• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koschar dan Russell (1990) mendefinisikan antioksidan sebagai senyawa berberat molekul rendah yang bereaksi dengan oksidan sehingga tidak menimbulkan reaksi yang membahayakan. Antioksidan bersifat dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi sehingga antioksidan memiliki peranan yang sangat penting dalam memerangi radikal bebas.

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi dua yaitu antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis masih dibagi menjadi dua kelompok lagi.

a. Antioksidan larut lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin.

b. Antioksidan larut air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Menurut McCord (1979), Aebi (1984), dan Urisini et al. (1995), antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Belleville-Nabet (1996) menyebutkan bahwa antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa

radikal bebas baru, atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif.

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non- enzimatis. Antioksidan kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif. Dalam sistem pertahanan ini, terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal atau dirusak pembentukannya. (Belleville-Nabet, 1996). Antioksidan non-enzimatis dapat berupa komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah-buahan. Kerja dari antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas tidak bereaksi dengan komponen seluler (Lampe, 1999). Menurut Soewoto (2001) dan Lampe (1999), antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, -karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin.

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan mentionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas.

Antioksidan sintetik atau alami digunakan secara luas dalam nutrisi dan obat untuk memperlambat proses penuaan alami. Antioksidan ini juga berfungsi untuk mencegah atau memperlambat penyakit yang diakibatkan kerusakan sel. Terdapat ratusan jenis antioksidan nutrisional seperti vitamin, koenzim, selenium, mineral, hormon, karotenoid, terpenoid, flavonoid, fenol nonflavonoid, polifenol, dan ester-esternya (asam ellagat, asam sitrat, asam galat, asam salisilat, asam sinamat, dan asam klorogenat). Antioksidan fenolik umumnya merupakan antioksidan primer (Koschar dan Russell, 1990).

Pengujian aktifitas antioksidan dapat dilakukan dengan bebagai cara. DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil) merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam larutan metanol dan berwarna ungu tua. Pada metode DPPH biasanya diikuti dengan pengamatan terhadap penurunan nilai absorbansi pada 517 nm yang terjadi akibat reaksi antara antiolsidan (AH) atau reaksi dengan radikal.

Reaksi yang cepat dari radikal DPPH dapat terjadi dengan berberapa polifenol, termasuk tokoferol, tetapi reaksi sekunder yang lambat dapat menyebabkan penurunan yang progresif pada nilai absorbansi. Oleh sebab itu, keadaan tetap (steady state) mungkin tidak tercapai pada berberapa saat lamanya. Berberapa laporan mengatakan bahwa aktifitas pencegahan terjadi setelah 15 menit hingga 30 menit (Gordon, 1992)

I. Komponen Bioaktif Rempah-Rempah Pepes Ikan Mas

Pepes adalah produk olahan daging (unggas atau ikan) dengan menambahkan rempah bumbu pada daging dan dikemas dengan menggunakan daun pisang. Rempah atau bumbu yang digunakan dalam pembuatan pepes ikan mas adalah bawang putih, kunyit, jahe, daun sereh, lemon, lemon grass, dan bay leaves (Irawati et al (2000) . Berikut ini adalah informasi komponen bioaktif yang terdapat pada masing-masing rempah atau bumbu pada pembuatan pepes ikan mas:

1. Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum Linn.) termasuk salah satu rempah-rempah yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Komponen bawang putih yang telah terbukti dapat menghambat mikroba adalah alisin atau asam diallil tiosulfinat. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dikarenakan kandungan alisin yang tinggi dan senyawa sulfida lain yang terjandung dalam minyak atsiri bawang putih (Whitmore dan Naidu, 2000). Daya antimikroba inilah yang membuatnya berpotensi dijadikan sebagai pengawet bahan pangan. Komponen bioaktif lainnya adalah alliin, gurwithrays, scordinin, dan ajoene (Soetomo, 1987).

2. Kunyit

Komponen bioaktif yang dapat memberikan aktivitas antimikroba adalah kurkumin. Pada penelitian Ramprasad dan Siri (1995) menunjukkan bahwa kurkumin memiliki sifat antibakteri, terutama Micrococcus pyrogenes var. aureus. Hal ini karena kurkumin merupakan senyawa fenolik yang mekanisme kerjanya mirip dengan

senyawa fenolik lainnya. Fungsi lain dari kurkumin adalah sebagai antioksidan, antiinflamasi, efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan jantung (anonim, 2006).

3. Jahe

Komponen bioaktif yang terdapat pada jahe meliputi minyak atsiri dan oleoresin. Minyak atsiri jahe merupakan komponen pemberi aroma yang khas, sedangkan oleoresin merupakan pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen utama minyak atsiri jahe adalah zingiberen dan

zingiberol. Secara umum oleoresin jahe tersusun oleh komponen- komponen sebagai berikut: gingerol dan zingeron, shagaol, minyak atsiri, dan resin (Koswara, 1995). Jahe juga termasuk jenis rempah yang berpotensi memiliki aktifitas antioksidan dan antikanker yang tinggi (Darwis et al, 1991). Kikuzaki dan Nakatani (2000) juga meyakini dalam jahe terkandung sejumlah senyawa fenolik yang bersifat antioksidan.

4. Lemon

Buah jeruk lemon (Citrus medica Var. Lemon) berbentuk bulat telur dan pada ujungnya terdapat sebuah tonjolan. Buah ini banyak mengandung vitamin C yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Sarwono, 1991).

5. Lengkuas

Lengkuas termasuk dalam famili Zingiberaceae, dan memiliki nama lain Alpinia galanga (L.) Swartz. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (1999) menunjukkan bahwa minyak atsiri lengkuas mengandung 29 komponen dengan komponen utama 8-pinen, 1,8-sineol, farnasen, isokariofen, dan asetokavikol asetat. Komponen minyak tersebut diketahui bersifat antimikroba. Ekstrak air lengkuas diperkirakan mengandung senyawa fenolik seperti asam fenolat, turunan dehidrosinamat dan flavonoid (Duke, 1994).

6. Cabe Merah

Cabe memiliki rasa pedas, yang disebabkan oleh kandungan

homodihidrocapcaisin terdapat dalam konsentrasi sangat kecil. Selain itu pada cabe merah terdapat karotenoid (capsanthin, capsorubin, carotene, dan lutein), lemak (9-17%), protein (12-15%), vitamin A, vitamin C, dan sejumlah kecil minyak volatil (Lukmana, 1994).

7. Daun Salam

Daun salam (Syzygium polyanthum) mengandung minyak atsiri (nerolidol, farnesol, lonalool, aldehida, pinen), tanin, flavonoid, alkaloid, saponin, dan steroid. Senyawa fenolik, flavonoid, minyak atsiri, terpena, asam organik tertentu, dan alkaloid tanaman mempunya aktivitas antimikroba (Syamsuhidayat, 1991).

Dokumen terkait