(
( Studi Ka
asus Pangk
P
SEK
INST
BERKE
kalan Pen
rovinsi Ka
A
KOLAH
TITUT PE
B
ELANJUT
daratan Ik
alimantan
ASPIANY
PASCAS
ERTANIA
BOGOR
2010
TAN
kan Selili
n Timur )
SARJANA
AN BOGO
Kota Sam
A
OR
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 01 Oktober 1977 dari ayah H. Amir Hasan, Z dan Ibu Hj. Zainah. Penulis merupakan Putra keenam dari sembilan bersaudara.
Pendidikan formal penulis yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 060 Samarinda pada tahun 1982 – 1988, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 6 Samarinda pada tahun 1989 – 1992 dan SMA Kesatuan 1993 – 1995. Dan pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Samarinda Jurusan Manajemen Perusahan dan Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2002. Sejak tahun 2008 penulis menempuh pendidikan Program Master di Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.
Tahun 1998 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur ditempatkan dibidang Pesisir dan Pulan-Pulau Kecil. Dan tahun 2008 berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. SK.826.1/III.3-8839/TUUA/BKD/2008 tanggal 11 September 2008 tentang Surat Keputusan Tugas Belajar. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Hj. Emilia Sukma Dewi, ST dan telah dikaruniai 1 orang anak Muhammad Sheva Asylia.
Bogor, Agustus 2010
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, Agustus 2010
Kasus: Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur). Dibimbing oleh: Totok Hestirianoto, dan Suaedi.
Pembangunan perikanan dimaksudkan untuk mempertemukan minimal dua kepentingan yaitu pemanfaatan sumberdaya alam dan memberi kesempatan kerja dan peluang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan suatu pangkalan pendaratan ikan tidak hanya berasal dan sisi internal, tetapi juga tergantung dari perubahan-perubahan yang terjadi di luar pangkalan itu. Hal ini mengakibatkan dibutuhkannya suatu cara untuk membantu memahami proses terjadinya persoalan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang memiliki ciri-ciri sebagai pangkalan agar pengelola mampu mengantisipasi terjadinya perubahan keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan serta adanya perubahan di luar wilayahnya.
Sejak Diterbitkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan serta Peraturan Daerah Kota Samarinda No.20 Tahun 2006 tentang Pelelang dan Pangkalan Pendaratan Ikan Pedoman Umum Pembangunan dan Pengembangan pangkalan pendaratan ikan Selili, ada keinginan pemerintah (DKP dan Dinas Kelautan dan perikanan Kota Samarinda) untuk melaksanakan pembangunan dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan. Namun bagaimana merumuskan arah kebijakan pengelolaan suatu pangkalan pendaratan ikan tertentu masih membutuhkan kajian yang mendalam.
Salah satu kunci penentu keberhasilan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan adalah efektivitas kebijakan yang dipergunakan sebagai dasar pengelolaan pangkalan. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu disusun dengan melibatkan berbagai pihak baik pemerintah pusat maupun daerah, nelayan, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
Tujuan utama penelitian adalah merumuskan arahan kebijakan yang diperlukan dalam mengelolaan pangkalan pendaratan ikan melalui suatu analisis kebijakan sehingga terwujud pembangunan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan di pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Secara lebih spesifik dapat diuraikan ke dalam tujuan operasional sebagai berikut: (1) Menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan; (2) Menganalisis faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan berdasarkan faktor pengungkit keberlanjutan dan (3) Merumuskan skenario optimal dan arahan kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan, menentukan status keberlanjutan, menetapkan faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan serta merumuskan arah kebijakan dan prioritasnya.
Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang dilakukan saat ini kurang berkelanjutan dengan indeks keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan (IKPPI) 44,50 pada skala 0 - 100. Dari lima dimensi keberlanjutan yang dianalisis, dimensi ekonomi serta dimensi sosial budaya tergolong pada kategori cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan tergolong kurang berkelanjutan.
Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda adalah: (a) Dimensi ekologi yaitu kesesuaian lokasi, luas lahan, sistem pemeliharaan, ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, pemanfaatan limbah perikanan, tingkat kualitas air, ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan. (b) Dimensi ekonomi yaitu pasar komoditas perikanan, jumlah komoditas perikanan, jumlah tenaga kerja, jumlah komoditas unggulan, tingkat ekonomi masyarakat terhadap pangkalan pendaratan ikan, tingkat ketergantung konsumen terhadap pangkalan pendaratan ikan. (c) Dimensi sosial budaya yaitu tingkat penyerapan tenaga kerja, frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di pangkalan pendaratan ikan, Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendaratan ikan (Dinas DKP Kota Samarinda), frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan. (d) Dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu akses terhadap perkembangan IPTEK, teknologi pengolahan limbah, teknologi informasi harga komoditas perikanan, fasilitas fisik, monitoring lingkungan. (e) Dimensi hukum dan kelembagaan yaitu mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pangkalan pendaratan ikan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota, kearifan lokal.
Faktor kunci pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda merupakan penggabungan faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan pangkalan dan kemudian dianalisis menggunakan analisis prospektif. Hasil analisis diperoleh faktor kunci pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda adalah Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota, luas lahan, fasilitas fisik, pemanfaatan limbah perikanan, teknologi pengolahan limbah.
Skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang optimal adalah Peningkatan ekonomi dan teknologi yaitu sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Skenario ini memberikan hasil keberlanjutan dengan nilai 52,58.
pengolahan limbah berkembang.
landing place, Samarinda city). Under direction of TOTOK HESTIRIANOTO and SUAEDI
The purposes of this study were : 1) evaluate status of sustainability Selili’s fish landing place development; 2) analyze key factors of Selili’s fish landing place development; and 3) determine optimal scenarios of Selili’s fish landing place development. The results showed that the status of overall sustainability of Selili’s fish landing place development included in the strata of less sustainable (44,50%), with details of each index : ecological dimension 28.38% (less sustainable), economic dimension 59.55% (fairly continuous), socio-cultural dimension 60.90% (fairly continuous), infrastructure & technology dimension 42.69% (less sustainable) and legal and institutional dimension of 29.48% (less sustainable). Retrieved three elements of the key factors (three scenarios) which affect the status of sustainability Selili’s fish landing place development 1) local communities and fish landing place improvement; 2) economic and technology improvement; and 3) level of social and stability of ecological improvement. From these key factors, economic and technology improvement factor most selected by the community. This scenario included in strata of fairly continuous (52,58%).
Key words: Selili’s fish landing place, sustainability, management, policy.
Kami yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa draft tesis :
Nama : Aspiany
NRP : P052080281
Judul Tesis : Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus
Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan
Timur).
Telah diperiksa dan dibaca dengan seksama dan dinyatakan layak untuk diajukan sebagai
bahan ujian untuk tertutup.
Menyatakan
Ketua Komisi Pembimbing
(
( Studi Ka
asus Pangk
P
SEK
INST
BERKE
kalan Pen
rovinsi Ka
A
KOLAH
TITUT PE
B
ELANJUT
daratan Ik
alimantan
ASPIANY
PASCAS
ERTANIA
BOGOR
2010
TAN
kan Selili
n Timur )
SARJANA
AN BOGO
Kota Sam
A
OR
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 01 Oktober 1977 dari ayah H. Amir Hasan, Z dan Ibu Hj. Zainah. Penulis merupakan Putra keenam dari sembilan bersaudara.
