• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Metode Pengujian Unit/Sistem MQL Hasil Pengembangan

Bahan

Adapun kebutuhan bahan untuk pengujuan unit/sistem MQL hasil pengembangan adalah sebagai berikut :

1. Bahan AISI 4340 (50 HRC)

Dalam dunia manufaktur dikenal ada beberapa jenis pahat yang digunakan pada proses pemotongan benda kerja. Pahat yang digunakan didasarkan pada pertimbangan sifat pahat sesuai dengan kebutuhan pemakaian.

Material benda uji adalah AISI 4340 baja paduan ini mampu dikeraskan antara 50 HRC pertimbangan pemilihannya adalah karena material baik digunakan pada aplikasi yang memiliki kekerasan 50 HRC. Komposisi kimia dan sifat fisika material ini dapat di lihat sebagaimana tertera pada tabel 3.7. dan 3.8 di bawah ini .

Tabel 3.11 Komposisi Kimia AISI 4340.

Tabel 3.12 Mekanikal Properties AISI 4340.

Gambar 3.25. Baja AISI 4340 2. Pahat Potong

Pahat Potong yang digunakan adalah Pahat Uncoated Carbide DCMT11T304-F2 HX 1 insert digunakan untuk memotong baja AISI 4340 dengan kekerasan 45–50 HRC dengan tujuan membuktikan performa pahat.Mode aus pahat yang terjadi di setiap kondisi pemotongan adalah aus tepi (VB) dengan kriteria umur pahat 0,23-0,309 mm.

Gambar 3.26. Pahat Uncoated Carbide 3. Pemegang Pahat (Holder)

Pemegang pahat yang digunakan adalah jenis SDJCR 1616 H 11 yang dikhususkan untuk proses bubut.

Gambar 3.27. Pemegang pahat( holder) SDJCR 1616 H 11

Tabel 3.13 Tabel Spesifikasi Pemegang pahat( holder) SDJCR 1616 H 11

4. Cairan Pedingin (Coolant)

Cairan pendingin yang dingunakan pada penelitian ini adalah ECOCUT 1012 ID gambar 3.26. yang di anjurkan untuk cutting fluid pada pemakanan logam pada pemesina keras yang dimana jenis emulsi dan baik digunakan.

Gambar 3.28. Cutting Oil Ecoconut 1020 ID

Viskositas Kinematik @ 40OC, cSt :12.80 Kepadatan @ 15 OC , g/ml :0.8509

Warna :L 1.0

Titik Nyala (COC), OC :140

Penampilan :B & C

Bau :Ringan

Sulfur :Baik

Klorin :Baik

Peralatan

Adapun kebutuhan peralatan untuk pengujuan unit/sistem MQL hasil pengembangan adalah sebagai berikut :

1. Mesin Bubut CNC (CNC Turning Machine).

Adapun mesin bubut yang digunakan adalah mesin bubut dengan jenis CNC (CNC turning mab chine) 2 axis / sumbu

Gambar 3.29. Mesin bubut CNC 2. Mikroskop Optik Digital

Mikroskop berfungsi untuk melihat, mengukur dan memperbesar penglihatan terhadap keausan pahat (VB) dari pahat sisipan yang digunakan dalam penelitian hingga pembesaran dengan rentang yang nantinya dipilih antara

gambar 3.6 di bawah ini:

Gambar 3.30. Mikroskop Dino-Lite.

3. Surface Profilometer.

Surface Roughness Tester adalah alat pengukuran kekasaran permukaan.

Setiap permukaan dari sebuah benda memiliki beberapa bentuk yang beraneka ragam menurut strukturnya maupun dari hasil proses produksinya. Roughness atau kekasaran didefinisikan sebagai ketidak halusan bentuk yang menyertai proses produksi yang disebabkan oleh pengerjaan mesin. Nilai kekasaran dinyatakan dalam Roughness Average (Ra). Ra merupakan parameter kekasaran yang paling banyak digunakan secara internasional. Ra diartikan sebagai rata-rata aritmatika dan penyimpangan mutlak profil kekasaran dari garis tengah rata-rata.

