• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Luas Bidang Dasar dan Tutupan Tajuk Vegetasi Pohon dan Pole

Salah satu indikator dalam mengkaji struktur hutan adalah data diameter batang yang diukur setinggi dada (dbh/diameter breast high). Richards (1952) mengatakan, struktur hutan merupakan hasil dari penataan ruang oleh komponen-komponen tegakan seperti diameter batang, percabangan, tinggi pohon, keadaan tajuk dan stratifikasinya. Lebih lanjut Istomo (1994) menambahkan, struktur tegakan hutan juga dapat memberikan informasi mengenai dinamika populasi suatu jenis atau kelompok jenis, berawal dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Tabel 2 memperlihatkan data basal area dari setiap jenis pada lokasi penelitian.

Araliaceae Euphorbiaceae Fagaceae Guttiferae Hammamelidaceae Lauraceae Magnoliaceae Myristicaceae Myrtaceae Theaceae

Araliaceae Ericaceae Magnoliaceae Myrtaceae Rosaceae Theaceae

Anacardiaceae Araliaceae Euphorbiaceae Fagaceae Guttiferae Lauraceae Magnoliaceae Meliaceae Moraceae Myristicaceae Myrtaceae Sapotaceae Tiliaceae Urticaceae

Tabel 2. Luas Bidang Dasar Pada Setiap Jenis di Setiap Lokasi Penelitian

No Famili Spesies

Pohon Pole

Lokasi

I II III I II III 1 Anacardiaceae Buchananiasessifolia 0,16 - - - - -

2 Araliaceae Aralia sp 0,27 - - - - -

3 Brassaiopsisglomerulata 1,38 0,03 - 0,01 0,22 0,12

4 Ericaceae Lyonia ovalifolia - - 0,04 - - 0,08

5 Vacciniumlaurifolium - - 0,09 - 0,03 - 6 Vacciniumlucidum - - 0,05 - - 0,13 7 Euphorbiaceae Antidesma sp 0,18 0,15 - 0,04 - - 8 Ashtonia sp 0,06 - - - - - 9 Baccaurea sp. 0,04 - - - - - 10 Biscofiajavanica 0,66 - - - - - 11 Fagaceae Castanopsis sp 0,35 - - - - - 12 Lithocarpusbancana 1,40 0,20 - - 0,04 - 13 Lithocarpusschlechteri 0,14 - - - - 14 Lithocarpus sp.1 1,76 1,12 - - - - 15 Lithocarpus sp.2 0,32 0,74 - - 0,03 - 16 Quercuslineata 0,29 - - - -

17 Guttiferae Garciniacowa 0,17 0,03 - 0,06 0,04 -

18 Hammamelidaceae Symingtoniapopulnea - 0,39 - 0,01 -

19 Lauraceae Actinodaphne sp. 0,31 1,02 - 0,02 0,11 - 20 Beilschmieda sp - 0,13 - - 0,02 - 21 Cinnamomum sp 0,45 0,29 - 0,03 - - 22 Litseaangulata - - - 0,02 - - 23 Litsea sp - 0,05 - - 0,01 - 24 Neocinnamomum sp 0,99 0,08 - 0,11 0,11 - 25 Persea sp - - - 0,03 - - 26 Magnoliaceae Magnolia sp 0,21 0,13 0,12 - - 0,01 27 Meliaceae Aglaia sp 0,82 0,21 - 0,26 0,10 -

28 Moraceae Ficuslepicarpa 0,26 - - 0,04 - -

29 Ficus sp.1 - - - 0,05 - -

30 Ficus sp.2 - - - 0,02 - -

31 Myristicaceae Knema sp - 0,11 - - 0,02 -

32 Knemaoblongata 0,12 - - - - -

33 Myrtaceae Eugeniainophylla 0,41 0,13 - - - -

34 Eugeniaoperculata - 0,48 - - 0,28 - 35 Eugeniapolyantha - 0,05 - - - - 36 Eugeniarugosa - 0,36 - 0,02 0,05 - 37 Eugenia Sp.1 - 0,10 - 0,02 0,02 38 Eugenia sp.2 0,58 - - 0,01 - - 39 Eugenia sp.3 - - - - 0,02 - 40 Eugenia sp.4 - - - 0,02 -

Lanjutan...

41 Eugenia sp.5 - - - 0,02 - -

42 Rosaceae Mycromeles corymbifera - - 2,36 - - 0,37

43 Sapotaceae Diospyros sp 0,55 - - 0,03 - -

44 Styracaceae Styraxparalleloneurum - - - 0,01 - -

45 Theaceae Adinandradumosa Jack. 0,11 - - 0,01 0,03 -

46 Anneslea sp 0,03 - - - - - 47 Euryatrichocarpa 0,04 0,03 - 0,06 - 0,03 48 Gordoniaimbricata - - 0,21 - - 0,01 49 Gordonia sp 0,19 - - 0,03 - - 50 Pyrenariaserrata 0,03 - - 0,02 - - 51 Tiliaceae Grewia sp 0,71 - - - -

52 Urticaceae Villebrunearubescens 0,27 0,06 - 0,08 - -

Total 13,25 5,90 2,87 1,01 1,14 0,78

Luas Bidang Dasar (LBD) Pohon tertinggi pada lokasi 1 dijumpai pada jenis Lithocarpus sp.1 sebesar 1,76 m2 disusul oleh Lithocarpus bancana dengan LBD sebesar 1,40 m2. Jenis Lithocarpus sp.1 hanya terdiri dari tiga individu tetapi diameter batangnya besar, sedangkan Lithocarpus bancana terhitung banyak jumlah individunya sehingga LBD kedua jenis ini lebih besar dibandingkan jenis lainnya yang hanya memiliki jumlah individu yang sedikit dan diameter yang kecil. LBD tertinggi pada lokasi II ditemukan pada jenis Lithocarpus sp.1 (Fagaceae) sebesar 1,12 m2 disusul oleh jenis Actinodaphne sp (Lauraceae) dengan nilai sebesar 1,02 m2. Lokasi ini masih termasuk dalam zona Laurofagaceum sehingga LBD kedua jenis tersebut relatif tinggi pada lokasi ini. LBD tertinggi di lokasi III dijumpai pada jenis Micromeles corymbifera (Rosaceae) sebesar 2,36 m2 disusul oleh Gordonia imbricata dengan nilai 0,21 m2. Tingginya nilai LBD Micromeles corymbifera tersebut disebabkan jumlah individu jenis ini sangat melimpah dilokasi III seperti yang dipaparkan pada Tabel 1 yaitu sebesar 43 individu. Akumulasi data dari ketiga lokasi pada tingkatan pohon menunjukkan bahwa famili Fagaceae merupakan famili yang memiliki LBD terbesar dengan nilai sebesar 28,96% di hutan Gunung Sinabung jalur Sigarang-garang, disusul oleh famili Lauraceae dan Rosaceae dengan nilai berturut-turut 15,227% dan 10,82% seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3 berikut.

Gambar 3. Perbandingan LBD(%) Pohon pada Masing-Masing Famili di Hutan Gunung Sinabung Jalur Sigarang-Garang

Luas Bidang Dasar pada tingkatan Pole tertinggi pada lokasi I dan lokasi II dijumpai pada jenis Neocinnamomum sp (Lauraceae) dengan nilai LBD yang sama pada kedua lokasi yaitu sebesar 0,11 m2, sedangkan pada lokasi III dijumpai pada jenis Micromeles corymbifera (Rosaceae) sebesar 0,37 m2 dan disusul oleh jenis Vaccinium lucidum dengan nilai 0,13 m2. Tingginya LBD pada tingkatan pole menyatakan bahwa hutan ini berkembang dengan baik dan diharapkan dapat menggantikan pohon-pohon yang telah mati sehingga terus terjadi regenerasi. LBD menyatakan penguasaan ruang oleh setiap jenis di tempat tumbuhnya sehingga tingginya nilai LBD juga dapat meggambarkan kecocokan jenis tertentu dalam habitatnya. Dari ketiga lokasi penelitian dapat dilihat bahwa pada tingkatan pole famili Lauraceae dan famili Myrtaceae merupakan famili yang memiliki nilai tertinggi dengan nilai yang sama yaitu sebesar 15,81% disusul oleh famili Rosaceae dengan nilai 12,71%. Tingginya nilai LBD famili Lauraceae pada tingkat pole menyatakan bahwa jenis dari famili ini berhasil menyebarkan bijinya dan berhasil tumbuh di hutan ini. Famili Fagaceae memiliki LBD yang tergolong tinggi pada tingkat pohon, tidak menunjukkan hal yang sama dengan famili

Lauraceae. Penyebaran biji dari famili Fagaceae dapat dikatakan berhasil karena banyak sekali bijinya dapat ditemukan dalam lantai hutan. Biji dari famili ini tergolong keras dan mempunyai masa dormansi yang lama sehingga anakan dari famili ini jarang sekali dijumpai di hutan ini. Persentase LBD pada tingkatan pole ditunjukkan oleh Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Perbandingan LBD (%) Pole pada Masing-Masing Famili di Hutan Gunung Sinabung Jalur Sigarang-Garang

Salah satu cara untuk mengetahui struktur suatu hutan selain dari pengukuran LBD adalah dengan mengukur luas tutupan tajuk. Pengukuran luasan tajuk menunjukkan areal yang dapat dinaungi oleh suatu jenis tanaman pada lokasi penelitian. Penutupan tajuk (cover) dapat dituangkan dalam diagram profil pohon. Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6 berturut-turut menunjukkan kondisi penutupan tajuk pada setiap ketinggian di hutan Gunung Sinabung Jalur Sigarang-garang.

