• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR

A. Antisipasi yang dilakukan Kreditur Terhadap kemungkinan

Bank sebagai pihak yang memberikan pinjaman dana melalui kredit harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam kredit yang diberikan, baik itu sebelum kredit diberikan maupun dampak yang berlaku setelah kredit tersebut diberikan kepada nasabah atau debitur. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir akan terjadinya kredit-kredit yang bermasalah setelah kredit dikucurkan.

1. Pengertian kredit Bermasalah.

Ada beberapa pengertian tentang kredit bermasalah62:

1. Kredit yang didalamnya belum mencapai / memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank.

2. Kredit yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko kemudian hari bagi bank dalam arti luas.

3. Mengalami kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-kewajibanya, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.

62 H.veithzal Riai dan Andria permata veithzal,Credit management handbook, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 476.

4. Kredit dimana pengembalian kembali kreditnya dalam bahaya , terutama apabila sumber-sumber pembayaran kembali yang diharapkan diperkirakan tidak cukup untuk membayar kembali kredit, sehingga belum mencapai/ memenuhi target yang diinginkan oleh bank.

5. Kredit dimana terjadi cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai yang telah diperjanjikan, sehingga terdapat tunggakan atau ada potensi kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya resiko dikemudian hari bagi bank dalam arti luas.

6. Mengalami kesulitan didalam penyelesaian kewajiban-kewajibanya terhadap bank, baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan.

7. Kredit golongan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet serta golongan lancar yang berpotensi meningkat.

Suatu kredit dikatakan bermasalah atau non performing loan apabila kredit tersebut tergolong kepada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Secara umum upaya hukum yang dapat dilakukan apabila timbul kredit bermasalah dapat dibagi menjadi dua cara yaitu strategi penyelamatan kredit dan penyelesain kredit. Adapun yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditur dan nasabah peminjam sebagai debitur.

Sedangkan menurut H. Veitzal Rivai dan Andria permata Veitzal dalam bukunyaCredit management Handbook, yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek didalam usahanya dengan tujuan untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya kerugian bagi bank, menyelamatkan kembali kredit yang ada agar menjadi lancar atau dengan kata lain, kualitas kredit nasabah meningkat, serta usaha-usaha lainnya yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas nasabah.63

Sedangkan yang dimaksud dengan penyelesain kredit adalah upaya yang dilakukan oleh bank untuk menyelesaikan kredit bermasalah yang tidak mempunyai prospek setelah dilakukan usaha pembinaan, penyelamatan dan dengan jalan apapun ternyata tidak mungkin dilakukan lagi, dengan tujuan untuk mencegah resiko bank yang semakin besar serta mendapat pelunasan kembali atas kredit tersebut dari nasabah dengan berbagai macam upaya yang ditempuh oleh bank.64

Adapun lembaga hukum yang dimaksud adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui badan penelitian, dan melalui arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa.

Dalam hal kredit bermasalah dapat dilakukan dengan adanya pedoman kepada surat edaran Bank Indonesia No,26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada

63H.Veithzal Rivai dan Andriana Permata rivai,Op.Cit., hal 482. 64Ibid.,hal 482.

prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah :

a. Melalui rescheduling(penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali / jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace period) termasuk perubahan jumlah angsuran. Apabila diperlukan dengan penambahan kredit.

b. Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas seluruh atau sebagian persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada jadwal angsuran, dan/ atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadiequityperusahaan. c. Melalui restructuring (penataan kembali), yaitu upaya melakukan perubahan

syarat-syarat perjanjian kredit berupa penambahan jumlah kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpareschedulingdan/ ataureconditioning.

Sedangkan penyelesaian kredit bermasalah merupakan langkah terakhir setelah dilakukan langka-langka penyelamatan yang diatur dalam surat edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPPP yang beruparestrukturisasitidak efektif lagi.65

Bentuk kehati-hatian yang dilakukan oleh bank dalam mengantisipasi segala kemungkinan harus diterapkan baik dalam analisa kredit maupun dalam ketentuan- ketentuan kredit yang dimasukkan dalam surat permohonan kredit.

Bentuk prinsip kehatihatian yang dilakukan oleh bank dalam mengantisipasi apabila debitur wanprestasi yaitu dengan menerapkan Mitigasi resiko terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan kredit yang diberikan kepada debitur.

