• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.9 Nilai Ekonomis Tanaman Pad

Padi merupakan tamanan yang seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomis, selain hasil (produk) utama berupa gabah (beras) yang merupakan bahan makanan pokok penduduk Indonesia, masih terdapat produk ikutan lainnya (byproduct) yaitu berupa: jerami, sekam dan dedak (sisa penggilingan gabah). Ketiga produk ikutan tersebut jika dimanfaatkan dengan baik dapat bernilai ekonomis tinggi dan merupakan penghasilan tambahan bagi petani padi maupaun nilai tambah bagi pendapatan daerah bersangkutan.

5.9.1 Jerami Padi

Di Indonesia, sebagian besar petani menganggap jerami padi tidak memiliki nilai ekonomis dan belum memperlakukan jerami sebagai bagain integral dari usaha tani padi. Petani membiarkan siapa saja untuk mengambil jerami dari lahan sawahnya. Di beberapa daerah, petani bahkan senang bila sawahnya bebas dari jerami. Pada sistem usaha tani yang intensif, jerami sering dianggap sebagai sisa tanaman yang mengganggu pengolahan tanah dan penanaman padi. Oleh karena itu, 75% - 80% petani membakar jerami di lahan sawah beberapa hari setelah padi dipanen. Sebagian petani memotong jerami dan menimbunnya di pinggir petakan sawah, kemudian membakarnya. Sebagaimana diketahui, membakar jerami menimbulkan banyak kerugian, terutama merusak lingkungan dan keseimbangan

hayati. Padahal jerami padi bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kertas, bahan pakan hewan ternak, bahan pembuat kompos, bahan substrat jamur atau sebagai bahan pembakar bata.

Jumlah jerami padi memang cukup banyak, bergantung pada luas pertanaman dan jenis varietas yang ditanam. Nisbah gabah/jerami (grain straw ratio) untuk varietas IR26, IR34, IR64, Ciherang dan Fatmawati yang ditaman pada musim hujan yaitu: 0.8; 0.7; 1.1; 1.1 dan 1.1. Perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami pada saat panen padi umumnya 2:3 (Balitbangtan 2007). Jika produksi gabah nasional sebesar 69 juta ton pada tahun 2012 (BPS 2013), berarti terdapat 103.5 juta ton jerami pada tahun tersebut. Dari satu hektar lahan sawah dihasilkan 5 sampai 8 ton jerami, bergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanaman. Pada hamparan 100 ha pertanaman padi yang panennya bersamaan berarti dihasilkan 500-800 ton jerami. Penimbunan jerami pada petakan sawah memerlukan areal 5%-7% dari total luas petakan. Jika tidak ditangani dengan bijak maka jerami akan menjadi barang yang tidak bermanfaat bahkan mengganggu proses budidaya padi.

Kabupaten Indramayu merupakan penghasil padi terbesar di Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 2011 produksi padi mencapai 1.40 juta ton dengan luas panen 230 965 ha (BPS 2012). Dengan nilai nisbah gabah/jerami 2:3, berarti jerami yang dihasilkan di Kabupaten Indramayu sebanyak 2.10 juta ton. Menurut hasil penelitian Nuraini (2009) dan Suryani (2010), dari 1 ton jerami padi jika diolah menjadi pupuk kompos akan diperoleh 0.50 ton sampai 0.67 ton kompos. Dengan demikian jerami padi di Kabupaten Indramayu jika dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kompos akan menghasilkan kompos sebanyak 1.05 juta ton. Jika diasumsikan harga pupuk kompos Rp 500 per kilogram dan biaya pembuatan kompos sebesar Rp 100 per kilogram, maka potensi pendapatan yang bisa diperoleh pada tahun 2011 dari penjualan pupuk kompos sebesar Rp 420 miliar, jumlah yang cukup besar jika jerami padi bisa dimanfaatkan dengan baik. Seandainya jerami dijual utuh dalam bentuk jerami, baik sebagai campuran bahan pakan ternak ataupun sebagai bahan pembuat pupuk kompos, maka harga jerami bisa mencapai Rp 5 000 per ton, dengan demikian pendapatan dari penjualan jerami di seluruh Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 sebesar Rp 10.5 miliar.

Penggunaan pupuk kompos pada budidaya tanaman (on farm) sangat bermanfaat sekali selain sebagai sumber unsur hara baik makro maupun mikro, kompos juga dapat memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah. Kandungan beberapa unsur hara untuk 1 ton kompos jerami padi adalah: unsur makro Nitrogen (N) 2.11 %, Fosfor (P2O5) 0.64%, Kalium (K2O) 7.70%, Kalsium (Ca) 4.20%,serta unsur mikro Magnesium (Mg) 0.50%, Cu 20 ppm, Mn 684 ppm dan Zn 144 ppm (Suryani 2010). Dengan diperkenalkannya berbagai konsep pertanian ramah lingkungan seperti pertanian organik, SRI (System of Rice Intensification), PTT (pengelolaan tanaman terpadu) dan agroekoteknologi, sudah selayaknya jerami di daur ulang di tempat asalnya (in situ), sehingga terjadi sistem pertanian padi nirlimbah (zero waste rice production system). Manfaat jerami perlu digali dan dikembangkan menjadi barang berharga, mengingat potensinya yang sangat besar dan tidak akan habis-habisnya.

5.9.2 Sekam dan Dedak

Limbah sering diartikan sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga limbah tidak saja mengganggu lingkungan sekitarnya tetapi juga mengganggu kesehatan manusia. Pada setiap penggilingan padi akan selalu kita lihat tumpukan bahkan gunungan sekam yang semakin lama semakin tinggi. Saat ini pemanfaatan sekam padi tersebut masih sangat sedikit, sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan.

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8- 12% dan beras giling antara 50-63.5% data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan (Balitbangtan 2006).

Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting seperti: karbon atau zat arang (1.33%); hidrogen (1.54%); oksigen (33.64%) dan silika (16.98%). Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut, sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia; (b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2 ) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah; dan (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil. Sedangkan dedak dimanfaatkan sebagai bahan baku dan campuran pakan ternak baik skala industri maupun rumah tangga.

Proses penggilingan gabah dapat dilakukan setelah gabah tersebut dijemur dan dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 14%, pada umumnya susut berat dari gabah kering panen ke gabah kering giling rata-rata 15% atau rendemen dari GKP ke GKG yaitu 85%. Berdasarkan rendemen tersebut, produksi gabah kering giling di Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 sebesar 1.19 juta ton GKG, dengan asumsi semua produksi di giling semua, maka potensi sekam dan dedak yang dihasilkan dari proses penggilingan gabah tersebut sebanyak: 297.5 ribu ton sekam dan 119 ribu ton dedak. Biasanya, sekam dan dedak hasil dari penggilingan gabah merupakan bagian (jatah) untuk pemilik penggilingan (RMU). Pemilik RMU menjual sekam dalam bentuk karungan yang bobotnya bisa mencapai 40 kilogram per karungnya dengan harga Rp 4 000, maka penghasilan yang diperoleh dari penjualan sekam di seluruh Kabupaten Indramayu sebesar Rp 29.75 miliar. Sedangkan dedak di jual dengan harga Rp 1 500 per kilogram, maka total penghasilan dari penjulan dedak di seluruh Kaupaten Indramayu sebesar Rp 178.5 miliar.

Produk ikutan padi, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku industri dan keperluan rumah tangga petani, juga bisa dikonversi menjadi energi. Jerami padi jika dikonversi menjadi energi sebesar 15.20 MJ/kg sedangkan sekam 15.30 MJ/kg dan dedak 16.50 MJ/kg (Manurung 2004 dalam Rahmarestia 2006). Hasil

estimasi potensi energi dari konversi jerami, sekam dan dedak di Kabupaten Indramayu tersaji pada Tabel 5.28.

Tabel 5.28 Nilai ekonomis hasil ikutan tanaman padi di Kabupaten Indramayu, tahun 2011 Bentuk output Potensi Biomassa (ribu ton) Nilai (Rp miliar) Energi kalor (GJ)* Setara bensin (juta liter)** Jerami (2:3) 2 100 420 31.92 x 106 991.30 Sekam (25% GKG) 297.5 29.75 4.55 x 106 141.40 Dedak (10% GKG) 119 178.5 1.96 x 106 61.00

*GJ: Giga Joule **1 liter bensin = 32.20 MJ

Berdasarkan Tabel 5.28 di atas, hasil ikutan dari budidaya padi sawah akan memberikan pendapatan yang cukup besar baik untuk petani maupun untuk pendapatan daerah tersebut. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan campur tangan dari pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan investasi dibidang pengolahan pupuk organik (kompos) yang berbahan baku jerami baik dari segi proses produksi, penjualan sampai ke kelembagaannya. Selain dapat meningkatkan nilai ekonomis jerami, proses pembuatan pupuk organik juga dapat menyerap tenaga kerja sekor pertanian yang tidak dapat terserap semuanya dalam proses budidaya (on farm), sehingga tingkat pengangguran berkurang, pendapatan meningkat dan pada akhirnya tingkat kemiskinan akan berkurang.

Dokumen terkait