• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Struktur Sintaksis Pemberitaan Siyono

Struktur sintaksis dapat diamati dari bagan berita. Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana cara wartawan dalam menyusun peristiwa. Unsur-unsur seperti opini, pernyataan, kutipan disusun ke dalam bentuk susunan yang menjadi sebuah kisah. Dengan demikian, struktur sintaksis bisa diamati melalui headline yang dipilih, lead yang dipakai, latar informasi yang dijadikan sandaran, sumber yang dikutip, dan sebagainya. Adapun, pada bahasan ini, peneliti akan menjelaskan hasil anasisis struktur sintaksis pada lima buah berita terkait Siyono yang menjadi objek pada penelitian ini. Sruktur Sintaksis pemberitaan Siyono pada situs kompas.com akan dijelaskan pada penjelasan di berikut ini:

1. Berita 1 edisi 12 April 2016 ( Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono)

Pada berita yang pertama ini, Kompas.com mengangkat pemberitaan terkait tewasnya Siyono dengan judul berita Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono. Berita ini tayang setelah pengumuman hasil rilis otopsi Siyono oleh PP Muhammadiyah dan Komnas HAM terkait penyebab kematian Siyono. Dari Judul berita ini, Nampak bahwa kompas.com ingin menunjukkan terlebih dahulu kepada masyarakat terkait gambaran peristiwa kematian Siyono yang pada akhirnya menimbulkan kontroversi karena perbedaan penyebab kematian yang diumumkan oleh Polri dengan hasil otopsi.

Lead yang digunakan oleh Kompas.com pada pemberitaan ini adalah menjelaskan mengenai apa yang menjadi topik pembahasan dari berita ini. adapaun lead yang digunkan dalam pemberitaan ini adalah:

“Kematian Siyono, terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah, hingga saat ini masih menimbulkan tanda tanya. Kepolisian berbeda pendapat dengan Muhammadiyah dan Komnas Hak Asasi Manusia. Tiap pihak memiliki versinya , masing-masing , mengenai penyebab utama kematian Siyono.”1

Latar yang digunakan pada berita ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan Hasil otopsi ulang Siyono dengan rilis Polri terkait penyebab tewasnya Siyono. Perbedaan ini terjadi di karenakan menurut rilis Polri, penyebab kematan Siyono adalah luke benturan benda tumpul di bagian kepala, sedangkan berdasarkan hasil otopsi, penyebab kematian Siyono adalah patah tulang iga, dan luka di bagian dada.

1“Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono”,Kompas.com, 12 April 2016, paragraf

Pada berita ini, kompas.com mengambil pendapat dari beberapa narasumber seperti Siane Indriani (Komisioner Komnas HAM), Brigjen (pol) Arthut Tampi (Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri), Haris Azhar ( Koordinator Kontras), Dahnil Anzhar ( ketum PP Muhammadiyah)

Kutipan wawancara yang dilakukan kompas.com dengan Siane Indriani menjelaskan penyebab kematian Siyono berdasarkan hasil autopsi tim dokter PP Muhammadiyah dan Komnas HAM dan peryataan bahwa Siyono tewas tanpa perlawanan. Adapun beberapa kutipan yang menegasan hal tersebut adalah sebagai berikut:

Paragraf 5

“Ada patah tulang iga bagian kiri, ada lima ke bagian dalam. Luka patah sebelah kana nada satu, ke luar,” ujar Siane.2

Paragraf 9

“Tidak ada perlawanan dari Siyono. Tidak ada luka defensif,” ujarnya.3 Sementara itu, Kutipan wawancara dengan Brigjen (pol) Arthur Tampi (Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri) menjelaskan penyebab kematian Siyono versi Polri yakni, hantaman benda tumpul di kepala dan menegaskan bahwa otopsi tidak perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian Siyono.

Paragraf 18

“ Penyebab kematian adalah terjadi pendarahan di belakang kepala akibat benturan benda tumpul,” ujar Arthur.4

Paragraf 22

“ Pemeriksaan walaupun tanpa otopsi, kita dapat menentukan penyebab kematiannya. Akibat perdarahan kepala belakang,” Ujar Arthur.5

2“Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono”,Kompas.com, 12 April 2016, paragraf 5.

