• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Arah dan Kecepatan Angin

Menurut Prawirowardoyo (1996) gerak atmosfer ada dua jenis yaitu gerak nisbi terhadap permukaan bumi, yang dinamakan angin, dan gerak bersama-sama dengan bumi yang berotasi terhadap sumbunya. Gerak atmosfer terhadap permukaan bumi mempunyai dua arah, yaitu arah horizontal dan vertikal. Pada umumnya gerak atmosfer adalah horizontal, karena daerah yang diliputinya luas dan kecepatannya lebih besar daripada vertikalnya.

Arah dan kecepatan angin di Bandung terutama disebabkan oleh kondisi topografi. Kota Bandung lebih tinggi dari daerah sekitarnya sehingga tekanan di daerah ini rendah. Tekanan udara yang rendah menjadikan Bandung sebagai daerah tujuan angin. Selain itu topografi Bandung berbentuk seperti cekungan dengan bagian relatif terbuka (topografi rendah) di Bagian Barat. Dari arah Barat yang terbuka ini udara masuk menuju lembah, tetapi dari arah Timur juga ada angin yang menuju lembah sehingga terjadi

konvergensi. Bagian Barat laut lebih landai sedangkan bagian Tenggara berpegunungan dengan ketinggian sekitar 2 km dpl. Topografi cekungan Bandung rumit dengan ketinggian berkisar antara 600 m hingga lebih dari 2000 m. Daerah yang berkontur rendah dan relatif datar dikelilingi oleh pegunungan di Bagian Utara, Selatan dan Timur dengan ketinggian sekitar 1900 – 2000 m (Turyanti, 2005). Daerah pegunungan akan menyebabkan arah dan kecepatan angin menjadi tidak beraturan karena bentuk topografi yang ada cukup rumit. Wilayah berpegunungan menyebabkan adanya konveksi mekanik sehingga arah angin tidak selalu mengikuti pola perubahan suhu dan tekanan.

Kecepatan angin di lima stasiun pengukuran relatif kecil dengan kisaran antara 2 – 3 m/s dengan arah angin rata-rata ke arah timur dan tenggara pada musim kering dan ke arah Barat atau Barat Daya pada musim hujan (Gambar 9-18). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Turyanti (2005) yang menyatakan bahwa arah angin dominan di Cekungan Bandung adalah angin Baratan dan Timuran (termasuk di dalamnya angin Barat, Barat laut serta Timur dan Tenggara).

Kecepatan dan arah angin di stasiun Dago terutama dipengaruhi oleh kondisi pegunungan., sedangkan kecepatan dan arah angin serta di keempat stasiun lainnya dipengaruhi oleh pemanasan radiasi matahari terhadap permukaan yang mempengaruhi suhu dan tekanan udara vertikal maupun horizontal, namun pengaruh topografi juga mempengaruhi arah dan kecepatan angin karena keempat stasiun pengamatan terletak pada cekungan Bandung sehingga pengaruh angin yang turun dari lereng menuju lembah akan cukup kuat.

Kecepatan angin di stasiun Dago pada musim hujan berkisar antara 2-5 m/s dengan arah angin terbanyak adalah ke arah Selatan dan Barat dengan sedikit ke arah Tenggara sehingga terlihat bahwa angin dominan di stasiun ini pada musim hujan adalah angin Timur dan Timur Laut, sedangkan pada musim kering kecepatan angin berkisar antara 2-3 m/s dengan arah angin terbanyak adalah ke arah Timur Laut dan Timur sehingga pada musim kering angin dominan di stasiun ini adalah angin Baratan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Turyanti (2005) yang menyatakan bahwa arah angin dominan di Dago pakar adalah timur laut terutama pada sore, malam hingga pagi hari dan sedikit dari tenggara pada siang hari.Arah Timur Laut dari Dago pakar adalah lereng pegunungan sehingga pengaruh topografi terhadap arah angin dominan dalam

hal ini sangat berpengaruh (Gambar 12 dan 13).

