• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Merancang dan Mengembangkan Unit/ Sistem MQL

4.1.5. Instalasi Pada Mesin Perkakas

Pada Gambar 4.19 adalah Unit dan Sistem MQL yang di mana akan di jelas kan satu - persatu dalam proses instalasi.

Gambar 4.19 Unit dan Sistem MQL 1. Instalasi Pembacaan Daya

Pada Gambar 4.19 adalah instalasi Pembacaan daya yang dimana akan di sambungkan ke daya Mesin CNC kemudian tersambung ke rangkaian pembacaan daya saat

pemotongan berlangsung

kemudian akan di baca oleh arduino yang sudah di sambungkan ke komputer dan di baca oleh PLQ data .

Gambar 4.20 Gambar Pembacaan Daya 2. Instalasi Nozzel

Pada Gambar 4.21. adalah instalasi nozzel yang sudah di pasang yang di mana jarak antara nozzel dengan mata pahat/benda kerja konstan setiap pemotongan yaitu 20 mm.

Gambar 4.21 Instalasi Nozzel 3. Instalasi Sensor Infrared Fc-51

Pada Gambar 4.22. adalah pemasang sensor infrared ke tool hoolder

Gambar 4.22 Sensor Infrared Fc-51 4.2. Aplikasi Unit MQL Pada Proses Pemesinan Keras

Pengujian MQL pada ketermesinan dilanjutkan pada kondisi pemotongan operasional dengan rancangan percobaan metode taguchi. Dari kondisi pemotongan operasional, dipilih nilai laju pemotongan (90,120,) m/min, 2 nilai pemakanan (0,1 dan 0,2) mm/rev, dan 2 nilai kedalaman potong (0,1dan 0,2) yang diujikan terhadap 2 jenis pemotongan tidak menggunakan dan menggunakan MQL (DRY DAN MQL) sehingga memenuhi rancangan percobaan Taguchi (2) atau Taguchi L8. Pengujian ketermesinan dengan metode ini dilakukan terhadap 3 variable respon yaitu VB, Ra, P manakala kriteria pengujian masih dengan pengujian penetapan kondisi pemotongan operasional.

Namun demikian, pada pengujian kali ini dilakukan secara intensif dengan memperhatikan keterulangan ( presisi) data sehingga pengujian dilakukan sekurangnya 3 kali untuk setiap kondisi pemotongan yang sama. Hasil pengujian adalah sebagaimana di tunjukan pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil Dari Pelaksanaan Pengujian Pemesinan Material AISI 4340.

4.2.1. Data Pengujian Pahat Karbida Pada Pemesinan Keras ( Pemesinan Kering Dan Aplikasi MQL)

4.2.1.1 Aus pahat

Hasil pengujian yang dilakukan pada pahat uncoated carbide pada pemesinan dengan kondisi pemotongan Dry dan MQL yang tersaji pada Table 4.1 dan hasil dari kinerja pemotongan disajikan dalam bentuk plot histogram, kondisi pemotongan vs keausan sisi (flank wear) disajikan dalam Gambar 4.1. Diagram batang biru dengan kode (A) pada Gambar 4.1 adalah identitas dari kondisi pemotongan DRY dan diagram dengan MQL adalah identitas dari pemotongan Keausan yang terjadi pada pahat uncoated carbide pada kondisi pemotongan kering (DRY) lebih tinggi dibandingkan dengan dengan keausan pada kondising pemotong basah (MQL) , hasil dari pengukuran pahat potong yang dilakukan pada mikroskop digital disajikan pada Gambar 4.24. Pada gambar tersebut pahat yang ditampilkan adalah pahat dengan keausan maksimum pada 4 kondisi pemotongan yaitu : laju pemotongan (v) (90)m/menit, pemakanan (0,1 dan 0,2) mm/rev dan kedalaman potong (0,1 dan 0,2)mm.