3“Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono”,Kompas.com, 12 April 2016, paragraf 9.

4

“Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono”,Kompas.com, 12 April 2016, paragraf 18.

5“Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono”,Kompas.com, 12 April 2016, paragraf 22.

Selanjutnya kutipan wawancara dengan Haris Azhar ( Koordinator Kontras), dan Dahnil Anzhar ( ketum PP Muhammadiyah) yang menilai kinerja Densus selama ini sesuka hati, dan menuntut evaluasi terhadap kinerja Densus 88.

Paragraf 28

“Yak karena selama ini penegak hukum juga amburadul. Sekadar menunjukkan kepuasan kelompok tertentu,” kata haris.6

Paragraf 33

“Kebetulan saya diundang di RDP. Kasus Siyono ini bisa menjadi bahan evaluasi, mungkin buat DPR, berkaitan dengan Densus 88,” ujar Dhanil.7

Berita pertama inipun di tutup dengan pernyataan dari Dahnil Anzhar selaku Ketum PP Muhammadiyah Yang berharap hasil otopsi ini menjadi bahan DPR untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Densus 88.

Berdasarkan analisis di atas, dapat kita lihat cara wartawan menyusun fakta pada pemberitaan ini setelah di analisis dengan menggunakan unsur-unsur sintaksis. Fakta-fakta disusun sedemikian rupa untuk memberikan pemahaman kepada pembaca terhadap kasus yang terjadi. Pada bagian awal kompas.com menempatkan fakta terkait kontroversi penyebab kematian Siyono, lalu dilanjutkan dengan penyebab kematian Siyono versi Polri dan ditutup dengan kritik terhadap Polri dan tuntutan evaluasi terhadap aparat penegak hukum yang dinilai telah sewenang-wenang. Selain itu fakta-fakta yang terkandung dalam pemebritaan ini diperkuat oleh pendapat berbagai narasumber yang kredibel.

Struktur Sintaksis terkait Berita 1 edisi 12 April 2016 ( Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono)dapat dilihat pada lampiran 1.

6

“Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono”,Kompas.com, 12 April 2016, paragraf 28.

7“Kontroversi Hasil Otopsi dan Misteri Kematian Siyono”,Kompas.com, 12 April 2016, paragraf 33.

2. Berita 2 edisi 12 April 2016 (Polri, Jangan Tutupi Kematian Siyono!). Pada berita kedua, Kompas.com mengangkat berita terkait tewasnya Siyono dengan judulPolri, Jangan Tutupi Kematian Siyono!Judul ini terkesan provokatif karena menuding Polri seperti menutup-nutupi kasus kematian Siyono.

Berita ini menggunakan lead yang menempatkan pernyataan Anggota Komisi III DPR Dwi Ria Latifah yang menuntuk transparansi Polri terkait penyebab tewasnya Siyono. Adapun lead yang terdapat dalam pemberitaan ini adalah sebagai berikut:

“Anggota Komisi III DPR Dwi Ria Latifah, meminta polri transparan dalam mengungkap kasus kematian terduga teroris siyono. Sebab, ada dugaan penganiayaan yang dilakukan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri ketika memeriksa Siyono”8

Latar yang diambil dalam pemberitaan ini adalah Dalam Perkembangan kasus tewasnya Siyono oleh Densus 88, Divisi Propam Polri telah memeriksa anggota Densus yang mengawal Siyono dan mendapatkan hasil bahwa ada sejumlah prosedur yang tidak dipenuhi oleh petugas yang mengawal.

Yang menjadi Sumber dalam berita ini adalah Anggota Komisi III DPR Dwi Ria Latifah. Beliau berpendapat bahwa Polri harus menindak tegas anggotanya yang melakukan kesalahan dan tidak menutup-nutupi penyebab kematian Siyono akibat kelalaian anggotanya. Selain itu, Dwi juga menuntut evaluasi terhadap kinerja Densus 88 yang dinilai bertindak semena-mena dengan menghalalkan berbagai cara atas nama pemberantasan terorisme. Lebih Lanjut Dwi juga meningatkan Densus serta Polri apabila mereka tidak transparan tentunya akan merugikan institusi mereka sendiri. Beberpa kutipan wawancara Dengan Dwi dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Karena yang rusak nanti adalah institusi Polri sendiri, yang rusak juga institusi Densus. Jangan gali lubang tutup lubang untuk citra Densus,” ucap dia.11

Berita ini ditutup dengan pernyataan Dwi Ria Latifah yang menginginkan Transparansi pengungkapan kasus Siyono karena hal ini diperlukan untuk menjaga marwah Densus 88. Dan Ia berharap, Polri tidak menutupi kesalahan yang dilakukan anggotanya.