Pendidikan formal penulis yaitu pendidikan dasar di SD Negeri 060 Samarinda pada tahun 1982 – 1988, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 6 Samarinda pada tahun 1989 – 1992 dan SMA Kesatuan 1993 – 1995. Dan pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Samarinda Jurusan Manajemen Perusahan dan Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2002. Sejak tahun 2008 penulis menempuh pendidikan Program Master di Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.
Tahun 1998 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur ditempatkan dibidang Pesisir dan Pulan-Pulau Kecil. Dan tahun 2008 berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. SK.826.1/III.3-8839/TUUA/BKD/2008 tanggal 11 September 2008 tentang Surat Keputusan Tugas Belajar. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Hj. Emilia Sukma Dewi, ST dan telah dikaruniai 1 orang anak Muhammad Sheva Asylia.
Bogor, Agustus 2010
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, Agustus 2010
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
Timur)
Nama Mahasiswa : Aspiany
NRP : P052080281
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc Ketua
Dr. Suaedi, S.Pd, M.Si Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS NIP. 1960 0204 1985 03 1003 NIP. 1956 0404 1980 11 1002
landing place, Samarinda city). Under direction of TOTOK HESTIRIANOTO and SUAEDI
The purposes of this study were : 1) evaluate status of sustainability Selili’s fish landing place development; 2) analyze key factors of Selili’s fish landing place development; and 3) determine optimal scenarios of Selili’s fish landing place development. The results showed that the status of overall sustainability of Selili’s fish landing place development included in the strata of less sustainable (44,50%), with details of each index : ecological dimension 28.38% (less sustainable), economic dimension 59.55% (fairly continuous), socio-cultural dimension 60.90% (fairly continuous), infrastructure & technology dimension 42.69% (less sustainable) and legal and institutional dimension of 29.48% (less sustainable). Retrieved three elements of the key factors (three scenarios) which affect the status of sustainability Selili’s fish landing place development 1) local communities and fish landing place improvement; 2) economic and technology improvement; and 3) level of social and stability of ecological improvement. From these key factors, economic and technology improvement factor most selected by the community. This scenario included in strata of fairly continuous (52,58%).
Key words: Selili’s fish landing place, sustainability, management, policy.
Kami yang tertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa draft tesis :
Nama : Aspiany
NRP : P052080281
Judul Tesis : Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus
Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan
Timur).
Telah diperiksa dan dibaca dengan seksama dan dinyatakan layak untuk diajukan sebagai
bahan ujian untuk tertutup.
Menyatakan
Ketua Komisi Pembimbing
( Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda,
Provinsi Kalimantan Timur )
Oleh :
ASPIANY
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kasus: Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur). Dibimbing oleh: Totok Hestirianoto, dan Suaedi.
Pembangunan perikanan dimaksudkan untuk mempertemukan minimal dua kepentingan yaitu pemanfaatan sumberdaya alam dan memberi kesempatan kerja dan peluang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan suatu pangkalan pendaratan ikan tidak hanya berasal dan sisi internal, tetapi juga tergantung dari perubahan-perubahan yang terjadi di luar pangkalan itu. Hal ini mengakibatkan dibutuhkannya suatu cara untuk membantu memahami proses terjadinya persoalan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang memiliki ciri-ciri sebagai pangkalan agar pengelola mampu mengantisipasi terjadinya perubahan keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan serta adanya perubahan di luar wilayahnya.
Sejak Diterbitkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan serta Peraturan Daerah Kota Samarinda No.20 Tahun 2006 tentang Pelelang dan Pangkalan Pendaratan Ikan Pedoman Umum Pembangunan dan Pengembangan pangkalan pendaratan ikan Selili, ada keinginan pemerintah (DKP dan Dinas Kelautan dan perikanan Kota Samarinda) untuk melaksanakan pembangunan dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan. Namun bagaimana merumuskan arah kebijakan pengelolaan suatu pangkalan pendaratan ikan tertentu masih membutuhkan kajian yang mendalam.
Salah satu kunci penentu keberhasilan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan adalah efektivitas kebijakan yang dipergunakan sebagai dasar pengelolaan pangkalan. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu disusun dengan melibatkan berbagai pihak baik pemerintah pusat maupun daerah, nelayan, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
Tujuan utama penelitian adalah merumuskan arahan kebijakan yang diperlukan dalam mengelolaan pangkalan pendaratan ikan melalui suatu analisis kebijakan sehingga terwujud pembangunan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan di pangkalan pendaratan ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Secara lebih spesifik dapat diuraikan ke dalam tujuan operasional sebagai berikut: (1) Menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan; (2) Menganalisis faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan berdasarkan faktor pengungkit keberlanjutan dan (3) Merumuskan skenario optimal dan arahan kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan, menentukan status keberlanjutan, menetapkan faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan serta merumuskan arah kebijakan dan prioritasnya.
Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang dilakukan saat ini kurang berkelanjutan dengan indeks keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan (IKPPI) 44,50 pada skala 0 - 100. Dari lima dimensi keberlanjutan yang dianalisis, dimensi ekonomi serta dimensi sosial budaya tergolong pada kategori cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi ekologi, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan tergolong kurang berkelanjutan.
Faktor-faktor pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda adalah: (a) Dimensi ekologi yaitu kesesuaian lokasi, luas lahan, sistem pemeliharaan, ketersediaan tempat pembuangan sampah perikanan, pemanfaatan limbah perikanan, tingkat kualitas air, ketersediaan instalasi pengolahan limbah perikanan. (b) Dimensi ekonomi yaitu pasar komoditas perikanan, jumlah komoditas perikanan, jumlah tenaga kerja, jumlah komoditas unggulan, tingkat ekonomi masyarakat terhadap pangkalan pendaratan ikan, tingkat ketergantung konsumen terhadap pangkalan pendaratan ikan. (c) Dimensi sosial budaya yaitu tingkat penyerapan tenaga kerja, frekuensi terjadinya konflik sosial budaya terhadap keberadaan pangkalan pendaratan ikan, tingkat pendidikan pelaku ekonomi dalam kegiatan di pangkalan pendaratan ikan, Kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan perikanan oleh pangkalan pendaratan ikan (Dinas DKP Kota Samarinda), frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan pelatihan terkait perikanan. (d) Dimensi infrastruktur dan teknologi yaitu akses terhadap perkembangan IPTEK, teknologi pengolahan limbah, teknologi informasi harga komoditas perikanan, fasilitas fisik, monitoring lingkungan. (e) Dimensi hukum dan kelembagaan yaitu mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pangkalan pendaratan ikan, dukungan pemerintah terhadap pengembangan pangkalan pendaratan ikan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, dukungan kebijakan daerah Provinsi dan Kab/Kota, kearifan lokal.
Faktor kunci pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda merupakan penggabungan faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan pangkalan dan kemudian dianalisis menggunakan analisis prospektif. Hasil analisis diperoleh faktor kunci pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda adalah Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, Dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota, luas lahan, fasilitas fisik, pemanfaatan limbah perikanan, teknologi pengolahan limbah.
Skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan yang optimal adalah Peningkatan ekonomi dan teknologi yaitu sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah meningkat dan optimal, dukungan kebijakan Provinsi dan Kab/Kota meningkat dan optimal, luas lahan berkembang, fasilitas fisik meningkat dan optimal, pemanfaatan limbah meningkat dan optimal, teknologi pengolahan limbah berkembang. Skenario ini memberikan hasil keberlanjutan dengan nilai 52,58.
pengolahan limbah berkembang.
i
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya Penelitian dengan Judul “Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Berkelanjutan (Studi Kasus Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka Penulisan Tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS selaku Ketua dan Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Sekretaris Program S2 pada Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB
2. Bapak . Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Suaedi, S.Pd. M.Si. selaku anggota Komisi Pembimbing 3. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh rekan-rekan program studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2008 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terima kasih yang sangat mendalam penulis persembahkan kepada Istri terkasih Hj. Emilia Sukma Dewi, ST, dan Anakku Muhammad Sheva Asylia yang dengan sabar dan penuh kasih sayang mendorong dan mendukung penulis untuk menyelesaikan Tesis ini.
Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi bidang Ilmu Pengetahuan dan semua pihak….Amin
Bogor, Juli 2010
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... viii I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.4. Manfaat Penelitian ... 6 1.5. Kerangka Pemikiran ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
iii
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 33 3.3. Teknik Penentuan Responden ... 33 3.4. Metode Analisis Data ... 34 3.4.1 Analisis Keberlanjutan (Multidimensional Scaling/MDS) ... 34 3.4.2 Analisis Prospektif ... 43
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Kondisi Fisik Wilayah ... 47 4.1.1 Administrasi ... 47 4.1.2 Kondisi Fisik Wilayah Topografi ... 49 4.1.3 Jenis Tanah ... 49 4.1.4 Kondisi Geologi ... 50 4.1.5 Hidrologi ... 51 4.2. Kependudukan dan Sosial Ekonomi ... 51 4.2.1 Jumlah Penduduk ... 51 4.2.2 Kepadatan Penduduk ... 53 4.2.3 Penyebaran Penduduk... 54 4.2.4 Tenaga Kerja dan Mata Pencarian Pengangguran ... 55 4.2.5 Agama ... 59 4.3. Sumberdaya Perikanan ... 59 4.3.1 Produksi Perikanan ... 59 4.3.2 Alat Tangkap ... 61 4.3.3 Jenis dan Lokasi Pengolahan Hasil Perikanan ... 61 4.4. Sosial Ekonomi Nelayan .. ... 62 4.4.1 Jumlah Nelayan ... 62 4.4.2 Penghasilan Nelayan... 63 4.5. Gambaran Umum Kegiatan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili ... 63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
iv
5.2. Analisis Prospektif Keberlanjutan Kawasan ... 74 5.3. Skenario Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan ... 77 5.4. Arah Kebijakan Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili Kota Samarinda ... 81
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 88 6.2. Saran... 89
v
Halaman 1. Fasilitas pelabuhan perikanan menurut kriteria dan jenis fasilitas ... 25 2. Kategori status keberlanjutan pangkalan pendaratan ikan ... 39 3. Pedoman penilaian prospektif dalam pengelolan pangkalan pendaratan
ikan ... 44 4. Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolan pangkalan pendaratan
ikan ... 45 5. Topografi Kota Samarinda ... 49 6. Luas masing-masing Jenis Tanah di Wilayah Kota Samarinda ... 50 7. Luas masing-masing Formasi Geologi di Wilayah Kota Samarinda ... 51 8. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran ... 55 9. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin .. 56 10. Banyak alat penangkapan ikan di perairan umum Kota Samarinda ... 60 11. Banyak alat penangkapan ikan laut Kota Samarinda Tahun 2009 ... 61 12. Jumlah Nelayan PPI Selili 5 (Lima) Tahun Terakhir ... 62 13. Perkembangan Penghasilan Nelayan (2008 – 2009)... 63 14. Penilaian dimensi status keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan
ikan Selili Kota Samarinda ... 65 15. Perbandingan nilai Indeks IKPPI dengan analisis Monte Carlo ... 66 16. Hasil analisis Pangkalan Pendaratan Ikan pada nilai stress dan koofisien
determinan ... 67 17. Faktor – faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan. ... 75 18. Prospektif faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
Selili Kota Samarinda. ... 77 19. Incompatible faktor kunci dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
Selili Kota Samarinda ... 78 20. Definisi masing-masing strategi skenario ... 79 21. Hasil penentuan bobot skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
vi
Halaman 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 9 2. Bagan struktur organisasi PPI ... 25 3. Peta Lokasi Penelitian ... 32 4. Tahapan analisis keberlanjutan menggunakan MDS ... 35 5. Skala Ilustrasi indeks keberlanjutan pengelolan pangkalan pendaratan
ikan sebesar 50% (Berkelanjutan)... 39 6. Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap dimensi pengelolan pangkalan
pendaratan ikan. ... 42 7. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Godet,
1999) ... 44 8. Peta Kota Samarinda ... 47 9. Jumlah Penduduk menurut masing-masing Kecamatan ... 53 10. Kepadatan Penduduk Masing-masing Kecamatan ... 53 11. Penyebaran penduduk Kota Samarinda ... 54 12. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Pendidikan ... 56 13. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Tenaga Kerja ... 57 14. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58 15. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 58 16. Banyak Penduduk Pemeluk Agama Survey... 59 17. Data Perkembangan Produksi Perikanan Darat dan Laut ... 60 18. Data Produksi Ikan Darat……….. 60 19. Saluran Pemasaran Hasil Perikanan di Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) ... 64 20. Diagram layang (kite diagram) indeks tingkat keberlanjutan
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan ... 66 21. Peran masing-masing elemen aspek ekologi dalam bentuk nilai Root
Mean Square (RMS) ... 68 22. Peran masing-masing elemen aspek ekonomi dalam bentuk nilai Root
vii
24. Peran masing-masing elemen infrastruktur dan teknologi dalam bentuk nilai Root Mean Square (RMS) ... 72 25. Peran masing-masing elemen aspek hukum dan kelembagan dalam
bentuk nilai Root Mean Square (RMS)... 73 26. Analisis kepentingan antar faktor yang sensitif pada perencanaan
viii
Halaman 1. Kuisioner Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Selili
Berkelanjutan ... 95 2. Hasil analisis MDS... 103 3. Perubahan Skor Atribut faktor untuk skenario terpilih ... 106 4. Foto Kegiatan di Pangkalan pendaratan ikan Selili ... 109 5. Desain Rancangan Pembangunan dan Pengembangan Pangkalan
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi
nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta
kesejahteraan nelayan. Pembangunan perikanan dapat terlaksanakan dengan
pengelolaan perikanan yang optimal. Dalam Undang–Undang Nomor 31 tahun
2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengelolaan perikanan harus dapat
mendukung kesejahteraan nelayan, menciptakan kesempatan kerja,
mengoptimalkan dan menjaga kelestarian stok sumberdaya ikan.
