• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anti malaria lain

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang (Halaman 46-50)

1. Proguanil atau kloroguanid ialah turunan biguanid yang berefek skizontisid melalui mekanisme antifolat. Obat ini mudah penggunaannya dan hamper tanpa efek samping. Dahulu digunakan terutama untuk terapi profilaksis dan supresi jangka panjang terhadap malaria tropika. Proguanil mudah resisten, sehingga kegunaan proguanil telah tergeser sebagai antifolat yang lebih efektif. Untuk profilaksis, proguanid dapat dikombinasikan dengan klorokuin sebagai alternatif meflokuin. Proguanil tersedia sebagai kombinasi tetap 100mg dengan atovakuon 250mg yang efektif untuk profilaksis malaria, terutama falciparum. Selain itu, kombinasi ini juga dicadangkan untuk mengobati serangan klinis malaria palcifarum. Efek samping berupa gangguan neuropsikiatrik. Proguanil aman digunakan untuk ibu hamil. Demikian juga penggunaannya bersama dengan klorokuin dan atovakuon. 8

2. Halofantrin

Halofantrin adalah fenantrena methanol yang secara struktur mirip dengan kina. Digunakan sebagai pilihan selain kina dan meflokuin untuk mengobati serangan akut malaria yang resisten terhadap klorokuin dan falsiparum yang resisten terhadap berbagai obat. Halofantrin mempunyai efektivitas yang tinggi sebagai skizontisid darah, tetapi tidak untuk fase eksoeritrosit dan gametosit. Penggunaan halofantrin terbatas, karena absorpsinya yang ireguler dan potensinya menimbulkan aritmia jantung. Halofantrin tidak digunakan untuk profilaksis. Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam 4-8jam, waktu paruhnya berkisar antara 10-90 jam. Pada manusia halofantrin diubah menjadi N-desbutil halofantrin suatu metabolit utama yang memiliki efek antimalaria. Efek sampingnya antara lain mual,

47 muntah, nyeri abdomen, diare, pruritus dan ras. Halofantrin tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil dan menyusui, pasien dengan gangguan konduksi jantung serta pasien yang menggunakan meflokuin. Pada dosis yang tinggi halofantrin dapat menimbulkan aritmia ventricular, bahkan kematian. Untuk pengobatan malaria palsifarum diberikan 3 kali 500mg per oral setiap 6 jam, dan pemberian dosis diulang lagi setelah 7 hari. Lumefantrin adalah suatu arialkohol halofantrin yang tersedia dalam bentuk kombinasi tetap dengan aretemeter. Kombinasi ini sangat efektif mengobati malaria falsiparum dan belum ada laporan tentang adanya efek kardiotoksik.

8

3. Tetrasiklin

Doksisiklin digunakan untuk profilaksis bagi daerah-daerah yang endemic terjangkit P. Falciparum yang resisten dengan berbagai obat. Dosis dewasa adalah 100mg oral per hari, diberikan 2 hari sebelum masuk daerah endemic sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Pemberian dianjurkan tidak lebih dari 4 bulan. Dosis anak usia lebih dari 8 tahun ialah 2mg/kgBB peroral selama 7 hari. Doksisiklin tidak dianjurkan diberikan pada anak usia kurang 8 tahun, wanita hamil dan mereka yang hipersensitif terhadap tetrasiklin. 8

4. Kombinasi sulfadoksin-Pirimetamin

Obat ini sangat efektif untuk mengobati parasite malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin. Namun penggunaan rutin untuk keperluan kemoprofilaksis malaria tidak dianjurkan sebab obat ini relatif toksik. Obat ini bekerja dengan cara mencegah pembentukkan asam folinat (asam tetrahidrofolat) dari PABA pada plasmodia. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal maupun hati.juga bila ada diskrasia darah, sebaiknya tidak digunakan obat ini untuk keperluan kemoprofilaksis malaria, relatif toksik. Sulfadoksin pirimetamin dibuat dalam bentuk tablet yang kombinasi tetap 500mg sulfadoksin dan 25mg pirimetamin. 8

48 a. Indikasi: terapi malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin obat ini diberikan dalam dosis tunggal, yaitu:

3 tablet untuk dewasa atau anakBB>45kg

Obat ini juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk kina dalam mengatasi serangan akut malaria tanpa implikasi oleh p.falsiparum yang resisten klorokuin dapat diberikan sulfadoksin-pirimetamin 3 tablet sekali setelah pemberian kina 3 x 650mg perhari selama 3-7hari. 8

