• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anemia Defisiensi Besi

Dalam dokumen skripsi pendidikan (Halaman 29-37)

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

2.1.3 Anemia Defisiensi Besi

2.1.3.1 Pengertian Anemia Defisiensi Besi

Zat besi merupakan micro elemen yang esensial bagi tubuh, yang sangat diperlukan dalam pembentukan darah, yakni dalam hemoglobin (Hb). Zat besi juga diperlukan enzim sebagai penggiat. Zat besi lebih mudah diserap oleh usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar Ferritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa usus. Ekskresi zat besi dilakukan melalui kulit, di dalam bagian-bagian tubuh yang aus dan dilepaskan oleh permukaan tubuh yang jumlahnya sangat kecil sekali. Sedang pada wanita ekskresi zat besi lebih banyak melalui menstruasi (Soekidjo Notoatmodjo, 1997: 200).

Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrosifik hipokromik yang terjadi akibat defisiensi besi dalam gizi atau hilangnya darah secara lambat dan kronik. (Corwin, Elizabeth.J, 2001:131).

Anemia defisiensi besi terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu sedikit. Ketidakcukupan ini diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi atau kehilangan darah yang kronis (DeMaeyer, E.M, 1995:1).

2.1.3.2 Penyebab Anemia Defisiensi Besi. 2.1.3.2.1 Kehilangan darah secara kronis

Pada wanita terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia defisiensi zat besi.

Kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang, Schistosoma dan mungkin pula Trichuris trichiura.

2.1.3.2.2 Asupan dan serapan tidak adekuat

Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging hewan. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang dapat menganggu penyerapan zat besi secara bersamaan pada waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penyerapan zat besi Faktor makanan

1. Faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme; - Vitamin C

- Daging, unggas, ikan, makanan laut lain - PH rendah

2. Faktor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme; - Fitat ( 500 mg/hari )

- Polifenol

Faktor Penjamu ( host ) 1. Status zat besi

2. Status kesehatan ( infeksi, malabsorpsi ) (Arisman,MB, 2004:149)

2.1.3.2.3 Peningkatan kebutuhan

Meningkatnya kebutuhan karena kehamilan dan perdarahan (Arisman,MB, 2004:145).

2.1.3.3 Gejala Anemia Defisiensi Besi

Anak akan tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara. Jantung agak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsional (Rusepno Hassan dan Husein Alatas, 2002:435).

2.1.3.4 Kebutuhan Zat Besi

Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-kira 14 μg per kilogram berat badan per hari, atau hampir sama dengan 0,9 mg zat besi pada laki-laki dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa ( DeMaeyer, E.M, 1995:8).

Kebutuhan zat besi dari 97,5 % individu berdasarkan zat besi yang diterapkan, menurut usia dan jenis.

Usia/jenis kelamin μg/kg/hari mg/hari

4 – 12 bulan 13 – 24 bulan 2 – 5 tahun 2 – 11 tahun 12 – 16 (wanita) 12 – 16 tahun (lelaki) lelaki dewasa wanita hamil wanita menyusui wanita haid

wanita pasca menopause

120 56 44 40 40 34 18 24 43 18 0,96 0,61 0,70 1,17 2,02 1,82 1,14 1,31 2,38 0,96

Sumber DeMaeyer, E.M (1995:7) 2.1.3.5 Metabolisme Zat Besi

Metabolisme dalam tubuh terdiri dari proses penyerapan, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran. Zat besi dari makanan diserap ke usus halus, kemudian masuk ke dalam plasma darah. Selain itu, ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh bersama tinja. Didalam plasma berlangsung proses

turn over, yaitu sel-sel darah yang lama diganti dengan sel-sel darah baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn over setiap harinya kira-kira 35 mg, berasal dari makanan, hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah tua yang diproses oleh tubuh agar dapat digunakan lagi.

Zat besi dari plasma sebagian harus dikirim ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin dan sebagian lagi diedarkan ke seluruh jaringan. Cadangan besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin didalam hati atau limpa.