(A)

Gambar 4.23 Diagram keausan pahat a Kondisi Pemotongan Dry (v 90m/min, f 0.1 mm/rev,a 0.25) dan kondisi Pemotongan MQL Run (90m/min, f 0.1 mm/rev,a 0.5)

0 100 200 300 400 500 600 700

0 50 100 150 200 250

flank wear (VB) (Micron

Cuttig Light

DRY

Initial wear Gradual Wear sudden Wear

Kondisi

Gambar 4.24 Hasil pengamatan microscope membangdingkan aus tepi yang dialami dengan komdisi pemotongan kering (DRY) dan basah (MQL )

Dari diagram pada Gambar 4.24 terlihat bahwa aus tepi yang dialami kondisi pemotongan (DRY) Pada semua kondisi pemotongan 1 s/d 4 lebih besar dari yang

dialami dari kondisi pemotongan basah (MQL ). Pengamatan yang dilakukan dan ditunjukan oleh foto microscope pada memberi bukti bahwa secara fisik mata pahat dalam kondisi pemotongan kering (DRY) memang benar mengalami keausan.

4.2.1.2. Kekasaran permukaan (Ra)

Nilai akhir dari produk pemesinan salah satunya ditentukan oleh parameter kekasaran permukaan (Ra). Pada dasarnya nilai Ra yang semakin kecil menyatakan semakin bagus/baik.Hasilpengujian dari kondisi pemotongan vs kekasaran permukaan (Ra) disajikan dengan histogram pada Gambar 4.25. dimana kondisi pemotongan basah (MQL) memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan kondisi pemotongan kering (DRY).Proses pengambilan data hasil kekasaran permukaan dilakukan pada pemotongan sepanjang 200 mm .

A

Gambar 4.25 Diagram kekasaran permukaan (Ra) A Kondisi Pemotongan Dry (v 90m/min, f 0.1 mm/rev,a 0.25) dan B kondisi Pemotongan MQL Run (90m/min, f

0.1 mm/rev,a 0.5) 4.2.1.3. Daya pemesinan (P)

Selain umur pahat potong dan kekasaran permukaan konsumsi daya pemotongan P adalah bagian dari ketermesinan yang di perhitungkan. Factor kindisi Pemotongan (Dry) dan kindisi Pemotongan (Mql) terhadap kondisi pemotongan disajikan dengan grafik histogram pada Gambar 4.26. Pada keausan pahat (VB) dan kekasaran permukaan (Ra). Pada parameter untuk konsumsi daya pemotongan, pada daya kondisi pemotonganbasah (Mql) memiliki hasil yang lebih unggul dengan kondisi pemotongan kering (Dry). Nilai P yang dicatat oleh konsisi pemotongan basah (Mql) menunjukan perbedaan angka yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kondisi pemotonga kering (Dry) disajikan dalam Table 4.2.

A

B

Gambar 4.26 Diagram Daya pemotongan (P) A Kondisi Pemotongan Dry (v 90m/min,f 0.1 mm/rev,a 0.25) dan B kondisi Pemotongan MQL Run (90m/min, f 0.1 mm/rev,a

0.5)

Dari beberapa parameter pengamatan karakterisasi performa ketermesinan dengan pengukuran yang dilakukan secara sederhana menyatakan bahwa kondisi Pemotongan basah (MQL) lebih unggul dibandingkan dengan kindisi Pemotongan

kondisi pemotongan basah (DRY) untuk hasil dari keausan pahat (VB) dan kekasaran permukaan (Ra), namun demikian data yang didapatkan akan di anasila kembali menggunakan model matematik signal noise ratio dan anova (analisis of varian) untuk membuktikan keabsahan dari beberapa factor respon setiap kondisi pemotongan optimum.

