• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Analisis Usaha Tani Padi Sawah Skala Rumah Tangga

Sistem pertanian padi sawah menggambarkan bagaimana petani mengelola dan memanfaatkan sumber daya pertanian yang dimilikinya seperti lahan, input- input produksi, tenaga kerja, sumber daya air dan pasar serta interaksinya guna memperoleh produksi yang dapat meningkatkan pendapatan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis sistem budidaya padi sawah SRI dan sistem konvensional sebagai pembanding (kontrol).

Hasil data survey menunjukkan bahwa penggunaan input-input produksi seperti benih dan pupuk (urea, SP-36 dan NPK) dalam budidaya padi sawah sistem konvensional tidak efisien dan berlebih, tidak sesuai dengan rekomendasi yang disarankan oleh Dinas Pertanian daerah setempat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani padi konvensional masih mengandalkan pengalaman dan budaya yang diwariskan oleh orang-orang sebelumnya. Selain itu tingkat

pendidikan yang rendah (71.67% berpendidikan ≤ 6 tahun) dan pengalaman bertani 45% lebih dari 20 tahun, menjadi kendala untuk mengubah kebiasaan petani dalam budidaya padi sawah ke arah yang lebih efisien.

Berdasarkan karakteristik petani, metode SRI banyak diterapkan oleh petani dengan pendidikan yang lebih baik dari petani konvensional yaitu 30% berpendidikan 10-12 tahun dan sebagian besar pengalaman bertani padi sawah kurang atau sama dengan 5 tahun (sebanyak 60%). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pola pikir rasional yang lebih maju sehingga memudahkan petani dalam menyerap dan mengadopsi teknologi-teknologi baru dalam budidaya padi sawah.

- 20.00 40.00 60.00 80.00 ≤ 6-10 11-15 16-20 > 20 Jumlah (%) P e n g a la m a n ( T h n )

Petani Konvensional Petani SRl

2 1 70 60 50 40 30 20 10 0 1: Konvensional; 2: SRI P e n g a la m a n ( T h n )

Perbedaan yang jelas terlihat dari kedua sistem budidaya padi sawah tersebut yaitu dalam penggunan benih. Penggunaan benih padi metode SRI setengah (51.46%) dari metode konvensional dan berbeda nyata secara statistik pada derajat kepercayaan 95%. Hal ini disebabkan karena pada metode SRI, penanaman bibit padi hanya satu bibit per tanam, sedangkan pada metode konvensional antara 2 sampai 3 bibit padi per tanam. Dengan metode tanam satu bibit per tanam akan menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dan malai yang dihasilkan akan lebih banyak juga, sehingga produksi padi dan pendapatan petani bisa ditingkatkan.

Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam budidaya padi sawah sebesar Rp 5 979 052/ha/musim untuk metode konvensional dan Rp 6 158 161/ha/ musim untuk metode SRI, dengan asumsi biaya sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga tidak dihitung sebagai biaya produksi. Besarnya biaya produksi metode SRI disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang cukup banyak, karena dalam metode SRI tanam satu batang menyebabkan pada awal pertumbuhan tanaman padi rentan terhadap serangan hama terutama hama keong mas dan pengairan secara intermitten menyebabkan gulma tumbuh dengan subur sehingga kegiatan penyulaman dan penyiangan dilakukan secara intensif.

Produktivitas padi metode SRI rata-rata sebesar 5 910.53 kuintal/ha sedangkan metode konvensional rata-rata sebesar 5 702.29 kuintal/ha dan tidak berbeda nyata berdasarkan hasil uji beda rata-rata pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan metode SRI pada budidaya padi sawah di Kabupaten Indramayu belum dapat meningkatkan produktivitas hasil padi sawah. Tabel 5.1 Analisis usaha tani padi sawah metode konvensional di Kabupaten

Indramayu, musim tanam 2011/2012 Input/biaya/

pendapatan MH MK1 MK2

1 Rata-rata luas tanam (ha) 0.86 0.86 0.61 0.78

2 Benih (kg/ha) 29.42 29.16 24.38 27.65 20-25 3 Urea (kg/ha) 289.37 284.31 267.86 280.51 250 4 SP-36 (kg/ha) 183.97 155.14 125.00 154.70 100 5 NPK (kg/ha) 207.19 190.21 70.36 155.92 100-150 6 Herbisida (btl/ha) 1.63 1.57 1.18 1.46 7 Insektisida (btl/ha) 10.23 9.97 9.95 10.05 8 Fungisida (bngks/ha) 3.34 2.92 3.60 3.29