Perikanan merupakan usaha manusia dalam memanfaatkan sumberdaya
ikan sebagai suatu kegiatan usaha atau kegiatan ekonomi. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Lubis (2006), bahwa salah satu hal yang mendasari pengembangan
pelabuhan perikanan adalah adanya potensi sumberdaya ikan yang
memungkinkan bias dikembangan tingkat kegiatan perikanannya. Manusia dalam
memanfaatkan sumberdaya ikan membutuhkan modal, teknologi, dan
keterampilan. Sementara dalam memanfaatkan sumberdaya ikan manusia
membutuhkan perencanaan kegiatan penangkapan, penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan pasca panen, pengolahan serta pemasaran
(Nikijuluw, 2002). Salah satu sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
pembangunan perikanan adalah ketersediaan pelabuhan perikanan.
Tersedianya prasarana pelabuhan perikanan mempunyai arti yang sangat
penting dalam usaha menunjang pembangunan perikanan sebagai basis perikanan
tangkap. Hal tersebut dikarenakan pelabuhan perikanan merupakan tempat
pendaratan, pengolahan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan, yang
mana merupakan pusat kegiatan peningkatan ekonomi masyarakat nelayan dari
aspek produksi, pengolahan dan pemasaran ( Lubis, 2002).
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur
(2009), Kota Samarinda luas perairan sungai 149.227 km² dengan panjang 920
Km, Produksi tahun (2008) bahwa potensi sumberdaya ikan di Kalirnantan Timur
diperkirakan berjumlah 187.225,3 ton per tahun terdiri dari hasil tangkapan di
budidaya di tambak 28.194,7 ton dan hasil budidaya di kolam dan karamba di air
tawar 2.119,9 ton. Sedangkan pada tahun (2009) total produksi yang didaraatkan
7.497.000/kg dengan nilai 106.668.270.000, Sedangkan menurut Kantor
Perikanan Kota Samarinda (2008), produksi ikan di Samaninda untuk ikan laut
sebesar 6.537,0 ton, ikan darat sebesar 2.472,5 ton.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Selili berlokasi di Kota Samarinda
merupakan sentral pemasaran produksi perikanan baik yang berasal dan hasil
perikanan laut maupun perikanan darat. Pangkalan pendaratan ikan Selili ini
mendapat pasokan ikan dari luar Kota Samarinda bahkan dan luar propinsi
Kalimantan Timur terutama untuk ikan laut berasal dari Sulawesi Selatan,
Sulawesi tengah dan Pulau Jawa.
Masalah yang dihadapi PPI adalah: 1) lokasi pangkalan pendaratan ikan
berada dipermukiman penduduk yang mayoritas bukan nelayan, 2) lahan
pangkalan pendaratan ikan pada umumnya termasuk kategori lahan kurang luas,
3) kurangnya perhatian terhadap pangkalan pendaratan ikan dan lingkungan, 4)
pangkalan pendaratan ikan hanya pada aspek produksi kurang dikaitkan dengan
sistem agribisnis secara utuh, 4) kurangnya informasi pasar, teknologi pengolahan
hasil perikanan dan teknologi pengolahan limbah, 5) sarana dan prasarana
pangkalan pendaratan ikan yang sangat terbatas, 6) lambatnya proses akuiturasi
dan kadangkala terjadi konflik dengan masyarakat setempat, 7) rendahnya kualitas
sumberdaya manusia dan kapasitas kelembagaan, 8) pelaksanaan pangkalan
pendaratan ikan kurang mendapat perhatian dari para pengambil keputusan, dan 9)
tata kepemerintahan yang belum mapan (DKP, 2005).
Terkait dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan kapasitas
kelembagaan, permasalahan pangkalan pendaratan ikan yang menjadi kendala
adalah: (a) belum adanya pengelolaan di tingkat satuan pangkalan pendaratan ikan
yang terpadu, (b) lemahnya kerjasama lintas sektor yang mengakibatkan proses
pembinaan dan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan tidak efektif dan efisien,
proses penyusunan berbagai program pembangunan yang bersifat sektoral dan top
down, (c) kesinambungan program menangani pangkalan pendaratan ikan dari
pemerintah daerah tidak berjalan dengan baik dan tidak berkelanjutan. Secara
pendaratan ikan terdiri dari atas Kepala PPI, sub bagian tata usaha, bagian
pelelangan ikan, bagian fasilitas pendaratan dan sarana prasarana pemukiman
nelayan (Lubis, 2006).
Berbagai masalah tersebut menyebabkan pangkalan pendaratan ikan
digolongkan lambat tumbuh. Selanjutnya dinyatakan bahwa dari sejumlah
pelabuhan perikanan yang telah dibangun, 60 % belum berfungsi secara optimal,
untuk itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik agar pelabuhan perikanan yang
ada berfungsi secara optimal menampung, mengolah dan mendistribusikan
produksi perikanan yang mana merupakan pusat kegiatan peningkatan ekonomi
masyarakat nelayan dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran
(Lubis, 2002).
Di era otonomi daerah dan desentralisasi yang sedang berlangsung di
Indonesia juga terdapat tantangan lain. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, serta Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, akan
menempatkan suatu mekanisme pengelolaan multi level dan multi stakeholders serta multi dimensi.
Saragih dan Sipayung (2002) menyatakan bahwa dalam melaksanakan
berbagai kegiatan pembangunan akan terjadi benturan antara kepentingan
pembangunan dan aspek sosial, ekonomi, dengan pelestarian lingkungan.
Benturan antara ketiga aspek kepentingan tersebut akan menimbulkan dampak
positif maupun negatif. Keberhasilan suatu pengelolaan pangkalan pendaratan
ikan ditentukan oleh kemampuan pengelola untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki pangkalan pendaratan ikan dalam mengatasi kekurangan dan
memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya secara efektif dan efisien.
Sebagai upaya untuk mendapatkan solusi optimal terhadap dampak yang
ditimbulkan maka perlu diterapkan konsep pembangunan berkelanjutan.
Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaan pengelolaan
pihak yang berkepentingan, sehingga pelaksanaan program pembangunan
pangkalan pendaratan ikan pada masa yang akan datang dapat terjamin
keberlanjutannya. Menurut Djajadiningrat (2001), suatu pembangunan dikatakan
berbasis lingkungan, jika dalam pelaksanaannya menerapkan konsep
pembangunan berkelanjutan.
Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan telah diterapkan pada
banyak negara dan oleh berbagai lembaga dengan mengembangkan indikator
keberlanjutan antara lain: Centre for International Forest Research (CIFOR)
mengembangkan sistem pembangunan kehutanan berkelanjutan dengan
mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Charles
(2001) mengembangkan sistem pembangunan perikanan berkelanjutan dengan
memadukan keberlanjutan ekologi, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial,
dan keberlanjutan kelembagaan. Food and Agricultural Organization (FAO)
mengembangkan indikator keberlanjutan untuk pembangunan wilayah pesisir
berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, teknologi, dan
pertahanan keamanan. Commision on Sustainable Development menyusun indikator pembangunan berkelanjutan ke dalam empat kategori yaitu sosial,
ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan (OECD, 1993; DSD, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pangkalan pendaratan ikan tidak hanya
berasal dan sisi internal (dari dalam pangkalan pendaratan ikan sendiri), tetapi
juga tergantung dari perubahan-perubahan yang terjadi di luar pangkalan
pendaratan ikan itu akibat interaksi dengan kawasan yang terluas dan atau pusat
pertumbuhan di sekitarnya serta perubahan kepentingan stakeholder. Hal ini membutuhkan suatu perencanaan yang tepat dan berorientasi jangka panjang agar
pengelola mampu mengantisipasi ter adinya perubahan keadaan sosial, ekonomi
dan lingkungan serta adanya perubahan di luar pangkalan pendaratan ikan.
