• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Aplikasi Unit MQL Pada Proses Pemesinan Keras

4.2.2. Kondisi Pemotongan Untuk Performa Optimal Pahat Pada

Setelah data diuji dengan probability selanjutnya data dianalisis menggunakan perhitungan S/N ratio untuk variable respon VB, Ra dan P. Dikarenakan kondisi pemotongan optimum ditunjukkan untuk pahat potong cermet yang digunakan berada pada grade medium finish maka Taguchi S/N dilakukan dengan analisa design “smaller is better” dimana hasil yang semakin kecil semakin baik diadopsi untuk digunakan pada VB, Ra dan P. Model ini dipilih dikarenakan memenuhi persyaratan untuk lebar aus pahat VB yang tidak lebih dari 0.3 mm dan kekasaran permukaan Ra dibawah dari 3,2 mikron, mengacu pada standard ISO 3685 dimana disebutkan pengujian umur pahat potong tidak lebih 15 menit dan kekasaran permukaan yang dapat di terima adalah Ra

<3,2 mikron.

Tabel 4.3 Nilai S/N ratio dari semua variable pemotongan ( VB, Ra, P)

No

Kode variabel dan level Nilai

S/N Nilai S/N Nilai

-47.4214 -1.44500 -52.2298

3 90 0.2 0.25 MQL

-48.7550 -13.6663 -51.9335

4 90 0.2 0.5 DRY

-49.2779 -12.7857 -54.8251

5 120 0.1 0.25 MQL

-47.1967 -5.60701 -51.3833

6 120 0.1 0.5

Tabel 4.4 S/N rasio Respon VB pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -48.83 -48.49 -48.47 -49.17 2 -49.03 -49.38 -49.39 -48.70 Delta 0.20 0.89 0.92 0.47 Rank 4 2 1 3

Tabel 4.5 S/N rasio Respon Ra pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -8.176 -4.011 -9.384 -8.808 2 -9.725 -13.890 -8.517 -9.093 Delta 1.549 9.879 0.867 0.285 Rank 2 1 3 4

Tabel 4.6 S/N rasio Respon P pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -52.80 -52.72 -52.53 -54.17 2 -54.08 -54.16 -54.35 -52.71 Delta 1.27 1.43 1.82 1.46 Rank 4 3 1 2

Hasil dari perhitungan S/N ratio menggunakan Persamaan 1 (Taguchi Smaller Is Better), untuk variable respon VB, Ra dan P disajikan Pada Tabel 4.3. Selanjutnya untuk responS/N ratio pada Tabel 4.4, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 adalah respon yang digunkan untuk menaganalisa dari efek masing-masing variabel bebas (v, f, a) pada respon VB, Ra dan P. Masing-masing nilai level variabel independen VB, Ra dan P sperti table 4.2 dan tabel 4.3 disajikan dalam bentuk grafik plot (main effects plot for S/N ratios) pada gambar 4.5, gambar 4.6 dan gambar 4.7. Dalam hal ini , level terbaik untuk untuk setiap variable bebas yang dikaitkan dengan S/N ratio tertinggi dan ditunjukkan dengan nilai yang dicetak tebal pada Table 4.3, Table 4.4 dan Table 4.5. Untuk penjelasan ini, level dan nilai S/N untuk variabelbebas yang memberikan nilai VB optimal untuk semua level berada pada CE (level 1, S/N 49,17) yang kedua v ( level, S/N 46,83) ketiga a (level 2, S/N 49,39) dan terakhir ada f (level 2, S/N 49,39) (lihat Table 4.3). Selanjutnya untuk variabel independen yang memberikan nilai kekasaran permukaan Ra optimal pertama berada di f (level 2, S/N -13.890) yang kedua pada v ( level 2, S/N -9,725) ketiga a (level 1, S/N -9.093) dan terakhir ada pada CE ( level 1, S/N -8,808) (lihat Table 4.4). Untuk variabel bebas yang memberikan nilai kekasaran permukaan P optimal pertama berada di a ( level 2, S/N 54.35) kedua pada f (level 2, S/N 54.16) ketiga pada CE (level 1, S/N -54,17)dan terakhir pada v (lavel 1, S/N -52,80) ( lihat Table 4.5). untuk menyatakan

kondisi optimal ini dengan cara yang berbeda, (lihat gambar 4.10) .

