• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Sedang - Tanah dalam: 25-75 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m - Tanah dangkal: 25-50 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak < 20-50 m

4 80

3. Berat - Tanah dalam: lebih dari 75 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20- 50 m

- Tanah dangkal: 25-75 % lapisan tanah atas hilang

3 60

4. Sangat Berat - Tanah dalam: Semua lapisan

tanah atas hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m

- Tanah dangkal: > 75 % lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi 2 40 Manajemen (10) 1. Baik 2. Sedang 3. Buruk Lengkap *) Tidak lengkap Tidak ada 5 3 1 50 30 10 *) : - Tata batas kawasan ada

- Pengamanan pengawasan ada - Penyuluhan dilaksanakan

Fungsi Kawasan Budidaya Untuk Usaha Pertanian

Parameter yang digunakan dalam penilaian tingkat kekritisan lahan adalah produktivitas lahan, kelerengan lapangan, kenampakan erosi, penutupan oleh batu-batuan dan manajemen. Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan budidaya untuk usaha pertanian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria penilaian lahan kritis di kawasan budidaya untuk usaha pertanian

Parameter

(% Bobot) Kelas Besaran/Deskripsi Skor

Total Skor Produktivitas (30) 1. Sangat tinggi 2. Tinggi 3. Sedang 4. Rendah 5. Sangat rendah >80 % 61-80 % 41-60 % 21-40 % < 20 % 5 4 3 2 1 150 120 90 60 30 Lereng (20) 1. Datar 2.Landai . 3.Agak Curam 4.Curam 5.Sangat curam < 8 % 8- 15 % 16-25 % 25-40 % > 40 % 5 4 3 2 1 100 80 60 40 20 Erosi (15)

1. Ringan - Tanah dalam: Kurang dari 25 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m

- Tanah dangkal: Kurang dari 25 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak > 50 m

5 75

2. Sedang - Tanah dalam: 25-75 % lapisan

tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m

- Tanah dangkal: 25-50 % lapisan

tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak < 20-50 m

4 60

3. Berat - Tanah dalam: lebih dari 75 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m

- Tanah dangkal: 25-75 % lapisan

tanah atas hilang

3 45

4. Sangat Berat - Tanah dalam: Semua lapisan tanah

atas hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m

- Tanah dangkal: > 75 % lapisan

tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi 2 30 Batuan (5) 1. Sedikit 2. Sedang 3. Banyak < 10 % 10-30 % > 30 % 5 3 1 25 15 5 Manajemen (30) 1. Baik 2. Sedang 3. Buruk - Lengkap*) - Tidak lengkap - Tidak ada 5 3 1 150 90 30 *) : - Penerapan teknologi konservasi

Kawasan budidaya untuk pertanian adalah kawasan yang fungsi utamanya adalah sebagai daerah produksi dan diusahakan agar berproduksi secera lestari. Oleh sebab itu penilaian kekritisan lahan di daerah produksi dikaitkan dengan fungsi produksi dan pelestarian sumberdaya tanah, vegetasi, dan air untuk produktivitas.

Fungsi Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Parameter yang digunakan dalam penilaian tingkat kekritisan lahan adalah tutupan lahan, kelerengan lapangan, kenampakan erosi, dan manajemen. Kawasan lindung di luar kawasan hutan adalah kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung tetapi kawasan tersebut tidak lagi sebagai hutan. Pada umumnya daerah tersebut sudah diusahakan sebagai kawasan budidaya terutama untuk kegiatan produksi. Namun secara prinsip daerah ini masih tetap berfungsi sebagai daerah perlindungan atau pelestarian sumberdaya tanah, hutan, dan air. Oleh karena itu parameter penilaian kekritisan lahan di daerah ini harus dikaitkan dengan fungsi sumberdaya tanah, vegetasi permanen, kemiringan lereng, tingkat erosi dan tingkat pengelolaan atau manajemen lahan. Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan lindung di luar kawasan hutan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kriteria penilaian lahan kritis untuk kawasan lindung di luar kawasan hutan

Parameter

(% Bobot) Kelas Besaran/Deskripsi Skor

Total Skor Tutupan Lahan (50) 1.Sangat baik 2.Baik 3.Sedang 4.Buruk 5.Sangat buruk >40 % 31-40 % 21-30 % 10-20 % < 10 % 5 4 3 2 1 250 200 150 100 50 Lereng (20) 1.Datar 2.Landai 3.Agak Curam 4.Curam 5.Sangat curam < 8 % 8- 15 % 16-25 % 26-40 % >40 % 5 4 3 2 1 100 80 60 40 20 Erosi (20) 1.Ringan 2.Sedang 3.Berat 4.Sangat Berat

- Tanah dalam: Kurang dari 25 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m

- Tanah dangkal: Kurang dari 25 %

lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak > 50 m

- Tanah dalam: 25-75 % lapisan tanah

atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m

- Tanah dangkal: 25-50 % lapisan tanah

atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak < 20-50 m

- Tanah dalam: lebih dari 75 % lapisan

tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m

- Tanah dangkal: 25-75 % lapisan tanah

atas hilang

- Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas

hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m

- Tanah dangkal: > 75 % lapisan tanah

atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi

5 4 3 2 100 80 60 40 Manajemen (10) 1.Baik 2.Sedang 3.Buruk - Lengkap*) - Tidak lengkap - Tidak ada 5 3 1 50 30 10 *) : - Tata batas kawasan ada