9 Tenaga Kerja (HOK/ha) 128.37 124.45 130.09 127.64

10 Sewa lahan (Rp/ha) 4,609,700 4,609,700 4,609,700 4,609,700

11 Biaya benih (Rp/ha) 349,353 349,946 292,500 330,600

12 Biaya pupuk (Rp/ha) 1,386,057 1,321,897 1,269,583 1,325,846

13 Biaya pestisida 987,699 939,936 957,202 961,613

14 Biaya tenaga kerja luar keluarga (Rp/ha) 2,025,335 1,887,532 2,379,018 2,097,295

15 Biaya tenaga kerja dalam keluarga (Rp/ha) 1,028,458 1,066,183 718,595 937,745

16 Biaya lain-lain (pajak, traktor, air) (Rp/ha) 993,804 979,643 1,817,649 1,263,699

17 Total biaya (tnp sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 5,742,248 5,478,955 6,715,952 5,979,052

18 Total biaya (dgn sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 11,380,407 11,154,838 12,044,247 11,526,497

19 Produktivitas (kg/ha) 6,411.87 5,351.44 5,343.57 5,702.29

20 Pendapatan kotor (Rp/ha) 23,723,908 19,800,321 19,771,214 21,098,481

21 Pendapatan bersih (tnp sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 17,981,660 14,321,366 13,055,262 15,119,429

22 Pendapatan bersih (dgn sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 12,343,502 8,645,483 7,726,967 9,571,984

23 R/C Rasio (tnp sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 4.13 3.61 2.94 3.56

24 R/C Rasio (dgn sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 2.08 1.78 1.64 1.83

Musim

No Rata-rata Rekomendasi

Sumber: Hasil pengolahan data (2013)

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh petani dari usaha tani padi sawah dengan metode konvensional tanpa memperhitungkan sewa lahan dan biaya tenga kerja dalam keluarga sebesar Rp 15

119 429/ha/musim (asumsi: produk dijual dalam bentuk gabah kering panen (GKP) dengan harga Rp 3 700/kg) dengan nilai R/C rasio sebesar 3.56. Jika sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga dimasukan ke dalam komponen biaya, maka rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh petani sebesar Rp 9 571 984/ha/ musim dengan R/C rasio sebesar 1.83. Nilai R/C rasio > 1, menunjukkan bahwa usaha tani padi sawah yang dilakukan oleh petani dalam skala usaha tani yang menguntungkan.

Berdasarkan data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh petani dari usaha tani padi sawah dengan metode SRI tanpa memperhitungkan sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar Rp 15 710 783/ha/ musim dengan nilai R/C rasio sebesar 3.56. Jika sewa lahan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga dimasukan ke dalam komponen biaya, maka rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh oleh petani sebesar Rp 10 696 057 dengan R/C rasio sebesar 1.96.

Nilai R/C rasio > 1 menunjukkan bahwa usaha tani padi sawah dengan metode konvensional dan SRI yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Indramayu dianggap layak dan menguntungkan. Menurut Rahim et al. (2007), salah satu indikator sederhana untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha tani dapat dilihat pada nilai Revenue Cost Ratio (R/C), jika nilai R/C > 1 maka usaha tani dianggap layak dilakukan (menguntungkan), sedangkan jika nilai R/C < 1 maka dianggap tidak layak (tidak menguntungkan).

