• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Anemia dalam Kehamilan

Anemia adalah istilah yang digunakan pada keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar (untuk wanita hamil) di bawah 11g%. Hemoglobin merupakan zat berwarna merah yang terdapat dalam bentuk larutan dalam sel darah merah, yang fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen ke semua bagan tubuh. Zat besi, asam folat, vitamin dan unsur mineral lainnya, diperlukan

untuk pembentukan hemoglobin yang dibentuk dalam sumsum tulang (Roystron dan Amstrong, 1994).

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11g% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5g% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2000).

2.2.2. Patofisiologi dan Gejala Anemia pada Kehamilan

Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Bila kadar hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11g% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan kadar Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10g% (Manuaba, 1998).

Anemia dalam kehamilan disebabkan karena dalam kehamilan, kebutuhan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19% (Wiknjosastro, 2007).

Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama-tama pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil sebagai akibat

hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung menjadi lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, ketika perdarahan pada saat persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental (Wiknjosastro, 2007).

Stadium awal anemia kehamilan umumnya tanpa gejala. Walaupun demikian, dengan menurunnya konsentrasi hemoglobin, pasokan oksigen ke organ-organ vital menurun, dan ibu hamil mulai mengeluh tentang keluhan umum, mudah lelah, pusing dan nyeri kepala. Kulit dan selaput lendir pucat, demikian juga pada dasar kuku dan lidah serta akan menjadi jelas jika konsentrasi hemoglobin turun menjadi 7g%. Efek kekurangan oksigen terhadap otot jantung, yaitu kemungkinan mengalami kegagalan total jika terjadi anemia berat. Kematian akibat anemia merupakan akibat kegagalan jantung, shock, atau infeksi sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (Saifuddin, 2000).

2.2.3. Dampak Anemia pada Ibu Hamil

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Pelbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti: abortus, partus prematurus, partus lama karena inertia uteri, perdarahan postpartum karena atonia uteri, syok, infeksi intrapartum dan postpartum. Pada anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Juga terhadap hasil konsepsi anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik seperti: kematian mudigah, kematian

perinatal, prematuritas, dan cacat bawaan. Anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas dan mortalitas ibu dan anak (Wiknjosastro, 2007).

2.2.4. Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Anemia

Secara umum, ada tiga penyebab anemia yaitu kehilangan darah secara kronis, ketidakcukupan asupan makanan dan penyerapan tidak adekuat, dan peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang berlangsung pada masa pertumbuhan, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui (Arisman, 2009).

Penyebab tidak langsung dari anemia adalah status perempuan yang masih rendah di dalam keluarga. Di banyak masyarakat dunia sudah lazim bagi perempuan dan anak perempuan makan setelah laki-laki dan anak laki-laki, sekalipun wanita tersebut sedang hamil atau menyusui. Mereka cenderung kekurangan makan yang menjurus kepada anemia dan kekurangan gizi. Keguguran disebabkan oleh kekurangan makan, kerja keras dan kehamilan yang berulang-ulang dilihat sebagai bagian normal dari keperempuanan (Mosse, 1996).

Sebab mendasar terjadinya anemia adalah pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan dalam memilih bahan makanan yang bergizi juga rendah. Kelompok penduduk ekonomi rendah kurang mampu membeli makanan sumber zat besi karena harganya relatif mahal. Adanya kepercayaan yang merugikan, seperti pantangan makanan tertentu, mengurangi makan setelah kehamilan trimester 3 agar bayinya kecil sehingga mudah melahirkan (Depkes RI, 1996).

2.2.5. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia

Program dan kegiatan intervensi penanggulangan yang pernah dilaksanakan belum berdampak terhadap penurunan prevalensi anemia pada ibu hamil, antara lain Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi Ibu Hamil dan Pemberian Tablet Tambah Darah (Zat Besi). Tetapi, program dan kegiatan intervensi biasanya dilaksanakan secara generalisasi tanpa mempertimbangkan karakteristik penduduk karena dalam masyarakat beragam situasi demografis dan psikologis melekat.

Menurut Wiknjosastro (2007), individu tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat secara umum. Dengan demikian, perilakunya, termasuk dalam perawatan kehamilan, mencukupkan gizi, akses terhadap pelayanan kesehatan, bergantung kepada keberadaannya di dalam masyarakatnya. Itu sebabnya untuk mencapai efektifitas dan efisiensi program dalam rangka penanggulangan anemia pada ibu hamil, pengenalan terhadap masalah dan kemudian rencana penanggulangannya seharusnya berorientasi pada kekhasan dan kekhususan masing-masing wilayah. Oleh karena itu, dibutuhkan data dasar yang menyeluruh dan multikompleks terhadap masalah yang berhubungan dengan kesehatan dalam hal ini adalah anemia pada ibu hamil.

Depkes RI (1996), menyatakan Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia dilakukan dengan intervensi terhadap penyebab langsung, penyebab tidak langsung maupun sebab mendasar. Upaya yang dilakukan pada primary prevention adalah memberikan makanan bergizi pada ibu hamil melalui perbaikan gizi yang berbasis masyarakat dengan fokus keluarga sadar gizi, melakukan penyuluhan tentang anemia

pada ibu hamil melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), promosi atau kampanye tentang anemia kepada masyarakat luas. Pengobatan penyakit infeksi dan tersedianya tablet tambah darah dalam jumlah yang sesuai. Pada secondary

prevention dilakukan intervensi yang berbasis pangan melalui peningkatan konsumsi

zat besi dari makanan. Sedangkan upaya tertiary prevention dilakukan intervensi yang berbasis non pangan.

Secara umum strategi operasional penanggulangan anemia diarahkan pada empat kegiatan yaitu KIE, kegiatan suplementasi, kegiatan fortifikasi dan kegiatan lain yang mendukung kemauan masyarakat dalam menanggulangi anemia secara mandiri. Kegiatan KIE diarahkan untuk mencari dukungan sosial (social support)

yang bertujuan untuk meningkatkan status wanita didalam keluarga, terutama agar keluarga lebih menghargai dan memperhatikan ibu hamil. Pendekatan pimpinan

(advocacy) melalui KIE yang ditujukan kepada sasaran sekunder yang mempunyai

kemampuan untuk melakukan kebijakan dalam rangka untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, dan mempercepat pelaksanaan program. KIE dalam pemberdayaan (empowerment) yaitu KIE yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran keluarga tentang anemia, pangan dan gizi serta dapat melakukan tindakan penanggulangan secara mandiri (Depkes RI, 1996).

Dokumen terkait