Gambar 3.31. Surface Profilometer 3.5 Rancangan Percobaan

Pada desain percobaan ada tiga final yang dilakukan, pertama menemukan 5 kondisi pemotongan potensial sebagai rekomendasi ISO 3685 di bawah kriteria daya pemotongan yang rendah lebih diharapkan dan permukaan akhir dari putaran halus (Ra <3,2 mikron). Ketika eksperimen dijalankan dalam pembubutan, kondisi pemotongan (v, f, a) menjadi variabel independen, sedangkan daya pemotongan (P), keausan sisi (VB) dan kekasaran permukaan (dalam parameter Ra) akan menjadi variabel respons.

Pengukuran keausan sisi dilakukan menggunakan mikroskop Dino-lite tipe AM 4515 dan AM 7915. Mikroskop ini dipasang ke komputer pribadi dan dilengkapi dengan perangkat lunak Dino-Capture. Pengukuran keausan sisi dilakukan setelah panjang pembubutan 200 mm untuk setiap kondisi pemotongan yang diuji. Untuk kekasaran permukaan, stylus profilometer mitutoyo SJ-210 digunakan sesuai standard ISO 1997 dimana kecepatan gerak stylus 0,25 m/s panjang cut-off tetap 0,8 mm dan panjang evaluasi 4 mm.

Kedua menemukan kondisi pemotongan optimal dalam kisaran kondisi pemotongan potensial. Untuk itu metode Taguchi diadopsi untuk desain percobaan

sistematis, dan telah banyak digunakan untuk menentukan kondisi optimal dalam aplikasi teknik.

Dalam metode Taguchi, penyimpangan antara nilai-nilai eksperimental dan nilai-nilai yang diinginkan dihitung menggunakan fungsi kerugian yang kemudian dikonversi menjadi rasio sinyal-noise (S/N). Ada 3 (tiga) karakteristik dalam analisis rasio S / N: (Nominal the best) nominal-yang-terbaik, (smaller is better) lebih kecil-lebih baik, dan(The large is better) lebih besar-lebih baik. Sebagai variabel respon dalam penelitian ini adalah daya pemotongan (P), keausan sisi (VB sedang) dan kualitas permukaan halus (dalam parameter Ra), sehingga penerapan rasio Taguchi S / N dalam penelitian ini adalah pada meminimalkan keausan sisi dan kekasaran permukaan. Untuk tujuan tersebut, karakteristik kualitas yang lebih rendah lebih baik digunakan dan persamaan matematika untuk itu dapat diberikan sebagai berikut:

πœ‚ = βˆ’10 log [𝑛1βˆ‘π‘›π‘–=1𝑦𝑖2]

di mana yi adalah data yang diamati pada percobaan ke-i dan n adalah jumlah pengamatan dari eksperimen.

Pekerjaan eksperimental dilakukan hanya untuk kondisi pemotongan optimal dan uji belok dilakukan hingga lebar keausan sisi VB ~ 0,25 mm (panjang pemotongan 200 mm tidak ada lagi). Durasi pemotongan atau masa pakai alat hingga VB ~ 0,25 mm tercapai dicatat. Kekasaran permukaan dalam parameter Ra diukur pada setiap lintasan balik hingga VB ~ 0,25 mm.

NO Faktor Level 1 Level 2 1 v (laju pemotongan ) (m/min) 90 120

2 f (pemakanan mm/rev) 0.1 0.2

3 a (kedalaman potong) (mm) 0.5 0.25 4 CT (Kondisi Pemotongan) DRY MQL

Tabel 3.15 Jumlah percobaan untuk percobaan.