Kesimpulan dari struktur sintaksis pemberitaan yang kedua adalah dalam pemberitaan ini fakta disusun berdasarkan pendapat narasumber yang menginginkan transparansi pengungkapan kasus siyono, selanjutnya wartawan mengungkapkan alasan kenapa Polri harus berlaku transparan terhadap kasus ini. Fakta-fakta yang disusun memberikan gambaran kepada khalayak akan kesalahan anggota Densus dan menekankan kepada khalayak akan evaluasi terhadap kinerja Densus 88.

Struktur Sintaksis terkaitBerita 2 edisi 12 April 2016 (Polri, Jangan Tutupi Kematian Siyono!)dapat dilihat pada lampiran 2.

9 “Polri, Jangan Tutupi Kematian Siyono!”,Kompas.com, 12 April 2016, Paragraf 3. 10“Polri, Jangan Tutupi Kematian Siyono!”,Kompas.com, 12 April 2016, Paragraf 6. 11“Polri, Jangan Tutupi Kematian Siyono!”,Kompas.com, 12 April 2016, Paragraf 8. Paragraf 3

“Kalau betul terjadi suatu pelanggaran hukum, bukan hanya pelanggaran prosedur, tidak boleh ini ditutupi. Kalau oknum ini bersalah, tindak secara transparan,” kata Dwi.9

Paragraf 6

“Tapi, pasca itu kita harus evaluasi. Jangan karena dianggap sukses, kita lupa bahwa bukan begitu kemudian menganggap seolah kita melakukan sesuatu yang terbaik, kemudian apapun bisa dilakukan demi pemberantasan terorisme,” ungkap Dwi.10

3. Analisis Berita 3 edisi 13 April 2016 (Pemeriksaan Jasad Siyono Versi Polri Dinilai di Bawah Standar).

Pada berita yang ketiga, Kompas.com mengangkat judulPemeriksaan Jasad Siyono Versi Polri Dinilai di Bawah Standar.Judul ini terkesan menghakimi dan menilai kinerja buruk yang dilakukan oleh Polri terkait rilis hasil kematian Siyono tanpa melakukan otopsi.

Lead yang digunakan dalam pemberitaan ini menjelaskan pendapat Tim Pembela Kemanusiaan yang dibentuk oleh PP Muhammadiyah dan Komnas HAM terkait penilaian mereka terhadap hasil rilis penyebab kematian Siyono oleh Polri. Sementara, Latar yang diambil dalam pemberitaan ini adalah hasil rilis polri yang hanya mengandalkan pemeriksaan fisik tanpa otopsi terkait penyebab tewasnya Siyono. Adapun lead yang terkandung dalam pemberitaan ini adalah sebagai berikut:

“Tim pembela kemanusiaan yang dibentuk oleh PP Muhammadiyah menilai hasil pemeriksaan polisi terkait penyebab kematian Siyono tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pasalnya, polisi hanya sebatas melakukan pemeriksaan luar dan tak sesuai standar otopsi.”12

Yang menjadi Sumber dalam berita ini adalah Ketua Tim Pembela Kemanusiaan Kasus Siyono, Trisno Raharjo. Kompas.com menekankan pemberitaan ini dengan pendapat Trisno yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan oleh Polri dibawah standar, tidak bisa dipertanggungjawabkan serta tidak bisa menentukan penyebab kematian Siyono. Berikut ini adalah beberapa kutipan wawancara Kompas.com dengan Trisno:

12“Pemeriksaan Jasad Siyono Versi Polri Dinilai di Bawah Standar”,Kompas.com,13 April 2016, Paragraf.1.