4.2.2. Analias Statistik Data Pengujian

1. Respon VB, Ra, P untuk pahat Kondisi Pemotongan Kering (DRY) dan Basah (MQL)

Seperti disebutkan pada sub-bab sebelumnya analisa data menggunakan pendekatan S/N ratio (signal to noise ratio) dan Anava (analisis varian) untuk menemukan kondisi pemotongan yang optimal. Sebelum melakukan analisa S/N ratio dan Anava maka terlebih dahulu dilakukan analisi data untuk menguji keseragaman data yang diperoleh dengan uji probabilityyang hasilnya disajikan dalam plot pada Gambar 4.27,4.28 dan 4.29. Fungsi dari uji probability adalah meguji apakah data experimental diterima kedalaman kelompok data homogen.

Dapat dilihat pada Gambar 4.7. Untuk respon VB bahwa data (titik biru) berada dalam kisaran mengikuti garis diagonal lurus.

Keadaan data disekitar garis diagonal dan AD (Anderson Darling) dan nilai P menunjukkan bahwa distribusi data yang dihasilkan dari experimen adalah sahih dan dapat diterima untuk pengembangan model matematika dan pengoptimalan.

Probability data untuk respon VB, Ra dan P semuanya dapat diterima dan dapat digunakan pada analisa selanjutnya yaitu S/N ratio maupun analisa ANAVA (Analisis Varian).

Gambar 4.27 Plot probability data VB keausan pahat kondisi pemotongan DRY dan MQL

Gambar 4.28 Plot probability data respon Ra (Kekasaran Permukaan) Kondisi pemotongan DRY dan MQL

500

Gambar 4.29 Plot probability data repon P (Daya Pemotongan) kondisi pemotongan DRY dan MQL

4.2.2. Kondisi Pemotongan Untuk Performa Optimal Pahat Pada Respon Aus Pahat,Permukaan,Dan Daya Pemesinan

Setelah data diuji dengan probability selanjutnya data dianalisis menggunakan perhitungan S/N ratio untuk variable respon VB, Ra dan P. Dikarenakan kondisi pemotongan optimum ditunjukkan untuk pahat potong cermet yang digunakan berada pada grade medium finish maka Taguchi S/N dilakukan dengan analisa design “smaller is better” dimana hasil yang semakin kecil semakin baik diadopsi untuk digunakan pada VB, Ra dan P. Model ini dipilih dikarenakan memenuhi persyaratan untuk lebar aus pahat VB yang tidak lebih dari 0.3 mm dan kekasaran permukaan Ra dibawah dari 3,2 mikron, mengacu pada standard ISO 3685 dimana disebutkan pengujian umur pahat potong tidak lebih 15 menit dan kekasaran permukaan yang dapat di terima adalah Ra

<3,2 mikron.

Tabel 4.3 Nilai S/N ratio dari semua variable pemotongan ( VB, Ra, P)

No

Kode variabel dan level Nilai

S/N Nilai S/N Nilai

-47.4214 -1.44500 -52.2298

3 90 0.2 0.25 MQL

-48.7550 -13.6663 -51.9335

4 90 0.2 0.5 DRY

-49.2779 -12.7857 -54.8251

5 120 0.1 0.25 MQL

-47.1967 -5.60701 -51.3833

6 120 0.1 0.5

Tabel 4.4 S/N rasio Respon VB pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -48.83 -48.49 -48.47 -49.17 2 -49.03 -49.38 -49.39 -48.70 Delta 0.20 0.89 0.92 0.47 Rank 4 2 1 3

Tabel 4.5 S/N rasio Respon Ra pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -8.176 -4.011 -9.384 -8.808 2 -9.725 -13.890 -8.517 -9.093 Delta 1.549 9.879 0.867 0.285 Rank 2 1 3 4

Tabel 4.6 S/N rasio Respon P pada v,f,a dan CE (kondisi pemotongan)

Level v f a CE 1 -52.80 -52.72 -52.53 -54.17 2 -54.08 -54.16 -54.35 -52.71 Delta 1.27 1.43 1.82 1.46 Rank 4 3 1 2