No V F A CT

1 90 0.1 0.25 DRY

2 90 0.1 0.5 MQL

3 90 0.2 0.25 MQL

4 90 0.2 0.5 DRY

5 120 0.1 0.25 MQL

6 120 0.1 0.5 DRY

7 120 0.2 0.25 DRY

8 120 0.2 0.25 MQL

Gambar 3.32. Kerangka Konsep Penelitian

59

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Merancang dan Mengembangkan Unit/ Sistem MQL

4.1.1. Proses Perancangan

Perancangan sistem diperlukan agar mengetahui input pada sistem yang dibuat dan sesuai dengan tujuan penelitian sebagai pengitim perintah ke sensor, mikrokontroler Arduino Uno, Sensor Infrared (IR), Sensor Transmitter Pressure Transducer dan Solenoid Valve. Gambar 4.1 menunjukkan bagan perancangan sistem alat:

Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem Alat

Keterangan blok diagram sistem:

1. Pada alat diberi masukan catu daya sehingga sistem otomatisasi aktif.

2. Input dari sistem yang dirancang merupakan Sensor Infrared (IR)yang digunakan untuk mengukur pemotongan pada jarak tertentu yang diletakkan disekitar area pemotongan.

3. Push button solenoid valve digunakan untuk mengontrol buka tutup dari solenoid valve 12V sebagai katup udara bertekanan dan push button LCD untuk on/off LCD 16x2.

4. Potensio berfungsi sebagai mengatur cooland yang akan di gunakan pada saat pemotongan.

5. Lam indikator berfungsi sebagai tanda bahwa sistem MQL sedang berkerja.

6. Arduino Uno sebagai pengolah data.

7. LCD (Liquid Crystal Display 16x2 untuk menampilkan output digital data mikrokontroler .

8. Relay pada alat berfungsi untuk mengendalikan solenoid valve dengan arduino.

9. Sensor Transmitter Pressure Transducer berfungsi membaca tekanan udara yang akan di keluarkan dan akan di tampilkan di LCD.

10. Power supply berfungsi sebagai pengubah arus dari AC ke DC dan akan di distribusikan Ke seluruh komponen .

Perancangan skematik alat bertujuan untuk menyusun perangkat elektronis yang dipasang pada alat, implementasi dari perancangan skematik nantinya

berhubungan dengan kelistrikan alat sehingga dapat bekerja dengan semestinya.

Gambar 4.1 menunjukkan skematik rangakaian alat yang dibangun.

Ada pun Gambar perancangan dari Sistem dan unit MQL dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Sistem MQL 4.1.2. Proses Perakitan

1. Merakit Sistem Pengatur Cooland

Pada Gambar 4.3 adalah untuk pengatur cooland atau cairan yang akan di gunakan pada saat pemotongan adapun langkah kerja nya adalah yang mengatur cairan potensio yang di hubungan dengan relay kemudian relay akan terkoneksi oleh arduino dan akan di tampilan di LCD.

Gambar 4.3 Sistem Cooland 2. Merakit Sistem Pengatur Tekanan Udara

Pada Gambar 4.4 adalah pembacaya tekanan udara serta pengatur udara yang akan di gunakan pada saat pemotongan yang dimana sistem kerja nya yang dimana udara dari kompresor akan di alirkan ke air tac yang telah tersambung Sensor Transmitter Pressure Transducer 12 Mpa DC 5V G14 yang sudah terkoneksi ke sistem arduino dan hasil pembayaan daya akan di tampilkan di layar LCD selanjutkan tekanan udara yang sudah di ketahui akan di teruskan ke nozzel .

Gambar 4.4 Sistem Pressure

3. Merakit Sistem Pembacaan Daya

Pada Gambar 4.5 adalah sistem pembacaan daya yang akan di gunakan pada saat pemotongan berlangsung , adapun cara kerja nya adalah daya pada sistem CNC akan di alirkan ke sistem pembayaan daya kemudian di sambungan ke arduino kemudian daya pada saat pemotongan akan di tampilkan pada layar LCD

Gambar 4.5 Sistem pembacaan Daya 4. Merakit Box

Pada Gambar 4.6 adalah box yang berfungsi alat sepeti liquid tank, katup-katup, regulator layar LCD, tombol bottom , dan sebagainya.

Gambar 4.6 Panel Kelistrikan

5. Merakit LCD

Pada Gambar 4.7. adalah LCD yang berfungsi menampilkan data dari MQL

Gambar 4.7 LCD 6. Merakit Power suplay

Pada Gambar 4.8 adalah power suplay yang digunkan untuk menggubah arus AC ke DC.

Gambar 4.8 Power suplay 7. Lamp Indikator

Pada Gambar 4.9 adalah Lamp Indikator yang berfungsi Sebagai tanda untuk yang berwarna hijau sebagai tanda sistem MQL sedang berkerja dan untuk lampu yang berwarna merah sebagai tanda peringatan kerusakan Pada Sistem MQL yang sedang berlangsung.

Gambar 4.9 Lamp Indikator 8. Merakit Injektor FGMI Pada Mist Coolant Spray

Pada Gambar 4.10 adalah injektor FGMI pada Mist Coolant Spray yang berfungsi untuk menggalirkan cairan dari Filter Housing ke mist cooldant yang dimana akan terjadi pencampuran cairan dengan udara sebelum di alirkan ke nozzel

Gambar 4.10 Injektor FGMI Pada Mist Coolant Spray 9. Merakit Sensor Infrared

Pada Gambar 4.11 adalah Sensor Infrared yang berfungsi untuk menggatur sistem MQL adapun sensor akan di pasang di hoolder dan di buat casing dengan cara membuat cetakakan di besi siku kemuadian akan di siram Resin untuk melindungi sendor .

Gambar 4.11 Sensor Infrared

10. Merakit Kompresor

Pada Gambar 4.12 adalah proses perakitan kompresor yang dimana kompresor akan mengalirkan tekanan udara ke setiap komponen.

Gambar 4.12 Merakit Kompresor 4.1.3. Konfigurasi MQL Hasil Pengembangan

4.1.3.1. Konfigurasi sistem Cooland

Sistem akusisi data menggunakan control-micro atmel 2560 yang disediakan oleh board Arduino Mega. Model pembacaan yang digunakan adalah bahasa pemrograman C dengan gabungan bahasa arduine IDE.

Gambar 4.13 Rangkaian Pengatur Cooland

Gambar 4.2 adalah rangkaian instrument pada papan pcb modul Pengatur banyaknya Cooland yang akan di gunakan sesuai kebutuhan yang dimana sumber tegangan dari power supply distabilkan dengan IC TIP3055 .Pada rangkaian diatas simulasi yang mengalir dari generator ke motor diukur menggunakan sensor ACS 712 secara real time, keluaran signal dari sensor dibaca oleh mikro kontrol dalam format

binary, data yang diterima dikonversikan ke dalam string dan disimpan kedalam ms.excel.

4.1.3.2. Konfigurasi Sistem Flow Meter

Sistem akusisi data pembacaan flow meter menggunakan control-micro Atmel 2560 yang disediakan oleh board Arduino Mega. Model pembacaan yang digunakan adalah bahasa pemrograman C dengan gabungan bahasa arduine IDE.

Gambar 4.14 Rangkaian kontrol-micro Pengukur TekananUdara 4.1.3.3. Konfigurasi Sietem Pembacaan Daya

Sistem akusisi data pembacaan daya menggunakan control-micro Atmel 2560 yang disediakan oleh board Arduino Mega. Model pembacaan yang digunakan adalah bahasa pemrograman C dengan gabungan bahasa arduine IDE.

Gambar 4.15 Papan sirkuit kontrol-mikro untuk pengukur daya.

Gambar 4.16 sumber tegangan dari power supply distabilkan dengan IC TIP3055 sebelum masuk ke sensor acs 712. Pada rangkaian diatas simulasi generator menggunakan arus 3 phasa untuk memutar motor induksi 3 phasa, arus yang mengalir dari generator ke motor diukur menggunakan sensor ACS 712 secara realtime, keluaran signal dari sensor dibaca oleh mikro kontrol dalam format binary, data yang diterima dikonversikan ke dalam string dan disimpan kedalam ms.excel.

4.1.3.4. Konfigurasi sistem Sensor (Sensor Infrared Fc-51)

Gambar 4.17 Papan Sirkuit Kontrol-Mikro

Gambar 4.6 adalah rangkaian instrument pada papan pcb modul pembacayaan Sensor Infrared Fc-51. sumber tegangan dari power supply distabilkan dengan IC TIP3055 sebelum masuk ke sensor Sensor Infrared Fc-51. sensor Sensor Infrared Fc-51 akan terhubung ke Arduino serta akan mengatur sistem kerja MQL.

Gambar 4.18 Sensor Infrared Fc-51 4.1.4. Kalibrasi Kapasitas Dan Tekanan Operasional Unit MQL

Kalibrasi alat digunakan untuk mengetahui keakuratan alat pada saat mengukur, kalibrasi dilakukan dengan model peerbandingan alat ammeter terstandard, data yang didapat pada ammeter dan pada alat pengukur daya disajikan dalam bentuk Tabel 4.1

Tabel 4.1 Kalibrasi

Computer Time Timer Date flow power pressure

10:29:35 37775,31 25/02/2021 50 125,16 0,15

10:29:36 37776,42 25/02/2021 50 126,32 0,15

10:29:37 37777,53 25/02/2021 50 125,16 0,15

10:29:38 37778,64 25/02/2021 50 125,16 0,15

10:29:39 37779,76 25/02/2021 45 125,16 0,15

10:29:40 37780,86 25/02/2021 50 125,16 0,15

10:29:41 37781,97 25/02/2021 50 126,32 0,15

10:29:43 37783,10 25/02/2021 50 125,16 0,15

10:29:44 37784,20 25/02/2021 50 125,16 0,15

10:29:45 37785,31 25/02/2021 45 122,82 0,15

10:29:46 37786,42 25/02/2021 50 126,32 0,15

4.1.5. Instalasi Pada Mesin Perkakas

Pada Gambar 4.19 adalah Unit dan Sistem MQL yang di mana akan di jelas kan satu - persatu dalam proses instalasi.

Gambar 4.19 Unit dan Sistem MQL 1. Instalasi Pembacaan Daya

Pada Gambar 4.19 adalah instalasi Pembacaan daya yang dimana akan di sambungkan ke daya Mesin CNC kemudian tersambung ke rangkaian pembacaan daya saat

pemotongan berlangsung

kemudian akan di baca oleh arduino yang sudah di sambungkan ke komputer dan di baca oleh PLQ data .

Gambar 4.20 Gambar Pembacaan Daya 2. Instalasi Nozzel

Pada Gambar 4.21. adalah instalasi nozzel yang sudah di pasang yang di mana jarak antara nozzel dengan mata pahat/benda kerja konstan setiap pemotongan yaitu 20 mm.

Gambar 4.21 Instalasi Nozzel 3. Instalasi Sensor Infrared Fc-51

Pada Gambar 4.22. adalah pemasang sensor infrared ke tool hoolder

Gambar 4.22 Sensor Infrared Fc-51 4.2. Aplikasi Unit MQL Pada Proses Pemesinan Keras

Pengujian MQL pada ketermesinan dilanjutkan pada kondisi pemotongan operasional dengan rancangan percobaan metode taguchi. Dari kondisi pemotongan operasional, dipilih nilai laju pemotongan (90,120,) m/min, 2 nilai pemakanan (0,1 dan 0,2) mm/rev, dan 2 nilai kedalaman potong (0,1dan 0,2) yang diujikan terhadap 2 jenis pemotongan tidak menggunakan dan menggunakan MQL (DRY DAN MQL) sehingga memenuhi rancangan percobaan Taguchi (2) atau Taguchi L8. Pengujian ketermesinan dengan metode ini dilakukan terhadap 3 variable respon yaitu VB, Ra, P manakala kriteria pengujian masih dengan pengujian penetapan kondisi pemotongan operasional.

Namun demikian, pada pengujian kali ini dilakukan secara intensif dengan memperhatikan keterulangan ( presisi) data sehingga pengujian dilakukan sekurangnya 3 kali untuk setiap kondisi pemotongan yang sama. Hasil pengujian adalah sebagaimana di tunjukan pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil Dari Pelaksanaan Pengujian Pemesinan Material AISI 4340.

