• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Analisis Vegetasi

Analisis Vegetasi yang dilakukan pada tiga ketinggian tempat yang berbeda menunjukkan hasil yang bervariasi pada setiap tegakan dan ketinggian tersebut. Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 berikut menyajikan hasil analisis vegetasi pada setiap tegakan dan ketinggian tempat yang berbeda. Perbedaan nilai-nilai tersebut menunjukkan bagaimana karakter, fekunditas dan fertilitas vegetasi tersebut dalam lingkungannya.

Hasil penghitungan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif menghasilkan Indeks Nilai Penting (INP) yang menggambarkan dominansi jenis tertentu dalam komunitasnya. Besarnya nilai INP dapat menjadi acuan bioindikator lingkungan. Semakin tinggi INP suatu jenis, semakin dapat tumbuhan tersebut bertahan dalam habitat nya serta melanjutkan siklus hidupnya dengan baik.

Nilai Kerapatan Relatif (KR) pohon pada lokasi I (Tabel 3) berkisar antara 1,08%-12,07%, sedangkan pada pole berkisar antara 1,82%-25,45% dengan nilai tertinggi dijumpai pada jenis Aglaia sp (Meliaceae) pada kedua tegakan (pohon dan pole). Tingginya nilai KR pada tingkatan pole menunjukkan keberhasilan jenis ini dalam perkecambahan bijinya. Kecepatan perkecambahan biji yang ditandai dengan bayaknya jumlah individu merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan jenis tumbuhan untuk menghadapi dan menanggulangi persaingan

yang terjadi (Indriyanto, 2006). Nilai KR terendah pada pohon dijumpai pada beberapa jenis tumbuhan diantaranya adalah Pyrenaria serrata dan Eurya trichocarpa (lampiran. 3). Kedua jenis tersebut termasuk famili Theaceae yang terdapat pada beberapa tempat di hutan gunung sinabung, famili ini umumnya dijumpai pada ketinggian diatas 1800 mdpl dalam bentuk pohon, pole ataupun sapling.

Tabel 3. Nilai KR (%), FR (%) dan DR (%) Tertinggi Sepuluh Jenis Pohon dan Pole pada Ketinggian 1700-1800 mdpl (Lokasi I)

Pohon

No Nama Jenis KR FR DR INP

1 Aglaia sp. 17,20 13,33 6,18 36,72 2 Lithocarpusbancana 11,83 10,67 10,56 33,05 3 Neocinnamomum sp 11,83 10,67 7,47 29,96 4 Brassaiopsisglomerulata 6,45 8,00 10,41 24,86 5 Lithocarpus sp.1 3,23 4,00 13,27 20,50 6 Villebrunearubescens 5,38 5,33 2,04 12,75 7 Diospyros sp 3,23 4,00 4,15 11,37 8 Biscofiajavanica 3,23 2,67 4,98 10,87 9 Grewia sp 2,15 2,67 5,35 10,17 10 Cinnamomum sp 3,23 2,67 3,39 9,29 Pole 1 Aglaia sp 25,45 22 26,5 73,95 2 Neocinnamomum sp 9,09 10 11,21 30,3 3 Villebrunearubescens 9,09 8 8,15 25,24 4 Euryatrichocarpa 5,45 6 6,11 17,57 5 Garciniacowa 5,45 6 6,11 17,57 6 Ficus sp. 1 5,45 6 5,10 16,55 7 Ficuslepicarpa 5,45 4 4,08 13,53 8 Antidesma sp 3,64 4 4,08 11,71 9 Gordonia sp 3,64 4 3,06 10,69 10 Pyrenariaserrata 3,64 4 2,04 9,670

Hutan pegunungan bagian bawah mempunyai fisiognomi yang menyerupai hutan hujan, hanya pohon-pohonnya yang tumbuh lebih kecil. Begitu pula komposisinya juga agak berbeda. Pada ekosistem ini biasanya kaya akan jenis Orchidaceae dan Pteridophyta. Disamping itu pada umumnya dihuni oleh berbagai jenis tumbuhan antara lain dari famili: Anonaceae, Burseraceae, Dipterocarpaceae, Leguminoceae, Meliaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae (Irwan, 1992).

Pada lokasi II (Tabel. 4) nilai KR pada tingkatan pohon berkisar antara 1,72%-12,07%, sedangkan pada pole berkisar antara 1,69%-20,34% dengan nilai tertinggi pada tegakan pohon ditemukan pada jenis Lithocarpus sp.1 dan

Eugenia operculata dengan nilai yang sama yaitu sebesar 12,07%, sedangkan pada pole ditemukan pada jenis Eugenia operculata dan Brassaiopsis glomerulata yang juga menunjukkan nilai yang sama yaitu sebesar 20,34%. Nilai KR terendah pada pohon dijumpai pada sembilan jenis pohon diantaranya adalah Villebrunea rubescens dan Knema sp (Lampiran 3).

Tabel. 4 Nilai KR (%), FR (%), DR (%) Tertinggi Sepuluh Jenis Pohon dan Pole pada Ketinggian 1800-1900 mdpl (Lokasi II)

Pohon

No Nama Jenis KR FR DR INP

1 Lithocarpus sp.1 12,07 11,76 21,36 45,19 2 Actinodaphne sp. 10,34 9,80 20,42 40,57 3 Eugeniaoperculata 12,07 13,73 10,34 36,13 4 Lithocarpus sp.2 10,34 7,84 14,91 33,1 5 Symingtoniapopulnea 6,9 7,84 10,76 25,5 6 Lithocarpusbancana 8,62 7,84 7,28 23,75 7 Eugeniarugosa 6,9 7,84 4,21 18,95 8 Cinnamomum sp 3,45 3,92 4,75 12,12 9 Aglaia sp 3,45 3,92 1,48 8,85 10 Beilschmieda sp 3,45 1,96 0,91 6,32 Pole 1 Eugeniaoperculata 20,34 20,41 24,59 65,34 2 Brassaiopsisglomerulata 20,34 14,29 19,32 53,95 3 Actinodaphne sp 11,86 12,24 9,66 33,77 4 Neocinnamomum sp 8,47 8,16 9,66 26,3 5 Aglaia sp 8,47 8,16 8,78 25,42 6 Lithocarpusbancanus 5,08 6,12 3,51 14,72 7 Eugeniarugosa 3,39 4,08 4,39 11,86 8 Garciniacowa 3,39 4,08 3,51 10,98 9 Lithocarpus sp.2 3,39 4,08 2,63 10,11 10 Eugenia sp.3 3,39 4,08 1,76 9,23

Pada lokasi III (Tabel 5) nilai KR pohon berkisar antara 1,85%-79,63% dan pada pole berkisar antara 1,69%-40%. Nilai KR tertinggi dijumpai pada jenis Micromeles corymbifera (Rosaceae) baik pada pohon dan pole dengan nilai yang mencolok bila dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Tingginya nilai ini menunjukkan banyaknya jenis ini didalam sampling plot. Loveless (1989) dalam Sujarwo (2011) mengemukakan sebahagian tumbuhan berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas. Selanjutnya Daniel et al.(1992), menyatakan bahwa pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, mikroorganisme, kompetisi dengan organisme lainnya dan juga dipengaruhi oleh zat-zat organik yang tersedia, kelembaban dan sinar matahari.

Tabel. 5 Nilai KR (%), FR (%), DR (%) Tertinggi Pohon dan Pole pada Ketinggian 1900-2000 mdpl (Lokasi III)

Pohon

No Nama Jenis KR FR DR INP

1 Micromeles corymbifera 79,63 70,83 82,23 232,69 2 Gordonia imbricata 9,26 8,33 7,32 24,91 3 Magnolia sp 3,7 8,33 4,18 16,22 4 Vaccinium laurifolium 3,7 4,17 3,14 11,01 5 Vaccinium lucidum 1,85 4,17 1,74 7,76 6 Lyonia ovalifolia 1,85 4,17 1,39 7,41 Pole 1 Micromeles corymbifera 40,00 34,62 47,66 122,27 2 Brassaiopsis glomerulata 17,78 23,08 15,46 56,31 3 Vaccinium lucidum 17,78 11,54 16,75 46,06 4 Lyonia ovalifolia 13,33 11,54 10,30 35,18 5 Eurya trichocarpa 4,44 7,69 3,86 16,00 6 Eugenia sp.1 2,22 3,85 3,10 9,17 7 Gordonia imbricata 2,22 3,85 1,68 7,75 8 Magnolia sp 2,22 3,85 1,19 7,25

Nilai kerapatan suatu jenis menunjukkan jumlah individu jenis dalam luasan tertentu, oleh karena itu nilai KR tidak dapat menggambarkan distribusi jenis tersebut dalam areal penelitian. Gambaran mengenai distribusi tumbuhan dapat diketahui dengan menghitung nilai Frekuensi Relatif (FR) nya. Nilai FR merupakan perbandingan antara jumlah plot ditemukannya jenis tertentu dengan jumlah total plot penelitian secara keseluruhan. Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan dengan konstansi. Konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis yang aksidental (frekuensi 0-25%), jenis assesori (frekuensi 25-50%), jenis konstan (frekuensi 50-75%), dan jenis absolut (frekuensi di atas 75%) (Suin,2002).

Nilai FR tertinggi pada lokasi I pada tegakan pohon dan pole dijumpai pada jenis yang sama yaitu Aglaia sp dengan nilai berturut-turut 13,33% dan 22%. Pada tegakan pohon jenis ini tersebar dalam sepuluh plot penelitian dari total plot sebanyak 20 plot, sedangkan pada tegakan pole jenis ini tersebar dalam sebelas plot penelitian. Jenis yang hanya dijumpai pada satu plot penelitian saja merupakan jenis yang penyebarannya tidak luas. Jenis-jenis tersebut pada lokasi I dapat ditemukan antara lain pada jenis Adinandra dumosa baik pada tingkatan pohon maupun tingkatan pole. Kecilnya nilai kerapatan relatif yang didapatkan ini merupakan sifat khas hutan hujan tropis, dimana perbandingan antara jumlah jenis dari jumlah pohon perjenis rendah (Resosoedarmo et al., 1989).

Jenis yang memiliki nilai FR tertinggi pada lokasi II pada pohon ditemukan pada jenis Lithocarpus sp.1 (11,76%) dan pada pole ditemukan pada jenis Eugenia operculata (20,41%), sedangkan pada lokasi III ditemukan pada jenis yang sama baik pada tegakan pohon dan pole yaitu pada jenis Mycromeles corymbifera dengan nilai berturut-turut 70,83% (17 plot dari 20 plot) dan 34,62% (9 plot dari 20 plot). Besarnya nilai ini menyatakan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki adaptasi yang baik pada kondisi lingkungannya. Distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi lingkungan dalam arti luas. Beberapa jenis dari tumbuhan di hutan hujan tropis teradaptasi dengan kondisi dibawah kanopi, pertengahan dan diatas kanopi yang intensitas cahayanya berbeda-beda (Balakrishnan et al., 1994).

Dilihat dari nilai Dominasi Relatif (DR) nya pada tingkatan pohon, di lokasi I ditemukan pada jenis Lithocarpus sp.1 (13,27%) sedangkan pada tingkatan pole dietemukan pada jenis Aglaia sp. (26,5%). Tingginya nilai DR Aglai sp pada tingkatan menyatakan banyaknya jumlah individu jenis ini di lokasi I. Keberhasilan untuk tumbuh tidak terlepas dari daya penyebaran dan perkecambahan bijinya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, jenis Aglaia sp merupakan jenis yang mampu menghasilkan buah yang banyak dan dapat menjadi pakan alami hewan-hewan pemakan buah seperti burung, tupai dan kera sehingga hewan-hewan-hewan-hewan tersebut juga sangat membantu dalam penyebaran bijinya. Monk et al, (2000), menyatakan pohon-pohon yang tumbuh di bawah ketinggian optimum, umumnya mengandalkan pasokan bijinya dari pohon-pohon di ketinggian atasnya.

Tabel 4 menunjukkan pada tingkatan pohon, nilai DR tertinggi di lokasi II dijumpai pada jenis Lithocarpus sp.1 (21,36%) disusul oleh jenis Actinodaphne sp (20,42%), hal yang sangat wajar bila jenis tersebut mendominasi dilokasi ini mengingat lokasi ini masih berada pada hutan pegunungan bawah yang dikenal dengan zona Laurofagaceum (Steenis, 2006). Tingginya nilai tersebut menyatakan bahwa jenis ini dapat berkembang dengan baik pada lokasi ini.

Pada tingkatan pole nilai DR tertinggi ditempati oleh jenis Eugenia operculata (24,59%) disusul oleh jenis Brassaiopsis glomerulata (19,32%) yang menunjukkan nilai mencolok jika dibandingkan dengan jenis lainnya. Jenis ini tersebar merata di hutan gunung Sinabung baik pada tempat-tempat tertutup

ataupun terbuka. Besarnya nilai DR ditentukan oleh besarnya diameter pohon dan banyaknya jumlah individu dari jenis tersebut dilokasi ini. Semakin besar diameter suatu pohon menunujukkan bahwa semakin cepat pembentukan biomassanya sehingga dengan kata lain nilai DR dapat dijadikan sebagai parameter untuk menentukan biomassa pada suatu tegakan. Besarnya nilai DR tergantung dari Luas Bidang Dasar (LBD) suatu pohon, sehingga semakin tinggi LBD nya maka semakin besar nilai DR nya. Nilai Dominasi Relatif menunjukkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan didalam komunitas (Indriyanto, 2006).

Dominansi jenis menunjukkan jenis-jenis tumbuhan yang berperan penting dalam suatu komunitas di areal hutan. Dominansi jenis ini ditunjukkan dengan Nilai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi. Tingginya nilai INP pun menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya lebih baik dibanding jenis lainnya (Rahmasari, 2011).

Indeks Nilai Penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominasi) yang telah diukur sebelumnya sehingga nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi pohon pada lokasi I ditemukan pada jenis Aglaia sp sebesar 36,7% diikuti dengan Lithocarpus bancana sebesar 33,05% dan disusul oleh Neocinnamomum sp sbesar 29,96%. Indeks Nilai Penting terendah di lokasi ini ditemukan pada jenis Anneslea sp (Theaceae) dan Pyrenaria serrata (Theaceae) dengan nilai yang sama yaitu sebesar 2,63%. Rendahnya nilai ini menyatakan lingkungan tidak mendukung pertumbuhan jenis tersebut pada lokasi ini. Famili Theaceae banyak ditemukan di hutan hujan terutama hutan pegunungan diatas 1000 m dengan suhu yang relatif rendah dan pada umumnya famili ini dijumpai pada hutan pegunungan atas. Hutan pegunungan Jawa bagian barat sampai Gunung Merapi dapat ditemukan jenis ini pada ketinggian mencapai 2200 mdpl (Steenis, 2010).

Nilai INP tertinggi pada tingkatan pole di lokasi I ditemukan pada jenis Aglaia sp dengan nilai 73,95% disusul oleh jenis Neocinnamomum sp (30,3%) dan Villebrunea rubescens (25,24%). Jenis ini merupakan jenis yang jarang dijumpai pada daerah-daerah lain, namun tidak demikian halnya di hutan gunung sinabung. Penelitian yang dilakukan oleh Arrijani (2008) melaporkan bahwa jenis ini juga

merupakan tumbuhan Dominan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tingginya nilai INP menunjukkan produktivitas yang besar dari jenis-jenis tersebut (Odum, 1971).

