• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep pembangunan yang diterima oleh semua negara di dunia untuk mengelola sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan. Konsep berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan sektor perikanan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin karena banyak aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan. Walaupun banyak pendapat ahli yang lain memberikan persyaratan pembangunan berkelanjutan dengan aspek-aspek yang hampir sama tetapi dengan cara dan pendekatan yang berbeda.

Secara prinsip, pembangunan berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasikan untuk mengembangkan kualitas hidup secara berkelanjutan, dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya secara berkelanjutan dengan prasyarat terselenggaranya suatu sistem kepemerintahan yang baik (good governance). Pembangunan berkelanjutan juga diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial, ekonomi, dan ekologi. Walaupun secara konseptual pemaduan ini masuk akal, tetapi implementasinya tidaklah sederhana. Hal ini antara lain karena permasalahan sosial, ekonomi dan ekologi yang terpisahkan atau dipisahkan secara spasial.

Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan oleh the World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987 dengan laporannya berjudul Our Common Future (Kay dan Alder, 1999). Laporan ini dibuat oleh sekelompok ahli yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, sehingga laporan tersebut sering disebut sebagai Laporan Brundtland (The Brundtland Report). Dalam laporan tersebut terkandung definisi pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan pengertian ini, Belier (1990) mengemukakan prinsip justice of fairness yang bermakna manusia dan berbagai generasi yang berbeda mempunyai tugas dan

tanggung jawab satu terhadap yang lainnya seperti layaknya berada di dalam satu generasi.

Dalam konsep pembangunan berkelanjutan akan ada perpaduan antara dua kata yang kontradiktif yaitu pembangunan yang menuntut perubahan dan pemanfaatan sumberdaya alam, dan berkelanjutan yang berkonotasi “tidak boleh mengubah” di dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Persekutuan antara kedua kepentingan ini pada dasarnya mengembalikan developmentalis dan environmentalis back to basic yaitu oikos dimana kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup disetarakan (Saragih dan Sipayung, 2002).

Young (1992) dalam Kay dan Alder (1999) mengemukakan adanya tiga tema yang terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan, yaitu: integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan kesejahteraan (equity). Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Munasinghe (1993), bahwa pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Makna dari pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan ada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam. Konsep lain yang masih berkaitan dengan hal tersebut adalah konsep pemanfaaatan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable use of resources) yang bermakna bahwa pemanenan, ekstraksi, ataupun pemanfaatan sumberdaya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan dalam kurun waktu yang sama.

Reid (1995) dalam Kay dan Alder (1999) mengemukakan persyaratan agar pembangunan berkelanjutan dapat terwujud, yaitu: integrasi antara konservasi dan pengembangan, kepuasan atas kebutuhan dasar manusia, peluang untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat “non materi”, berkembang ke arah keadilan sosial dan kesejahteraan, menghargai dan mendukung keragaman budaya, memberikan peluang penentuan identitas diri secara sosial dan menumbuhkan sikap ketidak-tergantungan diri, dan menjaga integritas ekologis.

Cicin-Sain dan Knecht (1998) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan mencakup tiga penekanan, yaitu: (1) pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia; (2) pembangunan yang sesuai dengan lingkungan; dan (3) pembangunan yang sesuai dengan keadilan kesejahteraan, yaitu keadilan penyebaran keuntungan dari pembangunan yang mencakup: a) intersocietal equity misalnya antar kelompok dalam masyarakat, menghargai hak khusus masyarakat lokal dan lain-lain; b) intergenerational equity yaitu tidak membatasi peluang atau pilihan bagi generasi mendatang; c) international equity yaitu memenuhi kewajiban (obligasi) terhadap bangsa lain dan terhadap masyarakat internasional mengingat adanya kenyataan saling ketergantungan secara global.

Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, telah disepakati secara global mengenai bagaimana seharusnya sumberdaya alam dikelola agar berkelanjutan sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi. Kesepakatan ini jelas bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yakni ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk itu, harus memperhatikan prinsip: penggunaan sumberdaya tidak lebih cepat dibandingkan kemampuannya untuk melakukan pemulihan kembali (rehabilitasi), tidak menghasilkan polusi lebih cepat dibandingkan kemampuan untuk menetralisir secara alami (Radzicki dan Trees, 1995).