Mitigasi Terhadap Resiko dapat dilakukan sebelum Kredit diberikan dan juga setelah Kredit tersebut diberikan.

2. Bentuk Mitigasi Resiko yang dilakukan oleh kreditur.

Bentuk Mitigasi Resiko yang dapat dilakukan Oleh Bank Sebelum Kredit diberikan yaitu dapat dalam hal66:

1. Untuk mengantisipasi menyimpangnya peruntukan penggunaan kredit ataupun tidak digunakanya dana kredit yang telah diberikan dengan Purchasing Order Financingguna aktivitas pemenuhan barang/jasa, maka bank melakukan Mitigasi Resiko dengan cara pencairan kredit Purchasing Order Financing yang hanya diperkenankan dibayarkan langsung kepada daftar supplier untuk keperluan pemenuhan pesanan barang maupun jasa yang dibiayai oleh Bank.

66Wawancara dengan Bapak Ngr, Account Officer Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol,

2. Untuk mengantisipasi Calon Debitur tidak menggunakan hasil pembayaran dari pembeli/pemberi Purchasing Order untuk pelunasan Purchasing Order financing, maka bank dapat melakukan Mitigasi Resiko dengan cara :

a. Bank berwenang menangguhkan dan atau membatalkan pencairan kredit yang belum ditarik oleh debitur jika penggunaan dana kredit digunakan secara tidak wajar atau menyimpang dari tujuan semula penggunaan kredit sesuai perjanjian kredit.

b. Pembayaran Invoice oleh pembeli ditujukan kerekening escrow yang dicantumkan padaInvoicesebagai rekening tujuan pembayaran.

c. Bank memiliki Hakregreskepada nasabah debitur.

3. Untuk Mengantisipasi nasabah tidak mampu membayar beban bunga yang diberikan dari PO Financing, Bank dapat melakukan Mitigasi Resiko dengan melakukan Seleksi nasabah yang memiliki profit margin memadai.

Profit margin nasabah dapat diketahui dengan melihat neraca laba rugi enam (enam) bulan terakhir.

4. Untuk mencegah Purchase Order atauInvoice yang dibiayai telah dibiayai oleh pihak lain, maka bank dapat melakukan Mitigasi Resiko dengan cara :

a. Bank melakukan analisa aspek 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral dan Conditions) nasabah, terutama aspek Character nasabah.

b. Nasabah memberikan pernyataan bahwa Purchase order atau Invoice yang akan dibiayai belum mendapatkan pembiayaan dari pihak lain. Pernyataan

nasabah ini tercantum dalam Aplikasi Receivables Financing yang ditandatangani oleh Nasabah Debitur.

Sedangkan bentuk Mitigasi resiko yang diterapkan oleh bank Setelah Kredit

Purchasing OrdermaupunInvoice Financingdiberikan yaitu dalam hal :

1. Pembeli wanprestasi terhadap kewajiban pembayaran kepada nasabah atau menunda pembayaranInvoice yang telah jatuh tempo, maka bank dalam hal ini menerapkan Mitigasi resiko dengan cara :

Bank memiliki Hak Regress kepada nasabah.

Hak Regress (recht van regres) itu dalam kamus Bank Indonesia adalah hak pemegang surat wesel/cek/surat sanggup untuk menagih penarik/endosan/evalis guna mendapat pembayaran jika pihak tertarik menolak melakukan pembayaran.67

Invoice yang dibiayai dengan Invoice Financing adalah Invoiceyang telah mendapatkan Akseptasi dari Pembeli. Bila diperlukan, Bank dapat menggunakan jasa asuransi untuk memitigasi resikounpaiddari Pembeli.

2. Apabila Invoice yang dibiayai dengan Invoice Financing adalah Invoice yang belum mendapatkan akseptasi, maka nasabah menyerahkan Invoice dilengkapi dengan bukti Pengiriman barang (jika ada) berupa copy dokumenGoods Receipt

atau copyDelivery Orderatau copy Berita Acara Serah Terima Barang (BAST)

67Bank Indonesia, kamus Bank Indonesia, (http://www.bi.go.id). Diakses pada tanggal 26-06- 2013, pada pukul 13.00 WIB .

yang mengandung tanda terima barang oleh pihak pembeli yang masuk dalam daftar Pembeli.