Hasil dari perhitungan S/N ratio menggunakan Persamaan 1 (Taguchi Smaller Is Better), untuk variable respon VB, Ra dan P disajikan Pada Tabel 4.3. Selanjutnya untuk responS/N ratio pada Tabel 4.4, Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 adalah respon yang digunkan untuk menaganalisa dari efek masing-masing variabel bebas (v, f, a) pada respon VB, Ra dan P. Masing-masing nilai level variabel independen VB, Ra dan P sperti table 4.2 dan tabel 4.3 disajikan dalam bentuk grafik plot (main effects plot for S/N ratios) pada gambar 4.5, gambar 4.6 dan gambar 4.7. Dalam hal ini , level terbaik untuk untuk setiap variable bebas yang dikaitkan dengan S/N ratio tertinggi dan ditunjukkan dengan nilai yang dicetak tebal pada Table 4.3, Table 4.4 dan Table 4.5. Untuk penjelasan ini, level dan nilai S/N untuk variabelbebas yang memberikan nilai VB optimal untuk semua level berada pada CE (level 1, S/N 49,17) yang kedua v ( level, S/N 46,83) ketiga a (level 2, S/N 49,39) dan terakhir ada f (level 2, S/N 49,39) (lihat Table 4.3). Selanjutnya untuk variabel independen yang memberikan nilai kekasaran permukaan Ra optimal pertama berada di f (level 2, S/N -13.890) yang kedua pada v ( level 2, S/N -9,725) ketiga a (level 1, S/N -9.093) dan terakhir ada pada CE ( level 1, S/N -8,808) (lihat Table 4.4). Untuk variabel bebas yang memberikan nilai kekasaran permukaan P optimal pertama berada di a ( level 2, S/N 54.35) kedua pada f (level 2, S/N 54.16) ketiga pada CE (level 1, S/N -54,17)dan terakhir pada v (lavel 1, S/N -52,80) ( lihat Table 4.5). untuk menyatakan

kondisi optimal ini dengan cara yang berbeda, (lihat gambar 4.10) .

a. Plot pengaruh nilai S/N dan optimasi

Gambar 4.30 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai VB

Gambar 4.31 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai Ra

Gambar 4.32 Plot respon variabel S/N ratio terhadap nilai P

1. Nilai kondisi pemotongan optimum terhadap respon VB, Ra, dan P

Pada Table 4.9 dapat dilihat bahwa kondisi pemotongan basah (MQL) memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi pemotongan kering (DRY).Hasil optimum secara analisa S/N ratio yang didapat pada nilai VB yaitu v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm. Untuk hasil optimum pada nilai Ra 1.181 terdapat pada nilai v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm dan pada kondisi pemotongan basah (MQL). Selanjutnya untuk optimasi nilai P terdapat pada nilai v 90 m/min, f 0,1 mm/rev, a 0,5 mm. Untuk itu, analisa statistik lain digunakan untuk menganalisan efek variabel independen (v, f, a) pada variabel respon VB, Ra dan P yaitu ANAVA.

a. Analisis Varian

Hasil analisis ANOVA untuk ketiga variabel respon disajikan dalam bentuk tabel 4.10 s/d 4.11 dibawa ini.

Tabel 4.10 Hasil ANOVA respon dari VB terhadap v,f, a, dan CE (kondisi pemotonga)

Source DF Seq SS Contribution Adj SS Adj MS F-Value P-Value

Tabel 4.11 Hasil ANOVA respon dari Ra terhadap v,f,a, dan CE (kondisi pemotongan)

Source DF Seq SS Contribution Adj SS Adj MS F-Value P-Value

Tabel 4.12 Hasil ANOVA respon dari P terhadap v,f,a, CE (kondisi pemotongan)

Source DF Seq SS Contribution Adj SS Adj MS F-Value P-Value CE,konstribusi tertinggi pada a yaitu sebesar 13,24% . Dalam hal respon Ra dari Tabel 4.11 menunjukkan kontribusi tertinggi adalah f 92,14% . Dan untuk respon P dari hasil analisis ANAVA pada Tabel 4.12 menunjukkan contribusi tertinggi adalah v

35,88%. Dari beberapa data yang dihasilkan analisa ANAVA dan S/N ratio ini sangat

menyakinkan bahwa perbedaan kondisi pemotongan sangat berpengaruh terhadap a .Pada analisa Taguchi S/N ratio dinyatakan bahwa factor utama yang mempengaruhi VB adalah v 49,39 dan ditunjukkan oleh CE 49,17 (kondisi pemotongan ). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi VB adalah kondisi pemotongan .