4.2.1. Data Pengujian Pahat Karbida Pada Pemesinan Keras ( Pemesinan Kering Dan Aplikasi MQL)

4.2.1.1 Aus pahat

Hasil pengujian yang dilakukan pada pahat uncoated carbide pada pemesinan dengan kondisi pemotongan Dry dan MQL yang tersaji pada Table 4.1 dan hasil dari kinerja pemotongan disajikan dalam bentuk plot histogram, kondisi pemotongan vs keausan sisi (flank wear) disajikan dalam Gambar 4.1. Diagram batang biru dengan kode (A) pada Gambar 4.1 adalah identitas dari kondisi pemotongan DRY dan diagram dengan MQL adalah identitas dari pemotongan Keausan yang terjadi pada pahat uncoated carbide pada kondisi pemotongan kering (DRY) lebih tinggi dibandingkan dengan dengan keausan pada kondising pemotong basah (MQL) , hasil dari pengukuran pahat potong yang dilakukan pada mikroskop digital disajikan pada Gambar 4.24. Pada gambar tersebut pahat yang ditampilkan adalah pahat dengan keausan maksimum pada 4 kondisi pemotongan yaitu : laju pemotongan (v) (90)m/menit, pemakanan (0,1 dan 0,2) mm/rev dan kedalaman potong (0,1 dan 0,2)mm.

(A)

Gambar 4.23 Diagram keausan pahat a Kondisi Pemotongan Dry (v 90m/min, f 0.1 mm/rev,a 0.25) dan kondisi Pemotongan MQL Run (90m/min, f 0.1 mm/rev,a 0.5)

0 100 200 300 400 500 600 700

0 50 100 150 200 250

flank wear (VB) (Micron

Cuttig Light

DRY

Initial wear Gradual Wear sudden Wear

Kondisi

Gambar 4.24 Hasil pengamatan microscope membangdingkan aus tepi yang dialami dengan komdisi pemotongan kering (DRY) dan basah (MQL )

Dari diagram pada Gambar 4.24 terlihat bahwa aus tepi yang dialami kondisi pemotongan (DRY) Pada semua kondisi pemotongan 1 s/d 4 lebih besar dari yang

dialami dari kondisi pemotongan basah (MQL ). Pengamatan yang dilakukan dan ditunjukan oleh foto microscope pada memberi bukti bahwa secara fisik mata pahat dalam kondisi pemotongan kering (DRY) memang benar mengalami keausan.

4.2.1.2. Kekasaran permukaan (Ra)

Nilai akhir dari produk pemesinan salah satunya ditentukan oleh parameter kekasaran permukaan (Ra). Pada dasarnya nilai Ra yang semakin kecil menyatakan semakin bagus/baik.Hasilpengujian dari kondisi pemotongan vs kekasaran permukaan (Ra) disajikan dengan histogram pada Gambar 4.25. dimana kondisi pemotongan basah (MQL) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kondisi pemotongan kering (DRY).Proses pengambilan data hasil kekasaran permukaan dilakukan pada pemotongan sepanjang 200 mm .

A

Gambar 4.25 Diagram kekasaran permukaan (Ra) A Kondisi Pemotongan Dry (v 90m/min, f 0.1 mm/rev,a 0.25) dan B kondisi Pemotongan MQL Run (90m/min, f

0.1 mm/rev,a 0.5) 4.2.1.3. Daya pemesinan (P)

Selain umur pahat potong dan kekasaran permukaan konsumsi daya pemotongan P adalah bagian dari ketermesinan yang di perhitungkan. Factor kindisi Pemotongan (Dry) dan kindisi Pemotongan (Mql) terhadap kondisi pemotongan disajikan dengan grafik histogram pada Gambar 4.26. Pada keausan pahat (VB) dan kekasaran permukaan (Ra). Pada parameter untuk konsumsi daya pemotongan, pada daya kondisi pemotonganbasah (Mql) memiliki hasil yang lebih unggul dengan kondisi pemotongan kering (Dry). Nilai P yang dicatat oleh konsisi pemotongan basah (Mql) menunjukan perbedaan angka yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kondisi pemotonga kering (Dry) disajikan dalam Table 4.2.

