• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. ANALISIS VARIABEL PENELITIAN

Usaha untuk mengetahui kondisi karyawan tentang keempat variabel tersebut dilakukan dengan menanyakan penilaian atau tanggapannya terhadap pernyataan-pernyataan yang tercakup dalam keempat variabel. Pengukuran terhadap penilaian atau tanggapan karyawan pada setiap pernyataan menggunakan pengukuran skala Likert dengan enam variasi nilai, dimulai dari angka terendah, satu sampai angka tertinggi, enam. Pengukuran yang sama dilakukan pula pada tingkat penerapan Six Sigma. Tingkat penerapan Six Sigma dalam perusahaan dihubungkan dengan setiap variabel yang menjadi sumber motivasi.

Nilai pada setiap variabel (empat variabel sumber motivasi) dan variabel tingkat penerapan Six Sigma diperoleh dengan menjumlahkan nilai-nilai pada setiap pernyataan yang tercakup dalam variabel yang dimaksud. Selanjutnya nilai variabel tingkat motivasi diperoleh dari kumulatif nilai kempat variabel sumber motivasi (tingkat motivasi pribadi, tingkat kompensasi, suasana kerja dan hubungan kerja). Penghitungan nilai dengan cara ini digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat penerapan Six Sigma pada tingkat motivasi karyawan.

Analisis dilakukan pada setiap variabel tunggal (variabel tingkat motivasi pribadi, tingkat kompensasi, suasana kerja, hubungan kerja dan tingkat motivasi serta tingkat penerapan Six Sigma). Berikut analisis terhadap variabel tunggal.

Karyawan PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk memiliki tingkat motivasi pribadi yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5, sebanyak 24 atau 68,6% karyawan memiliki tingkat motivasi pribadi yang rendah. Sisanya hanya sebesar 11 atau 31,4% adalah karyawan dengan motivasi pribadi yang tinggi.

Tabel 5. Tingkat Motivasi Pribadi Karyawan PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk.

Tingkat Motivasi Pribadi Frekuensi Persentase

Tinggi 11 31,4

Total 35 100

Dalam Flippo (1994) dinyatakan bahwa karyawan dapat dimotivasi dengan memperhatikan kebutuhannya. Hal-hal yang dibutuhkan karyawan misalnya adalah uang, jaminan pekerjaan, suasana kerja yang menyenangkan, penghargaan dan pujian, kesempatan untuk maju serta kondisi kerja yang baik. Sedangkan teori Maslow menyatakan tingkatan kelompok kebutuhuan manusia yang berperan dalam memotivasi seseorang. Kelompok-kelompok kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan esteem atau harga diri, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Bila satu tingkat kebutuhan sudah terpenuhi, maka seseorang akan bergerak untuk mencari pemenuhan tingkat kebutuhan berikutnya. Pada saat tingkat kebutuhan selanjutnya tidak tercapai, secara psikologis, pekerja akan bekerja kurang optimal.

Sementara itu, karyawan menilai bahwa tingkat kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan sudah tinggi. Dari 35 karyawan, hanya 12 karyawan atau 34,3%. Sisanya, sebesar 65,7% menilai bahwa perusahaan sudah memberikan kompensasi yang tinggi kepada karyawan. Kompensasi yang diberikan berupa gaji yang tinggi, fasilitas yang memadai dan tunjangan. Persepsi responden mengenai tingkat kompensasi di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Tingkat Kompensasi Karyawan

Tingkat Kompensasi Frekuensi Persentase

Rendah 12 34,3

Tinggi 23 65,7

Secara umum, PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk telah mememnuhi kebutuhan finansial pekerjanya. Kompensasi yang diberikan perusahaan meliputi gaji pokok, tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, pesangon dan bonus. Diberikan pula fasilitas makan siang bagi pekerja. Dengan demikian, kebutuhan dasar pekerja dipenuhi oleh perusahaan.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa dengan terpenuhinya kebutuhan dasar ini, pekerja akan bergeser untuk mencari pemenuhan kebutuhannya yang selanjutnya, dan kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengubah model perilaku perusahaan dan meningkatkan motivasi pekerjanya.

Bila dianalisis, salah satu penyebab rendahnya motivasi internal pekerja adalah karena pekerja merasa tidak tertantang dalam bekerja. Pekerja mencari keamanan finansial dan hal itu sudah terpenuhi oleh perusahaan. Selanjutnya pekerja berupaya untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, dan hal ini harus difasilitasi oleh manajemen agar tingkat motivasi pekerja kembali tinggi.

Karyawan di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk merasakan suasana kerja yang kondusif, namun karyawan yang lain merasakan suasana kerja yang kurang kondusif. Berdasarkan Tabel 7, terdapat 14 atau 40% karyawan merasakan yang tidak kondusif, sedangkan sebagian besar karyawan yaitu 60% merasakan suasana kerja yang kondusif untuk bekerja.