Untuk respon Ra pada analisa S/N ratio memberikan nilai kontribusi terbesar adalah f hal ini juga serupa dengan analisa ANAVA bahwa contribusi terbesar adalah f, jadi bisa disimpulkan bahwa pengaruh respon Ra adalah f. Pada respon P pada analisa S/N ratio memberikan nilai kontribusi terbesar adalah v hal ini juga serupa dengan analisa ANAVA bahwa kontribusi terbesar adalah v, jadi bisa disimpulkan bahwa pengaruh respon P adalah v hal ini sama dengan Ra. Terlepas dari itu perlu di pahami perbedaan daya pemotongan antara kondisi pemotongan kering dan kondisi pemotongan basah tidak begitu jauh.

4.3. Kondisi pemotongan optimum

Perbandingan karakteristik/performa pahat pada kondisi pemotongan Dry dan Mql

4.3.1. Mekanisme aus pahat

Mode aus pahat yang terjadi pada setiap kondisi pemotongan dalam setiap proses pembubutan diukur dan diamati, pengukuran untuk kinerja pahat dalam setiap kinerja pembubutan di sajikan dalam bentuk plot waktu pemotongan berbanding dengan keausan sisi disajikan dalam gambar dibawah ini.

Gambar 4.33 Evolusi keausan sisi pahat pada kondisi pemotongan Dry dan Mql Pada Gambar 4.33 garis titik merah menunjukkan batas perkembangan keausan sisi pahat potong. Yang dilingkarin berwarna merah menunjukkan identitas dari pahat pada kondisi pemotongan Mql dimana memiliki lebih panjang untuk keausan sisi pahatnya, sedangkan untuk yang dilingkarin dengan warna biru menunjukkan identitas dari pahat kondisi pemotongan Dry lebih rendah dari kondisi pemotongan Mql,batas perkembangan keausan tepi (VB) pada Dry diamati sampai ~250 sedangkan untuk pahat pada kondisi pemotonga Mql diamati hingga ~450 mikron.

Dimana diluar dari batas keausan yang terjadi pada pahat pada kondisi pemotongan Dry dan pahat kondisi pemotongan Mql pahat potong sudah mengalami penyerpihan (chping), dari hasil pengukuran yang dilakukan pada perkembangan aus pahat untuk pahat kondisi pemotongan Mql memiliki batas aus yang lebih baik dibandingkan dengan pahat kondisi pemotongan Dry. Bukti keausan pahat potong selanjutnya di uji dengan Mikroskop Dino-Lite untuk mempelari morflogi permukaan yang terjadi pada permukaan tepi pahat disajikan dalam gambar 4.15 dibawah ini:

Untuk mempelajari permukaan pahat yang sudah dicuci kemudian di foto yang terjadi pada permukaan tepi pahat disajikan dalam Gambar 4.34 dibawah ini:

Gambar 4.34 Pandangan samping dari permukaan tepi pahat (flank face) Pada kondisi Pemotongan Dry

Gambar 4.35 Pandangan samping dari permukaan aliran geram Geram (flank face) pada kondisi pemotongan MQL

Mikroskop Dino-Lite untuk mempelajari morfology mata potong pahat pada kondisi pemotongan Dry dan MQL sebagaimana ditunjukan pada Gambar 4.34 dan 4,35 jelas terlihat bahwa pada VB sekitar 0.25 mm terdapat mode aus yang lain yang menyertai aus tepi pada kedua pahat yaitu mode aus penyerpihan (chipping).

