bahan baku terpilih.

3.6 Penyusunan Strategi Kebijakan Pengembangan Minyak Sawit Merah

dengan Pendekatan LFA

3.6.1 Pendekatan Riset

Agar gambaran yang menyeluruh mengenai kondisi terkait pengembangan produk minyak sawit merah kaya -karoten di Indonesia dapat didapatkan, riset akan dilaksanakan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu metode/prosedur penelitian yang diarahkan untuk menghasilkan informasi yang deskriptif dari objek (individu) yang diamati. Sebab itu, riset ini tidak hanya memperhatikan aspek empirik, tapi juga cenderung eksploratif, interpretatif, dan induktif (Baskoro 2000).

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi, maka instrumen pengumpulan data yang dipergunakan meliputi:

a) Studi literatur, dilakukan melalui penelusuran buku, majalah, jurnal dan internet.

b) Wawancara (site visit) yang dilaksanakan kepada pejabat di organisasi aktor (industri, lembaga litbang, dan perguruan tinggi) dan asosiasi (kelompok) yang terlibat dalam kebijakan sektor hilir kelapa sawit nasional.

c) Diskusi yang dilaksanakan untuk memperoleh gambaran yang utuh dan komprehensif mengenai Sistem Nasional Iptek di sektor hilir kelapa sawit.

3.6.3 Teknik Analisis

(56)

a) Analisis konteks proyek

b) Analisis pemangku kepentingan (stakeholders) c) Analisis Tujuan

(57)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Minyak Sawit Kasar

Analisis minyak sawit kasar dari sampel dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu: (1) membuktikan kebenaran adanya tanaman sawit hasil persilangan antara Elaeis guineensis dan E. Oleifera pada PTPN XIII yang memiliki kandungan -karoten di atas rata-rata tanaman sawit umumnya; dan (2) memberikan indikasi mengenai potensi kelebihan minyak sawit merah yang dapat dihasilkan dari tanaman sawit hasil persilangan tersebut. Potensi tersebut bila kemudian ditemukan maka akan digunakan sebagai unsur kekuatan dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan industri MSM di Indonesia.

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Kantor Cabang Unit Usaha Mariat - Pematang Siantar bulan November 2007, dari 9 pokok kandidat ortet yang dianalisis, semuanya menunjukkan kandungan -karoten yang tinggi pada minyaknya. Hasil analisis minyak pada tanaman sawit persilangan yang dilaksanakan oleh PPKS dapat dilihat pada Tabel 5. Dari data analisis tersebut, dapat dilihat bahwa kandungan terendah -karoten adalah 1.062 ppm dan yang tertinggi 4.485 ppm.

Selama kurun waktu sampai saat penelitian dilakukan, perlu dipastikan apakah tanaman sawit pada PTPN XIII mengalami penurunan kandungan -karoten atau tidak. Terutama karena diduga kondisi tanaman-tanaman hasil persilangan dengan tahun tanam 1988 tersebut dalam kondisi yang kurang terawat. Dengan jumlah pohon sekitar 200 pokok dalam luas areal sekitar 2 ha, buah sawit dari tanaman persilangan tersebut selama ini masih digunakan dan diproses bersama dengan buah sawit biasa dalam proses produksi CPO secara rutin dan tidak dirawat secara khusus.

(58)

telah dianalisis sebelumnya oleh PPKS Balai Penelitian Marihat. Selain itu, pemilihan sampel penelitian juga didasarkan pada faktor ketersediaan buah di lapangan. Sebagaimana telah disebutkan, kondisi tanaman-tanaman sampel tidak terawat dan buahnya masih digunakan untuk produksi CPO secara rutin sehingga ketersediannya menjadi semakin terbatas.

Tabel 5 Hasil analisis kandungan -karoten pada minyak tanaman sawit persilangan di Kebun Gunung Emas PTPN XIII (diolah dari Laporan Kunjungan Dinas PPKS Balai Penelitian Marihat tanggal 6 November 2007)

No No. Baris/Pohon Kandungan β-karoten (ppm)

Keterangan: data ± standar deviasi (n=2)

Nilai tanpa disertai huruf yang sama terbukti berbeda nyata (p ≤ 0,05) berdasarkan uji Duncan

(59)

belas sampel yang digunakan dalam tahap analisis pertama ini dapat dilihat pada Gambar 9.