Jenis pohon dominan pada lokasi II adalah Lithocarpus sp.1 dengan nilai INP sebesar 45,19% diikuti oleh Actinodaphne sp, Eugenia operculata, dan Lithocarpus sp.2 dengan nilai berturut-turut 40,57%, 36,13% dan 33,10%. Jenis pohon-pohon ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lokasi 1. Hasil pengukuran faktor fisik lingkungan menunjukkan sedikit perbedaan lokasi ini dengan lokasi I. Suhu udara pada lokasi ini berkisar 200C dengan intensitas cahaya sebesar 440x2000 luks dan kelembaban berkisar 81%. Kesamaan faktor fisik ini memungkinkan tumbuhan jenis yang sama untuk dapat hidup dilokasi ini.

Nilai penting tertinggi pada tingkatan pole pada lokasi II sebesar 65,34% yang dijumpai pada jenis Eugenia operculata. Selain jenis tersebut, jenis dominan lainnya adalah Brassaiopsis glomerulata yang memiliki INP sebesar 53,95 dan Actinodaphne sp dengan INP sebesar 33,77. Besarnya nilai INP pohon Lithocarpus sp.1 pada lokasi II ini tidak menjamin tingginya nilai INP pada tingkatan pole (anakan) nya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurang berhasilnya jenis tersebut dalam perkecambahan bijinya. Biji Fagaceae umumnya berkulit keras dan mempunyai dormansi yang lama sehingga pada saat penelitian anakannya sangat sulit didapatkan pada lantai hutan.

Lokasi III merupakan lokasi yang didominasi oleh pohon Mycromeles corymbifera (bahasa lokal : Taren) yang termasuk dalam Famili Rosaceae. Menurut informasi penduduk setempat pohon ini banyak dijumpai pada ketinggian 2000 mdpl dan menghasilkan buah yang menjadi makanan burung yang terdapat di jalur sigarang-garang dan dapat juga dimakan oleh manusia sebagai pelepas dahaga. Pohon yang buahnya berasa manis ini tampaknya berhasil dalam menyebarkan jenisnya sehingga dapat ditemui hampir di seluruh plot penelitian. Banyaknya jumlah individu jenis ini membuat nilai INP nya menjadi sangat mencolok dibanding dengan jenis-jenis lainnya yaitu sebesar 232,69% pada tingkatan pohon dan 122,27% pada tingkatan pole. Tumbuhan ini umumnya tumbuh pada tempat-tempat terbuka di hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang. Keberhasilan jenis ini tumbuh pada lokasi yang memiliki intensitas cahaya

yang tinggi tidak terlepas dari proses pembungaannya. Salah satu respon tumbuhan terhadap cahaya adalah memunculkan bunga yang disebut dengan peristiwa fotoperiodisme. Hutan-hutan di Indonesia pada lereng timur nya mendapat cahaya lebih banyak dibandingkan lereng barat (Steenis, 2010). Pada lokasi penelitian jenis ini merupakan jenis yang dapat memunculkan bunga pada intensitas cahaya tinggi sehingga dapat berkembang baik di lokasi III. Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000) dalam Arrijani (2008), indeks nilai penting merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. INP seluruh jenis selanjutnya menjadi dasar untuk mengitung indeks diversitas (H’).

Semua lokasi penelitian menunjukkan struktur dan komposisi yang berbeda-beda baik pada tingkatan pohon maupun pole. Perubahan struktur dan komposisi tidak hanya dapat dilihat untuk kelestarian pohon saja (Muhdi, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan struktur dan komposisi juga merubah keberadaan hewan-hewan yang terdapat pada lingkungan seperti keberadaan jenis unggas (Archaux, 2007 dalam Muhdi, 2009). Selanjutnya Slik et al (2008) menjelaskan bahwa perubahan struktur dan komposisi juga mempengaruhi kadar CO2 di atmosfer.

Dokumen terkait