Hal ini untuk memitigasi Resiko barang belum dikirim oleh nasabah kepada pembeli, sehingga pembeli tidak memiliki kewajiban membayar.

3. Seleksi pembeli dengan Track Record atau rekam jejak tidak pernah terjadi

defauld pembayaran dan sudah berhubungan dengan nasabah minimum 1 (satu)

tahun. Busines Unit dan Risk Unit dapat menetapkan seleksi pembeli dengan hubungan bisnis kurang dari 1 (satu) tahun dengan mencantumkanya pada Nota analisa secara spesifik beserta pertimbangannya.

Dalam melakukan seleksi pembeli, Bank melalui Busines Unit dapat meminta bukti historis pembayaran pembeli selama 6 (enam) bulan terakhir kepada nasabah dan dicocokkan dengan jatuh tempo pembayaran sesuai Invoice

atauSales Contract.

4. Bank MelaluiBusines Unitdapat melakukanTrade CheckingTerhadap Pembeli. B. Peran Asuransi Kredit dalam Kredit Purchasing Order financing maupun

Invoice Financing.

1. Pengertian dan peran Asuransi dalam penanganan resiko kredit bermasalah.

Mengingat bahwa setiap usaha sektor produksi yang dilakukan oleh para pengusaha kecil maupun menengah dapat lebih berperan dalam meningkatkan produksi secara nasional, namun sebagai akibat keterbatasan modal menjadikan hal tersebut sangat sulit untuk dicapai, terlebih pada saat masih berlakunya undang- undang pokok perbankan 1967 yang menetapkan bahwa pemberian kredit harus

berdasarkan atas suatu jaminan yang cukup, dan kredit tidak boleh diberikan tanpa adanya jaminan yang sangat bertolak belakang dengan apa yang dihadapi oleh para pengusaha yang sangat membutuhkan modal untuk meenjalankan usahanya yang prospektif tetapi terkendala dengan kurang atau tidak terpenuhinya jaminan yang dimintakan oleh pihak perbankan dalam mengucurkan kredit.

Mengingat hal tersebut, pemerintah dalam upaya meningkatkan kemampuan usaha para pengusaha, merasa perlu untuk mendirikan suatu badan yang dapat diserahi tugas untuk menjamin kredit-kredit yang diperlukan. Untuk itu dicarikan suatu jalan bagaimana supaya resiko bank itu dapat ditanggung oleh pihak lain dan sebaliknya bank dapat memberi pinjaman atau kredit kepada pengusaha yang tidak mampu memberikan jaminan atas pinjamanya. Adapun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mendirikan suatu badan usaha yang merupakan kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dengan Bank Indonesia, yang mana badan usaha tersebut adalah merupakan Perusahaan Asuransi penjamin kredit.

Perkataan Asuransi sering sekali dsamakan dengan istilah Pertanggungan atau dalam bahasa Belandanya disebut dengan “Verzekering”. Walaupun dari istilah keduanya berbeda, namun pengertiannya adalah sama antara ketiga tersebut.

Dalam pasal 246 KUH Dagang, pengertian asuransi adalah sebagai berikut :

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan

atau kehilangan keuntungan yang diharapakan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vourhaal).68

Dari pengertian yang diuraikan oleh pasal ini dapat diketahui bahwasanya unsur-unsur dari pada Asuransi itu pada dasarnya adalah sebagai berikut69:

1. Penanggung menerima premi.

2. Tertanggung akan menerima penggantian kerugian. 3. Adanya suatu peristiwa tak tentu.

Namun bila melihat pada ketentuan pasal 1774 KUHPerdata, suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.70

Dari kedua pengertian asuransi yang diberikan oleh pasal-pasal diatas, terlihat jelas bahwa perjanjian asuransi ini sebagai suatu perjanjian kemungkinan (konsurvereenkomst).

Melihat kedua pengertian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan perjanjian asuransi itu adalah terletak pada resiko yang akan ditanggung oleh penanggung akibat suatu kejadian atau peristiwa tak tentu. Dengan demikian pertanggungan / asuransi dapat juga dikatakan perjanjian peralihan resiko, dimana penanggung mengambil resiko yang akan menjadi tanggungan tertanggung, dan

68

Subekti,R,Kitab Undang-undang Hukum Dagang, cetakan XX, PT.Pradnya Paramita,1982, hal. 73.