Pengeluaran besi dari jaringan melalui kulit, saluran pencernaan, atau urine, berjumlah 1 mg setiap harinya. Zat besi yang keluar melalui cara ini disebut kehilangan besi basal (iron basal losses). Sedangkan pengeluaran besi melalui hilangnya hemoglobin yang disebabkan menstruasi sebanyak 28 mg/periode (Emma, 1999:13). Tinja 9 mg Fe Usus halus 1 mg Makanan 10 mg Fe Fe di dalam darah (turn over 35 mg) Seluruh jaringan 34

Sel – sel mati Hati sebagai ferritin 1 g

Sumsum tulang

Hilang bersama menstruasi,

28 mg/periode Dikeluarkan lewat kulit,

saluran pencernaan, urine 1mg Sumber :Emma (1999:13)

Gambar 2

Proses metabolisme zat besi dalam tubuh 2.1.3.6 Pengaruh Defisiensi Fe

Defisiensi Fe terutama berpengaruh pada kondisi gangguan fungsi hemoglobin yang merupakan alat transport O2 yang diperlukan pada banyak reaksi metabolic tubuh. Pada anak-anak sekolah telah ditunjukan adanya korelasi antara kadar hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar. Dikatakan bahwa pada kondisi anemia daya konsentrasi dalam belajar tampak menurun (Achmad Djaeni , 2004:70).

2.1.3.7 Akibat defisiensi zat besi (DeMaeyer, E.M, 1995:5) adalah 2.1.3.7.1 Anak - anak :

- Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar,

- Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak, - Meningkatkan risiko menderita infeksi karena daya tahan tubuh menurun. 2.1.3.7.2 Wanita :

- Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, - Menurunkan produktivitas kerja,

- Menurunkan kebugaran. 2.1.3.7.3 Remaja putri :

- Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar,

- Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal, - Menurunkan kemampuan fisik olahragawati,

- Mengakibatkan muka pucat. 2.1.3.7.4 Ibu hamil :

- Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan,

- Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan atau bayinya.

2.1.3.8 Pengobatan Anemia Defisiensi Besi

Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3x10 mg/kgbb/hari. Obat ini murah tapi kadang-kadang dapat menyebabkan enteritis. Hasil pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar hemoglobin 1-2 gram %/minggu. Disamping itu dapat pula diberikan preparat besi parental. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intramuskular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena. Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peroral tidak berhasil.

Tranfusi darah diberikan bila kadar hemoglobin kurang dari 7 gram % dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia.

Antelmintik diberikan bila ditemukan cacing penyebab defisiensi besi, (umur) dalam tiap kapsul, diberikan 3 kapsul dengan selang waktu 1 jam, semalam sebelumnya anak dipuasakan dan diberikan laksan setelah 1 jam kapsul ketiga dimakan. Pirantel pamoate 10 mg/kgbb (dosis tunggal)). Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi (Rusepno Hassan dan Husein Alatas, 2002:436). 2.1.3.9 Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

2.1.3.9.1 Pemberian tablet atau suntikan zat besi

Wanita hamil merupakan salah satu kelompok (disamping anak usia pra sekolah, anak usia sekolah, serta bayi) yang diprioritaskan dalam program suplementasi. Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua

tablet yang dimakan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.

2.1.3.9.2 Pendidikan

Pemberian tablet zat besi ini dapat menimbulkan efek samping yang menganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti, para wanita hamil harus diberi pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia, dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.

Sebagai catatan, subjek penelitian adalah remaja putri, jadi tidak memerlukan perlakuan pemberian tablet atau suntikan zat besi seperti pada wanita hamil, namun tetap memerlukan pendidikan tentang bahaya anemia bagi dirinya, juga tentang penyebab anemia yaitu defisiensi besi.

2.1.3.9.3 Modifikasi makanan

Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara :

1. Pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi.

2. Meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.

2.1.3.9.4 Fortifikasi makanan

Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia diberbagai negara. Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi.

Fortifikasi makanan dengan zat besi secara teknis lebih sulit jika dibandingkan dengan fortifikasi dengan zat lain, karena zat besi yang tersedia secara kimia, sangat reaktif dan berkecenderungan mengubah warna makanan. Contohnya, garam ferrous yang dapat larut, ternyata sering mengubah warna akibat persenyawaannya dengan campuran sulfur, tannin, polifenol, serta substansi lain.

Di negara industri, produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung, dan produk susu seperti susu formula bayi dan makanan sapihan (Arisman, M.B, 2004:151).

2.1.4 Belajar

Dalam dokumen skripsi pendidikan (Halaman 29-37)

Dokumen terkait