• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG N0.13 TAHUN

E. Analisis Terhadap Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun

Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebuah kebijakan publik yang dikategorikan dalam kebijakan substansif. Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang dillakukan pemerintah misalnya kebijakan tentang perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil masalah luar negeri dan lain sebagainya.

Dalam Undang-undang ini dijelaskan mengenai ketenagakerjaan yaitu ketenagakerjaan adalah “ segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja dan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.” Undang- undang ini dipandang sebagai instrumen untuk menyelesaikan konflik antar berbagai kelompok dalam masyarakat.

Salah satu yang menjadi sumber konflik dalam masyarakat adalah aktifitas ekonomi. Konflik dapat berkembang dari perbedaan kepentingan antara pengusaha dengan buruh, kepentingan antara pemerintah dengan perusahaan, kepentingan antara pemerintah dengan buruh dan lain sebagainya. Konflik antara kelompok-kelompok diatas dapat diminimalisir dengan adanya kebijakan pemerintah yaitu dalam bentuk regulasi atau undang-undang.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat melindungi kelompok yang lemah dan menciptakan keseimbangan hubungan antara kelompok yang lemah. Industrialisasi yang cepat dan pertumbuhan berbagai kelompok besar mendorong para buruh, petani dan kalangan-kalangan kecil menuntut pemerintah agar mengontrol para pengusaha dalam menjalankan bisnisnya.

Dalam pandangan seorang pakar politik David Easton sebagaimana dikutip dalam Anderson (1979) dan Dye (1981), dapat dilihat bahwa kebijakan publik sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini akan mendapatkan umpan balik dari masyarakat namun apabila kebijakan ini tidak terlaksana dengan baik maka masyarakat akan melakukan tuntutan atau protes kepada pemerintah.

Buruh merupakan bagian dari masyarakat. Buruh mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,

yang merata baik materiil maupun spritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh sebab itu undang- undang No.13 Tahun 2003 diharapkan dapat menjamin hak-hak dasar buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan buruh.

Dalam undang-undang No.13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan diatur mengenai pembangunan ketenagakerjaan dan hubungan antara buruh/pekerja dengan majikan (pengusaha).

Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah akan melindungi buruh jika Undang-undang tersebut benar terlaksana namun seperti yang terjadi di lapangan bahwa upah dan kesejahteraan belum dapat dicapai dengan baik. Buruh adil dan sejahtera, masih jauh panggang dari api. Penghitungan upah yang tidak transparan menjadi penghalang buruh dalam menuntut transparansi haknya. Fasilitas perusahaan yang tidak memadai juga menjadi faktor penghambat kesejahteraan buruh. Sebab dalam memenuhi kebutuhan pokoknya buruh masih banyak mengalami kesulitan. Berhasilnya undang-undang ini akan lebih terjamin jika pemerintah benar-benar berpihak terhadap buruh, namun yang sering terjadi adalah kebijakan yang dibuat pemerintah hanya bersifat tertulis tanpa realisasi nyata.

Kesejahteraan buruh merupakan suatu hal yang belum dapat diwujudkan pemerintah hingga saat ini. Sampai saat ini pemerintah belum dapat mewujudkan kesejahteraan buruh hal ini dapat kita lihat dari ketimpangan yang terjadi pengusaha lebih mudah diberikan jaminan dan fasilitas kredit oleh pemerintah sedangkan buruh belum dapat hidup sejahtera. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel dan faktor yang saling berhubungan, begitu juga halnya dengan UU No.13 Tahun 2003.

Berikut penulis akan menggambarkan situasi menurut teori tersebut :

Komunikasi, keberhasilan dari implementasi UU No.13 Tahun 2003 dalam meningkatkan kesejahteraan buruh dipengaruhi oleh komunikasi yang baik antara ketiga pihak yang saling berhubungan antara lain pemerintah, pengusaha dan buruh. Dalam hal ini tujuan dan sasaran UU ini adalah pengusaha dan buruh, agar keduanya dapat berjalan beriringan dan buruh dapat memperoleh haknya dengan baik. Semakin baik komunikasi antara pemerintah dengan buruh dan pemerintah semakin intensif dalam melakukan sosialisasi maka UU No.13 Tahun 2003 dapat mencapai maksud dan tujuan dengan maksimal. Serikat Buruh juga berperan dalam mengkomunikasikan buruh yang mendapat perlakuan yang tidak baik dari perusahaan sehingga buruh dapat memperoleh haknya.

Namun yang terjadi saat ini adalah komunikasi yang terjalin antara buruh, pemerintah dan pengusaha belum dapat terwujud dengan baik. Rendahnya tingkat

komunikasi tersebut dapat kita lihat dari banyaknya aksi demonstrasi yang dilakukan buruh.

Sumberdaya, dapat berwujud manusia dan finansial. Dalam hal ini dibutuhkan implementor untuk yang handal agar suatu kebijakan dapat berjalan dengan baik. Dalam pengimplementasiannya UU No.13 Tahun 2003 ini belum dapat berjalan dengan baik karena baik pengusaha dan buruh belum banyak memahami dan mengerti dengan UU ini sehingga UU ini belum berjalan dengan efektif. Pengusaha adalah implementor utama dalam menjalankan kebijakan ini tetapi belum dapat mengimplementasikannya dengan baik. Sementara pemerintah yang harusnya bertindak sebagai pengawas (Controlling) belum dapat menjalankan tugas dengan baik sehingga dalam maslah buruh pemerintah hanya bertindak sebagai pembuat kebijakan saja tanpa didukung pengawasan terhadap para pengusaha.

Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Dalam hal ini yang menjadi implementor adalah pemerintah dan pengusaha. Namun dalam pengimplementasiannya sering terjadi disposisi, pemerintah yang harusnya berfungsi sebagai pengawas kadangkala dapat bertindak tidak jujur dan beralih membela pengusaha. Hal ini dibuktikan dengan kemudahan-kemudahan yang diterima pengusaha sampai saat ini. Pemberian kredit dan fasilitas kepada pengusaha. Hal ini disebabkan rendahnya komitmen dan kejujuran pemerintah

bantuan kepada Serikat buruh daripada kepada pemerintah. Hal ini juga yang menyebabkan implementasi undang-undang ini tidak berjalan dengan baik karena disposisi yang dilakukan pemerintah.

Struktur birokrasi, dalam hal ketenagakerjaan ini yang implementornya adalah pengusaha dan pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja. Masih rumitnya struktur birokrasi serta banyaknya prosedur yang harus dilalui menyebabkan UU ini belum dapat berjalan dengan baik. Struktur birokrasi yang harusnya dapat mempermudah buruh dalam memperoleh haknya terkadang menjadi semakin lama dengan adanya struktur birokrasi yang rumit.

F. Evaluasi Terhadap Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Dalam

Dokumen terkait