Terapi persumptif untuk malaria falsiparum. Obat ini digunakan untuk mengatasi demam yang diduga serangan akut malaria falsiparum. Pengobatan ini dilakukan di daerah endemic malaria, dimana pasien tidak mau memperoleh pelayanan medic yang layak. Dianjurkan setelah pemakaian obat tersebut, pasien secepat mungkin memeriksakan dirinya pada fasilitas medik yang lengkap untuk memperoleh diagnose yang pasti dan pengobatan yang tepat. 8

Sulfadoksin-pirimetamin dikontraindikasikan bagi ibu menyusui, anak usia < 2 bulan, dan pasien yang punya riwayat reaksi buruk dengan sulfonamide. Penggunaan kombinasi sulfadoksin-pirimetamin jangka lama sebagai profilaksis malaria tidak dianjurkan, sebab sekitar 1:5000 pasien akan mengealami reaksi kulit yang hebat bahkan mematikan seperti eritema multiforme, sindroma steven jhonson atau nekrolisis epidermal toksik. Obat ini dikontraindikasikan bagi pasien yang sebelumnya memperlihatkan reaksi buruk terhadap sulfonamide, ibu menyusui dan bayi berumur kurang dari dua bulan. 8

5. Artemisin dan derivatnya. Obat ini merupakan senyawa trioksan yang di ekstrak dari tanamanobat, penggunaannya pada malaria telah lama di uji di Cina dan akhir-akhir ini juga di Birma, Gambia, Vietnam, dan Nigeria. Tanaman ini terdapat juga dibeberapa daerah di Indonesia. Senyawa ini

49 menunjukkan sifat skizontosid daerah yang cepat in vitro maupun in vivo sehingga digunakan untuk malaria yang berat. Agaknya ikatan endoperoksida dalam senyawa ini berperan dalam penghambatan sintesis protein yang di duga merupakan mekanisme kerja antiparasit ini. Artesunat adalah garam suksinil natrium artemisinin yang larut baik dalam air tetapi tidak stabil dalam larutan. Sedangkan artemeter adalah metil eter artemsin yang larut dalam lemak. 8

Dari beberapa uji klinikterlihat bahwa artemeter cepat sekali mengatasi parasitemia pada malaria yang ringan maupun berat. Artemeter oral segera diserap dan mencapai kadar puncak dalam 4-9 hari. Obat ini mengalami demetilisasi di hati menjadi dihidro artemisin. Waktu paruh eliminasi artemetersekitar 4 jam, sedangkan dihidroartemisinin sekitar 10 jam. Ikatan protein plasma beragamantar spesies, pada manusia sekitar 77% terikat pada protein. Kadar plasma artemeter pada penelitian dengan zat radioaktif sama dengan dalam eritrosit, menunjukkan bahwa distribusi ke eritrsit baik. Artemisin adalah obat yang paling efetif, aman, dan kerjanya cepat malaria yang disebabkan oleh p.falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan obat-obat yang lainnya, serta efektif terhadap malaria serebral. Relaps seringkali terjadi pada pemberian jangka pendek bahkan bila terapi selama 5-7 hari sehingga atemisin dan derivatnya sebaiknya diberikan bersama dengan obat lain untuk mencegah relaps misalnya meflokuin atau doksisiklin. Karena masa paruhnya pendek artemisin tidak bermanfaat untuk profilaksis. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual, muntah, dan diare. Artemisin tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama kaarena embriotoksik. 8

6. Atovakuon

Atovakuon adalah hidroksi naflo kuinon. Obat ini hanya diberikan secara oral. Bioavaibilitasnya rendah dan tidak menentu, tetapi abdorpsinya dapat

50 ditingkatkan oleh makanan berlemak. Sebagian besar obat terikat dengan protein plasma memiliki waktu paruh 2-3 hari. Sebagian besar obat dieliminasi dalam bentuk utuh ke dalam feses. Mekanisme kerja adalah dengan menghambat transport electron pada membrane mitokondria plasmodium. 8

Penggunaan awal atovakuon untuk terapi malaria, hasilnya mengecewakan. Kegagalan ini rupanya berkaitan dengan resistensi parasit. Kombinasi tetap atovakuon 250mg dengan proguanil 100mg per oral, menunjukkan hasil yang sangat efektif untuk pengobatan malaria fasiparum ringan/sedang yang resisten terhadap klorokuin atau oba-obat lainnya.8

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang (Halaman 46-50)

Dokumen terkait