Penyerpihan yang menyertai aus pada mata potong pahat kondisi pemotongan Dry mengalami keausan yang lebih besar dari pahat kondisi pemotongan MQL. Hal ini membuktikan bahwa hasil pengujian pada kondisi pemotongan operasional adalah benar bahwa pahat kondisi Pemotongan Dry lebih rentan mengalami aus berbanding pahat Kondisi Pemotongan MQL .

Gambar 4.36 Pandangan Depan Dari Permukaan Aliran Geram (Rake Face) Pahat pada kondisi Pemotongan Dry

Gambar 4.37 Pandangan Depan dari permukaan aliran geram Geram (Rake Face) Pahat Pada Kondisi Pemotonga Mql

Pola keausan crater wear dan area penyerpihan untuk pahat pada kondisi pemtongan Dry yang diamati dari tampilan sisi aliran permukaan geram disajikan pada Gambar 4.34 . Area keausan sisi dapat dilihat dengan Penyerpihan (Chipping) juga diamati dan mode keausan ini proses difusi yang dimana terjadi akibat temperatur yang tinggi serta adanya aliran metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan menyebabkan tibulnya proses difusi yang akan

memodifikasi atau merusak permukaan cutting edge pahat. Situasi area chipping diamati pada area rake face pada Gambar 4.36. fenomena kerusakan yang terjadi pada area cutting edge tejadinya penyerpihan area aus dengan permukaan licin pada pahat kondidi pemotongan Dry dan terkelupasnya, untuk Pola keausan flank ware dan area penyerpihan untuk pahat pada kondisi pemotongan MQL yang diamati dari tampilan sisi aliran permukaan geram disajikan pada Gambar 4.37. mekanisme keausan pahat proses kimiawi yang dimana akibat dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar (udara dan cairan) maka penyerpihan (Chipping) juga diamati dan mode keausan ini memodifikasi atau merusak permukaan cutting edge pahat pada keausan tepi (flank ware)

Pengamatan morfologi mata potong pahat pada kodisi pemotongan Dry dan pahat pada kodisi pemotongan MQL dari permukaan aliran geram sebagaimana ditunjukan pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37 menunjukan bukti yang lebih nyata tentang keadaan aus penyerpihan. Morfology kerusakan mata potong pahat pada kodisi pemotongan Dry akibat penyerpihan lebih intensif berbanding pahat pahat pada kodisi pemotongan MQL tetapi fakta menunjukan bahwa pahat dengan kondisi pemotongan Mql lebih tangguh berbanding pahat dengan Dry .

4.3.2. Kekasaran Permukaan (Ra)

Penilaian hasil produk dari proses pembubutan pada kondisi pemotongan optimal untuk kedua Pahat potong Cermet ditentukan parameter kekasaran permukaan Ra, secara rata-rata kekasaran permukaan Ra yang dihasilkan oleh Pahat pada kondisi pemotongan MQL (1,181 mikron) jauh lebih rendah dibandingkan nilai Ra pahat pada kondisi pemotongan Dry (1,619 mikron).

4.3.3. Daya pemotongan

Pengamatan daya pemotongan termasuk pembahasan dalam aspek ketermesinan sangat dipertimbangkan pada proses pemesinan. Untuk pengukuran daya pemotongan pada proses pembubutan alat ukur yang digunakan didesain dengan menggunakan kontrol-mikro atmel 2560 dengan pembacaan real time pada mesin yang sedang berjalan. Daya yang direkam pada microcontroler disimpan dalam bentuk format file .CSV dengan demikian data di convert langsung ke ms.excel. hasil pengamatan data pada proses pembubutan dengan kondisi pemesinan yang sama disajikan pada Gambar 4.12 dibawah ini.