(60)

Sampel diterima dalam kondisi sudah terpisah dari tandan, sehingga segera setelah dibersihkan dan ditimbang, buah sawit disterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan memanaskan buah menggunakan uap dan merupakan proses yang penting karena menentukan tingkat efisiensi dan eketivitas proses produksi minyak sawit lebih lanjutnya. Secara umum, semakin tinggi waktu sterilisasi yang diaplikasikan maka tingkat rendemen minyak yang terekstrak akan semakin tinggi (Owolarafe et al. 2008).

Penghilangan tahap sterilisasi pada proses ekstraksi minyak dari buah sawit diharapkan dapat mempertahankan kandungan -karoten, namun rendemen ekstraksi minyak akan menjadi sangat rendah. Hal tersebut dikarenakan struktur dan massa buah sawit yang sangat berserat sehingga minyak yang tersimpan di ruang-ruang kosong serabut buah sulit dikeluarkan karena tidak ada panas yang diaplikasikan untuk melunakan jaringan materi yang menahan minyak di dalam struktur buah (Owolarafe et al. 2007). Penggunaan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak sawit merah pada skala industri tetap harus memperhatikan faktor efisiensi, yang terutama dipengaruhi oleh nilai rendemen ekstraksi minyak. Oleh karena itu, pengggunaan panas sepanjang proses ekstraksi minyak tidak dapat dihindarkan.

Pada penelitian, sterilisasi dilakukan pada suhu 121°C selama 20 menit. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Fauzi dan Sarmidi (2010), sterilisasi pada 121°C selama 20 menit mampu mempertahankan retensi kandungan -karoten pada minyak sawit sampai waktu 3 bulan penyimpanan dengan masih memberikan rendemen ekstraksi minyak yang optimum. Walaupun Andi (1994) menyimpulkan bahwa pemanasan buah pada suhu 60°C akan memberikan retensi kandungan -karoten yang optimum, namun studi Fauzi dan Sarmidi (2010) serta Siew et al. (1992) menunjukan bahwa penggunaan suhu 121°C dibandingkan 60°C tidak menunjukan perbedaan pada retensi kandungan -karoten pada minyak.

(61)

dari tanaman sawit Elais guineensis varietas tenera yang memiliki kandungan -karoten cukup tinggi, yaitu mencapai kisaran 1000 – 1600 ppm.

Setelah sterilisasi, buah sawit utuh tanpa diiris dikempa menggunakan hydraulic press. Menurut Andi (1994), kondisi buah yang terbaik adalah buah utuh karena memberikan nilai asam lemak bebas yang lebih rendah dan kandungan karotenoid yang lebih tinggi.

Industri-industri sawit sekarang ini umumnya menggunakan screw press sebagai alat ekstraksi mekanik minyak dari buah kelapa sawit. Menurut Owolarafe et al. (2002), bila dibandingkan dengan hydraulic press yang dioperasikan dengan tangan secara manual, sistem screw press memiliki efisiensi sampai 89,1% lebih tinggi dan secara keseluruhan lebih ekonomis. Namun karena harga alatnya yang lebih mahal, umumnya industri sawit skala kecil masih menggunakan hydraulic press (Baryeh 2001). Selain itu, dalam pengoperasiannya, screw press menggunakan suhu yang cukup tinggi (85 - 90°C) dengan waktu pengempaan 6 – 10 menit, sehingga dikhawatirkan akan mengurangi retensi -karoten dalam minyak yang dihasilkan. Selain itu, jumlah sampel yang terbatas dalam penelitian ini tidak memungkinkan penggunaan screw press pada tahapan produksi minyak. Jumlah sampel yang tersedia tidak mencukupi kapasitas minimum untuk operasionalisasi screw press yang tersedia.

Minyak dari jaringan daging buah kelapa sawit akan keluar pada proses pengempaan disebabkan adanya tekanan mekanik yang diberikan. Campuran yang dihasilkan dari proses pengempaan kemudian dikumpulkan dalam wadah kaca yang telah dilapisi dengan aluminium foil untuk menghindari kontak dengan cahaya dan ditutup segera mungkin untuk menghindari degradasi -karoten lebih lanjut. Campuran minyak kasar dari proses pengempaan atau sludge umunya terdiri dari 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan non-minyak.