Tabel 5.2 Analisis usaha tani padi sawah metode SRI di Kabupaten Indramayu, musim tanam 2011/2012

Input/biaya/

pendapatan MH MK1

1 Rata-rata luas tanam (ha) 0.84 0.86 0.85

2 Benih (kg/ha) 13.47 13.41 13.44 20-25

3 Pupuk kompos (kg/ha) 1,543.41 1,692.35 1,617.88 1000-1500

4 Pupuk organik cair (ltr/ha) 12.18 9.19 10.68

5 Urea (kg/ha) 93.17 93.17 93.17 250 6 SP-36 (kg/ha) 150.00 50.00 100.00 100 7 NPK (kg/ha) 239.00 234.00 236.50 100-150 8 Herbisida (btl/ha) 0.60 1.03 0.81 9 Insektisida (btl/ha) 4.86 5.37 5.11 10 Fungisida (bngks/ha) 2.60 1.98 2.29

11 Pestisida Nabati (ltr/ha) 37.13 41.74 39.43

12 Tenaga Kerja (HOK/ha) 148.37 138.19 143.28

13 Sewa lahan (Rp/ha) 4,427,024 4,427,024 4,427,024

14 Biaya benih (Rp/ha) 161,659 160,962 161,310

15 Biaya pupuk dan pestisida (Rp/ha) 1,527,930 1,863,010 1,695,470

16 Biaya tenaga kerja luar keluarga (Rp/ha) 3,143,278 3,022,026 3,082,652

17 Biaya tenaga kerja dalam keluarga (Rp/ha) 645,723 529,679 587,701

18 Biaya lain-lain (pajak, traktor, air) (Rp/ha) 1,212,309 1,225,148 1,218,728

19 Total biaya (tnp sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 6,045,177 6,271,145 6,158,161

20 Total biaya (dgn sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 11,117,923 11,227,848 11,172,886

21 Produktivitas (kg/ha) 6,541.43 5,279.62 5,910.53

22 Pendapatan kotor (Rp/ha) 24,203,291 19,534,594 21,868,943

23 Pendapatan bersih (tnp sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 18,158,114 13,263,449 15,710,782

24 Pendapatan bersih (dgn sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 13,085,368 8,306,746 10,696,057

25 R/C Rasio (tnp sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 4.00 3.11 3.56

26 R/C Rasio (dgn sewa lahan, TK klrg) (Rp/ha) 2.18 1.74 1.96

Musim

No Rata-rata Rekomendasi

Sumber: Hasil pengolahan data (2013)

Selain perhitungan R/C rasio, untuk mengetahui apakah penerapan metode SRI lebih menguntungkan atau malah sebaliknya metode konvensional yang lebih menguntungkan, dapat digunakan analisis perbandingan antara besarnya

perubahan pendapatan (∆ revenue) yang diperoleh (akibat perubahan metode tanam dari konvensional ke metode SRI) dengan besarnya perubahan biaya (∆ cost) yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis usaha tani di atas maka dapat

diperoleh bahwa rasio ∆R/∆C adalah 3.91%/3.00% yaitu sebesar 1.30. Nilai 1.30 menunjukkan bahwa setiap kenaikan biaya usaha tani padi sawah sebesar 1% dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar 1.30%.

Guna mengetahui apakah hasil penerapan metode SRI berbeda nyata secara statistik dengan metode konvensional atau tidak, maka perlu dilakukan uji beda rata-rata. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesamaan atau perbedaan nilai rata-rata dari dua kelompok sampel yang tidak saling berhubungan. Konsep dari uji beda rata-rata adalah membandingkan nilai rata-rata beserta selang kepercayaan tertentu (confidence interval) dari dua sampel. Prinsip pengujian dua rata-rata adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data. Oleh karena itu dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah varian kedua kelompok yang diuji sama atau tidak. Varian kedua kelompok data akan berpengaruh pada nilai standar error yang akhirnya akan membedakan rumus pengujiannya. Hasil uji beda rata-rata dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Uji beda nyata rata-rata data pengamatan

Variabel Musim hujan (MH) Musim kering I (MKI)

Konvensional SRI Konvensional SRI

Produktivitas (kg/ha) 6 411.87a 6 541.43a 5 351.44a 5 279.62a

Biaya (Rp/ha)* 5 742 248a 6 045 177a 5 478 955a1 6 271 145b1

Pendapatan bersih (Rp/ha)* dijual dalam bentuk GKP

17 981 660a 18 158 114a 14 321 366b2 13 263 449a2

Pendapatan bersih (Rp/ha)* dijual dalam bentuk GKG 17 246 230 a1 26 860 178b1 13707563 a1 20 286 927b1 Pendapatan bersih (Rp/ha)* dijual dalam bentuk beras

