• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

C. Analisis Unsur Intrinsik Novel Isinga

Selanjutnya seluruh data dari hasil proses pengklasifikasian dianalisis dan ditafsirkan maknanya.

d. Deskripsi

Hasil analisis dalam novel disusun secara sistematis sehingga memudahkan dalam mendeskripsikan makna dari setiap unsur yang

13

A. Warna Lokal

Warna lokal merupakan suatu cara untuk mengangkat suasana kedaerahan yang mendeskripsikan tentang latar, tokoh, dan penokohan, serta nilai-nilai budaya. Warna lokal memiliki ciri khas tertentu yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa kedaerahan. “Pelukisan tempat tertentu dengan sifat khasnya secara rinci biasanya menjadi bersifat kedaerahan, atau berupa pengangkatan suasana

daerah.”1 Selain itu warna lokal dijadikan sebagai tolak ukur untuk membedakan

ciri khas daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Pengangkatan suasana kedaerahan, sesuatu yang mencerminkan unsur

local color, akan menyebabkan latar tempat menjadi unsur yang dominan dalam karya yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional. Ia akan mempengaruhi pengaluran dan penokohan, dan karenanya menjadi koheren dengan cerita secara keseluruhan. Namun, perlu ditegaskan bahwa sifat ketipikalan daerah tak hanya ditentukan oleh rincinya deskripsi lokasi, melainkan terlebih harus

didukung oleh sifat kehidupan sosial masyarakat penghuninya.2

Novel yang berlatar lokal budaya Papua belum banyak ditulis oleh para pengarang novel. Adapun beberapa novel yang berlatar lokal budaya Papua yaitu

karya Ani Sekarningsih dengan novel Namaku Teweraut (2002), Dewi Linggasari

dengan novel Sali (2007), Anindita S. Thyaf dengan novel Tanah Tabu (2009)

dan Dorothea Rosa Herliany dengan novel Isinga (2015). Pengarang tersebut

berasal dari luar Papua. Pengarang novel berlatar lokal budaya Papua tidaklah harus ditulis oleh orang Papua. Sebab, sebuah karya sastra mempunyai potensi yang sangat besar sebagai medium imajinasi untuk pemahaman lintas budaya.

1 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS, 2012), h. 228.

14

Di Indonesia praksis lintas budaya yang sangat mengesankan adalah penciptaan kisah Si Doel Anak Jakarta oleh Aman Datuk Majoindo di tahun 1940-an. Pengarang dari Sumatra Barat ini pergi merantau ke Jakarta ketika berumur 23 tahun, dan hidup sebagai pekerja kasar (pegawai toko, kuli di Tanjung Priok) yang bergaul dengan berbagai kalangan, termasuk masyarakat Betawi. Barangkali kehidupannya yang keras di Jakarta membuat ia bersimpati kepada masyarakat Betawi yang pada waktu itu belum sempat menikmati buah-buah modernitas dan melahirkan karya sastra pertama yang ditulis dalam dialek Betawi. Si Doel adalah hasil sebuah penghayatan lintas budaya. Karya Aman Datuk Madjoindo menunjukkan bahwa representasi yang penuh empati dan menyentuh tentang suatu budaya tertentu dapat ditulis oleh bukan “pemilik asli”

budaya.3

Karya Aman Datuk Madjoindo yang dijelaskan Melani Budianta, menunjukkan bahwa representasi yang penuh empati dan menyentuh tentang suatu budaya tertentu dapat ditulis oleh bukan "pemilik asli" budaya tersebut. Dengan demikian, novel berlatar lokal Papua pun dapat ditulis oleh orang di luar Papua.

Warna lokal mensyaratkan adanya corak yang khas yang tidak dimiliki oleh sesuatu di luar lokal tersebut. “Warna lokal yang tajam menggambarkan bukan saja waktu dan tempat terjadinya peristiwa, tetapi juga sosial budaya dan tokoh-tokoh serta kebiasaan setempat di dalam sebuah cerita. Ada pula penulis yang bahkan memasukkan dialek setempat, terutama di dalam percakapan atau dialog

di antara tokoh-tokoh di dalam cerita itu, untuk mempertajam warna lokal itu.”4

Dalam karya sastra munculnya warna lokal ini akan menyebabkan latar menjadi unsur yang menjadi bagian utama dalam karya yang bersangkutan. Jadi mencakup unsur tempat, waktu, dan sosial budaya sekaligus. Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya sastra. Latar waktu menunjuk pada waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya sastra. Sementara itu, latar sosial budaya mengacu pada berbagai

