• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Kebijakan Pengelolaan Pangakalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda.

BAB III METODE PENELITIAN

3. Mata Pencaharian

5.4. Arahan Kebijakan Pengelolaan Pangakalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda.

Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda dengan memperhatikan kondisi saat ini, hasil analisis keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan di masa mendatang, faktor kunci keberlanjutan, dan pendapat pakar. kebijakan dan dilakukan secara partisipatif

Kondisi pangkalan pendaratan ikan sejak dibangun tahun 1992 yang berada dialiran sungai kurang mendapatkan perhatian berbeda dengan pangkalan pendaratan ikan yang berada didaerah pesisir pantai wilayah Pulau Kalimantan. Hal ini menghasilkan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang tidak optimal hingga saat ini. Berbagai kebutuhan dasar pembangunan fisik belum sepenuhnya tersedia seperti instalasi pengolahan limbah untuk perikanan, sarana dan prasarana jalan menuju kawasan dan di dalam kawasan, kemampuan sumberdaya manusia dan kondisi lahan sulit untuk dikembangkan, serta kelembagaan yang belum optimal berperan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.

Berbagai peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan dan pengembangan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan telah menjadi dasar dalam pelaksanaan pembangunan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda. Pasal 41 UU No.31/ 2004 tentang perikanan dalam rangka mengembangkan mengatur tentang pembangunan pelabuhan perikanan, pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan dilaksanakan secara terencana dan bertahap serta terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan daerah ini belum dilaksanakan sepenuhnya karena masih bersifat top down dan sektoral, dan adanya kendala otonomi daerah. Akibatnya, pengelolaan pangkalan pendaratan ikan tidak berkembang optimal dan menjadi beban pemerintah serta kurang didukung oleh institusi sektoral dan pemerintah daerah.

UU No. 32/ 2004 tentang pemerintahan daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan (termasuk urusan pilihan) berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dampak pelaksanaan UU ini adalah rendahnya perhatian pemerintah daerah karena prioritas pembangunan pangkalan pendaratan

ikan disesuaikan dengan kepentingan masing-masing pemerintah daerah dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan kurang mendapat prioritas.

PP No. 38/ 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota mengatur bahwa dalam menyelenggarakan urusan harus memenuhi norma, standar, prsedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh menteri dengan memperhatikan keserasian hubungan pemerintah dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah serta melibatkan pemangku kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan Mendagri. Secara operasional, belum ada norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam pelaksanaan pengembangan kawasan transmigrasi.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No, 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi, fasilitas penanganan dan pengolahan, fasilitas pengendalian dan pengawasan mutu, fasilitas pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, fasilitas melakukan pembinaan masyarakat nelayan, fasilitas pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan, fasilitas kelancaran kegiatan kapal, serta fasilitas pengumpulan data, tetapi belum sesuai dengan aturan dan prosuder.

Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini belum berkelanjutan. Semua dimensi yang dianalisis menunjukkan kondisi yang belum berkelanjutan. Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan adalah kesesuaian lokasi, tingkat pemanfaatan lahan, sistem pemeliharaan, ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, pemanfaatan limbah perikanan, tingkat kualitas air, ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan, pasar komoditas perikanan, jumlah komoditas perikanan, jumlah tenaga kerja, jumlah komoditas unggulan, tingkat ekonomi masyarakat terhadap pangkalan pendaratan ikan, tingkat ketergantung konsumen terhadap pangkalan pendaratan ikan, Tingkat penyerapan tenaga kerja, Frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, Tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di pangkalan pendaratan ikan, kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendarataan ikan (Dinas

DKP Kota Samarinda), frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan, akses terhadap perkembangan IPTEK, teknologi pengolahan limbah, teknologi informasi harga komoditas perikanan, fasilitas fisik, monitoring lingkungan, mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pangkalan pendaratan ikan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota, dan kearifan lokal.

Berbagai faktor tersebut merupakan hal-hal yang menentukan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan. Pemilihan faktor kunci diantara berbagai faktor tersebut akan memberikan tingkat efisiensi dan efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan adalah Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota, Luas lahan, Fasilitas fisik, Pemanfaatan limbah perikanan, Teknologi pengolahan limbah. Skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang optimal adalah peningkatan ekonomi dan teknologi dengan kondisi masa depan yaitu: sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Skenario ini memberikan hasil keberlanjutan dengan nilai 52,58.

Berdasarkan hasil tersebut dirumuskan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yaitu terwujudnya pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan menurut skenario peningkatan ekonomi dan teknologi. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Guna mewujudkan kondisi tersebut maka kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dilakukan melalui tahapan pencapaian kondisi menurut skenario tingkat kemajuan sosial dan stabilitas ekologi kemudian

selanjutnya mengikuti skenario peningkatan masyarakat dan pangkalan pendaratan ikan.

1. Peningkatan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah.

Peningkatan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah adalah untuk mencapai sasaran dari kebijakan untuk mencukupi sesuai kebutuhan daerah. Untuk itu, kebijakan pusat dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi komflik serta harus dapat memperhatikan masalah-masalah yang terjadi baik ditingkat nelaya, punggawa, agen kecil dan pengelola pangkalan pendaratan ikan agar optimal guna meningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat dan semua kepentingan stakeholder yang terlibat dalam kegiatan pangkalan pendaratan ikan.

Berdasarkan pengertian bahwa kebijakan pusat harus dapat melihat secara menyeluruh, terpadu, seimbang, dan berkelanjutan dalam pengambilan kebijakan agar dapat melibatkan pemerintah daerah. Di karenakan kebijakan yang ditetapkan bersifat nasional sehingga kurang sesuai dengan karakteristik spesifikasi wilayah pangkalan pendaratan ikan. Hal ini karena kebijakan diterapkan top down dan kurang memperhatikan aspirasi diwilayah yang menjadi sasaran pembangunan.

Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain adalah peningkatan tertatanya sistem dan manajemen kinerja organisasi dan aparat pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan standar nasional dan daerah, berkembangnya sistem informasi manajemen dalam mendukung peningkatan kapasitas, profesionalitas dan kapabilitas dari organisasi dan aparat pemerintah pusat dan daerah, pemeratanya pelayanan antar wilayah terutama di kawasan daerah pedalaman dan perkotaan, pengoptimalan kerjasama pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam penguatan kelembagaan, dan mengoptimalkan kerjasama, kemitraan dan jejaring kerja antara masyarakat sipil, DPRD, partai politik dan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan daerah.

2. Peningkatan dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota.

Perkembangan politik di Provinsi Kalimantan Timur, baik Kabupaten dan Kota menunjukkan dinamika yang ditandai oleh meningkatnya partisipasi organisasi kemasyarakatan baik melalui organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi keagamaan, dan partai politik. Dalam penyusunan peraturan daerah dalam bentuk proses konsultasi, dialog publik dan sosialisasi masih dipandang belum optimal.

Peningkatan dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota diperkirakan akan terus berkembang. Peran organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi keagamaan, dan partai politik akan semakin penting dan nyata dalam perumusan kebijakan publik. Selain itu, organisasi dan aparat pemerintah daerah dituntut untuk semakin profesional dalam memberikan layanan kepada masyarakat secara lebih baik, bermutu, mudah dan tanpa diskriminasi.

Upaya-upaya yang dapat ditempuh antara lain adalah peningkatan tertatanya sistem dan manajemen kinerja organisasi dan aparat pemerintah Provinsi dan Kab/Kota dalam memberikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan standar nasional dan daerah, berkembangnya sistem informasi manajemen dalam mendukung peningkatan kapasitas, profesionalitas dan kapabilitas dari organisasi dan aparat pemerintah Provinisi dan Kab/Kota, pemeratanya pelayanan antar wilayah terutama di kawasan daerah pedalaman dan perkotaan, pengoptimalan kerjasama pemerintah daerah dan swasta dalam penguatan kelembagaan, dan mengoptimalkan kerjasama, kemitraan dan jejaring kerja antara masyarakat sipil, DPRD, partai politik dan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan daerah.

3. Peningkatan luas lahan

Peningkatan luas lahan diarahkan untuk peningkatan lahan yang bermanfaat untuk pembangunan fasilitas fisik yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan perekonomian pangkalan pendaratan ikan. Ketersedian lahan yang cukup luas merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan apalagi lokasi pangkalan berada didaerah yang moyoritas bukan

nelayan melainkan pegawai negeri sipil, guru, karyawan perusahan dan buruh bangunan. Ini suatu masalah yang harus di cermati di masa akan datang. Dengan kondisi lahan yang kurang luas, maka memerlukan biaya yang relatif tinggi untuk pembebasan lahan atau pemindahan lokasi pangkalan pendaratan ikan di kawasan yang lebih strategis.

4. Peningkatan fasilitas fisik

Peningkatan fasilitas fisik dibutuhkan untuk mendukung kegiatan perekonomian seperti perikanan, industri, dan jasa maupun aktivitas sosial budaya. Fasilitas fisik yang paling vital di Pangkalan pendaratan ikan adalah fasilitas fungsional. Dengan peningkatan fasilitas fisik sangat berpengaruh kepada wilayah disekitarnya seperti Sungai Kapih, Handil, Samboja dan Balikpapan.