a. Plot pengaruh nilai S/N dan optimasi

Gambar 4.30 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai VB

Gambar 4.31 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai Ra

Gambar 4.32 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai P

1. Nilai kondisi pemotongan optimum terhadap respon VB, Ra, dan P

Pada Table 4.9 dapat dilihat bahwa kondisi pemotongan basah (MQL) memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi pemotongan kering (DRY).Hasil optimum secara analisa S/N ratio yang didapat pada nilai VB yaitu v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm. Untuk hasil optimum pada nilai Ra 1.181 terdapat pada nilai v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm dan pada kondisi pemotongan basah (MQL). Selanjutnya untuk optimasi nilai P terdapat pada nilai v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm. Untuk itu, analisa statistik lain digunakan untuk menganalisan efek variabel independen (v, f, a) pada variabel respon VB, Ra dan P yaitu ANAVA.

a. Analisis Varian

Hasil analisis ANOVA untuk ketiga variabel respon disajikan dalam bentuk tabel 4.10 s/d 4.11 dibawa ini.

Tabel 4.10 Hasil ANOVA respon dari VB terhadap v,f, a, dan CE (kondisi pemotonga)

Source DF Seq SS Contribution Adj SS Adj MS F-Value P-Value

Tabel 4.11 Hasil ANOVA respon dari Ra terhadap v,f,a, dan CE (kondisi pemotongan)

Source DF Seq SS Contribution Adj SS Adj MS F-Value P-Value

Tabel 4.12 Hasil ANOVA respon dari P terhadap v,f,a, CE (kondisi pemotongan)

Source DF Seq SS Contribution Adj SS Adj MS F-Value P-Value CE,konstribusi tertinggi pada a yaitu sebesar 13,24% . Dalam hal respon Ra dari Tabel 4.11 menunjukkan kontribusi tertinggi adalah f 92,14% . Dan untuk respon P dari hasil analisis ANAVA pada Tabel 4.12 menunjukkan contribusi tertinggi adalah v

35,88%. Dari beberapa data yang dihasilkan analisa ANAVA dan S/N ratio ini sangat

menyakinkan bahwa perbedaan kondisi pemotongan sangat berpengaruh terhadap a .Pada analisa Taguchi S/N ratio dinyatakan bahwa factor utama yang mempengaruhi VB adalah v 49,39 dan ditunjukkan oleh CE 49,17 (kondisi pemotongan ). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi VB adalah kondisi pemotongan .

Untuk respon Ra pada analisa S/N ratio memberikan nilai kontribusi terbesar adalah f hal ini juga serupa dengan analisa ANAVA bahwa contribusi terbesar adalah f, jadi bisa disimpulkan bahwa pengaruh respon Ra adalah f. Pada respon P pada analisa S/N ratio memberikan nilai kontribusi terbesar adalah v hal ini juga serupa dengan analisa ANAVA bahwa kontribusi terbesar adalah v, jadi bisa disimpulkan bahwa pengaruh respon P adalah v hal ini sama dengan Ra. Terlepas dari itu perlu di pahami perbedaan daya pemotongan antara kondisi pemotongan kering dan kondisi pemotongan basah tidak begitu jauh.

4.3. Kondisi pemotongan optimum

Perbandingan karakteristik/performa pahat pada kondisi pemotongan Dry dan Mql

4.3.1. Mekanisme aus pahat

Mode aus pahat yang terjadi pada setiap kondisi pemotongan dalam setiap proses pembubutan diukur dan diamati, pengukuran untuk kinerja pahat dalam setiap kinerja pembubutan di sajikan dalam bentuk plot waktu pemotongan berbanding dengan keausan sisi disajikan dalam gambar dibawah ini.