A

B

Gambar 4.26 Diagram Daya pemotongan (P) A Kondisi Pemotongan Dry (v 90m/min,f 0.1 mm/rev,a 0.25) dan B kondisi Pemotongan MQL Run (90m/min, f 0.1 mm/rev,a

0.5)

Dari beberapa parameter pengamatan karakterisasi performa ketermesinan dengan pengukuran yang dilakukan secara sederhana menyatakan bahwa kondisi Pemotongan basah (MQL) lebih unggul dibandingkan dengan kindisi Pemotongan

kondisi pemotongan basah (DRY) untuk hasil dari keausan pahat (VB) dan kekasaran permukaan (Ra), namun demikian data yang didapatkan akan di anasila kembali menggunakan model matematik signal noise ratio dan anova (analisis of varian) untuk membuktikan keabsahan dari beberapa factor respon setiap kondisi pemotongan optimum.

4.2.2. Analias Statistik Data Pengujian

1. Respon VB, Ra, P untuk pahat Kondisi Pemotongan Kering (DRY) dan Basah (MQL)

Seperti disebutkan pada sub-bab sebelumnya analisa data menggunakan pendekatan S/N ratio (signal to noise ratio) dan Anava (analisis varian) untuk menemukan kondisi pemotongan yang optimal. Sebelum melakukan analisa S/N ratio dan Anava maka terlebih dahulu dilakukan analisi data untuk menguji keseragaman data yang diperoleh dengan uji probabilityyang hasilnya disajikan dalam plot pada Gambar 4.27,4.28 dan 4.29. Fungsi dari uji probability adalah meguji apakah data experimental diterima kedalaman kelompok data homogen.

Dapat dilihat pada Gambar 4.7. Untuk respon VB bahwa data (titik biru) berada dalam kisaran mengikuti garis diagonal lurus.

Keadaan data disekitar garis diagonal dan AD (Anderson Darling) dan nilai P menunjukkan bahwa distribusi data yang dihasilkan dari experimen adalah sahih dan dapat diterima untuk pengembangan model matematika dan pengoptimalan.

Probability data untuk respon VB, Ra dan P semuanya dapat diterima dan dapat digunakan pada analisa selanjutnya yaitu S/N ratio maupun analisa ANAVA (Analisis Varian).

Gambar 4.27 Plot probability data VB keausan pahat kondisi pemotongan DRY dan MQL

Gambar 4.28 Plot probability data respon Ra (Kekasaran Permukaan) Kondisi pemotongan DRY dan MQL

500

Gambar 4.29 Plot probability data repon P (Daya Pemotongan) kondisi pemotongan DRY dan MQL

4.2.2. Kondisi Pemotongan Untuk Performa Optimal Pahat Pada Respon Aus Pahat,Permukaan,Dan Daya Pemesinan

Setelah data diuji dengan probability selanjutnya data dianalisis menggunakan perhitungan S/N ratio untuk variable respon VB, Ra dan P. Dikarenakan kondisi pemotongan optimum ditunjukkan untuk pahat potong cermet yang digunakan berada pada grade medium finish maka Taguchi S/N dilakukan dengan analisa design β€œsmaller is better” dimana hasil yang semakin kecil semakin baik diadopsi untuk digunakan pada VB, Ra dan P. Model ini dipilih dikarenakan memenuhi persyaratan untuk lebar aus pahat VB yang tidak lebih dari 0.3 mm dan kekasaran permukaan Ra dibawah dari 3,2 mikron, mengacu pada standard ISO 3685 dimana disebutkan pengujian umur pahat potong tidak lebih 15 menit dan kekasaran permukaan yang dapat di terima adalah Ra

<3,2 mikron.