Paragraf 2-3

“ Saya sempat menanyakan kepada doker-dokter ahli forensik, apakah kalau begini (hasil scan) termasuk otopsi,” ujar Trisno Raharjo “Jawabannya bukan otopsi dan di bawah standar,” lanjutnya.13

Paragraf 6

“hanya men-scan dari luar lalu disimpulkan. Hasil scan-nya dikirimkan ke keluarga sebagai penyebab kematian. Menurut dokter forensik, hasil itu tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tandasnya.14

Paragraf 9

“Berdasarkan otopsi yang telah disampaikan di Komnas HAM Jakarta, penyebab kematian ada pada dada. Bukan pada bagian kepala seperti yang disampaikan Mabes Polri,”pungkasnya.15

Berita ini ditutup dengan penyebab kematian Siyono berdasarkan hasil otopsi oleh tim Dokter PP Muhammadiyah dan Komnas HAM yang menjelaskan penyebab kematian Siyono adalah luka di bagian dada.

Pada pemberitaan ini, fakta yang dicoba ditonjolkan adalah rendahnya standar pemeriksaan Polri terhadap pemeriksaan Jenazah Siyono. Fakta- fakta dicoba diperkuat dengan pendapat narasumber yang menjelaskan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh Polri tidak sesuai standar autopsi. Pemberitaan ini juga kembali menekankan penyebab kematian Siyono yang sebenarnya. Dari struktur sintaksis ini kompas.com berusaha menyampaikan fakta dan menekankan kepada khalayak bahwa penyebab kematian Siyono adalah bukan seperti yang diumumkan oleh Polri.

Struktur Sintaksis terkait Berita 3 edisi 13 April 2016 (Pemeriksaan Jasad Siyono Versi Polri Dinilai di Bawah Standar)dapat dilihat pada lampiran 3.

13“Pemeriksaan Jasad Siyono Versi Polri Dinilai di Bawah Standar”,Kompas.com,13 April 2016, Paragraf 2-3

14

“Pemeriksaan Jasad Siyono Versi Polri Dinilai di Bawah Standar”,Kompas.com,13 April 2016, Paragraf 6

15“Pemeriksaan Jasad Siyono Versi Polri Dinilai di Bawah Standar”,Kompas.com,13 April 2016, Paragraf 9

4. Analisis Berita 4 edisi 14 April 2016 (Otopsi Ulang Siyono Jadi Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri).

Berita keempat mengangkat judul Otopsi Ulang Siyono Jadi Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri. Judul ini kembali seakan kompas.com menghakimi kinerja Kepolisian terkait tewasnya Siyono.

Lead dalam berita ini mengangkat opini ketua Indonesia Police Watch (IPW) Terkait kematian Siyono yang sekaligus menjadi latar dalam berita ini. Adapun lead dalam berita ini adalah:

“Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan bahwa kasus kematian terduga teroris Siyono harus menjadi pelajaran berharga dalam melakukan evaluasi internal di tubuh Kepolisian RI.”16 Narasumber yang terkait di dalam pemberitaan ini adalah Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, dan Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani. Kompas.com menekankan pemberitaan dengan pendapat Neta yang menuntut evaluasi kinerja Densus 88, serta mengapresiasi otopsi terhadap jasad Siyono Dan menganggap otopsi yang dilakukan oleh PP Muhammadiyah dan Komnas HAM adalah pukulan telak bagi profesionalisme Polri. Berikut petikan pendapat Neta yang terdapat di dalam berita ini:

Paragraf 3

“Kasus Siyono sudah memicu keberanian publik untuk melakukan otopsi ulang terhadap korban kekerasan polisi,” ujar Neta.17

Paragraf 4

“otopsi ulang ini menjadi pukulan telak bagi profesionalisme polri,” kata dia.18

(6

Otopsi Ulang SIyono Jadi Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri ,) *+ , -..com, 14 April 2016, Paragraf. 1

17“ Otopsi Ulang SIyono Jadi Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri”,Kompas.com,14 April 2016,Paragraf. 3.

18

“ Otopsi Ulang SIyono Jadi Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri”,Kompas.com,14 April 2016,Paragraf. 4.

Paragraf 7

“Karena itu dibutuhkan evaluasi yang komperehensif dan Kapolri harus segera membuat system pengawasan yang maksimal,” ucapnya.19

Sementara itu, pendapat Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani merupakan beberapa petikan berita pertama yang disambungkan Kompas.com pada berita ini terkait penyebab tewasnya Siyono. Berita ini ditutup dengan bantahan terhadap rilis Polri yang menyaakan bahwa Siyono melakukan perlawanan.