5. Peningkatan pemanfaatan limbah perikanan.

Kurangnya pemanfaatan limbah perikanan yang terjadi saat ini diikuti oleh laju kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan yang terjadi baik di perkotaan maupun pedesaan. Kerusakan sumberdaya ikan dan penurunan mutu lingkungan secara drastis tersebut menyebabkan perubahan tatanan dan fungsi lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan munculnya, rusaknya keanekaragaman hayati. Selain itu, perubahan tersebut berdampak pada timbulnya konflik sosial dalam pengnelolaan pangkalan pendaratan ikan dan meningkatnya kerugian bagi masyarakat yang terkena dampak kerusakan lingkungan. Berbagai upaya pelestarian sumberdaya alam dan pemeliharaan lingkungan telah banyak dilakukan untuk menjaga kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi dan swasta. Peningkatan limbah perikanan dapat diolah menjadi pakan ikan dan dapat menambah nilai ekonomi pangkalan pendaratan ikan.

Hal yang sangat penting dan harus mendapatkan penanganan yang serius yaitu: 1. Perlu adanya optimalisasi pengendalian pencemaran air, udara dan lahan

dan pencegahan kerusakan kawasan-kawasan yang dilindungi seperti kawasan sungai.

2. Perlu adanya penegakan hukum dalam pencegahan dan penanggulangan ketaatan pengelola pangkalan pendaratan ikan.

3. Perlu adanya penataan sistem pengelolaan ligkungan dalam mengantisipasi berbagai isu, produksi bersih dan persyaratan komoditi yang ramah lingkungan.

4. Perlu adanya penghormatan, perlindungan dan pelestarian kearifan lokal yang berkembang di masyarakat tradisional dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dan lingkungan.

5. Perlu adanya kerjasama seluruh pemangku kepentingan (pemerintah daerah, masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan swasta) dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan.

6. Peningkatan Teknologi pengolahan limbah.

Peningkatan teknologi pengolahan limbah sangat diperlukan agar produk- produk perikanan memberikan nilai tambah lagi para nelayan maupun masyarakat sekitar. Pengembangan teknologi pengolahan limbah hasil perikanan pada dasarnya untuk mencegah kerusakan lingkungan dan permintaan pasar, karena saat ini pasar produk yang dalam proses produksi memiliki manfaat serta memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Pengadaan teknologi pengolahan limbah tergantung pada ketersediaan bahan baku limbah yang akan diolah, sehingga diperlukan jaminan mengenai ketersediaan dan kontinuitas produk perikanan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Status keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda masuk dalam kategori kawasan pangkalan pendaratan ikan kurang berkelanjutan, dengan nilai 44,50.

2. Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda :

a. Dimensi ekologi yaitu kesesuaian lokasi, luas lahan, sistem

pemeliharaan, ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, pemanfaatan limbah perikanan, tingkat kualitas air, ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan.

b. Dimensi ekonomi yaitu pasar komoditas perikanan, jumlah komoditas perikanan, jumlah tenaga kerja, jumlah komoditas unggulan, tingkat ekonomi masyarakat terhadap pangkalan pendaratan ikan, tingkat ketergantung konsumen terhadap pangkalan pendaratan ikan.

c. Dimensi sosial budaya yaitu tingkat penyerapan tenaga kerja, frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di pangkalan pendaratan ikan, Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendaratan ikan ( Dinas DKP Kota Samarinda), frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan

d. Dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu akses terhadap perkembangan IPTEK, teknologi pengolahan limbah, teknologi informasi harga komoditas perikanan, fasilitas fisik, monitoring lingkungan

e. Dimensi hukum dan kelembagaan yaitu mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pangkalan pendaratan ikan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota, kearifan lokal.

3. Skenario pengelolaan keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan dirumuskan dalam tiga (3) skenario dari lima (6) faktor kunci yaitu Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota, Luas lahan, Fasilitas fisik, Pemanfaatan limbah perikanan, Teknologi pengolahan limbah, berikut:

a) Peningkatan ekonomi dan teknologi yaitu sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Skenario ini memberikan hasil keberlanjutan dengan nilai 52,58.

b) Tingkat kemajuan sosial dan kestabillitas ekologi yaitu sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat tetapi belum optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat tetapi belum optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang.

c) Peningkatan masyarakat dan pangkalan pendaratan ikan yaitu

sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat tetapi belum optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat tetapi belum optimal, luas lahan tetap, fasilitas fisik meningkat tetapi belum optimal, pemanfaatan limbah meningkat tetapi belum optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang.

6.2 Saran

1. Untuk penyusunan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda berkelanjutan disarankan perlu modifikasi atribut-atribut dan faktor kunci yang sesuai dengan karakteristik kawasan.

2. Dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dimasa akan datang, hasil penelitian ini agar menjadi masukan untuk restrukturisasi program dan penyusunan skala prioritas pembangunan pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda.

3. Kepada pemerintah daerah agar lebih responsif, konsisten dan berani mengambil atau membuat kebijakan untuk peningkatan koordinasi antar sektor/dinas pemerintahan di daerah.

4. Kepada pihak swasta/investor diharapkan mampu membuka peluang

kerjasama/bermitra dengan pihak pengelola pangkalan pendaratan ikan yang menguntungkan dalam upaya mengembangkan pangkalan pendaratn ikan kearah yang lebih baik.

Dokumen terkait