(62)

pada penelitian ini digunakan menggunakan sentrifuse merk Kokusan H – 103N Series. Fraksi minyak yang dihasilkan dari salah satu sampel dapat dilihat pada Gambar 10.

Setelah dipisahkan, fraksi minyak hasil sentrifugasi dikumpulkan dalam wadah gelas tertutup rapat, ditimbang dan kemudian disimpan dalam lemari pendingin. Sampel disimpan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai untuk meminimalisasi kerusakan -karoten.

Gambar 9. Fraksi minyak hasil sentrifugasi dari salah satu sampel buah sawit persilangan E.guineensis dan E. oleifera

4.2 Identifikasi Tanaman Sawit Terpilih sebagai Bahan Baku MSM

Setelah diperoleh minyak kasar dari 18 sampel tanaman sawit persilangan E. guineensis dan E. oleifera, dilakukan analisis estimasi rendemen ekstraksi minyak dan analisis kandungan -karoten. Kedua pengujian tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai keunggulan minyak yang dapat dihasilkan dari tanaman sawit persilangan E. guineensis dan E. oleifera tersebut.

4.2.1 Estimasi Rendemen Ekstraksi Minyak

(63)

Dari data yang disajikan pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa secara umum semua sampel memiliki nilai rendemen ekstraksi minyak yang relatif rendah. Nilai rendemen ekstraksi minyak rata-rata dari buah sawit komersial di industri sawit di Malaysia adalah sebesar 19,8% dan bahkan meningkat sampai 20,16% di tahun 2005 (Production Estimates and Crop Assessment Division – USDA 2005). Nilai rendemen ekstraksi rendemen terendah adalah dari sampel no. 1 dengan 5,42% rendemen ekstraksi minyak dan yang tertinggi adalah sampel no. 14 dengan nilai rendemen ekstraksi minyak sebesar 16,14%. Dua sampel berikutnya yang memiliki nilai rendemen ekstraksi tertinggi adalah sampel nomor 10 dan 7 dengan nilai rendemen ekstraksi minyak berturut-turut adalah: 14,29% dan 13,38%.

Tabel 6 Hasil estimasi rendemen ekstraksi minyak dari tanaman sawit hasil persilangan E. guineensis dan E. oleifera

(64)

Kuantitas minyak yang dapat diekstrak dari buah sawit memang nilainya dapat beragam, terutama dipengaruhi oleh: (1) jenis dan varietas tanaman kelapa sawit; (2) jenis dan kondisi lahan tempat tanaman sawit tumbuh; (3) umur tanaman kelapa sawit; dan (4) penanganan buah sawit sebelum diproses lebih lanjut untuk diekstrak komponen minyaknya (Musonge & Baryeh 1991). Khan dan Hanna (1983) menambahkan bahwa kondisi sebelum ekstraksi seperti ukuran partikel, suhu pemanasan, lama pemanasan dam kadar air pada buah kelapa sawit akan turut mempengaruhi jumlah rendemen minyak yang dapat terekstrak.

4.2.2 Pengujian Kandungan β-karoten

Selain nilai rendemen ekstraksi, minyak kasar dari keenam belas sampel juga dianalisis kandungan -karoten. Analisis -karoten pada penilitian dilakukan dengan menggunakan HPLC untuk hasil pengukuran yang akurat dan sensitif. Gregory III (1996) berpendapat bahwa teknik HPLC merupakan teknik analisa -karoten yang efektif karena mampu memisahkan -karoten dari karotenoid lainnya dan membedakan antara isomer cis dan trans. Hal tersebut sangat penting karena hanya bentuk trans -karoten yang memiliki aktivitas pro-vitamin A yang signifikan.

Ball (2000) menambahkan bahwa sejak pertengahan tahun 1970 dan sampai tahun 2000, metode analisis yang paling banyak digunakan untuk vitamin larut lemak adalah HPLC. Hal tersebut dikarenakan HPLC untuk vitamin larut lemak tidak memerlukan prosedur derivatisasi sampel, bersifat non-destruktif, serta menghasilkan tingkat separasi dan selektivitas deteksi yang baik. Sifat analisis HPLC yang bersifat non-destruktif memungkinkan teknik analisis ini digunakan sebagai metode preparasi purifikasi maupun sebagai teknik analisa kuantitatif.