69Iur,R,Soerjatin,Hukum Dagang I,II, Cetakan VI, Press Inc,1975, hal. 147. 70Subekti,Op.Cit.,hal. 402.

sebagai kontra prestasinya, tertanggung wajib membayar sejumlah uang premi kepada penanggung.

Dilihat dari sudut pandang ini berarti pegambil alihan resiko dari tangan tertanggung oleh penanggung, secara langsung telah mengikatkan diri penanggung untuk memberi ganti rugi nantinya kepada tertanggung bila terjadi evenemen

(peristiwa tak tentu yang menjadi kenyataan), yang menimpa benda pertanggungan dan merugikan tertanggung.71

Pada dasarnya asuransi dibagi atas dua, yaitu :

1. Pertanggungan / Asuransi kerugian (Schade Verzekering)

2. Pertanggungan/ Asuransi Sejumlah uang (Sommen Verzekering)72

Perbedaan antara kedua jenis asuransi ini adalah bahwa dalam asuransi kerugian, si penjamin berjanji akan mengganti kerugian tertentu yang diderita oleh si terjamin, sedangkan dalam asuransi sejumlah uang yang jumlahnya sudah ditentukan sebelumnya, tanpa disandarkan pada suatu kerugian tertentu.

Sedangkan menurut Pasal 24 KUHD, jenis Asuransi ada lima, yaitu : 1. Asuransi terhadap kebakaran.

2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian. 3. Asuransi terhadap jiwa.

4. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan didarat dan di sungai.

71H.M.N. Poerwosoetjipto, Pengerian pokok Hukum dagang Indonesia, Seri Hukum

Pertanggungan, Jilid 6, 1983, Cetakan ke-6, hal.46.

Disamping Jenis asuransi yang diatur dalam KUHD ini, ada lagi jenis asuransi lainnya yang tidak diatur dalam KUHD tapi berlaku dalam masyarakat, seperti : 1. Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran.

2. Asuransi terhadap kerugian perusahaan. 3. Asuransi terhadap kecelakaan.

4. Asuransi terhadap pertanggungjawaban seseorang atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatanya melawan hukum sendiri atau bawahannya. 5. Asuransi kredit.

6. Asuransi atas kerugian yang diderita oleh suatu perusahaan. 7. Dan segala bentuk asuransi lainnya yang ada dalam masyarakat.73

Dalam melaksanakan suatu pembangunan atau Investasi ataupun kegiatan usaha lain, seorang investor seringkali tidak saja menggunakan dana yang dimiliki sendiri, melainkan juga dengan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman yang berasal dari lembaga perbankan.

Agar kredit yang diberikan oleh suatu bank itu mendapat jaminan pengembalian pokok dan bunganya, maka selain bank akan melakukan study atas proposal yang diajukan peminjam juga sering menggunakan lembaga asuransi dalam transaksi tersebut karena terdapatnya bahaya / peril lain yang tidak dapat dijangkau oleh sistem pengawasan perbankan. Dalam hubungan seperti itu biasanya pihak bank (kreditur) akan meminta agar pihak debitur (peminjam) menutup suatu asuransi, guna menjaga pengembalian kreditnya apabila debitur ternyata tidak mampu

mengembalikan pinjamanya (default). Karena debitur yang harus menutup asuransi, maka pembayaran premi juga harus dibebankan kepada pihak debitur.

Peril atau peristiwa yang dapat menyebabkan debitur tidak mampu membayar kembali pokok dan bunga pinjaman, sehingga menimbulkan kerugian terhadap kreditur antara lain adalah74:

a. Kematian dari sipeminjam,

b. Ketidakmampuan sipeminjam (cacat dan sebagainya), c. Ketidakmampuan keuangan sipeminjam (insolvency), d. Pengrusakan atau penggelapan catatan asuransi,

e. Kegagalan usaha, baik karena persaingan atau sebab lain, f. Keadaan social, politik, dan lainya,

g. Moral hazard si peminjam, h. Niat jahat pihak lain, i. Bencana alam,

J. Kecelakaan: tabrakan, kebakaran dan sebagainya, k. Dan lain-lain.

Selanjutnya Soni Dwi Harsono menjelaskan bahwa kontrak asuransi kredit dapat dibagi kedalam tiga Kategori, yaitu :

a. Back Coverage Contract, yaitu kontrak asuransi yang menjamin kerugian yang timbul dalam jangka waktu pertanggungan. Misal, kerugian yang terjadi pada