Secara operasional, pembangunan berkelanjutan sinergik dengan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (UU 23/1997). Definisi ini menegaskan bahwa pengertian pengelolaan Iingkungan mempunyai cakupan yang luas, karena tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan melainkan juga mencegah proses terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses penataan

lingkungan. Dengan demikian, perlu disadari bahwa upaya-upaya pengelolaan lingkungan di Indonesia harus dilakukan tidak saja bersifat kuratif melainkan juga bersifat preventif. Di masa depan, upaya-upaya yang lebih bersifat preventif harus lebih diproritaskan, dan hal ini menuntut dikembangkannya berbagai opsi pengelolaan lingkungan, baik melalui opsi ekonomi maupun melalui proses–proses peraturan dan penataan penggunaan lahan (Setiawan, 2003).

Hubungan timbal balik antara aspek ekonomi dan sumberdaya alam dan lingkungan kemudian menjadi sangat penting. Betapa tidak ekstraksi terhadap sumberdaya alam yang dilakukan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan menghasilkan benefit dan limbah. Aktivitas manusia secara langsung maupun tidak langsung telah dan akan memberikan dampak terhadap resistensi sumberdaya alam dan lingkungan.

Pengelolaan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional kita. Dengan potensi sumberdaya alam yang berlimpah sesungguhnya kita dapat melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa harus dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi pelaksanaan pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumber daya alam ini akan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia

Namun demikian perlu disadari eksploitasi secara berlebihan tanpa perencanan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan namun malah sebaliknya akan membawa malapetaka yang tidak terhindarkan. Akibat pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat pada kondisi lingkungan yang mengalami degradasi baik kualitas maupun kuantitasnya. Demikian juga dengan jenis flora dan fauna di dalamnya sebagian besar sudah terancam punah. Perairan yang sangat luas sudah tercemar sehingga ekosistemnya terganggu. Demikian juga dengan dampak eksploitasi mineral yang terkandung dalam perut bumi juga mulai merusak keseimbangan dan kelestarian alam sebagai akibat proses penggalian, pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak dilakukan secara benar.

Pengelolaan sumberdaya alam selama ini tampaknya lebih mengutamakan meraih keuntungan dan segi ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek sosial dan kerusakan lingkungan. Pemegang otoritas pengelolaan sumberdaya alam berpusat pada negara yang dikuasai oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah tidak lebih sebagai penonton. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan cenderung bersifat sektoral, sehingga kadangkala menjadi kebijakan yang tumpang tindih. Sentralisasi kewenangan tersebut juga mengakibatkan pengabaian perlindungan terhadap hak azasi manusia. Selama puluhan tahun praktek pengelolaan sumber daya alam tersebut dilaksanakan telah membawa dampak yang sangat besar bagi daerah. Berdasarkan implementasi dan UU No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga konsep utama dalam pembangunan berkelanjutan yaitu: kondisi SDA, kualitas lingkungan dan faktor demografi. Oleh karena itu, perlu adanya optimalisasi usaha untuk menyusun penghitungan kualitas lingkungan. Tujuan dari penghitungan kualitas lingkungan adalah: a) memberikan deskripsi tujuan dan aktivitas manusia (sosial dan ekonomi) dan fenomena alami keadaan lingkungan dan demografi, b) memberikan informasi yang komprehensif untuk masyarakat dan pembuat kebijakan, c) sebagai alat yang sangat membantu dalam mengevaluasi pengelolaan demografi dan lingkungan.

Agar upaya pelestarian lingkungan berjalan secara efektif dan efisien serta berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah penting untuk menetapkan kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat disemua tingkatan. Demikian juga penegakan hukum harus berjalan secara efektif agar pelestarian keanekaragaman hayati dapat berjalan dengan baik. Redclift (1990) mengemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses pemanfaatan sumberdaya alam, arah investasi pembangunan, arah pengembangan teknologi dan kelembagaan yang semuanya harmonis, dan meningkatkan berbagal potensi masa kini dan di masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi umat manusia.

Dokumen terkait