15:26:45 15:26:49 15:26:54 15:26:58 15:27:03 15:27:07 15:27:12 15:27:16 15:27:21 15:27:25 15:27:29 15:27:34 15:27:38 15:27:43 15:27:47 15:27:52 15:27:56 15:28:01 15:28:05 15:28:09 15:28:14

Daya (Watt)

Waktu (s)

DRY

a

Gambar 4.38 (a) Daya pemotongan pahat kondisi pemotongan DRY, (b) Daya pemotonga pahat kondisi pemotongan MQL

Grafik ini sebagai rujukan untuk membuktikan karakter pembacaan daya pemotongan pada proses pemesinan. Dari data yang didapat pada Gambar 4.38 a dan 4.38 b memberikan informasi karakter pemotongan yang sama tetapi untuk amplitude pemotongan ada perbedaan yang signifikan dimana gambar 4.16 b pahat pada kondisi pemotongan MQL daya pemotongannya sangat stabil/amplitude seragam berbeda dengan Gambar 4.16 b pada kondisi pemotongan Dry dimana amplitude tidak seragam.

Hal ini membuktikan bahwa pada proses pembubutan berjalan pemakanan pahat potong yang mengalami chiping tidak stabil pada pemotongan material.

0

16:12:14 16:12:20 16:12:25 16:12:31 16:12:36 16:12:42 16:12:47 16:12:53 16:12:59 16:13:04 16:13:10 16:13:15 16:13:21 16:13:26 16:13:32 16:13:37 16:13:43 16:13:49 16:13:54 16:14:00 16:14:05 16:14:11

Daya (Watt)

Waktu (s)

MQL

b

5. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengembangan sistem dan unit Minimum Quantity Lubrication (MQL) untuk meningkatkan performa pahat pada pemesinan keras maka dapat diambil kesimpulan:

1. Hasil rancangan Minimum Quantity Lubrication pada pemesinan keras dengan kondisi pemotongan basah (MQL) sudah mampu bekerja secara efisien dan efektif. Untuk pengoperasiannya bekerja secara otomatis menggunakan mikrokontroler arduino.

2. Pengembangan sistem Minimum Quantity Lubrication terdiri dari:

a. Pemberian coolant pada saat pemotongan berlangsung yang sudah otomatis disemburkan ke area pemotongan menggunakan sensor IR yang sudah diprogram menggunakan mikrokontroler arduino.

b. Volume coolant sudah dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pada saat pemotongan berlangsung menggunakan potensio yang disambungkan ke injector serta sudah di program ke arduino

c. Tekanan udara pada saat pemotongan sudah dapat di kontrol sesuai dengan kebutuhan dan jumlah tekanan udara dapat di baca menggunkan sensor pressure transmitter.

d. Jumlah daya pada saat pemotongan berlangsung dapat dibaca menggunakan sensor pembaca daya yang sudah di program di arduino

e. Hasil dari pembacaan seperti jumlah cooland, tekanan udara, dan daya pemotongan yang sudah dapat di tampilkan ke layar LCD serta dapat di simpan ke ms. exel menggunkan aplikasi PLQ data sehingga dapat mempermudah penyimpanan data .

3. Untuk hasil optimum secara analisa S/N Ratio pada pengujian hasil kinerja performa pahat cermet dengan pemesinan kering dan MQL yang dimana :

a. Pada kondisi pemotongan Dry dengan nilai v: 90 m/min, f: 0.1 mm/rev, a: 0.5 mm mendapatakan Vb: 234 mm, Ra: 1,181 mm, P :408,78 watt.

b. Pada kondisi pemotongan MQL dengan nilaiv:120m/min, f: 01 mm/rev, a: 0.5 mm mendapatkan Vb: 297mm, Ra: 1.619 mm, P: 566 watt .

c. Jumlah cairan pendingin yang digunakan pada saat pemotongan 30 ml/jam sehingga MQL bekerja dengan baik, sehingga aplikasi Minimum Quantity Lubrication pada pemesinan keras dapat meningkatkan performa pahat cermet.