18 382 573a1 32 300 849b1 14 655 972a1 24 678 119b1

Keterangan : huruf yang sama pada baris dan musim yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 195% (α = 5%) dan 290% (α = 10%)

*Asumsi tanpa sewa lahan dan biaya tenaga dalam keluarga

Hasil pengujian statistik terhadap nilai rata-rata data pengamatan, menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas hasil padi dengan metode konvensional dan SRI baik pada musim hujan (MH) maupun musim kering I (MKI) tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (α = 5%). Hal ini berarti, secara statistik peningkatan produksi padi dengan penerapan metode SRI dianggap sama (tidak berbeda nyata) dengan produksi padi yang dihasilkan metode konvensional.

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata biaya produksi usaha tani padi sawah tidak berbeda nyata secara statistik antara metode konvensional dan SRI pada pada musim hujan (MH) sedangkan pada musim kemarau I (MKI), perbedaan rata-rata biaya produksi berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (α = 5%). Perbedaan biaya usaha tani yang cukup besar terjadi pada komponen biaya tenaga kerja luar keluarga. Pada penerapan metode SRI kebutuhan biaya lebih

besar daripada metode konvensional, hal ini disebabkan oleh besarnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses penyulaman dan penyiangan. Dengan tanam satu batang per tanam menyebabkan banyaknya bibit yang mati akibat proses tanam kurang baik (tidak terbenam sempurna pada tanah) atau serangan hama (keong emas) sehingga penyulaman dilakukan secara intensif. Selain itu penerapan irigasi secara intermitten menyebabkan tumbuh suburnya tanaman penggangu (gulma) sehingga kegiatan penyiangan yang biasanya dilakukan 2 kali pada metode konvensional bisa dilakukan 3-5 kali pada metode SRI. Kondisi tersebut menyebabkan biaya usaha tani yang dikeluarkan pada metode SRI lebih besar daripada metode konvensional.

Rata-rata pendapatan bersih tanpa sewa lahan dan tenaga kerja dalam keluarga pada musim hujan jika padi dijual dalam bentuk gabah kering panen (GKP), menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik antara pendapatan bersih dari usaha tani padi metode konvensional dan metode SRI, sedangkan pada musim kering I (MKI) berbeda nyata pada taraf kepercayaan 90% (α = 10%). Rata-rata pendapatan usaha tani padi sawah metode konvensional pada MKII lebih besar dan berbeda nyata dibanding motode SRI. Hal ini disebabkan oleh biaya usaha tani metode SRI lebih tinggi daripada metode konvensional sehingga pendapatan bersih yang diperoleh petani SRI lebih kecil. Proses uji beda rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pendapatan bersih petani SRI akan lebih besar dan berbeda nyata secara signifikan pada taraf derajat kepercayaan 95% dari petani konvensional jika padi dijual dalam bentuk gabah kering giling atau beras. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan antara harga bersih gabah kering giling (GKG) dan beras SRI dan konvensional. Harga gabah kering giling dan beras SRI lebih mahal karena beras SRI dijual sebagai beras organik dan memiliki pangsa pasar tertentu melalui penjualan perorangan (konsumen perorangan) bukan ke tengkulak atau pengepul beras. Harga bersih gabah kering giling dan beras selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa dengan perubahan bentuk produk yang dijual dari gabah kering panen ke beras dapat meningkatkan pendapatan petani. Kondisi tersebut mengindikasikan peranan industri penggilingan padi dalam meningkatkan nilai tambah produk dan pendapatan petani di perdesaan sangat penting sehingga sektor padi dan industri penggilingan padi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, serta peranannya akan lebih besar jika kedua sektor tersebut digabungkan (terintegrasi) ketimbang secara terpisah. Hal ini terbukti dari analisis tabel input-output yang dijelaskan pada subbab 5.6 dan 5.7, bahwa penggabungan sektor padi dan industri penggilingan padi memberikan efek multiplier terhadap output, nilai tambah dan pendapatan petani yang lebih besar daripada efek multiplier sektor tersebut secara terpisah.

Dokumen terkait