(a)

(b)

Gambar 5. Diagram Vertikal (a) dan horizontal (b) Profil Vegetasi di lokasi I (1700-1800 mdpl)

Keterangan :

Go = Gordonia sp VR = Villebrunea rubescens

LB = Lithocarpus bancana Gw = Grewia sp Ag = Aglaia sp Fc = Ficus sp

Banyaknya jumlah jenis pada lokasi ini menyebabkan penutupan semakin besar. Garis putus-putus pada gambar menunjukkan terjadinya tumpang tindih dari setiap tajuk pohon yang menghuni tempat yang berdekatan. Besarnya tutupan tajuk mempengaruhi iklim mikro dalam tempat tumbuhnya sehingga juga mempengaruhi jenis lain yang bernaung dibawahnya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Rose (2000) yang menjelaskan bahwa rumpang (gaps) yang terbentuk mempengaruhi iklim mikro seperti suhu udara,intensitas cahaya, kelembababan tanah dan kadar air

yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan seedling. Selanjutnya Yamamoto (2000) mengatakan jenis-jenis yang toleran terhadap cahaya akan berkembang dengan baik pada areal yang penutupan tajuknya kecil, sebaliknya pada areal yang tutupan tajuk nya lebih besar dibawahnya akan tumbuh jenis yang resisten terhadap cahaya atau hanya membutuhkan sedikit cahaya saja.

Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai kanopi hutan tergantung karakter/penampakan anak pohon. Variasi ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan. Perbedaan kemampuan antara spesies anakan pohon dalam menoleransi naungan mempengaruhi dinamika hutan. Pada kondisi cahaya rendah, perbedaan kecil dalam pertumbuhan pohon muda dapat menyebabkan perbedaan mortalitas yang besar, sehingga mempengaruhi kemelimpahan relatifnya (Pacala, 1996).

(a)

(b)

Gambar 6. Diagram Vertikal (a) dan Horizontal (b) Profil Vegetasi di lokasi II (1800-1900 mdpl)

Keterangan :

Ac = Actinodaphne sp SP = Symingtonia populnea

Ag = Aglaia sp LB = Lithocarpus bancana

Pengukuran faktor fisik kimiawi lingkungan menunjukkan pada lokasi ini suhu rata-ratanya 190C, suhu tanah berkisar 150C dan kelembaban 91%. Rendahnya nilai tersebut disebabkan karena besarnya kanopi yang menutupi wilayah tersebut. Luas tutupan tajuk dibentuk dari banyaknya pohon-pohon besar yang tumbuh dilokasi ini. Penguasaan ruang juga dapat diamati pada tutupan tajuk/kanopi yang dibentuk oleh pohon dan pole.

Lokasi II (Gambar 6) dan lokasi III (Gambar 7) menunjukkan tumpang tindih tajuk yang mulai berkurang seiring dengan menurunnya jumlah individu pohon dan pole. Walaupun demikian, pada lokasi ini penyebaran vegetasinya cenderung menyebar tumbuh pada jarak yang jauh sehingga wilayah yang tertutup oleh tajuk juga semakin luas.

(a)

(b)

Gambar 7. Diagram Vertikal (a) dan Horizontal (b) Profil Vegetasi di Lokasi III (1900-2000 mdpl)

Keterangan :

Lokasi III menunjukkan pola penyebaran yang lebih acak dibanding dengan lokasi I dan lokasi II. Gambar 7 memperlihatkan tersebarnya pohon dan pole dengan jarak tumbuh yang berjauhan, sehingga rumpang (gaps) yang terbentuk juga besar. Rumpang (gaps) yang relatif besar pada lokasi ini disebabkan karena mulai berkurang nya jumlah jenis dan jumlah individu pada lokasi ini. Selain itu perumpangan juga dapat terbentuk karena adanya pohon-pohon yang tumbang atau yang mati (Marthews, 2008). Lokasi ini merupakan lokasi yang paling dekat dengan puncak Gunung Sinabung sehingga dampak erupsi yang diterima juga lebih besar, yang dapat diamati dengan banyaknya pohon-pohon yang mati. Besarnya intensitas cahaya yang masuk menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi I dan lokasi II (Tabel. 7).

Dokumen terkait