74 Soni Dwi Harsono, Prinsip-prinsip dan Praktik Asuransi, Yayasan Pengembangan Ilmu Asuransi, Jakarta, 1993, hal. 195.

saat penjualan yang dilakukan sebelum kontrak asuransi dan atau terjadi pada masa pertanggungan.

b. Forward Coverage Contract, yaitu kontrak asuransi yang menjamin kerugian

yang timbul dari penjualan yang terjadi pada masa pertanggungan, dan

c. General Coverage Form, yaitu jaminan terhadap seluruh debitur tanpa

memberikan perincian nama-nama debitur.

Usaha yang tidak memenuhi persyaratan teknis perbankan ( unbankable ) umumnya dipandang oleh bank mengandung unsur “default risk” atau kemungkinan kredit macet. Dalam prakteknya untuk menekan resiko tersebut bank akan mewajibkan adanya jaminan tambahan untuk kredit yang akan dikucurkan, mengasuransikan baik kredit yang diberikan maupun jaminan kredit yang dimiliki oleh pengusaha calon penerima kredit atau bahkan menolak pemberian kredit tersebut, walaupun pengusaha tersebut memiliki prospek usaha yang sangat baik.

Usaha menurunkan resiko kredit macet dapat dikatakan menjadi penghambat bagi terbiayainya usaha-usaha yang layak (feasible)dan prospektif menghasilkan laba (profitable).

Asuransi jaminan kredit adalah suatu perjanjian pertanggungan kerugian yang menanggung akibat-akibat yang timbul terhadap perkreditan yang diberikan oleh Pihak bank kepada Debitur. Debitur yang dimaksud adalah para pelaku usaha baik perorangan maupun badan hukum untuk digunakan sebagai modal usaha.

Dalam asuransi jaminan kredit, sebenarnya jika melihat segi pihak yang berkepentingan, ada tiga yaitu debitur, Bank sebagai tertanggung, dan lembaga

asuransi jaminan kredit sebagai penanggung. Namun walaupun ada tiga pihak yang berkepentingan, sebenarnya yang mempunyai kedudukan untuk berhubungan adalah dua pihak saja, yaitu Bank sebagai tertanggung dan lembaga Asuransi jaminan kredit sebagai penanggung.

Kedudukan Bank sebagai tertanggung adalah karena bank lah yang nantinya akan menanggung segala resiko yang timbul dari masalah kredit ini. Oleh karena itu kepentingan bank perlu diperhatikan dan diamankan. Pengamanan kepentingan bank ini adalah dengan cara mempertanggungkan kredit yang telah diberikan kepada debitur.

2. Definisi Umum tentang resiko.

Resiko merupakan ketidaktentuan atau ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin akan melahirkan kerugian (loss). Unsur ketidaktentuan ini biasa mendatangkan kerugian dalam asuransi. Ketidaktentuan dapat kita bagi atas75:

a. Ketidaktentuan ekonomi (economic uncertainty), yaitu kejadian yang timbul sebagai akibat dari perubahan sikap konsumen, umpama perubahan selera atau minat konsumen atau terjadinya perubahan pada harga, teknologi, atau didapatnya penemuan baru, dan lain sebagainya.

b. Ketidaktentuan yang disebabkan oleh alam (uncertainty of nature) misalnya: kebakaran, badai, topan, banjir, dan lain-lain.

75 Abbas salim,Dasar-dasar Asuransi(Principles of Insurance), PT Raja grafindo persada Jakarta,1995, hal. 3.

c. Ketidaktentuan yang disebabkan oleh perilaku manusia (human uncertainty), umpama peperangan, pencurian, perampokan dan pembunuhan.