5.2. Saran

Setelah dilakukan penelitian dari pengembangan dan unit dan Minimum Quantity Lubrication untuk meningkatkan performa pahat pada pemesinan keras, diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan dengan perancangan dengan mengaitkan aktivitas dan evolusi aus pahat dan suhu pemotongan serta memvariasikan jenis cutting fluid hal ini bertujuan supaya mendapatkan kondisi evolusi aus pahat yang lebih baik lagi pada suhu pemotongan, serta fluida yang cocok pada saat pemotongan berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

[1].A.Ginting,R.Skein,D.Cuaca,Herdianto,Pieter,and Z. Masyithah, “The characteristics of CVD- and PVD-coated carbide tools in hard turning ofcutting fluids and cooling techniques of turning hard steel, Int. J. Heat MassTransf.114(2017)380394,https://doi.org/10.1016/j.ijheatmasstransf e Cooling Methods For Achieving Environmentally Friendly Machining Proces”. http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/.

[6] K.Weinert, I.Inasaki, J.W.Sutherland,T.Wakabayashi.Dry Machining and Minimum Quantity Lubrication.(2004). CIRP Annals, 53(2), 511–537.

doi:10.1016/s0007-8506(07)60027-4

[7] P.Jun Liew a,Ainusyafiqah Shaaroni,Nor Azwadi Che Sidik Jiwang Yan d , 2017.“An overview of current status of cutting fluids and cooling techniquesofturninghardsteel”,http://dx.doi.org/10.1016/j.ijheatmasstran sfer.2017.06.077.

[8] B.Basuki, S.T.,M.Eng. Ir. F. Eko Wismo Winarto, M.Sc., Ph.D. 2014. “ Pengaruh Sistem Minimum Lubrication Dengan Metoda Tetesan Terhadap Keausan Pahat Dan Kekasaran Permukaan Benda Kerja Aisi 4340” Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

[9] B. Boswell & M.N.Islam & Ian J. Davies & Y.R.Ginting & Ai Keem Ong .2017.

“Areview Identifying The Effectiveness Of Minimum Quantity Lubrication (MQL) During Conventional Machining”. Springer-Verlag London.

[10] J.S. Dureja, Manu Dogra, Harwinder Singh, Manpreet S, 2016.” Bhatti A Review Of Near Dry Machining/Minimum Quantity Lubrication Machining Of

Difficult To Machine Alloys”. Int. J. Machining and Machinability of

[12] T.Mubashir Chand,Kartik Raju Daswani,Mohammed Taquee.2017.” Design And Fabrication Of Minimum Quantity Lubrication (MQL) Setup”.

International Journal of Innovative Science and Research Technology Volume 2.

[13] A.Uysala,Furkan Demirena, Erhan Altana, 2015, “Applying Minimum Quantity Lubrication (MQL) Method on Milling of Martensitic Stainless Steel by Using Nano Mos2 Reinforced Vegetable Cutting Fluid”.

http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).

[14] E. C.Bianchi R. E.Catai R.Y.Fusse T.V. França and P. R. Aguiar. “Study on the Behavior of the Minimum Quantity Lubricant - MQL Technique Under Different Lubricating and Cooling Conditions When Grinding ABNT 4340 Steel”.

[15] Xia Ji1,Beizhi Li1,Xueping Zhang2,andStevenY.Liang3.“The Effects of Minimum Quantity Lubrication (MQL) on Machining Force, Temperature, and Residual Stress”INTERNATIONAL JOURNAL OF PRECISION ENGINEERING AND MANUFACTURING Vol. 15, No. 11, pp. 2443-245.

[16] E.Abd Rahim,Hemarani Dorairaju.2017.“Evaluation Of Mist Flow Characteristic And Performance In Minimum Quantity Lubrication (Mql) Machining”.

https://doi.org/10.1016/j.measurement.2018.03.015.

[17] N.Madanchia, Marius Wintera, Sebastian Thiedea, Christoph Herrmanna. 2017.

“Energy efficient cutting fluid supply The impact of nozzle design”.

“Energy efficient cutting fluid supply The impact of nozzle design”.

Dokumen terkait