Tabel 4.3 Nilai S/N ratio dari semua variable pemotongan ( VB, Ra, P)

No

Kode variabel dan level Nilai

S/N Nilai S/N Nilai

-47.4214 -1.44500 -52.2298

3 90 0.2 0.25 MQL

-48.7550 -13.6663 -51.9335

4 90 0.2 0.5 DRY

-49.2779 -12.7857 -54.8251

5 120 0.1 0.25 MQL

-47.1967 -5.60701 -51.3833

6 120 0.1 0.5

Tabel 4.4 S/N rasio Respon VB pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -48.83 -48.49 -48.47 -49.17 2 -49.03 -49.38 -49.39 -48.70 Delta 0.20 0.89 0.92 0.47 Rank 4 2 1 3

Tabel 4.5 S/N rasio Respon Ra pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -8.176 -4.011 -9.384 -8.808 2 -9.725 -13.890 -8.517 -9.093 Delta 1.549 9.879 0.867 0.285 Rank 2 1 3 4

Tabel 4.6 S/N rasio Respon P pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -52.80 -52.72 -52.53 -54.17 2 -54.08 -54.16 -54.35 -52.71 Delta 1.27 1.43 1.82 1.46 Rank 4 3 1 2

Hasil dari perhitungan S/N ratio menggunakan Persamaan 1 (Taguchi Smaller Is Better), untuk variable respon VB, Ra dan P disajikan Pada Tabel 4.3. Selanjutnya untuk responS/N ratio pada Tabel 4.4, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 adalah respon yang digunkan untuk menaganalisa dari efek masing-masing variabel bebas (v, f, a) pada respon VB, Ra dan P. Masing-masing nilai level variabel independen VB, Ra dan P sperti table 4.2 dan tabel 4.3 disajikan dalam bentuk grafik plot (main effects plot for S/N ratios) pada gambar 4.5, gambar 4.6 dan gambar 4.7. Dalam hal ini , level terbaik untuk untuk setiap variable bebas yang dikaitkan dengan S/N ratio tertinggi dan ditunjukkan dengan nilai yang dicetak tebal pada Table 4.3, Table 4.4 dan Table 4.5. Untuk penjelasan ini, level dan nilai S/N untuk variabelbebas yang memberikan nilai VB optimal untuk semua level berada pada CE (level 1, S/N 49,17) yang kedua v ( level, S/N 46,83) ketiga a (level 2, S/N 49,39) dan terakhir ada f (level 2, S/N 49,39) (lihat Table 4.3). Selanjutnya untuk variabel independen yang memberikan nilai kekasaran permukaan Ra optimal pertama berada di f (level 2, S/N -13.890) yang kedua pada v ( level 2, S/N -9,725) ketiga a (level 1, S/N -9.093) dan terakhir ada pada CE ( level 1, S/N -8,808) (lihat Table 4.4). Untuk variabel bebas yang memberikan nilai kekasaran permukaan P optimal pertama berada di a ( level 2, S/N 54.35) kedua pada f (level 2, S/N 54.16) ketiga pada CE (level 1, S/N -54,17)dan terakhir pada v (lavel 1, S/N -52,80) ( lihat Table 4.5). untuk menyatakan

kondisi optimal ini dengan cara yang berbeda, (lihat gambar 4.10) .

a. Plot pengaruh nilai S/N dan optimasi

Gambar 4.30 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai VB

Gambar 4.31 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai Ra

Gambar 4.32 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai P

1. Nilai kondisi pemotongan optimum terhadap respon VB, Ra, dan P

Pada Table 4.9 dapat dilihat bahwa kondisi pemotongan basah (MQL) memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi pemotongan kering (DRY).Hasil optimum secara analisa S/N ratio yang didapat pada nilai VB yaitu v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm. Untuk hasil optimum pada nilai Ra 1.181 terdapat pada nilai v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm dan pada kondisi pemotongan basah (MQL). Selanjutnya untuk optimasi nilai P terdapat pada nilai v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm. Untuk itu, analisa statistik lain digunakan untuk menganalisan efek variabel independen (v, f, a) pada variabel respon VB, Ra dan P yaitu ANAVA.

a. Analisis Varian

Hasil analisis ANOVA untuk ketiga variabel respon disajikan dalam bentuk

Hasil analisis ANOVA untuk ketiga variabel respon disajikan dalam bentuk

Dokumen terkait