Gambar 4.33 Evolusi keausan sisi pahat pada kondisi pemotongan Dry dan Mql Pada Gambar 4.33 garis titik merah menunjukkan batas perkembangan keausan sisi pahat potong. Yang dilingkarin berwarna merah menunjukkan identitas dari pahat pada kondisi pemotongan Mql dimana memiliki lebih panjang untuk keausan sisi pahatnya, sedangkan untuk yang dilingkarin dengan warna biru menunjukkan identitas dari pahat kondisi pemotongan Dry lebih rendah dari kondisi pemotongan Mql,batas perkembangan keausan tepi (VB) pada Dry diamati sampai ~250 sedangkan untuk pahat pada kondisi pemotonga Mql diamati hingga ~450 mikron.

Dimana diluar dari batas keausan yang terjadi pada pahat pada kondisi pemotongan Dry dan pahat kondisi pemotongan Mql pahat potong sudah mengalami penyerpihan (chping), dari hasil pengukuran yang dilakukan pada perkembangan aus pahat untuk pahat kondisi pemotongan Mql memiliki batas aus yang lebih baik dibandingkan dengan pahat kondisi pemotongan Dry. Bukti keausan pahat potong selanjutnya di uji dengan Mikroskop Dino-Lite untuk mempelari morflogi permukaan yang terjadi pada permukaan tepi pahat disajikan dalam gambar 4.15 dibawah ini:

Untuk mempelajari permukaan pahat yang sudah dicuci kemudian di foto yang terjadi pada permukaan tepi pahat disajikan dalam Gambar 4.34 dibawah ini:

Gambar 4.34 Pandangan samping dari permukaan tepi pahat (flank face) Pada kondisi Pemotongan Dry

Gambar 4.35 Pandangan samping dari permukaan aliran geram Geram (flank face) pada kondisi pemotongan MQL

Mikroskop Dino-Lite untuk mempelajari morfology mata potong pahat pada kondisi pemotongan Dry dan MQL sebagaimana ditunjukan pada Gambar 4.34 dan 4,35 jelas terlihat bahwa pada VB sekitar 0.25 mm terdapat mode aus yang lain yang menyertai aus tepi pada kedua pahat yaitu mode aus penyerpihan (chipping).

Penyerpihan yang menyertai aus pada mata potong pahat kondisi pemotongan Dry mengalami keausan yang lebih besar dari pahat kondisi pemotongan MQL. Hal ini membuktikan bahwa hasil pengujian pada kondisi pemotongan operasional adalah benar bahwa pahat kondisi Pemotongan Dry lebih rentan mengalami aus berbanding pahat Kondisi Pemotongan MQL .

Gambar 4.36 Pandangan Depan Dari Permukaan Aliran Geram (Rake Face) Pahat pada kondisi Pemotongan Dry

Gambar 4.37 Pandangan Depan dari permukaan aliran geram Geram (Rake Face) Pahat Pada Kondisi Pemotonga Mql

Pola keausan crater wear dan area penyerpihan untuk pahat pada kondisi pemtongan Dry yang diamati dari tampilan sisi aliran permukaan geram disajikan pada Gambar 4.34 . Area keausan sisi dapat dilihat dengan Penyerpihan (Chipping) juga diamati dan mode keausan ini proses difusi yang dimana terjadi akibat temperatur yang tinggi serta adanya aliran metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan menyebabkan tibulnya proses difusi yang akan

memodifikasi atau merusak permukaan cutting edge pahat. Situasi area chipping diamati pada area rake face pada Gambar 4.36. fenomena kerusakan yang terjadi pada area cutting edge tejadinya penyerpihan area aus dengan permukaan licin pada pahat kondidi pemotongan Dry dan terkelupasnya, untuk Pola keausan flank ware dan area penyerpihan untuk pahat pada kondisi pemotongan MQL yang diamati dari tampilan sisi aliran permukaan geram disajikan pada Gambar 4.37. mekanisme keausan pahat proses kimiawi yang dimana akibat dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar (udara dan cairan) maka penyerpihan (Chipping) juga diamati dan mode keausan ini memodifikasi atau merusak permukaan cutting edge pahat pada keausan tepi (flank ware)