Kecepatan angin di stasiun Ariagraha adalah berkisar antara 1-5 m/s dengan arah angin terbanyak adalah ke arah Selatan dan sedikit ke arah Barat dan Barat Daya pada musim hujan sehingga pada musim hujan stasiun ini sedikit dipengaruhi oleh angin Timuran, sedangkan pada musim kering kecepatan angin di stasiun ini adalah berkisar antara 1-3 m/s dengan arah angin dominan adalah ke arah Tenggara sehingga pada musim kering angin dominan di stasiun ini adalah angin Barat Laut (Gambar 14 dan 15). Stasiun Ariagraha terletak di wilayah pemukiman sebelah Selatan bandung sehingga wilayah ini dipengaruhi oleh pegunungan di bagian Barat Daya dan Tenggara dimana angin yang turun dari lereng akan cukup kuat menuju lembah.

Kecepatan angin di stasiun Tirtalega pada musim hujan berkisar antara 1-5 m/s dengan arah angin terbanyak adalah ke arah Barat dan Barat Daya sehingga angin dominan di stasiun ini adalah angin timuran, sedangkan pada musim kering kecepatan angin rata-rata adalah berkisar antara 1-2 m/s dan terdapat

calm (angin lemah) ke arah Tenggara dengan kecepatan angin antara 0-1 m/s, calm ini dapat menghambat peneyebaran polutan. Arah angin dominan pada musim kering adalah ke arah Selatan dan Tenggara sehingga pada musim kering daerah ini dipengaruhi oleh angin Barat Laut. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Turyanti (2005) yang menyatakan bahwa arah angin dominan di stasiun Tirtalega adalah ke arah Tenggara (Gambar 16 dan 17). Hal ini disebabkan stasiun ini mendapat pengaruh dari lereng yang cukup tajam pada arah tenggara cekungan Bandung.

Kecepatan angin di staiun Batununggal pada musim hujan adalah berkisar antara 1-3 m/s dengan arah angin dominan adalah ke arah Barat daya, Barat dan Barat laut. Terdapat sedikit calm dengan kecepatan angin antara 0-1 m/s ke arah Selatan dan Barat Daya. Pada musim kering kecepatan angin adalah berkisar antara 1-2 m/s dengan arah angin dominan adalah ke arah Tenggara (Gambar 18 dan 19). Sama halnya dengan stasiun Ariagraha, stasiun Batununggal juga terletak di bagian Selatan Kota Bandung sehingga dipengaruhi oleh pegunungan di bagian Barat Daya dan Tenggara cekungan bandung.

Kecepatan angin di stasiun Cisaranten pada musim hujan adalah berkisar antara 1-3 m/s dengan arah angin dominan adalah ke arah Tenggara dan sedikit ke arah Timur, sehingga pada musim hujan, angin dominan di stasiun

ini adalah angin Baratan, sedangkan pada musim kering kecepatan angin di stasiun ini adalah berkisar antara 1-5 m/s dengan arah angin dominan adalah ke arah Barat Daya dan Selatan, sehingga angin dominan di stasiun ini pada musim kering adalah angin Timur Laut (Gambar 20 dan 21). Terlihat bahwa pola angin stasiun Cisaranten pada musim hujan dan musim kering berbeda dengan keempat stasiun lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan stasiun Cisaranten terletak pada bagian Timur Kota Bandung dimana terdapat pengaruh dari lereng pegunungan sebelah Tenggara Kota Bandung dan dari daerah bagian Barat Kota Bandung yang topografinya rendah sehingga terjadi konvergensi saat udara dari bagian Barat bertemu dengan angin yang turun dari lereng pegunungan sebelah Tenggara menuju lembah.

Gambar 12. Arah dan Kecepatan

Angin Musim Hujan Dago

Gambar 13. Arah dan Kecepatan Angin Musim Kering Dago

Gambar 14. Arah dan Kecepatan Angin Musim Hujan Ariagraha

Gambar 15. Arah dan Kecepatan Angin Musim Kering Ariagraha

Gambar 16. Arah dan Kecepatan Angin Musim Hujan Tirtalega

Gambar 17. Arah dan Kecepatan Angin Musim Kering Tirtalega

Gambar 18. Arah dan Kecepatan Angin Musim Hujan Batununggal

Gambar 19. Arah dan Kecepatan Angin Musim Kering Batununggal

Gambar 20. Arah dan Kecepatan Angin Musim Hujan Cisaranten

Gambar 21. Arah dan Kecepatan Angin Musim Kering Cisaranten

Dokumen terkait