Fakta yang coba ditekankan oleh kompas.com pada pemberitaan ini adalah kompas.com berusaha menekankan kepada khalayak bahwa kesalahan Polri dalam mengidentifikasi penyebab kematian Siyono membuat citra dari institusi tersebut semakin buruk. Kesalahan identifikasi ini menunjukkan bahwa memang terjadi kekerasan terhadap Siyono sebelum dia tewas. Selanjutnya kompas.com mengungkapkan penyebab kematian Siyono sesuai dengan hasil rilis PP Muhammadiyah dan Komnas HAM.

Struktur Sintaksis terkaitBerita 4 edisi 14 April 2016 (Otopsi Ulang Siyono Jadi Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri) dalam bentuk tabel dapat dilihat pada lampiran 4.

5. Analisis Berita 5 edisi 14 April 2016 (Tugas Polisi Melumpuhkan Tersangka, Bukan Menjadi Algojo).

Pada Berita kelima, Kompas.com mengangkat judul berita Tugas Polisi Melumpuhkan Tersangka, Bukan Menjadi Algojo. Judul ini terkesan

19“ Otopsi Ulang SIyono Jadi Pukulan Telak Bagi Profesionalisme Polri”,Kompas.com,14 April 2016,Paragraf. 7.

mendiskreditkan Kepolisian. Judul ini seakan mengingatkan polisi akan tugas mereka dan tidak berbuat diluar batas kewajaran.

Lead dari berita ini mengajak pembaca untuk menggugat kinerja Densus 88. Berita ini mengambil latar dari pernyataan presidium IPW, Nata S Pane terkait perlu adanya evaluasi terhadap kinerja Densus 88. Adapun Lead dalam pemberitaan ini adalah:

“Kasus kematian terduga teroris asal Klaten, Siyono, dinilai menjadi titik awal keberanian publik untuk menggugat kinerja Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.”20

Narasumber yang terkait di dalam pemberitaan ini adalah Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, dan Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani. Kompas.com menekankan pemberitaan dengan pendapat Neta yang menuntut evaluasi kinerja Densus 88 dan menekankan tugas Polri untuk melumpuhkan tersangka bukannya menjadi algojo. Berikut petikan pendapat Neta yang terdapat di dalam berita ini:

Paragraf 4

“Apalagi tugas utama polisi adalah melumpuhkan tersangka dan bukan menjadi algojo,” ujar Neta.21

Paragraf 7

“Sebaliknya jika polisi sudah bertindak sesuai prosedur Komnas HAM harus juga menjelaskannya secaraterbuka,” kata Neta.22

Sementara itu, pendapat Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani merupakan beberapa petikan berita pertama yang disambungkan Kompas.com pada berita ini terkait penyebab tewasnya Siyono. Berita ini ditutup dengan

20“Tugas Polisi Melumpuhkan Tersangka, Bukan Menjadi Algojo”,Kompas.com, 14 April 2016, Paragraf 1.

21

Tugas Polisi Melumpuhkan Tersangka, Bukan Menjadi Algojo”,Kompas.com, 14 April 2016, Paragraf 4.

22Tugas Polisi Melumpuhkan Tersangka, Bukan Menjadi Algojo”,Kompas.com, 14 April 2016, Paragraf 7.

bantahan terhadap rilis Polri yang menyaakan bahwa Siyono melakukan perlawanan.

Pada pemberitaan ini Kompas.com menekankan bahwa dalam upaya penegakan hukum, seharusnya densus 88 tidak melakukan tindakan diluar batas kewajaran dengan menggunakan kekerasan. Kutipan dan pendapat narasumber dalam pemberitaan ini seakan menjadi penguat terhadap pendapat untuk segera dilakukannya evaluasi terhadap Densus 88. Di akhir pemberitaan, Kompas.com juga menjelaskan kembali penyebab kematian Siyono versi hasil otopsi PP Muhammadiyah dan Komnas.HAM. Struktur Sintaksis terkait Berita 5 edisi 14 April 2016 (Tugas Polisi Melumpuhkan Tersangka, Bukan Menjadi Algojo) dapat dilihat pada lampiran 5.

Dari analisis lima berita di atas telah kita lihat struktur Sintaksis terhadap pemberitaan Siyono di Kompas.com. Sintaksis merupakan cara wartawan dalam menyusun fakta. Struktur Sintaksis dapat diamati melalui unit pengamatan yakni: Headline, Lead, Latar, Sumber, Kutipan, Pernyataan dan Penutup. Seperti yang ketahui, pesan yang disampaikan oleh media adalah hasil konstruksi berdasarkan ideologi dan cara pandang wartawan dalam melihat sebuah peristiwa. Pada Struktur sintaksis terkait lima buah pemberitaan Siyono di Kompas.com ini kita bisa melihat arah kecenderungan Kompas.com dalam membingkai perstiwa tewasnya Siyono ini.

Lima buah berita yang di ambil dalam penelitian ini tentunya memiliki 5 buahHeadline yang berbeda. Namun, meskipun Headline atau judul nya berbeda, berdasarkan hasil yang peneliti amati. Kelima buah judul ini memiliki kesamaan. Adapun kesamaannya adalah kelima buah judul ini terkesan provokatif dan

mendiskriditan atau menyudutkan Polri serta Densus 88. Judul ini bisa menggambarkan arah hendak dibawa kemana pemberitaan terkait Siyono ini. Sebagaimana Penjelasan Wakil Redaktur Pelaksana Kompas.com, J. Heru Magianto terkait Headline berikut ini:

“Secara umum headline itu kan intisari dari seluruh isi berita. Kalau di online ada yang khas. Hampir di seluruh media online Yang harus diperhatikan adalah keyword dari persoalan. Yang kedua, supaya berita ini muncul jika dicari di google. Atau lagi ramai aming nikah sama evelyn. Maka kata aming dan evelyn harus ada di judul. Sesuatu yang kita perkiran sebagai keyword harus ada di judul supaya ada di google dan orang tahu kalau beritanya tentang apa.”23

Berikutnya dari Unit Lead dan Latar, Latar yang digunakan pada kelima berita ini menggunakan latar perbedaan hasil rilis Polri dan PP Muhammadiyah terkait penyebab tewasnya Siyono, dan selalu dimulai dengan pernyataan kutipan wawancara dengan narasumber. Sementara, untuk narasumber sendiri merupakan orang-orang yang terkait dengan topik yang dibahas dan saling beraitan. Seperti sumber dari IPW, Komnas HAM, PP Muhammadiyah, dan Kepolisian. Terkait hal ini, J. Heru Margianto menjelaskan:

“Para wartawan hampir selalu mempunyai insting tentang siapa yang harus di wawancarai. Yang harus dipastikan adalah bahwa narasumber ini kredibel dalam artian memahami dan memiliki kapasitas berbicara terkait topik itu. Lalu harus kompeten, yakni menguasai dan tahu harus ngomong apa. Yang ketiga ini yang tricky. Wartawan harus jeli memahami peta narasumber. Jika dilapangan kita akan peka ni untuk melihat narasumber ini pemikirannya ke arah mana. Sehingga harus memilih yang tepat supaya pandangannya berimbang. Peta ini harus dikuasai. Ketiga ini harus diperhatikan: kredibel, kompeten, dan representasi yang objektif terhadap persoalan tersebut.”24

67

Wawancara Pribadi dengan Wakil Redaktur PelaksanaKompas.com,Jum’at 24 Juni 2016.

68

Wawancara Pribadi dengan Wakil Redaktur PelaksanaKompas.com,Jum’at 24 Juni 2016.

Dan yang terakhir dalam pengamatan unsur Sintaksis adalah penutup berita. Pada berita yang pertama dan kedua, berita ditutup dengan keinginan untuk mengevaluasi kinerja Densus 88. Sedangkan, pada berita ketiga sampai lima menjelaskan tentang penyebab kematian Siyono dan penegasan bahwa tidak ada perlawanan dari Siyono. Peneliti melihat hal ini sebagai suatu konstruksi berulang yang berusaha ditekankan oleh Kompas.com kepada pembaca terkait penyebab tewasnya Siyono dan terkesan memojokkan pihak kepolisian dan menuntut evaluasi terhadap kinerja Densus 88.

Dokumen terkait