Kompleksitas permasalahan pangkalan pendaratan ikan pada dasarnya
disebabkan oleh permasalahan kebijakan yang dalam proses analisis kebijakan
belum memperhatikan aspirasi stakeholder dan berbagai aspek keberlanjutan pembangunan pangkalan pendaratan ikan serta faktor kunci yang mempercepat
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan secara lokal spesifik. Dengan demikian
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan berkelanjutan. Pengelolaan ini
diharapkan dapat menjawab permasalahan kebijakan pengelolaan pangkalan
pendaratan ikan saat ini, yakni sistem pengembangan pangkalan pendaratan ikan
belum terpadu, belum mempertimbangkan kebijakannya, belum melibatkan
seluruh stakeholder, dan tidak sepenuhnya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Salah satu kunci penentu keberhasilan pengelolaan pangkalan pendaratan
ikan adalah efektivitas kebijakan yang dipergunakan sebagai dasar pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan. Kebijakan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
perlu disusun dengan melibatkan berbagai pihak baik pemerintah pusat maupun
daerah, masyarakat nelayan, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat,
sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan semua
pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
Melalui penelitian ini, diharapkan dihasilkan arahan kebijakan strategis yang
dapat mengakomodir berbagai kepentingan yang berbeda dan permasalahan yang
kompleks secara optimal dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
1.2 Rumusan Masalah
Melihat permasalahan yang berkaitan dengan pengelolan pangkalan
pendaratan ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan maka rumusan
masalah yang timbul adalah .
1. Bagaimana status berkelanjutan dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan
Silili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
2. Bagaimana faktor–faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan
ikan.
3. Bagaimana skenario optimal dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan
Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengkaji status berkelanjutan dalam pengelolan pangkalan pendaratan ikan
Selili Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur.
2. Menganalisis faktor–faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan
3. Merekomendasikan skenario optimal dalam pengelolan pangkalan pendaratan
ikan Selili Kota Samarinda secara berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Ilmu pengetahuan dalam bidang aplikasi pengembangan pengelolaan dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan, agar dapat membantu dalam
menyelesaikan permasalahan pengelolaan khususnya di pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan.
2. Semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan agar dapat mengambil keputusan
dengan hasil yang lebih baik.
3. Pemerintah baik tingkat daerah maupun pusat sebagai acuan dalam menyusun
kebijakan pangkalan pendaratan ikan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Pangkalan pendaratan ikan perlu dikelola dengan baik agar tujuan
pembangunan yang telah ditetapkan. Pada konsep pembangunan berkelanjutan
tujuan ekonominya adalah dengan meningkatkan pendapatan nelayan dan
masyarakat lokal, tujuan sosialnya adalah mencegah terjadinya konflik dan
kesenjangan dan menciptakan keadilan dalam masyarakat, dan tujuan aspek
lingkungan adalah menjaga keanekaragaman hayati, konservasi lahan dan air,
aplikasi dan inovasi teknologi tepat guna dan berfungsinya kelembagaan.
Tujuan-tujuan tersebut dicapai jika semua stakeholder yang terlibat dapat bersinergi secara optimal setiap langkah dalam pengelolaan pangkalan pendaratan ikan.
Kondisi pengelolaan pangkalan pendaratan saat ini merupakan hasil dari
pengelolaan yang telah dilakukan sebelumnya. Pengelolaan pangkalan pendaratan
ikan didasarkan pada berbagai kebijakan pembangunan yang ditetapkan baik dari
pemerintah maupun pemerintah daerah secara kontinu. Berdasarkan hasil
pemantauan dan laporan berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini relatif belum berkembang secara
dengan keberlanjutan pembangunan. Prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi
relevan untuk diterapkan agar dapat memberikan solusi optimal terhadap konflik
antara kepentingan pembangunan dengan pelestarian lingkungan hidup.
Keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat diketahui dan
indikator pembangunan berkelanjutan yang mencakup berbagai aspek. Pada
penelitian indikator yang digunakan mencakup lima dimensi yaitu ekologi,
ekonomi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan
kelembagaan. Dimensi teknologi digunakan karena pengelolaan pangkalan
pendaratan ikan berbasis yang pada umumnya masih dengan cara-cara tradisional.
Pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dalam pengembangan perikanan dan
usaha lainnya memerlukan penerapan teknologi untuk mencapai tingkat
perkembangan yang diinginkan. Dimensi kelembagaan digunakan karena
pangkalan pendaratan ikan dapat dijadikan acuan norma khususnya terkait dengan
keragaman budaya dan perilaku masyarakatnya. Hal ini pula berkaitan dengan
hukum dan kelembagaan yang telah mendominasi perkembangan dimensi ekologi,
ekonomi, sosial budaya, dan infrastruktur dan teknologi. Kelima dimensi tersebut
secara simultan akan mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan pangkalan
pendaratan ikan.
Masing-masing dimensi tersebut memiliki atribut dan kriteria tersendiri
yang mencerminkan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi yang bersangkutan.
Berbagai atribut serta kriteria yang digunakan ditentukan berdasarkan preferensi
para pakar dan stakeholder.
Untuk menilai (assessment) keberlanjutan dan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan saat ini dilakukan dengan menggunakan metode multi variable
non parametrik yang disebut multidimensional scalling (MDS). Analisis MDS hanya memberikan gambaran kondisi serta faktor-faktor sensitif yang disebut
faktor-faktor pengungkit pengelolaan pangkalan pendaratan ikan sesaat atau
semacam “Potret” sesaat.
Jika penilaian menghasilkan indek keberlanjutan pengelolaan pangkalan
pendaratan ikan (IKPPI) termasuk dalam kategori berkelanjutan maka hal tersebut
menunjukkan bahwa pengelolaan pangkalan pendaratan ikan aktual telah
kebijakan yang baik dan benar, dengan menerapkan prinsip pembangunan
berkelanjutan. Bagaimanapun proses yang dilalui dalam menghasilkan kebijakan
pengelolaan pangkalan pendaratan ikan tersebut tidak perlu dipersoalkan, karena
pada kenyataannya kebijakan tersebut telah menghasilkan kondisi pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan yang berkelanjutan. Langkah selanjutnya adalah
memberikan rekomendasi agar kebijakan yang ada terus digunakan dan
memberikan penguatan pada faktor- faktor pengungkit utama atau faktor kunci
yang telah teridentifikasi mampu memberikan pengaruh besar agar tingkat
keberlanjutan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dapat terus meningkat. Jika
penilaian menghasilkan IKPPI termasuk dalam katagori belum berkelanjutan,
maka perlu dikenali permasalahan yang ada di dalam pengelolaan pangkalan
pendaratan ikan.
