• Tidak ada hasil yang ditemukan

antara Merapi,

Dalam dokumen Mediakom Edisi 27 Desember 2010 - [MAJALAH] (Halaman 46-48)

sekaligus menyadarkan, betapa lemahnya manusia dihadapan musibah bencana alam. Semua sedih dan berduka, apalagi yang menjadi korban. Mereka kehilangan harta, anggota keluarga, sanak saudara, tempat tinggal dan mata pencaharian.

Kini, sebagian mereka merasa lelah dan tak bergairah, meratapi nasibnya. Mereka memerlukan bantuan, untuk bangkit menjalani hidup seperti sediakala.

Ketika sanak saudara tak ada lagi yang menampung, maka suka tidak suka, tenda pengungsian satu- satunya tempat terakhir sebagai perlindungan dan

peristirahatan. Mereka hidup, berteduh, tidur berdesak- desakan dengan pengungsi lain. Tentu, banyak kebiasaan hidup yang tersandra setelah tinggal di tenda pengungsian, seperti, bercengkerama dengan pasanganya.

Setelah bencana, kini mejadi hari-hari yang membosankan hidup dipengungsian. Gejala stres sudah mulai menerpa mereka. Tampak sudah tanda-tandanya, seperti menjadi pendiam, murung dan putus asa. Kondisi seperti ini membutuhkan bantuan psikiater dan bantuan lain yang diperlukan dari semua pihak untuk dapat memulai kembali hidup seperti sebelum bencana terjadi.

Dari ketiga tempat bencana, merapi merupakan daerah bencana yang paling lama membutuhkan kewaspadaan. Sebab tidak dapat meramalkan, kapan erupsi dan letusan gunung berapi akan berhenti beraksi, sehingga pemerintah selalu mengingatkan kepada

antara

Merapi,

Mentawai

dan

Nasional

masyarakat untuk tetap waspada.

Merapi meletus lagi, derita bertambah lagi

Letusan merapi telah

membelokkan arah penerbangan Menteri Kesehatan, semula menuju ke NTB, setelah mengetahui merapi meletus lagi, Menkes membatalkan dan terbang menuju Yogyakarta untuk meninjau masalah kesehatan korban bencana letusan merapi. Tak ketinggalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Ibu Negara, Ny. Hj. Ani Bambang Yudhoyono bersama rombongan mengunjungi Taman Pendidikan Anak (TPA) Tanjung Muntilan, di Kab. Magelang, 2 November 2010. Bahkan berkantor di Yogyakarta untuk memantau langsung penanganan korban bencana merapi.

Sementara korban terus bertambah, seiring dengan berulangnya letusan dan erupsi gunung merapi. Mbah Marijan,

legendaris kuncen gunung merapi menjadi korban angkatan pertama. Rupanya gulungan asap wedhus gembel mentakdirkan kembali keharibaanNya, bersama beberapa orang yang turut bertahan di rumahnya, sebelum niat untuk mengungsi terlaksana.

Memang, mengungsi bukan perkara mudah bagi masyarakat yang menetap di wilayah bencana. Banyak pertimbangan yang menjadi penyebab sebagian mereka lebih memilih bertahan, diantaranya hewan ternak peliharaan, seperti sapi. Termasuk banyangan ketidak nyamanan tinggal di tenda

pengungsian. Bahkan ketika relawan berusaha mengajak mengungsi ketempat yang lebih aman, mereka tetap bertahan dan siap menerima segala risiko. Ternyata benar, tak seberapa lama gulungan wedhul gembel yang lebih besar menerjang, menyapu wilayah yang lebih luas, dan deritapun bertambah lagi.

Akibatnya, ribuan hektar kebun salak, pekarangan rumah, ternak dan aneka habitat kehidupan hancur, tertutup debu vulkanik. Tampak seperti gurun pasir yang luas tanpa tumbuhan dan kehidupan. Terlihat suasana yang amat kontras sebelum dan sesudah bencana. Penduduk yang sebelumnya melakukan kegiatan harian dengan suka- cita dan ceria. Kini, rasa sedih dan duka masih menggelayut dalam benaknya, demikian pula dengan rasa cemas di tenda pengungsian. Walau secara berangsur sudah mulai berkurang.

Sigab melayani korban

Institusi kesehatan pusat dan daerah mulai dari Kementerian Kesehatan, rumah sakit, puskemas dan pos kesehatan sangat sibuk melayani korban. Dengan sekuat tenaga, daya dan segala keterbatasan berusaha menyelematkan para korban.

Menkes menyerahkan bantuan untuk korban bencana Mentawai, disaksikan Wapres dan Mensos.

Nasional

Bekerja siang malam untuk membantu sesama. Pejabat Kemenkes, digilir waktunya untuk memantau langsung di lapangan. Untuk memastikan setiap kendala pelayanan kesehatan mendapat solusi secara cepat dan akurat. Bahkan untuk mendapatkan informasi yang cepat dan akurat, Kemenkes membuka media center di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

Pasca bencana Gunung Merapi di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, jumlah pasien kesehatan jiwa hingga 5 November 2010 sebanyak 17 orang dengan rincian 6 orang rawat inap dengan diagnosis Psikosis Eksaserbasi, 1 orang dirujuk ke RSJ Magelang, dan 10 orang belum ada diagnosisnya. Selain itu, 6 November 2010 terdapat 14 pasien diketahui 13 orang gangguan cemas dan 1 orang gangguan depresi, semuanya menjalani rawat jalan.

Untuk mendukung penanganan korban, Kemenkes telah

berkoordinasi dengan RSJ di Prov. Jateng dan DIY, Ikatan Psikolog Klinis (IPK), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), dan Perhimpunan

Perawat Nasional Indonesia (PPNI) melakukan pemetaan pengungsi di Magelang sebanyak 52 kasus, Solo dan Klaten ada 3 kasus dan Yogyakarta 7 kasus. Pemetaan sistem ditempat pengungsian maupun jalur komunikasi dan informasi, yang diorganisir oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi, Jawa Tengah.

Selain itu, mengadakan Training Of Trainer (TOT) bagi 2 angkatan petugas kesehatan setempat bekerjasama dengan institusi pendidikan yang berasal dari Semarang, Yogyakarta, Solo, Klaten dan Magelang. Materi berisi tentang gunung berapi, penanganan bencana untuk masalah kesehatan jiwa dan psikososial, role play, penjelasan asesemen menggunakan

Self Rating Questionaire (SRQ)

(Riskesdas) dan materi ansietas. Kemudian dilakukan praktek lapangan di daerah Mungkid dan membagi Penanggung Jawab di setiap tempat pengungsian dan siap bekerja di lapangan.

Hasil pemantauan Kementerian Kesehatan dan RSJ Magelang pada umumnya pengungsi dewasa terlihat kelelahan, tampak tidak ada gairah serta merasa jenuh karena tidak bisa melakukan pekerjaannya sebagaimana biasanya. Begitu pula dengan pengungsi anak-anak, terlihat jenuh, merasa tak sebebas dengan biasanya, merasa tak nyaman. Dari hasil rapid diagnostik di 15 TPS pada tanggal 1 – 10 November 2010, dari 7.223 orang terdapat kasus jiwa sebanyak 278 orang (3,85%). Kasus tertinggi yaitu

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) sebesar 1,02% dan Mix Ansietas Depresi sebesar 0,18%.

Telah dilakukan upaya

penanggulangan masalah kesehatan jiwa dan psikososial diantaranya melakukan assessment awal dengan symptom checklist, mendeteksi dini adanya gangguan jiwa melalui individual approach dan melalui pemeriksaan isik, case inding melalui kegiatan massal seperti pertemuan kelompok atau latihan relaksasi bersama, play therapy oleh psikolog, merujuk pengungsi ke psikiater bila ada indikasi psikopatologi, mensupervisi dan mengkoordinasi relawan psikososial.

Melalui kegiatan tersebut, kondisi kejiwaan pengungsi nampak semakin normal dan sehat.

Dir. Bina Gizi Masyarakat Kemenkes melakukan upaya pelayanan gizi dengan memantau distribusi makanan pendamping ASI (MP-ASI) serta memobilisasi 82,5 ton MP-ASI ke Prov. DI Yogyakarta, Kab. Sleman, Kab. Bantul, Kab. Gunung Kidul, Kab. Magelang, Kab. Boyolali, Kab. Klaten, Posko Utama Pakem di Sleman, Posko GOR Maguwoharjo dan Posko Youth Center. Selain itu juga mengirimkan konselor ASI sebanyak 8 orang ke 4 titik pengungsian (Lembugrejo, Sumber Rejo, Catur Harjo, Rusmanda)

Dir. Bina Yanmedik Spesialistik Kemenkes berkoordinasi dengan RSUP Sardjito menyepakati penanganan korban luka bakar serta sistem pengambilan data korban yang dirawat dirumah sakit, kemudian melapor ke RSUP Sardjito untuk kemudian diteruskan ke Dinkes Provinsi.

Pembiayaan terhadap pasien yang dirawat di RS baik Rawat Jalan dan Rawat Inap dapat diklaim ke Kemenkes. Klaim untuk penanganan korban bencana Merapi pada Kemenkes dimasukkan mulai tanggal 12 November untuk diveriikasi. Biaya yang diklaim adalah korban/pasien yang tidak tercakup Jamkesmas/ Jamkesda/Jamkesos sedangkan obat-obatan yang sifatnya bantuan tidak dimasukkan dalam klaim.

Lambaian dari Mentawai

Gempa bumi yang disusul dengan tsunami, 25 Oktober 2010 pk. 21.52 WIB di Kab. Kep. Mentawai Provinsi Sumatera Barat berkekuatan 7,2 SR, kedalaman 10 km dengan pusat gempa 78 km Barat Daya Pagai Selatan Kepulauan Mentawai Sumatera Barat telah meluluh lantakkan kehidupan di Kepulauan Mentawai. Medan yang berat, karena gelombang laut yang tinggi (5 menter) menyulitkan pemerintah pusat maupun daerah dan relawan

Dari ketiga tempat

bencana, merapi

Dalam dokumen Mediakom Edisi 27 Desember 2010 - [MAJALAH] (Halaman 46-48)

Dokumen terkait