3 Melani Budianta, “Sastra dan Interaksi Lintas Budaya”, 2002, (www.bahasa-sastra.web.id/melanie.asp) diunduh pada tanggal 29 April 2016 pukul 09:58 WIB.

masalah berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, cara berpikir, cara bersikap, dan lainnya. Latar sosial memang dapat meyakinkan penggambaran suasana kedaerahan, warna lokal, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. “Dalam kesusastraan dunia, keberhasilan memotret situasi sosial yang didukung oleh warna lokal inilah yang acapkali mengantarkan sastrawannya memperoleh penghargaan yang membanggakan. Karya-karya sastra seperti itu pula yang cenderung menjadi karya-karya

monumental”.5

Karya sastra warna lokal adalah karya-karya yang melukiskan ciri khas suatu

wilayah tertentu. Sastra warna lokal ditandai oleh pemanfaatan setting, pengarang

berfungsi sebagai wisatawan. Sastra warna lokal menyajikan informasi permukaan mengenai lokasi tertentu, dengan cara melukiskan unsur-unsur yang kelihatan seperti lingkungan fisik dan unsur sosial budaya sebagai dekorasi tanpa

mendalami kehidupan yang sesungguhnya.6

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang perkembangannnya dipengaruhi oleh manusia serta alam sekitar. Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.

“Ilmu lingkungan mempelajari tempat dan peranan manusia di antara makhluk hidup dan komponen kehidupan lainnya. Ilmu yang mempelajari bagaimana manusia harus menempatkan dirinya dalam ekosistem atau dalam

5 Maman S. Mahayana, Bermain dengan Cerpen: Apresiasi dan Kritik Cerpen Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 203.

6 Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 383.

16

lingkungan hidupnya.”7 Dalam lingkungan terdapat komponen yaitu abiotik

dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).

Lingkungan fisik termasuk ke dalam komponen abiotik, atau biasa disebut dengan kebendaan. Dalam hal ini, lingkungan fisik yang terdapat di dalam sebuah daerah dapat berupa keadaan alam seperti gunung, sungai, atau pun sawah. Lingkungan fisik selalu berubah oleh adanya berbagai macam gaya alam baik yang berkekuatan besar maupun kecil.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa lingkungan merupakan keadaan alam yang terbentuk dari komponen hidup dan tak hidup. Lingkungan fisik merupakan komponen abiotik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, laut, gunung dan sebagainya dan mengharuskan manusia serta makhluk hidup lainnya untuk menempatkan diri dalam lingkungan tersebut.

2. Unsur-unsur Sosial

Sosiologi berarti ilmu yang berbicara mengenai masyarakat atau mengenai peranan manusia sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dengan manusia lain dan lingkungannya. Dengan sendirinya unsur sosial membangun suatu kesatuan dan berhubungan antara satu dengan lainnya di dalam kehidupan. Dalam perjalanan kehidupannya manusia senantiasa hidup dalam sistem sosial yang sudah terbentuk di dalam lingkungan masyarakatnya.

Sistem sosial diartikan sebagai hubungan antara unsur-unsur sosial atau bagian bagian di dalam kehidupan sosial masyarakat yang saling mempengaruhi. Unsur-unsur sosial yang pokok di antaranya adalah kelas sosial, kelompok sosial, dinamika sosial, dan lembaga-lembaga sosial.

7 Moh. Soerjani, Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, (Jakarta: UI-Press, 2008), h. 3.

Kemudian nilai-nilai akan dijadikan sebagai ukuran dalam bertingkah laku tentang mana yang baik atau tidak baik. Selain nilai, norma yang ada di suatu sistem sosial tersebut akan dijadikan sebagai peraturan yang berlaku di dalam suatu masyarakat.

a. Kelas Sosial

Kelas Sosial sebenarnya berada dalam ruang lingkup kajian yang lebih sempit, artinya kelas sosial lebih merujuk pada satu lapisan atau strata tertentu dalam sebuah stratifikasi sosial. “Kelas sosial berarti pengelompokan orang berdasarkan nilai budaya, sikap, perilaku sosial yang secara umum sama. Misalnya masyarakat kelas menengah ke atas

berbeda karakteristik dengan masyarakat menengah ke bawah.”8

Dalam sehari-hari dapat dilihat dari sikap dan gaya hidup di antara kelas tertentu. Secara sederhana, perbedaan kelas sosial bisa terjadi dan dilihat dari perbedaan-perbedaan besaran penghasilan rata-rata seseorang atau sekelompok orang dalam kesehariannya atau setiap bulannya. Sekelompok orang yang berpenghasilan tinggi akan berbeda dengan sekelompok orang yang berpenghasilan rendah.

Proses terjadinya pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya berangkat dari kondisi perbedaan kemampuan individu atau antar-kelompok sosial. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa setiap individu manusia memiliki perbedaan kemampuan dalam memenuhi aset kebutuhan hidupnya.

b. Dinamika Sosial

Dinamika sosial merupakan hal-hal yang berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam kehidupan sosial. “Suatu perubahan sosial tidak lain adalah penyimpangan kolektif dari pola-pola

8 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 399.

18

yang telah mapan. Oleh karena itu, perubahan sosial dapat menimbulkan

gangguan pada keseimbangan sosial yang ada.”9 Objek pembahasan

dinamika sosial meliputi: pengendalian sosial, penyimpangan sosial, dan mobilitas sosial.

Pengendalian sosial merupakan cara atau proses pengawasan baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mengajak, mendidik bahkan memaksa warga masyarakat agar para anggota masyarakat mematuhi norma dan nilai yang berlaku. Dalam pengendalian sosial, struktur sosial memiliki alat-alat pengendalian yang berupa nilai-nilai dan norma yang dilengkapi dengan unsur kelembagaannya.

Penyimpangan sosial merupakan perilaku sejumlah orang yang dianggap tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku sehingga penyimpangan tersebut menimbulkan reaksi-reaksi seperti pergunjingan masyarakat. Walaupun sudah ada nilai dan norma sebagai pedoman tingkah laku, akan tetapi pola kehidupan yang teratur masih sulit untuk dicapai. Hal ini diakibatkan kecenderungan manusia itu sendiri yang selalu ingin menyimpang dari tatanan tingkah laku tersebut.

Mobilitas sosial merupakan peristiwa sosial di mana individu atau kelompok bergerak atau berpindah kelas sosial satu ke lapisan sosial lainnya.

c. Kelompok Sosial

Hampir semua manusia pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga. Walaupun anggota-anggota keluarga tadi selalu menyebar, pada waktu-waktu tertentu mereka pasti akan berkumpul. Setiap anggota mempunyai pengalaman-pengalaman masing-masing dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok sosial lainnya di luar

9 Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Depok: Komunitas Bambu, 2009), Cet. Kedua, h. 451.

rumah. Bila mereka berkumpul, terjadilah tukar menukar pengalaman di antara mereka, tetapi para anggota keluarga tersebut mungkin telah mengalami perubahan yang tidak disadarinya. Saling tukar-menukar pengalaman disebut dengan pengalaman sosial di dalam kehidupan berkelompok, yang mempunyai pengaruh besar di dalam pembentukan kepribadian orang-orang yang bersangkutan.

“Setiap individu adalah anggota dari seuatu kelompok. Tetapi tidak setiap warga dari suatu masyarakat hanya menjadi anggota dari satu kelompok tertentu, ia bisa menjadi anggota lebih dari satu kelompok

sosial”10 Kelompok sosial merupakan akibat dari kedudukan manusia

sebagai makhluk sosial yang selalu berkecenderungan berkelompok dengan manusia lainnya. Kelompok sosial juga dipahami sebagai pemilihan kelompok manusia atas dasar perbedaan dan persamaan karakter, watak, ciri, tujuan, kesukaan, dan sebagainya.

d. Lembaga Sosial

Jika di kehidupan sosial terdapat tatanan perilaku yang digunakan untuk mengatur perilaku anggota-anggota masyarakatnya, maka tatanan tersebut tidak akan menghasilkan apa-apa jika tidak dilengkapi dengan lembaga sosial sebagai alat kontrol atas perilaku anggota masyarakat tersebut. Di dalam kelompok sosial, tidak semua orang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.