Faktor-faktor kunci pengelolaan pangkalan pendaratan ikan merupakan
masukan dalam penyusunan skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
Selili. Penyusunan skenario pengelolaan pangkalan pendaratan ikan perlu
melibatkan semua pihak stakeholder dan pakar. Skenario ini diharapkan memberikan gambaran masa depan pengelolaan pangkalan pendaratan ikan kaitan
dengan keberlanjutan dimensi-dimensi yang dikaji. Skenario pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan dapat disimulasikan untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada masa depan dengan menggunakan analisis
prospektif. Hasil analisis prospektif pengelolaan pangkalan pendaratan ikan
berkelanjutan tersebut akan menghasilkan alternatif skenario pengelolaan
pangkalan pendaratan ikan pada masa datang beserta arahan kebijakan.
Hasil analisis yang dibangun dengan berbagai intervensi (alternatif
skenario) dapat digunakan untuk memprediksi kebijakan yang memberikan
kinerja paling optimal sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Skenario
optimal yang dihasilkan merupakan gambaran masa depan yang akan diwujudkan
oleh sistem. Selanjutnya, intervensi yang dapat memberikan kinerja paling
optimal dalam mencapai tujuan sistem merupakan rekomendasi arahan kebijakan
yang dapat disarankan untuk diadopsi oleh semua pihak yang berkepentingan
sumberdaya yang dimiliki oleh sistem tersebut. Secara skematis, kerangka pikir
[image:37.612.133.511.138.396.2]penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Ya Tidak
Kondisi PPI Selili Saat Ini
Status Berkelanjutan Pengelolaan PPI
Berkelanjutan Kebijakan
Pengelolaan PPI yang ada
Indikotor Keberlanjutan
Rekomendasi Pengelolan PPI
Berkelanjutan
Skenario Pengelolaan
PPI
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan akhir-akhir ini menjadi suatu konsep
pembangunan yang diterima oleh semua negara di dunia untuk mengelola
sumberdaya alam agar tidak mengalami kehancuran dan kepunahan. Konsep
berlaku untuk seluruh sektor pembangunan termasuk pembangunan sektor
perikanan. Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multidisiplin karena
banyak aspek pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain aspek
ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan
kelembagaan. Walaupun banyak pendapat ahli yang lain memberikan persyaratan
pembangunan berkelanjutan dengan aspek-aspek yang hampir sama tetapi dengan
cara dan pendekatan yang berbeda.
Secara prinsip, pembangunan berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan
terorganisasikan untuk mengembangkan kualitas hidup secara berkelanjutan,
dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan
pemeliharaan sumberdaya secara berkelanjutan dengan prasyarat terselenggaranya
suatu sistem kepemerintahan yang baik (good governance). Pembangunan berkelanjutan juga diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial, ekonomi, dan
ekologi. Walaupun secara konseptual pemaduan ini masuk akal, tetapi
implementasinya tidaklah sederhana. Hal ini antara lain karena permasalahan
sosial, ekonomi dan ekologi yang terpisahkan atau dipisahkan secara spasial.
Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan oleh the
World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987 dengan laporannya berjudul Our Common Future (Kay dan Alder, 1999). Laporan ini dibuat oleh sekelompok ahli yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland,
sehingga laporan tersebut sering disebut sebagai Laporan Brundtland (The Brundtland Report). Dalam laporan tersebut terkandung definisi pembangunan
berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan
tanggung jawab satu terhadap yang lainnya seperti layaknya berada di dalam satu
generasi.
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan akan ada perpaduan antara dua
kata yang kontradiktif yaitu pembangunan yang menuntut perubahan dan
pemanfaatan sumberdaya alam, dan berkelanjutan yang berkonotasi “tidak boleh
mengubah” di dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Persekutuan antara
kedua kepentingan ini pada dasarnya mengembalikan developmentalis dan
environmentalis back to basic yaitu oikos dimana kepentingan ekonomi dan
lingkungan hidup disetarakan (Saragih dan Sipayung, 2002).
Young (1992) dalam Kay dan Alder (1999) mengemukakan adanya tiga tema yang terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan, yaitu:
integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan kesejahteraan (equity). Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Munasinghe (1993), bahwa
pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu: secara
ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis
lestari (ramah lingkungan). Makna dari pembangunan berkelanjutan dari dimensi
ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan ada
generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat
menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan
termasuk keindahan alam. Konsep lain yang masih berkaitan dengan hal tersebut
adalah konsep pemanfaaatan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable use of resources) yang bermakna bahwa pemanenan, ekstraksi, ataupun pemanfaatan
sumberdaya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan
dalam kurun waktu yang sama.
Reid (1995) dalam Kay dan Alder (1999) mengemukakan persyaratan agar pembangunan berkelanjutan dapat terwujud, yaitu: integrasi antara konservasi dan
pengembangan, kepuasan atas kebutuhan dasar manusia, peluang untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang bersifat “non materi”, berkembang ke arah
keadilan sosial dan kesejahteraan, menghargai dan mendukung keragaman
budaya, memberikan peluang penentuan identitas diri secara sosial dan
Cicin-Sain dan Knecht (1998) mengemukakan bahwa pembangunan
berkelanjutan mencakup tiga penekanan, yaitu: (1) pembangunan ekonomi untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia; (2) pembangunan yang sesuai dengan
lingkungan; dan (3) pembangunan yang sesuai dengan keadilan kesejahteraan,
yaitu keadilan penyebaran keuntungan dari pembangunan yang mencakup: a)
intersocietal equity misalnya antar kelompok dalam masyarakat, menghargai hak khusus masyarakat lokal dan lain-lain; b) intergenerational equity yaitu tidak membatasi peluang atau pilihan bagi generasi mendatang; c) international equity
yaitu memenuhi kewajiban (obligasi) terhadap bangsa lain dan terhadap
masyarakat internasional mengingat adanya kenyataan saling ketergantungan
secara global.
Dalam hal pengelolaan sumberdaya alam, telah disepakati secara global
mengenai bagaimana seharusnya sumberdaya alam dikelola agar berkelanjutan
sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi.
Kesepakatan ini jelas bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus
mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yakni ekonomi, ekologi, dan sosial.
Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak
berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya
dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan
kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk itu,
harus memperhatikan prinsip: penggunaan sumberdaya tidak lebih cepat
dibandingkan kemampuannya untuk melakukan pemulihan kembali (rehabilitasi),
tidak menghasilkan polusi lebih cepat dibandingkan kemampuan untuk
menetralisir secara alami (Radzicki dan Trees, 1995).
Secara operasional, pembangunan berkelanjutan sinergik dengan
pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan didefinisikan sebagai upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,
dan pengendalian lingkungan hidup (UU 23/1997). Definisi ini menegaskan
bahwa pengertian pengelolaan Iingkungan mempunyai cakupan yang luas, karena
tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan melainkan juga mencegah
lingkungan. Dengan demikian, perlu disadari bahwa upaya-upaya pengelolaan
lingkungan di Indonesia harus dilakukan tidak saja bersifat kuratif melainkan juga
bersifat preventif. Di masa depan, upaya-upaya yang lebih bersifat preventif harus
lebih diproritaskan, dan hal ini menuntut dikembangkannya berbagai opsi
pengelolaan lingkungan, baik melalui opsi ekonomi maupun melalui
proses–proses peraturan dan penataan penggunaan lahan (Setiawan, 2003).