Namun ada beberapa sarjana yang mengemukakan pengertian tentang resiko : a. Menurut H.M.N.Purwosujipto, mengatakan resiko adalah suatu beban

kerugian yang diakibatkan karena suatu peristiwa diluar kesalahanya.76

b. Menurut Gunanto, resiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kerugian atau batalnya seluruh atau sebagian keuntungan yang semula diharapkan, karena suatu kejadian diluar kuasa manusia, kesalahan sendiri, atau perbuatan manusia lain.77

c. Menurut Harsono, resiko adalah suatu yang adanya ketidakpastian atas terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian ataupun ketidakpastian atas terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian ataupun turunnya nilai suatu objek.78

Dari pengertian-pengertian resiko diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur yang dapat memberikan pengertian tentang resiko tersebut, yaitu :

a. Ketidakpastian (Uncertainty)

b. Kemungkinan kejadian yang menyebabkan kerugian,

c. Kondisi yang mempengaruhi keduanya, baik frekuensi maupun besar / kecilnya kerugian.

76 H.M.N.Poerwosoetjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Seri Hukum

Pertanggungan,Jilid 6, Cetakan ke-6, Jakarta, 1983, hal.46.

77H.Gunanto, Asuransi Kebakaran Indonesia, Jakarta,1984, hal 12.

78 Sonni Dwi Harsono, Prinsip-prinsip dan Praktek Asuransi, Jakarta Insurance Institute, 1984, hal 3.

Terdapat beberapa sarjana membagi resiko berdasarkan sifatnya, yang mengatakan bahwa resiko itu terdiri dari79:

a. Resiko Murni, yang merupakan ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa atas suatu objek yang apabila terjadi akan menimbulkan kerugian atau kerusakan, misalnya kerugian akibat gedung terbakar atau ketidakmampuan bekerja seseorang akibat kecelakaan.

b. Resiko Spekulatif, yang merupakan ketidak pastian akan terjadinya suatu peristiwa atas suatu objek yang apabila terjadi dapat pula menghasilkan keuntungan.

3. Resiko Yang Dapat Dialihkan Dalam Perjanjian Asuransi Kredit.

Manusia dalam hidupnya selalu berada dalam ketidakpastian dan berusaha untuk mengganti ketidakpastian tersebut menjadi kepastian yang maksimal dengan asuransi. Kenyataan membuktikan bahwa dengan hanya memiliki berbagai sarana alat-alat pencegahan dalam menghadapi suatu ketidakpastian tidaklah cukup mengatasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang sewaktu-waktu dapat terjadi, inilah yang disebut dengan resiko.

Juga seperti yang telah dijelaskan bahwa asuransi adalah pengelolaan resiko yang paling efektif. Namun tidak semua resiko itu dapat diasuransikan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

79Salusra Satria , Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian di

a. Kerugian yang mungkin terjadi mempunyai sifat terbatas dan harus dapat ditentukan serta diukur.

b. Kerugian yang mungkin terjadi harus tidak dapat diduga terlebih dahulu berasal dari luar dan sifatnya tidak sengaja.

c. Resiko-resiko yang menimbulkan kerugian bersifat homogeny atau mempunyai banyak persamaan sehingga dapat diadakan perhitungan yang wajar atas atas kemungkinan kerugian.

d. Kerugian yang terjadi tidak menimbulkan malapetaka yang besar pada waktu yang bersamaan.

Berdasarkan karakteristik diatas, maka dalam melakukan penerimaan resiko (underwriting) terdapat empat konsep penting yang menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima atau menolak suatu penutupan resiko, yaitu :

1. Kerugian menderita kerugian (Chance of loss).

Sering disebut dengan probilia atau kemungkinan menderita kerugian dari sejumlah objek tertentu.Underwritingpada umumnya meramalkan kemungkinan menderita kerugian ini berdasarkan apa yang terjadi masa lalu.

2. Tingkat resiko (degree of risk).

Yaitu ketidakpastian atas kerugian pada masa datang yang biasanya sulit untuk diramalkan. Tingkat resiko ini seringkali dicampur adukkan dengan kemungkinan menderita kerugian, tetapi keduanya mempunyai perbedaan pokok. 3. Hukum bilangan besar( Law of large number).

Makin banyak objek yang mempunyai resiko yang sama atau hampir sama, makin bertambah baik bagi perusahaan asuransi. Hal ini disebabkan karena

Dokumen terkait