Istilah lembaga sosial (sosial institution) di sini, artinya bahwa

lembaga sosial lebih menunjuk pada suatu bentuk perilaku sosial anggota masyarakat dalam kehidupan bersama, sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan

peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut.11

10 Elly M. Setiadi, dkk., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), Ed. 2. Cet. 3, h. 99.

20

Dalam pengertian sosiologis, lembaga dapat dilukiskan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Lembaga sosial baik secara formal maupun informal dibuat dengan tujuan untuk mengikat perilaku anggota masyarakat agar berperilaku sesuai dengan tatanan aturan yang menjadi kesepakatan sosial.

3. Unsur-unsur Budaya

Koentjaraningrat mengajukan definisi kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar.12

Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah: 1) Bahasa, 2) Sistem pengetahuan, 3) Organisasi sosial, 4) Sistem peralatan hidup dan

teknologi, 5) Sistem mata pencaharian hidup, 6) Sistem religi, 7). Kesenian.13

1) Bahasa

Bahasa atau sistem perlambangan manusia yang lisan ataupun tertulis untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Pembahasan ini mendeskripsikan tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasi dari bahasa tersebut. Deskripsi dari bahasa suku bangsa dalam pembahasan ini tidak begitu dalam seperti deskripsi mendalam oleh seorang ahli bahasa.

2) Sistem Pengetahuan

Uraian mengenai pokok-pokok khusus yang merupakan isi dari sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan merupakan suatu uraian tentang cabang-cabang ilmu pengetahuan. Cabang-cabang itu dibagi berdasarkan

12 Eko A. Meinarno, dkk. Manusia dalam Kebudayaan dan Masyarakat: Pandangan Antropologi dan Sosiologi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 90.

pokok perhatiannya. Pengetahuan tentang alam sekitar, pengetahuan tentang alam flora dan fauna, pengetahuan tentang tubuh manusia dalam kebudayaan-kebudayaan, seperti ilmu untuk menyembuhkan penyakit, dan pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku manusia adalah pengetahuan yang teramat penting dalam suatu masyarakat. Seperti pengetahuan tentang sopan santun pergaulan, adat-istiadat, sistem norma, hukum adat, pengetahuan tentang sejarah tempat asal masyarakat itu menetap juga sangat penting.

3) Organisasi Sosial

Setiap kehidupan masyarakat diatur oleh adat-istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan tempat individu itu hidup dan bergaul. Kesatuan sosial yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan kekerabatannya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kaum kerabat lain. Ada juga kesatuan-kesatuan di luar kaum kerabat, tetapi masih di dalam lingkungan komunitas. Tiap masyarakat, termasuk masyarakat desa terbagi ke dalam lapisan-lapisan.

Dalam suatu masyarakat, persoalan yang banyak mendapat perhatian yaitu persoalan pembagian kerja dalam suatu desa, berbagai aktivitas kerja sama atau gotong-royong dalam masyarakat desa, hubungan dan sikap antara pemimpin dan pengikut dalam komunitas desa (yakni soal prosedur mendapat keputusan bersama, dan lainnya).

4) Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

Teknologi atau biasa sering dikatakan sebagai cara-cara memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan hidup setiap suku bangsa. Teknologi tradisional adalah teknologi yang belum dipengaruhi oleh teknologi yang berasal dari kebudayaan “Barat”. Teknologi tradisional mengenai tujuh macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh masyarakat kecil atau masyarakat pedesaan yaitu: alat

22

produksi, senjata, wadah, makanan, pakaian, tempat berlindung dan perumahan, serta alat-alat transportasi.

Alat produksi, yang dimaksud adalah alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan mulai dari alat sederhana, contohnya seperti batu untuk menumbuk terigu sampai kepada alat untuk menenum kain. Senjata adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri, maupun digunakan sebagai alat untuk membantu kegiatan sehari-hari. Wadah, adalah alat dan tempat untuk menimbun, memuat dan menyimpan barang. Makanan, dianggap sebagai barang yang dapat dibicarakan dalam teknologi dan kebudayaan fisik. Makanan dapat menjadi simbol dari suatu daerah, makanan khas tiap suku bangsa memiliki sistem pengolahan yang berbeda-beda. Cara mengolah, memasak, dan menyajikan makanan tersebut berbeda pula. Pakaian sebagai perhiasan badan juga menjadi ciri kebudayaan dari tampilan luar seseorang. Tempat berlindung dan perumahan, beragam jenis dan bentuk tempat berlindung. Alat-alat transportasi, dalam kebudayaan manusia seperti rakit, perahu, kereta beroda, dan lainnya.

5) Sistem Mata Pencaharian Hidup

Sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi yang diperhatikan adalah sistem produksi lokalnya termasuk sumber alam, cara mengumpulkan modal, proses konsumsinya, cara pengerahan dan pengaturan tenaga kerja, serta sistem distribusi di pasar-pasar yang dekat saja. Pengaruh industri terhadap daerah pedesaan dan sekitarnya mulai menjalar sampai ke sistem mata pencaharian. Dalam mempelajari suatu masyarakat desa yang hidup berdasarkan mata pencahariannya, kita juga harus menaruh perhatian terhadap sumber alam, tenaga kerja, serta pemasarannya. Masalah sumber alam, terletak pada bagaimana usaha mencari sumber alam yang dimiliki oleh desa tersebut.

6) Sistem Religi

Sistem religi dalam suatu kebudayaan mempunyai tiga unsur yaitu sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan suatu umat yang menganut religi itu. Adapun sistem keyakinan biasanya tercantum dalam suatu himpunan buku-buku yang dianggap sebagai buku suci. Keyakinan mengandung konsepsi tentang dewa yang baik maupun jahat, konsepsi tentang makhluk halus, konsepsi tentang roh leluhur, konsepsi tentang hidup, konsepsi tentang dunia, konsepsi tentang ilmu gaib, dan sebagainya. Kemudian sistem upacara keagamaan mengandung empat aspek yakni tempat upacara keagamaan dilakukan, saat upacara keagamaan dijalankan, benda-benda dan alat upacara, orang yang melakukan dan memimpin upacara. Mengenai umat yang menganut keyakinan, biasanya dideskripsikan mengenai pengikut suatu kepercayaan dan hubungan satu dengan yang lainnya.

7) Kesenian

Kesenian merupakan segala ekspresi hasrat manusia terhadap keindahan di dalam suatu kebudayaan. Hasil kesenian yang diciptakan oleh seniman di setiap daerah tentu beraneka ragam. Dipandang dari sudut cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan, maka ada dua lapangan besar, yaitu seni rupa atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata (seni patung, seni relief, seni lukis dan gambar, dan seni rias). Seni suara atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga (seni vokal, seni instrumental). Suatu lapangan kesenian yang meliputi kedua bagian tersebut adalah seni gerak atau seni tari, karena kesenian ini dapat dinikmati dengan mata maupun telinga. Akhirnya ada lapangan kesenian yang mencakup semuanya, yaitu seni drama. Lapangan kesenian ini mengandung unsur-unsur dari seni rias, seni musik, seni sastra, dan seni tari. Seni drama bisa bersifat dengan teknologi modern seperti seni film.

24

Tiap unsur kebudayaan menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan, yakni wujudnya berupa sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik. Wujud sistem budaya dari suatu unsur kebudayaan universal berupa adat. Sedangkan sistem sosial dari suatu unsur kebudayaan dapat berupa aktivitas-aktivitas sosial. Kemudian ketujuh unsur kebudayaan universal itu masing-masingnya mempunyai wujud fisik, wujud fisik ini dapat berupa benda-benda kebudayaan.

Pertama, wujud ini adalah wujud ideal dari kebudayaan. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala. Atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang lain melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu sistem. Para ahli antropologi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya. Istilah lain untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat, atau adat istiadat dalam bentuk jamak.

Kedua, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini merupakan wujud kebudayaan yang disebut sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, di foto, dan didokumentasi. Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini disebut kebudayaan fisik, karena berupa seluruh total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat,

dan difoto.14

B. Hakikat Novel

Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama

dengan istilah Indonesia novelet (Inggis: novelette), yang berarti sebuah karya

prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak

terlalu pendek.15 Kata novel berasal dari bahasa Latin, novus yang artinya baru.

Dalam bahasa Italia novel disebut novella. Suatu prosa naratif yang lebih panjang

dari cerita pendek yang biasanya memerankan tokoh-tokoh atau peristiwa imajiner. Novel merupakan karangan sastra prosa panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitaranya dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu. Novel dalam bahasa Perancis

Dokumen terkait