Hubungan timbal balik antara aspek ekonomi dan sumberdaya alam dan
lingkungan kemudian menjadi sangat penting. Betapa tidak ekstraksi terhadap
sumberdaya alam yang dilakukan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan
akan menghasilkan benefit dan limbah. Aktivitas manusia secara langsung
maupun tidak langsung telah dan akan memberikan dampak terhadap resistensi
sumberdaya alam dan lingkungan.
Pengelolaan sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting
dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional kita.
Dengan potensi sumberdaya alam yang berlimpah sesungguhnya kita dapat
melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa harus
dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi pelaksanaan
pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumber daya alam
ini akan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa
Indonesia
Namun demikian perlu disadari eksploitasi secara berlebihan tanpa
perencanan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan
namun malah sebaliknya akan membawa malapetaka yang tidak terhindarkan.
Akibat pengelolaan sumberdaya alam yang tidak memperhatikan keseimbangan
dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat pada kondisi lingkungan yang
mengalami degradasi baik kualitas maupun kuantitasnya. Demikian juga dengan
jenis flora dan fauna di dalamnya sebagian besar sudah terancam punah. Perairan
yang sangat luas sudah tercemar sehingga ekosistemnya terganggu. Demikian
juga dengan dampak eksploitasi mineral yang terkandung dalam perut bumi juga
mulai merusak keseimbangan dan kelestarian alam sebagai akibat proses
penggalian, pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak dilakukan secara
Pengelolaan sumberdaya alam selama ini tampaknya lebih mengutamakan
meraih keuntungan dan segi ekonomi sebesar-besarnya tanpa memperhatikan
aspek sosial dan kerusakan lingkungan. Pemegang otoritas pengelolaan
sumberdaya alam berpusat pada negara yang dikuasai oleh pemerintah pusat,
sedangkan daerah tidak lebih sebagai penonton. Berbagai kebijakan yang
dikeluarkan cenderung bersifat sektoral, sehingga kadangkala menjadi kebijakan
yang tumpang tindih. Sentralisasi kewenangan tersebut juga mengakibatkan
pengabaian perlindungan terhadap hak azasi manusia. Selama puluhan tahun
praktek pengelolaan sumber daya alam tersebut dilaksanakan telah membawa
dampak yang sangat besar bagi daerah. Berdasarkan implementasi dan UU
No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga
konsep utama dalam pembangunan berkelanjutan yaitu: kondisi SDA, kualitas
lingkungan dan faktor demografi. Oleh karena itu, perlu adanya optimalisasi
usaha untuk menyusun penghitungan kualitas lingkungan. Tujuan dari
penghitungan kualitas lingkungan adalah: a) memberikan deskripsi tujuan dan
aktivitas manusia (sosial dan ekonomi) dan fenomena alami keadaan lingkungan
dan demografi, b) memberikan informasi yang komprehensif untuk masyarakat
dan pembuat kebijakan, c) sebagai alat yang sangat membantu dalam
mengevaluasi pengelolaan demografi dan lingkungan.
Agar upaya pelestarian lingkungan berjalan secara efektif dan efisien serta
berkelanjutan, dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam
skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah penting untuk menetapkan
kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat disemua tingkatan. Demikian juga
penegakan hukum harus berjalan secara efektif agar pelestarian keanekaragaman
hayati dapat berjalan dengan baik. Redclift (1990) mengemukakan bahwa
pembangunan berkelanjutan adalah proses pemanfaatan sumberdaya alam, arah
investasi pembangunan, arah pengembangan teknologi dan kelembagaan yang
semuanya harmonis, dan meningkatkan berbagal potensi masa kini dan di masa
2.2 Pengertian Pelabuhan
Pelabuhan perikanan sebagai pelabuhan khusus adalah suatu wilayah
perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan
kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan
didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis, 2006). Menurut Keputusan Menteri
Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2004 tentang pelabuhan
perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan
perairan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasiiitas keselamatan pelayaran dan kegiatan pelabuhan
perikanan (DKP, 2005).
Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun
2004 tentang pelabuhan perikanan menyatakan bahwa pelaksanaan pengelolaan
pelabuhan perikanan sangat penting dilakukan guna mengoptimalkan peran
pelabuhan sebagai pendorong perekonomian masyarakat. Semakin baik
pengelolaan pelabuhan perikanan, diharapkan kesejahteraan masyarakat nelayan
tinggi juga (DKP, 2005).
Pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan oleh Direktur Jenderal
Kelautan dan Perikanan menjadi empat, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera
(PPS), Pelabunan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pengklasifikasian ini bertujuan untuk
mempermudah dalam pengelolaan pelabuhan perikanan khususnya dan sebagai
dasar pedoman pengembangan pelabuhan perikanan pada umumnya
(Lubis, 2006). Dasar pengklasifikasian ini juga dapat dipakai untuk kebijakan cara
pengelolaan pelabuhan perikanan yang sesuai.
Pelabuhan perikanan di Selili merupakan pelabuhan perikanan jenis
pangkalan pendaratan ikan (Lubis, 2006). Ciri-ciri PPI adalah sebagal berikut:
1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di wilayah
pedalaman dan perairan kepulauan;
2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran
3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam
sekurang-kurangnya 2 m;
4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah
keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus;
5) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 2 ha;
2.3 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No, 10 Tahun 2004 tentang
pelabuhan perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan
fasilitas produksi, fasilitas penanganan dan pengolahan, fasilitas pengendalian dan
pengawasan mutu, fasilitas pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, fasilitas
melakukan pembinaan masyarakat nelayan, fasilitas pengendalian dan
pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan, fasilitas kelancaran kegiatan kapal,
serta fasilitas pengumpulan data (DKP, 2005).
Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dalam
rangka mengembangkan pelabuhan perikanan, pemerintah membangun dan
membina pelabuhan perikanan yang berfungsi antara lain sebagai:
1) Tempat tarnbat labuh kapal perikanan;
2) Tempat pendaratan ikan;
3) Tempat pemasaran dan distribusi ikan;
4) Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan;
5) Tempat pengumpulan data perikanan;
6) Tempat penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan masyarakat
nelayan;
7) Tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan.
Selanjutnya disebutkan bahwa pelabuhan perikanan mempunyai peranan
penting dan strategis dalam menunjang peningkatan produksi perikanan,
memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan
perekonomian masyarakat perikanan, serta mempercepat pelayanan terhadap
seluruh kegiatan yang bergerak di bidang usaha perikanan. Fungsi pelabuhan
tersebut. Sebagai contoh, pelabuhan perikanan tipe-D (PPI) mempunyal fungsi
tidak sekompleks pelabuhan perikanan tipe-A (PPS) (DKP, 2005).
2.4 Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di
pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Di dalam
pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan
berbagai fasilitas. Fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan inilah yang nantinya
akan mempengaruhi cara pengelolaan tiap-tiap pelabuhan perikanan. Pengelolaan
tiap pelabuhan perikanan berbeda satu sama lain, bergantung dan kondisi dan
kelengkapan fasilitas pelabuhan perikanan yang ada (DKP, 2005).
Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan
dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas atau sarana yang
ada pada umumnya menentukan skala atau tipe dan suatu pelabuhan dan akan
berkaitan pula dengan skala usaha perikananrya (Lubis, 2006).
Menurut Murdiyanto (2003), pelabuhan harus dapat melindungi kapal
yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi
fungsinya pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik fasilitas
pokok (basic facilities) maupun fasilitas fungsional (functional facilities). Fasilitas pokok pelabuhan terdiri atas fasilitas perlindungan, fasilitas tambat dan fasilitas
perairan pelabuhan, sedangkan fasilitas fungsional terdiri atas berbagai fasilitas
untuk melayani berbagai kebutuhan lainnya di areal pelabuhan tersebut. Fasilitas
pelabuhan perikanan terdiri atas fasilitas pokok, fungsional, dan tambahan.
Fasilitas pokok berfungsi untuk melindungi kegiatan umum di pelabuhan
perikanan dan gangguan alam (Lubis, 2006). Fasilitas fungsional merupakan
pelengkap fasilitas pokok guna memperlancar pekerjaan atau pemberian
pelayanan jasa di pelabuhan perikanan dan meninggikan nilai guna fasilitas pokok
yang ada. Fasilitas tambahan berfungsi secara tidak langsung didalam menunjang
fungsi pelabuhan perikanan. Fasilitas pokok memberi dukungan pada aktivitas
bongkar muat dan distribusi hasil tangkapan. Fasilitas fungsional memberikan
dukungan pada aktivitas pelelangan, pemasaran, serta kegiatan nelayan yang
kelancaran aktivitas pengguna jasa pelabuhan perikanan. Fasilitas pokok terdiri
atas dermaga, kolam pelabuhan, alat bantu navigasi dan breakwater atau pemecah
gelombang. Fasilitas fungsional terdiri dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik
es, gudang es, refrigerasi (cool room. cold storage), gedung-gedung pemasaran, lapangan perbaikan alat penangkapan ikan. ruangan mesin, tempat penjemuran
alat penangkap ikan, bengkel, slipways, gudang jaring, vessel lifi, fasilitas perbekalan (tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar), dan fasilitas
komunikasi (stasiun jaringan telepon, radio SSB). Fasilitas penunjang terdiri atas
MCK, polikilnik, mess, kantin atau warung, musholla, kantor pengelola
pelabuhan, ruang operator, kantor syabbandar. dan kantor beacukai (Lubis, 2006).
2.5 Pengelolaan Pelabuhan Perikanan
Menurut Undang - Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan
bahwa pengelolaan sumberdaya ikan adalah rangkaian kegiatan yang
berhubungan dengan perencanaan, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya
ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan
perundang-undangan di bidang perikanan. Pengelolaan sumberdaya ikan harus sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan dan pengaturananya diatur melalui berbagai
perangkat peraturan sehingga diharapkan dapat menjadikan sektor perikanan
berkembang dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (DKP, 2005).
Selanjutnya dikatakan dalam Undang-Undang tersebut bahwa pengelolaan
perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan
untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya
kelestarian sumberdaya ikan. Pengelolaan perikanan untuk kepentingan
penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum
adat dan atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat (DKP,
2005).
Menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan
Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tuiuan (DKP, 2005):
1) Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil;
2) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara;
4) Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan;
5) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan;
6) Meningkatkan produktivitas, mutu. nilai tambah, dan daya saing;
7) Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan;
8) Mencapai pemanfatan sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan
lingkungan sumberdaya ikan secara optimal; dan
9) Menjamin kelestarian sumberdaya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan
tata ruang.
Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan,
Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan (DKP, 2005):
1) Rencana pengelolaan perikanan;
2) Potensi dan alokasi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia;
3) Jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia;
4) Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan;
5) Jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan,
6) Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan;
7) Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan;
8) Sistem pemantauan kapal perikanan;
9) Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
10) Jenis ikan dan penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis
budidaya;
11) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya ikan serta
lingkungannya;
12) Rehabilitasi dan peningkatan surnberdaya ikan serta iingkungannya;
13) Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap;
14) Suaka perikanan;
Pengelolaan pelabuhan perikanan bertujuan antara lain untuk
mengoptimalkan peran pelabuhan dalam meningkatkan aktivitas kepelabuhanan
termasuk di dalamnnya pendaratan, pemasaran, dan pengolahan hasil tangkapan
serta pelayanan untuk meningkatkan pendapatan pihak pengelola pelabuhan
perikanan dan mendorong peningkatan pendapatan para pelaku/pengguna di
pelabuhan perikanan. Keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan antara lain
banyak tergantung pada para pengguna yang ada di pelabuhan, misalnya terhadap
kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya. Keterkaitan dan keharmonisan
hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan
pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Para pengguna tersebut
harus dapat bekerja secara profesional, saling berkerja sama dalam pelaksanaan
pengoperasian dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Di samping itu
pengguna pelabuhan harus menguasai dan bertanggung jawab terhadap tugas atau
pekerjaannya masing-masing (Lubis, 2006).
Selanjutnya menyatakan, agar pengorganisasian dan pengelolaan dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan fungsi pelabuhan, maka perlu diketahui
terlebih dahulu rincian kegiatan-kegiatan dan fasilitas yang akan dikelola oleh
suatu pelabuhan dan kesiapan sumberdaya manusianya dalam mengelola kegiatan
dan fasilitas tersebut baik dan segi jumlah maupun kualitasnya (Lubis, 2006).
Terdapat tiga kelompok kegiatan utama yang berkaitan erat dengan pengelolaan
pelabuhan. Kegiatan-kegiatan tersebut ada kalanya berhubungan atau terpisah
antara satu dengan lainnya. Ketiga kelompok tersebut adalah kegiatan yang
berhubungan dengan:
1) Pengelolaan infrastruktur, suprastruktur dengan semua aktivitas
penunjang, antara lain investasi pelabuhan, penyusunan anggaran.
perencanaan pembangunan, pajak, perbaikan dan pemeliharaan
fasilitasnya seperti alur pelayaran, mercusuar dan jalan-jalan di lingkungan
pelabuhan.
2) Adanya kontak antara penjual dan pemakai jasa pelabuhan (klien), terhadap kapal dan barang-barang atau komoditi perikanan serta
pemeliharaannya. Kontak ini secara eksplisit dapat berupa
3) Peraturan-peraturan kepelabuhanan antara lain peraturan-peraturan lokal,
nasional maupun internasional dalam rnenentukan sirkulasi maritim,
perhitungan statistik, pencatatan keluar masuknya kapal, pencatatan dan
pemeliharaan kesehatan awak kapal.
Ada beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan
perikanan dikatakan berhasil (Lubis, 2006):
1 Sangat baik dipandang dan sudut ekonomi, yang berarti hasil
pengoperasian pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola
pelabuhan itu sendiri maupun bagi pemiliknya. Disamping itu hasil dan