Tabel 7. Distribusi Tingkat Penilaian Karyawan terhadap Suasana Kerja di PT GOODYEAR INDONESIA Tbk

Suasana Kerja Frekuensi Persentase

Tidak Kondusif 14 40,0

Kondusif 21 60,0

Suasana kerja dikatakan kondusif jika secara fisik memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, keadaan ruang kerja dan fasilitas penunjangnya memenuhi standar kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja. Kedua, pekerja dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaannya, dimana peralatan tersebut memenuhi persyaratan keselamatan kerja. Ketiga, bila paparan polusi di ruang kerja tidak terhindarkan, pekerja dilengkapi dengan sarana untuk meminimalkan gangguan dalam bekerja. Keempat, keamanan lingkungan kerja terjamin. Berdasarkan persyaratan diatas, dari pengamatan yang dilakukan di ruang kerja adalah perusahaan sudah berupaya memenuhi standar keselamatan kerja. Walaupun demikian, pekerja merasa peralatan yang digunakan kurang bersifat ergonomis, dalam artian cukup melelahkan untuk dipakai. Responden juga menyatakan bahwa fasilitas yang ada, terutama untuk fasilitas umum seperti kamar kecil dan mushola perlu ditingkatkan kebersihannya.

Dalam hubungannya dengan jenis pekerjaan, responden berpendapat bahwa pada umumnya pekerjaan mereka menyenangkan dan memuaskan. Responden juga menyatakan bahwa mereka mendapat rasa aman dengan adanya jaminan masa depan. Dengan demikian, sebagian besar responden menyatakan bahwa suasana kerja di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk cukup kondusif

Bedasarkan Tabel 8 diketahui bahwa dari 35 karyawan terdapat 20 karyawan atau sebesar 57.1% karyawan menyatakan bahwa hubungannya dengan pimpinan dan sesama karyawan kurang baik. Persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan persentase karyawan yang menyatakan bahwahubungannya baik-baik saja baik dengan pimpinannya maupun dengan sesama karyawan.

Tabel 8. Distribusi Tingkat Penilaian Karyawan terhadap hubungan Kerja di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk

Hubungan Kerja Frekuensi Persentase

Kurang Baik 20 57,1

Total 35 100

Responden menyatakan bahwa umumnya hubungan mereka dengan atasan kurang baik secara profesional dan secara pribadi. Hal ini dapat dimengerti, karena dengan model kustodial yang diterapkan perusahaan, pekerja akan lebih memiliki ketergantungan terhadap perusahaan, daripada terhadap atasan. Karena ketergantungan pekerja lebih tinggi pada organisasinya, tidak ada rasa saling memerlukan yang besar dari pekerja. Tentunya hal ini tidak berarti bahwa peran atasan tidak penting dalam organisasi.

Alasan lain yang dapat dikemukakan adalah karena atasan tidak memenuhi kebutuhan pekerja untuk dukungan dan penghargaan personal. Dalam Newstrom dan Davis (1995) dinyatakan bahwa kurangnya dukungan dan penghargaan serta pendekatan yang bersifat personal dari atasan dapat mengakibatkan penurunan motivasi dan penurunan kinerja. Dengan demikian, perusahaan dan atasan secara langsung dapat mengubah pendekatan terhadap bawahan mereka menjadi lebih personal, dan lebih memperhatikan kebutuhan personal pekerja.

Dalam hubungannya dengan rekan kerja, umumnya responden menilai bahwa secara pribadi hubungan mereka cukup baik. Namun, dalam hubungan kerja (profesional) responden menyatakan bahwa hubungan mereka masih perlu ditingkatkan. Hal ini merupakan salah satu ciri dan akibat dari pola perilaku organisasi kustodial, dimana karyawan memperlihatkan kerjasama yang bersifat pasif saja (Newstrom dan Davis, 1995). Karena tidak mendapatkan kerjasama yang aktif, maka pekerja merasa hubungan profesional mereka dengan rekan kerja kurang baik. Kerjasama aktif adalah kondisi dimana pekerja saling mendukung dan saling membantu dengan inisiatif sendiri dan untuk kemajuan bersama.

Dari keempat variabel di atas, diberikan gambaran bahwa tingkat kompensasi yang diterima karyawan dinilai sudah tinggi oleh karyawan dan suasana kerja di perusahaan juga dirasakan sudah kondusif. Namun demikian, dua

variabel lainnya yaitu tingkat motivasi pribadi dan hubungan kerja karyawan dengan pimpinan maupun dengan sesama karyawan menunjukkan hal yang berlawanan. Tingkat motivasi pribadi karyawan masih rendah begitu pula dengan hubungan kerja karyawan dengan pimpinan maupun dengan sesama karyawan masih kurang baik.

Dari kondisi tersebut, dapat dikatakan bahwa perilaku organisasi yang ada di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk kurang cocok dengan sebagian besar pegawai yang menjadi responden. Terlihat bahwa perusahaan menerapkan model perilaku organisasi custodial yang menekankan pada keamanan finansial pekerja. Sebagai akibatnya, pekerja menjadi kurang termotivasi secara internal untuk bekerja maksimal. Mengingat model yang diterapkan sudah kurang sesuai, maka sebaiknya perusahaan mempertimbangkan untuk mengubah model perilaku organisasi yang ada mejadi model suportif, untuk kemudian bergeser menggunakan model kolegial sebagai dasar untuk dapat mengaplikasikan Six Sigma secara optimal.

Namun demikian, secara umum tingkat motivasi karyawan di PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk yang dilihat dari keempat variabel tersebut sudah tinggi. Dari 35 karyawan, hanya 15 karyawan atau 42,9% memiliki motivasi yang rendah, sedangkan sisanya sebanyak 57,1% memiliki motivasi yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 9.

Tabel 9. Distribusi Tingkat Motivasi Kerja Karyawan PT GOODYEAR INDONESIA, Tbk

Tingkat Motivasi Frekuensi Persentase

Rendah 15 42,9

Tinggi 20 57,1

Total 35 100

Dokumen terkait