(65)

pengujian statistika yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas sampel tanaman kelapa sawit hasil persilangan Elaeis guineensis dan E. oileifera di Kebun Gunung Emas PTPN XIII tidak seragam dari segi kandungan -karoten pada buahnya. Ketiga sampel dengan kandungan -karoten tertinggi adalah sampel nomor 9, 11 dan 13 dengan jumlah -karoten berturut-turut sebesar 2.196,26; 1.363,75; dan 1.169,65 ppm.

Tabel 7 Hasil analisis kandungan -karoten pada minyak dari tanaman sawit hasil persilangan E. guineensis dan E. oleifera

No. Sampel Kode sampel Kandungan β-karoten (ppm)

1 Ray I, pkk 3 69,88 ± 12,82a

Keterangan: data ± standar deviasi (n=2)

Nilai tanpa disertai huruf yang sama terbukti berbeda nyata (p ≤ 0,05) berdasarkan uji Duncan

(66)

lebih rendah pada analisis yang dilakukan peneliti. Sampel no. 8 yang oleh PPKS diindikasikan mengandung 1.317 ± 57 ppm -karoten hanya terindikasi mengandung 364,35 ± 18,07 ppm -karoten oleh peneliti. Hal yang serupa juga terjadi pada sampel no 17 dan 18, dimana nilai kandungan -karoten yang terdeteksi oleh PPKS Badan Penelitian Marihat adalah sebesar 4.159 ± 274 dan 4.485 ± 538 ppm, sementara kandungan yang terdeteksi oleh peneliti berturut-turut hanya 554,25 ± 45,90 dan 387,76 ± 9,87 ppm -karoten.

Perlakuan sebelum analisis pada buah sawit dapat menyebabkan perbedaan nilai kandungan -karoten yang terdeteksi pada sampel minyak sawit. Purseglove (1985) menyatakan bahwa turunnya kualitas minyak kelapa sawit yang terekstrak dapat diakibatkan oleh digunakannya buah sawit yang memar dan tidak baik serta waktu penyimpanan buah sawit yang terlalu lama. Pada penelitian yang dilakukan, sampel buah sawit diambil di Pontianak lalu disimpan dan dipindahkan melalui moda transportasi darat dan udara kemudian disimpan selama kira-kira 3 hari sebelum diproses untuk diambil minyaknya. Selain itu, perlakuan-perlakuan pada ekstraksi minyak yang melibatkan panas, cahaya dan udara dapat turut berkontribusi terhadap degradasi -karoten pada minyak kelapa sawit.

Selanjutnya, faktor dari kualitas dan perbedaan tanaman kelapa sawit yang menurun selama rentang waktu pengujian oleh PPKS Balai Penelitian Marihat dan peneliti dapat juga berkontribusi terhadap turunnya kandungan -karoten pada minyak sawit. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor pemeliharaan yang kurang memenuhi persyaratan pada lapangan.

Karena faktor keterbatasan sampel akibat pemeliharaan yang kurang memadai, terjadi keterbatasan dalam pengendalian kualitas sampel yang dapat dipilih. Perbedaan faktor tersebut diduga dapat menjadi sumber keragaman dalam proses analisis.

Gambar

Gambar 1.a. Pohon tanaman sawit E. guineensis (a) dan Struktur melintang buah
Gambar 3. Tahapan proses refining minyak sawit komersial secara kimiawi dan
Tabel 2  Karakteristik kimiawi minyak sawit merah
Tabel 4  Aplikasi minyak merah sawit dan fraksinya pada berbagai produk pangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ilmiah ini mengambil masalah mengenai website pemesanan kebutuhan rumah tangga pada Minimarket SERENA, adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mempermudah orang

- Pengadaan Peralatan Kantor PBJ 1 Paket Bandar Lampung 200.000.000 APBD-P Oktober 2012 Oktober - Desember 2012 Pengadaan Langsung - Pengadaan Perlengkapan Kantor PBJ 1 Paket

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ‘‘Struktur

Walaupun penerapan sangsi pukulan yang memang harus dilakukan sudah tidak diperselisihkan lagi, ternyata aplikasinya tidak sepenuhnya seperti itu. Kenyataan

Information provided is the existing tourist attractions in the city of Medan, a typical souvenir of the city of Medan and cafe hits in the city of Medan.People who want to

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama

tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikanG.  SK Dirjen

Soft Copy Permendikbud 60 Tahun 2016 Laptop, Kabel Roll, Modem. Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan