• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Indeks Keaneka raga man (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

Untuk mengetahui keanekaragaman dan keseragaman pada lokasi I, II dan III telah dilakukan analisa data dan didapat hasilnya sebagai berikut:

Tabel 6. Indeks Keaneka ragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Pohon

dan Pole Pada Setiap Lokasi Penelitian

Lokasi Pohon Pole

H’ E H’ E

I 2,98 0,87 2,72 0,87

II 2,79 0,92 2,41 0,85

III 0,79 0,44 1,64 0,79

Nilai Indeks Keaneka ragaman (H’) makin menurun seiring dengan naiknya ketinggian tempat baik pada tingkatan pohon maupun tingkatan pole. Nilai H’ menggambarkan kekayaan jenis pohon yang berada di setiap lokasi penelitian. Hal

ini menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada pada lokasi I dan lokasi II baik dalam kategori pohon ataupun pole termasuk dalam kategori sedang, sedangkan nilai H’ pada pohon di lokasi III termasuk dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan karena dominannya satu jenis tumbuhan saja pada lokasi ini. Menurut Mason (1986), jika nilai Indeks Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti keanekagaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi.

Menurunnya nilai keanekaragaman tersebut dikarenakan terjadinya perubahan faktor fisik lingkungan yang juga merubah struktur dan komposisi vegetasi (Mackinon, 2000). Semakin keatas, hanya jenis yang mampu beradaptasi pada faktor fisik kimia lingkungan sajalah yang dapat tumbuh. Lokasi ini merupakan lokasi yang mendukung untuk pertumbuhan banyak jenis. Lokasi ini berada pada zona hutan pegunungan bawah atau sub montana dengan suhu udara rata-rata 190C, suhu tanah rata-rata 150C, pH tanah rata-rata 4,4 Intensitas cahaya 52x2000 luks dan kelembababan 91%. Secara umum nilai rata-rata pengukuran faktor fisik lingkungan pada setiap ketinggian disajikan dalam tabel 6 berikut. Tabel. 7 Data Faktor Fisik Lingkungan di Setiap Lokasi Penelitian

Lokasi udara Suhu (0C) Suhu Tanah (0C) pH Tanah Intensitas Cahaya (Luks) Kelembaban (%) I 19 15 4,4 52x2000 91 II 19 14 4,5 119x2000 82 III 20 14 4,2 440x2000 91

Intensitas cahaya menunjukkan perubahan seiring dengan pertambahan ketinggian, namun tidak demikian halnya dengan suhu udara dan kelembaban yang nilai berfluktuasi. Pengukuran suhu yang dilakukan pada saat penelitian menunjukkan suhu yang semakin meningkat pada lokasi III. Hal ini disebabkan karena lokasi III ini merupakan lokasi yang terbuka bila dibandingkan dengan lokasi I dan Lokasi II. Akibatnya intensitas cahaya dilokasi ini bertambah tinggi diikuti dengan peningkatan suhu. Intensitas cahaya tinggi diakibatkan karena adanya pohon yang mati sehingga terbentuk rumpang. Perumpangan yang terjadi

disebabkan erupsi dan juga faktor antropogenik. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, jalur ini dulunya sering digunakan sebagai jalan untuk mengambil belerang dari puncak gunung Sinabung sehingga kegiatan tersebut berpengaruh dengan pertumbuhan dan keberadaan pohon di jalur ini.

Menurut Rososoedarmo (1989), karakteristik dari hutan hujan tropis adalah mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi dan hanya jenis tertentu saja yang dapat toleran dan mapu hidup pada habitat yang sangat ekstrim seperti tempat terbuka, cahaya matahari penuh, tekstur tanah padat dan keras, serta hara makanan yang masih terikat pada batuan.

Nilai indeks keseragaman (E) didapat dengan membandingkan nilai H’ dengan total jumlah jenis atau genus (ln s) yang terdapat pada suatu lokasi. Nilai ini digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran suatu jenis dalam suatu komunitas. Menurut Magurran (1988), besaran nilai E < 0,3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, nilai E antara 0,3 sampai dengan 0,6 menunjukkan kemerataan jenis sedang, dan E > 0,6 menunjukkan kemerataan jenis tinggi.