Pengamatan morfologi mata potong pahat pada kodisi pemotongan Dry dan pahat pada kodisi pemotongan MQL dari permukaan aliran geram sebagaimana ditunjukan pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37 menunjukan bukti yang lebih nyata tentang keadaan aus penyerpihan. Morfology kerusakan mata potong pahat pada kodisi pemotongan Dry akibat penyerpihan lebih intensif berbanding pahat pahat pada kodisi pemotongan MQL tetapi fakta menunjukan bahwa pahat dengan kondisi pemotongan Mql lebih tangguh berbanding pahat dengan Dry .

4.3.2. Kekasaran Permukaan (Ra)

Penilaian hasil produk dari proses pembubutan pada kondisi pemotongan optimal untuk kedua Pahat potong Cermet ditentukan parameter kekasaran permukaan Ra, secara rata-rata kekasaran permukaan Ra yang dihasilkan oleh Pahat pada kondisi pemotongan MQL (1,181 mikron) jauh lebih rendah dibandingkan nilai Ra pahat pada kondisi pemotongan Dry (1,619 mikron).

4.3.3. Daya pemotongan

Pengamatan daya pemotongan termasuk pembahasan dalam aspek ketermesinan sangat dipertimbangkan pada proses pemesinan. Untuk pengukuran daya pemotongan pada proses pembubutan alat ukur yang digunakan didesain dengan menggunakan kontrol-mikro atmel 2560 dengan pembacaan real time pada mesin yang sedang berjalan. Daya yang direkam pada microcontroler disimpan dalam bentuk format file .CSV dengan demikian data di convert langsung ke ms.excel. hasil pengamatan data pada proses pembubutan dengan kondisi pemesinan yang sama disajikan pada Gambar 4.12 dibawah ini.

15:26:45 15:26:49 15:26:54 15:26:58 15:27:03 15:27:07 15:27:12 15:27:16 15:27:21 15:27:25 15:27:29 15:27:34 15:27:38 15:27:43 15:27:47 15:27:52 15:27:56 15:28:01 15:28:05 15:28:09 15:28:14

Daya (Watt)

Waktu (s)

DRY

a

Gambar 4.38 (a) Daya pemotongan pahat kondisi pemotongan DRY, (b) Daya pemotonga pahat kondisi pemotongan MQL

Grafik ini sebagai rujukan untuk membuktikan karakter pembacaan daya pemotongan pada proses pemesinan. Dari data yang didapat pada Gambar 4.38 a dan 4.38 b memberikan informasi karakter pemotongan yang sama tetapi untuk amplitude pemotongan ada perbedaan yang signifikan dimana gambar 4.16 b pahat pada kondisi pemotongan MQL daya pemotongannya sangat stabil/amplitude seragam berbeda dengan Gambar 4.16 b pada kondisi pemotongan Dry dimana amplitude tidak seragam.

Hal ini membuktikan bahwa pada proses pembubutan berjalan pemakanan pahat potong yang mengalami chiping tidak stabil pada pemotongan material.

0

16:12:14 16:12:20 16:12:25 16:12:31 16:12:36 16:12:42 16:12:47 16:12:53 16:12:59 16:13:04 16:13:10 16:13:15 16:13:21 16:13:26 16:13:32 16:13:37 16:13:43 16:13:49 16:13:54 16:14:00 16:14:05 16:14:11

Daya (Watt)

Waktu (s)

MQL

b

5. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait