• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komplikasi pada kehamilan

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang (Halaman 26-34)

27 Komplikasi pada Ibu

1. Anemia

Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga akan menyebabkan anemia pada ibu. Jenis anemia yang ditemukan adalah hemolitik normokrom, dari anemia ringan (Hb 10-12 g/dl), sedang (Hb 7-10 g/dl), berat (Hb < 7 g/dl) dan sangat berat (Hb < 4 g/dl). Pada infeksi P.falciparum dapat terjadi anemia berat karena semua umur eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga waktu hidup eritrosit menjadi lebih singkat dan anemia lebih cepat terjadi. Pada infeksi P.vivax tidak terjadi destruksi darah yang berat karena hanya retikulisit yang diserang. Anemia berat pada infeksi P.vivax kronik menunjukkan adanya suatu sebab imunopatologik.

Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan anemia berat terutama di daerah endemis dan merupakan penyebab penting dari mortalitas. Anemia hemolitik dan megaloblastik pada kehamilan mungkin karena sebab nutrisional atau parasit terutama sekali pada wanita primipara.

Akibat anemia berat apda kehamilan (pada semua tingkat transmisi) dapat terjadi gagal jantung segera setelah melahirkan, terutama pada Hb < 4 g/dl dan dapat dipercepat oleh pemberian transfusi darah yang terburu-buru / cepat. Akibat lainnya adalah syok hipovolemia akibat lehilangan darah sewaktu melahirkan dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi puerperalis/pneumonia Staphylococcus.

Diagnosis dan manajemen anemia dan malaria pada wanita hamil yang semi-imun seringkali tidak jelas. Malaria plasenta dapat menimbulkan anemia berat tanpa gejala klinis yang nyata dengan hasil laboratorium yang tidak mengarah. Seorang wanita yang afebril dangan hapusan darah tepi tidak ditemukan

28 adanya parasit malaria masih menyimpan kemungkinan adanya malaria sebagai faktor penyerta atau penyebab tunggal dari anemianya. Malaria adalah penyakit yang umum di daerah miskin dengan sumber daya yang buruk sehingga risikonya bertumpang tindih dengan penyakit parasit lainnya ( seperti cacing tambang) dan kekurangan gizi. Gambaran hapusan darah tepi dengan mikrositik, makrositik, dan campuran, terutama bila disertai dengan kondisi defisiensi folat pada seorang wanita yang semi-imun maka diagnosis malaria tidak boleh dikesampingkan, maka pengobatan antimalaria harus diberikan pada semua kasus dengan anemia berat meskipun telah dibuktikan penyebabnya selain malaria.

2. Malaria serebral

Malaria serebral merupakan ensefalopati simetrik pada infeksi P.falciparum dan memeiliki mortalitas 20-50%. Serangan sangat mendadak walaupun biasanya didahului oleh episode demam malaria. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam. Akan tetapi banyak dari mereka yang selamat mengalami penyembuhan sempurna dalam beberapa hari. Mekanisme patofisiologi pada kasus ini antara lain adalah obstruksi mekanis pembuluh darah otak akibat kemampuan deformabilitas eritrosit berparasit berkurang atau akibat adhesi eritrosit berparasit pada endothel vaskuler yang akan melepaskan faktor-faktor toksik dan akhirnya menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat, sawar darah otak rusak edema serebral dan menginduksi respon radang pada dan disekitar pembuluh darah serebral. Kejadian malaria serebral di RSUP Prof Dr RD Kandou Manado 50%.

Sindroma klinik malaria serebral merupakan suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan lebih lanjut, ditandai adanya hiperbilirubinemia, kreatinemia, dan hipoglikemia, sindroma neurologi berupa ensefalopati difus reversibel dan kehilangan kesadaran yang cepat. Penurunan tingkat kesadaran dari apati, somnolen, delirium, konfusi sampai koma dapat

29 terjadi. Gangguan kesadaran ini dinilai dari skor koma Glasgow (GCS). Penelitian Richie dkk di Minahasa yang meliputi 52 kasus malaria serebral ditemukan 25 penderita (48%) dengan GCS 9-14 memiliki mortalitas 28% sedangkan 27 penderita (52%) dengan GCS 3-8 memiliki mortalitas 67%. Penderita tersebut cenderung mengalami takipnea ( respirasi > 35 x/mnt), leukositosis dan gagal ginjal. Bila disertai kejang angka prognosis lebih buruk.

3. Hipoglikemia

Pada wanita hamil umumnya terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang menyebabkan kecenderungan terjadinya hipoglikemia terutama pada trimester terakhir kehamilan. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah normal. Disamping ke 2 faktor tersebut, hipoglikemia dapat juga terjadi pada penderita malaria yang diberi kina intravena.

Hipoglikemia karena kebutuhan metabolik parasit yang meningkat menyebabkan habisnya cadangan glikogen hati. Hipoglikemia sering terjadi pada wanita hamil khususnya pda primipara. Gejala hipoglikemia juga dapat terjadi karena sekresi adrenalin yang berlebihan dan disfungsi susunan saraf pusat. Mortalitas hipoglikemia pada malaria berat di Minahasa adalah 45%, lebih baik daripada Papua sebesar 75%.

4. Edema paru

Pada infeksi P.falciparum, pneumonia merupakan komplikasi yang familiar dan umumnya ditimbulkan oleh aspirasi atau bakteriemia yang menyebar dari tempat infeksi lain. Gangguan perfusi oragan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema interstitial. Hal ini akan menyebabkan disfungsi mikrosirkulasi paru.

30 Gambaran makroskopik paru berupa danya reaksi edematik, berwarna merah tua dan konsistensi keras dengan bercak perdarahan. Gambaran mikroskopik tergantung derajat parasitemia pada saat meninggal. Terdapat gambaran hemozoit dalam makrofag pada septa alveoli. Alveoli menunjukkan gambaran hemoragik disertai penebalan septa alveoli dan penekanan dinding alveoli serta infiltrasi sel radang.

Edema paru dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler sekunder terhadap emboli dan DIC, disfungsi berat mikrosirkulasi, fenomena alergi, terapi cairan yang berlebihan bersamaan dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, kehamilan, malaria serebral, tingkat parasitemia yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.

5. Ginjal

Kerusakan ginjal dapat terjadi sebagai akibat keterlibatan dengan hemolisis intervaskuler dan atau parasitemia berat. Banyak faktor penyebab yang berperan antara lain berkurangnya volume darah, hiperviskositas darah, koagulasi intravaskuler, iskemi ginjal yang diinduksi oleh katekolamin, hemolisis dan ikterus.

6. Infeksi plasenta

Efek merugikan malaria dalam kehamilan terutama disebabkan karena malaria plasenta. Hal ini khususnya pada wanita semi-imun, dimana parasit malaria seringkali ditemukan dalam jumlah besar terkumpul pada plasenta sedangkan tidak satupun ditemukan dalam darah. Suatu penelitian tentang sensitivitas diagnosis malaria didapatkan 47% untuk parasit dalam darah tepi, 63% pada slide yang ditempelkan pada plasenta, dan 91% pada histologi plasenta. Hal ini menunjukkan bahwa hapusan darah tepi yang negatif untuk parasit malaria tidak mengesampingkan diagnosis malaria pada seorang wanita hamil yang semi-imun.

Infeksi plasenta dengan parasit melaria lebih sering pada daerah endemik tinggi daripada daerah non-endemik, dan lebih sering pada primigravida

semi-31 imun daripada multigravida semi-imun. Wanita semi-imun (yang tinggal didaerah endemik) sering mermpunyai pola parasitemia perifer rendah dan infeksi berat plasenta, sedangkan wanita non-imun ( di daerah non-endemik) sering mempunyai pola kebalikannya. Infeksi plasenta menurunkan persediaan oksigen dan glukosa untuk perkembangan janin melalui mekanisme pemblokiran penebalan membran basal trofoblast, konsumsi nutrien dan O2 oleh parasit di plasenta dan pemindahan O2 yang rendah oleh eritrosit yang terinfeksi parasit di plasenta kepada janin.

Komplikasi pada janin : 1. Abortus

Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena hiperpiraksia maupun karena anemia berat.

2. Kematian janin dalam kandungan

Kematian janin intrauterin dapat terjadi sebagai akibat hiperpireksia, anemia berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat terjadinya infeksi transplasental.

3. Berat badan lahir rendah

Penderita malaria biasanya menderita anemia dan hipoglikemia sehingga akan menyebabkan gangguan sirkulasi nutrisi pada janin dan berakibat terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan. 4. Prematuritas

Persalinan prematur umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan malaria. Beberapa hal yang menyebabkan persalinan prematur adalah febris, dehidrasi, asidosis atau infeksi plasenta

5. Malaria kongenital

Diagnosis malaria kongenital ditegakkan dengan ditemukannya parasit malaria (Plasmodium) pada darah bayi hingga usia 7 hari.7.14

32 Kecurigaan terhadap malaria kongenital bila bayi menderita panas dan ibu berasal dari daerah endemis ataupun pemah bepergian ke daerah endemis ataupun menerima transfusi darah selama kehamilan.3

Malaria kongenital dapat terjadi tanpa adanya manifestasi klinis malaria pada ibu. Pemeriksaan mikroskopis sediaan darah perifer yang negatif tidak dapat menyingkirkan adanya malaria. Pada kasus yang dilaporkan di Amerika Serikat, tidak ditemukan adanya parasit pada sediaan darah perifer. Di Zaire, 17% kasus malaria kongenital tidak dijumpai malaria pada sediaan tetes tebal dan biopsi plasenta. Pemeriksaan hapusan darah yang dilakukan salama 2 hari berturut-turut negatif pada 42% kasus malaria kongenital. Sedangkan pada pemeriksaan darah tali pusat negatif pada 30% kasus. Pada keadaan demikian sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan PCR untuk mendiagnosis dini malaria kongenital.s

Di daerah endemis kadang sukar membedakan infeksi malaria yang terjadi kongenital atau di dapat setelah lahir disebabkar, merozoit dapat dijumpai di darah setelah 9 hingga 16 hari tergigit oleh nyamuk. Sehingga untuk daerah endemis, malaria kongenital hanya dapat ditegakkan bila dijumpai adanya parasit malaria dalam minggu pertama kehidupan.

Malaria kongenital dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. True congenital malaria

Yaltu malaria kongenital yang didapat selama kehamilan. Umumnya akibat adanya kerusakan plasenta yang terjadi sebelum bayi dilahirkan. Parasit dapat dijumpai pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir serta gejala-gejala dapat muncul pada saat lahir atau 1 - 2 hari setelah lahir. Jenis malaria ini sangat jarang ditemukan.

33 Merupakan malaria kongenital yang didapat selama persalinan. Terjadi selama pelepasan plasenta yang terlalu cepat atau pada persalinan lama. Transmisi parasit malaria terjadi setelah pelepasan plasenta yaitu bercampurnya darah ibu dan janin pada saat terjadi pelepasan plasenta.10,11

3. Fetal anemia

Kondisi anemia pada janin ditemukan bervariasi di daerah endemik malaria, ditentukan dari kadar hemoglobin tali pusat pada waktu kelahiran, berhubungan dengan anemia maternal dan kemungkinan disebabkan karena malaria plasenta.

Primigravida pada daerah endemik

Semua paritas pada daerah non-endemik Efek maternal: Demam tinggi Malaria berat : - Anemia berat - Malaria serebral - Hipoglikemia - Edema paru - Gagal ginjal akut Infeksi plasenta Sepsis puerperalis + +++ - + - - +++ ++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + ++ Efek janin :

34 - BBLR - Abortus, IUFD - Malaria kongenital - Fetal anemia +++ - - - +++ ++ + +

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang (Halaman 26-34)

Dokumen terkait