Tabel 7 Diatas menunjukkan penurunan nilai E seiring dengan ketinggian tempat baik pada tegakan pohon maupun pole. Nilai E pada semua lokasi penelitian termasuk dalam kategori tinggi (0,79-0,92), kecuali pada Pohon di lokasi I yang hanya mempunyai nilai sebesar 0,44 (Kemerataan sedang). Menurunnya nilai Indeks keseragaman dari lokasi I ke lokasi III disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penyediaan nutrisi tanah yang berbeda. Dimana semakin ke puncak kandungan hara tanah semakin berkurang atau miskin nutrisi. Menurut Sastrawidjaya (1991), ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai Indeks keseragaman bervariasi.

Bahan organik mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah (Perdana 2009). Kemampuan suatu pohon untuk menyerap unsur hara baik secara pasif maupun secara aktif merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan pohon dengan baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan hutan secara keseluruhan (Delvian, 2006). Unsur yang dibutuhkan oleh tanaman selama masa pertumbuhan dan perkembangannya merupakan unsur hara esensial makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif

banyak, sedangkan unsur hara mikro juga sama pentingnya dengan unsur hara makro tetapi kebutuhan tanaman terhadap zat-zat tersebut hanya sedikit.

Hasil analisis kandungan organik tanah menunjukkan adanya variasi pada setiap lokasi penelitian yang cenderung menurun dari lokasi I sampai ke lokasi III (Lampiran 4), hal ini disebabkan karena bentuk topografi dan relief lokasi penelitian yang berbeda-beda. Mackensen (2000) menyebutkan bahwa distribusi unsur hara tergantung dari relief suatu daerah, pada bagian bawah lereng dan daerah lembah, pasokan unsur hara lebih besar 2-10 kali lipat daripada daerah dibagian atas dan puncak lereng. Selanjutnya Delvian (2006) menambahkan, faktor lain yang menyebabkan penurunan kandungan hara adalah proses pencucuian hara karena kurangnya penutupan tajuk dan kemampuan tanaman mengikat hara. Pernyataan ini selaras dengan lokasi III areal penelitian yang kondisinya lebih terbuka bila dibandingkan dengan lokasi I dan lokasi II sehingga kandungan organik tanahnya juga lebih rendah.

Kandungan C organik pada semua lokasi tergolong tinggi yaitu berkisar antara 9,89%-10,92% lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmasari (2011) pada areal hutan bekas terbakar yang memperoleh kisaran nilai C organik 2,96%-7,90%. Nilai karbon yang tinggi ini disebabkan karena terjadinya kebakaran yang membantu cepatnya proses dekomposisi sedangkan pada areal penelitian tingginya nilai tersebut kemungkinan disebabkan oleh cepatnya dekomposisi serasah oleh mikroorganisme di lantai hutan. Unsur C sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk membangun tubuhnya seperti pembentukan selulosa pada dinding selnya dan Lignin yang terdapat pada batang pohon. Kandungan C organik berkorelasi positif terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan pohon (Lampiran 5) yang berarti semakin tinggi nilai C organik, semakin subur tanahnya (Perdana, 2009) dan semakin besar diameter pohon yang tumbuh pada lokasi tersebut. Kenyataan ini dapat dilihat pada lokasi II yang memiliki C organik tertinggi dengan nilai 10,92% menunjukkan LBD pohon-pohonnya yang besar pula.

Kandungan Nitrogen pada lokasi penelitian tergolong sedang dengan nilai berkisar antara 0,42%-0,57% juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian Rahmasari (2011) yang memperoleh nilai N total 0,23%-0,34%. Rendahnya nilai

yang didapat pada hutan bekas kebakaran disebabkan karena terganggunya siklus Nitrogen yang umumnya diperankan oleh bakteri melalui proses fiksasi, assimilasi, amonifikasi, reduksi, nitrifikasi dan denitrifikasi Kandungan organik tanah pada lokasi penelitian tersaji pada Tabel 8 berikut.

Tabel. 8 Kandungan Organik Tanah pada Setiap lokasi penelitian Loka si C-Organik (%) N-Total (%) C/N P-bray2 (ppm) K- Tukar (m.e/100) Mg-tukar (m.e/100) Al-dd (m.e/100) I 9,89 0,57 17,35 5,64 0,619 0,190 22,5 II 10,92 0,42 26,00 5,15 0,499 0,254 75,0 III 10,39 0,46 22,59 4,66 0,544 0,165 40,0

Sumber : Laboratorium ilmu tanah, Fakultas Pertanian USU.

Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar, tetapi apabila terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman. Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- (Nitrat) dan NH4+ (Amonium), akan tetapi nitrat ini segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzim yang mengandung molibdinum. Apabila unsur N tersedia lebih banyak daripada unsur lainnya, akan dapat menghasilkan protein lebih banyak. Menurut Hamzah (1981), nitrogen merupakan bagian vital dari protoplasma. Protoplasma adalah tempat dimana berlangsung pembelahan sel dan karena proses inilah terjadi pertumbuhan tumbuh-tumbuhan.

Kandungan N total pada lokasi penelitian menunjukkan penurunan seiring dengan ketinggian tempat. Penurunan nilai ini berdampak pada pertumbuhan pohon dan pole yang dapat diamati pada kelas diameter pohon dan tinggi tanaman sehingga dapat mempengaruhi karbon tersimpan pada setiap ketinggian. Pada umumnya semakin keatas, diameter pohon semakin kecil dan tinggi pohon semakin berkurang, sehingga karbon tersimpan juga semakin kecil dari lokasi I hingga ke lokasi III (Tabel 9).

Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide, merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem,

pertumbuhan jaringan muda dan akar, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, penyusun protein dan lemak. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk H2PO4-, dan HPO4=. Sama halnya dengan Nitrogen, bagian terbesar fosfat didalam tanah terdapat dalam bentuk organis, fosfat didalam tanah sukar larut, sehingga sebagian terbesar tidak tersedia bagi tanaman (Hamzah, 1981). Tersedianya fosfat sangat dipengaruhi oleh pH tanah, pada pH rendah ion fosfat membentuk senyawa yang tidak larut dengan Aluminium dan besi. Sedang pada pH tinggi fosfat terikat sebagai senyawa Kalsium. pH optimum untuk fosfat 6,5. Kandungan posfor pada lokasi penelitian semakin rendah seiring dengan naiknya ketinggian. Rendahnya kandungan posfor tersebut disebabkan karena pH tanah semakin keatas semakin rendah. Selanjutnya Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al.

Kalium sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, Kalium juga penting di dalam proses fotosintesis. Bila Kalium kurang pada daun, maka kecepatan asimilasi CO2 akan menurun. Selain itu kalium berfungsi untuk meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas biji atau buah. Pada lokasi penelitian kandungan Kalium tertinggi di dalam tanah dijumpai pada lokasi I yaitu sebesar 0,6 m.e/100, sehingga kualitas biji di lokasi ini sangat baik bila dibandingkan dengan lokasi II. Biji Lithocarpus bancana, Lithocarpus sp.1 dan Aglai sp merupakan biji-biji yang banyak tersebar di lantai hutan pada lokasi ini, namun kemampuan untuk tumbuh sangat bergantung dari jenis dan masa dormansi biji. Kualitas biji Lithocarpus bancana dan Lithocarpus sp.1 memungkinkan biji tidak rusak sehingga dapat bertahan terhadap beberapa faktor fisik lingkungan yang dapat merusaknya. Kemampuan ini sangat menguntungkan untuk regenerasi pohon dimasa mendatang.

Magnesium diserap dalam bentuk Mg2+ dan merupakan bagian dari klorofil. Kekurangan zat ini mengakibatkan terjadinya klorosis, gejalanya akan tampak pada permukaan daun sebelah bawah. Mg termasuk unsur yang tidak mobil dalam tanah. Mg merupakan salah satu bagian enzim yang disebut Organic pyrophosphates dan Carboxy peptisida. Kadar Mg di dalam bagian-bagian vegetatif dapat dikatakan rendah daripada kadar Ca, akan tetapi di dalam bagian generatif malah sebaliknya. Mg banyak terdapat dalam buah dan juga di dalam tanah. Pada areal penelitian

kadar Mg tertinggi berada pada lokasi II (0,254 m.e/100) dan mengalami penurunan pada lokasi III (0,165 m.e/100).

Dokumen terkait