- Pengamanan pengawasan ada - Penyuluhan dilaksanakan

Analisis Karakteristik Lahan Terhadap Lahan Kritis

Analisis ini digunakan untuk mendukung validasi dan verifikasi yang telah dilaksanakan melalui cek lapangan. Data dan informasi yang tidak dapat diperoleh di lapangan atau keterbatasan dalam melaksanakan cek lapangan, untuk memperkuat validasi dilakukan pendekatan dengan membandingkan peta karakteristik lahan terhadap lahan kritis yang diperoleh dari hasil analisis.

Analisis Sebaran Lahan Kritis Terhadap RTRW Kabupaten

Analisis dilakukan dengan overlay peta lahan kritis hasil analisis dengan peta RTRW Kabupaten. Hasil dari overlay akan diperoleh sebaran lahan kritis di setiap arahan pemanfaatan ruang yang terdapat pada RTRW. Data dan informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan, dasar pertimbangan dan arahan pengembangan wilayah kabupaten.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Lingkungan Fisik 4.1.1 Letak, Luas, dan Batas Wilayah

Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten di bagian barat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah ± 58.027 ha (580,27 km2).

Letak geografis Kabupaten Kulon Progo pada 11001’37’’–110016’26’’ BT dan 7038’42’’–70

- sebelah utara : Kab. Magelang Propinsi Jawa Tengah

59’3’’ LS sebagaimana pada Gambar 5, dengan batas-batas :

- sebelah timur : Kab. Sleman dan Bantul Propinsi D.I. Yogyakarta

- sebelah selatan : Samudera Hindia

- sebelah barat : Kab. Purworejo Propinsi Jawa Tengah

Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

4.1.2 Topografi

Secara umum wilayah Kabupaten Kulon Progo dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan terutama di wilayah bagian utara. Oleh karena itu wilayahnya mempunyai ketinggian yang cukup beragam. Gambar 6 menunjukkan ketinggian wilayah Kabupaten Kulon Progo.

Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

Gambar 6 Peta Ketinggian Wilayah Kabupaten Kulon Progo

Wilayah Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 100 m dpl yaitu sebesar 56,12%. Wilayah dataran rendah tersebut, terdapat pada bagian selatan memanjang ke utara di bagian timur. Ketinggian wilayah 100-500 m dpl tersebar di wilayah Kabupaten Kulon Progo

bagian tengah ke utara. Wilayah dengan ketinggian 500-1.000 m dpl merupakan yang paling kecil luasannya, dengan penyebarannya meliputi wilayah Kulon Progo bagian barat memanjang dari tengah ke utara. Berdasarkan ketinggian wilayah, Kabupaten Kulon Progo terbagi atas tiga bagian dengan luasan dari masing-masing bagian tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8 Ketinggian wilayah Kabupaten Kulon Progo

No. Ketinggian (m dpl) Luas (Ha) Persentase (%)

1 0 - 100 32.563 56,1

2 100 - 500 19.543 33,7

3 500 - 1.000 5.922 10,2

Jumlah (Ha) 58.027 100,0

Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

Penyebaran ketinggian wilayah Kabupaten Kulon Progo tidak mengikuti batas administrasi dalam hal ini batas kecamatan. Kecamatan Nanggulan, Kokap, Girimulyo, dan Pengasih mempunyai ketinggian wilayah yang beragam. Hal ini berbeda dengan wilayah Kulon Progo bagian selatan. Kecamatan Wates, Panjatan, Galur, Lendah, dan sebagian Pengasih merupakan kecamatan dengan wilayah relatif datar dan ketinggian kurang dari 100 m dpl. Keadaan topografi Kabupaten Kulon Progo tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9 Keadaan topografi Kabupaten Kulon Progo

Kelompok Keadaan Topografi Wilayah Kecamatan

Bagian Utara

Perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500 - 1.000 m dpl

Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Nanggulan Bagian

Tengah

Daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 - 500 m dpl

Kalibawang, Nanggulan, Girimulyo, sebagian Samigaluh, sebagian Pengasih, dan

sebagian Kokap Bagian

Selatan

Dataran rendah dengan ketinggian sampai 100 m dpl

Temon, Wates, Panjatan, Galur, Lendah, dan sebagian Pengasih Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

Kabupaten Kulon Progo mempunyai karakteristik wilayah dengan ketinggian yang tersebar cukup beragam. Hal ini akan berpengaruh terhadap

tingkat kemiringan lereng. Gambar 7 menunjukkan sebaran tingkat kemiringan lereng di Kabupaten Kulon Progo.

Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

Gambar 7 Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Kulon Progo

Gambar 7 menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Kulon Progo mempunyai tingkat kemiringan dari datar sampai dengan sangat curam. Wilayah dengan kelerengan datar (0-3%) sangat mendominasi, tersebar di Kulon Progo bagian selatan. Kelerengan 3-8% umumnya mempunyai penyebaran di sekitar tingkat kemiringan kelerengan 0-3%, terutama di wilayah Kulon Progo sebelah timur bagian utara. Tingkat kemiringan lereng 3-8% mempunyai luasan yang kecil. Tingkat kemiringan lereng 8-15% tersebar secara terpencar dengan luasan

kecil-kecil di bagian tengah wilayah Kulon Progo. Tingkat kemiringan lereng 15- 25% tersebar terutama di Kulon Progo bagian tengah sebelah timur. Di samping itu tingkat kemiringan lereng 15-25% tersebar terpencar di antara lereng dengan kemiringan lebih dari 25%. Tingkat kemiringan lereng 25-40% atau lebih terdapat pada wilayah Kulon Progo sebelah barat mulai dari tengah ke utara.

Berdasarkan persentase luas tiap tingkat kemiringan lereng, lereng 0-3% mendominasi wilayah Kabupaten Kulon Progo. Tingkat kemiringan lereng 25- 40% atau lebih mempunyai persentase luasan yang tidak terpaut jauh masing- masing 25,6% dan 21,5%. Tingkat kemiringan lereng yang lain mempunyai luasan dengan persentase yang kecil yaitu kurang dari 10%. Sebaran kemiringan lereng di Kabupaten Kulon Progo selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10 Kelas kemiringan lereng di Kabupaten Kulon Progo

No. Kelas Kelerengan Luas (Ha) Persentase (%)

1 0 - 3 % 20.680 35,6 2 3 - 8 % 2.733 4,7 3 8 - 15 % 2.356 4,1 4 15 - 25 % 14.885 25,6 5 25 - 40 % 4.912 8,5 6 > 40 % 12.460 21,5 Jumlah 58.027 100,0

Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

4.1.3 Jenis Tanah

Kabupaten Kulon Progo mempunyai tujuh jenis tanah meliputi aluvial, litosol, regosol, renzina, podsolik, mediteran, dan latosol. Tanah latosol merupakan jenis yang dominan, tersebar di Kecamatan Pengasih, Kokap, Girimulyo, Kalibawang dan Samigaluh dengan persentase 42,19% dari luas wilayah kabupaten. Tanah aluvial, tersebar di Kecamatan Temon, Wates,

Panjatan, Galur, Lendah, Sentolo, Pengasih dan Nanggulan dengan persentase

22,77%. Tanah regosol tersebar di Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Lendah, dan Galur dengan persentase 9,22%.

Tanah regosol dan litosol mempunyai persentase luasan yang cukup besar sekitar 12,51% dengan penyebaran meliputi Wates, Panjatan, Lendah, Sentolo,

Nanggulan dan Kalibawang. Tanah litosol, mediteran dan renzina mempunyai persentase luasan 12,38% dengan penyebaran meliputi Kokap, Wates, Pengasih, Sentolo, Nanggulan, dan Kalibawang. Tanah podzolik dan regosol mempunyai persentase luasan yang sangat kecil sekitar 1% yang tersebar diperbatasan antara Nanggulan, Kalibawang dan Girimulyo. Tanah latosol dan litosol sangat kecil dan terdapat di Kecamatan Kalibawang. Gambar 8 menunjukkan persebaran jenis tanah di Kabupaten Kulon Progo.

Sumber data : BPDAS Serayu Opak Progo, 2009

Gambar 8 Peta Jenis Tanah di Kabupaten Kulon Progo

Sebaran jenis tanah di Kabupaten Kulon Progo selengkapnya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Jenis tanah di Kabupaten Kulon Progo

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1 Aluvial 13.215 22,8

2 Komplek Litosol, Mediteran dan Renzina 7.183 12,4

3 Komplek Latosol dan Litosol 11 0,0

4 Komplek Podsolik dan Regosol 525 0,9

5 Komplek Regosol dan Litosol 7.261 12,5

6 Latosol 24.481 42,2

7 Regosol 5.351 9,2

Jumlah (Ha) 58.027 100,0

Sumber data : BPDAS Serayu Opak Progo, 2009

4. 1.4 Pola Curah Hujan

Curah hujan di Kabupaten Kulon Progo rata-rata mencapai 2.388 mm/tahun, dengan rata-rata hari hujan (hh) sebanyak 112 hh/tahun atau 9 hh/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya ± 24,20C (bulan Juli) dan tertinggi ± 25,40

Distribusi curah hujan yang meliputi bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai April, sementara bulan kering terjadi pada bulan Mei sampai September. Menurut Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, tipe iklim dapat diketahui dengan perbandingan antara rata-rata jumlah bulan kering dengan rata-rata jumlah bulan basah. Berdasarkan distribusi curah hujan yang menunjukkan jumlah bulan basah dan bulan kering, diperoleh nilai Q sebesar 71,4%. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, Kabupaten Kulon Progo mempunyai tipe iklim D (sedang). Rata-rata curah hujan dan hari hujan bulanan di Kabupaten Kulon Progo tersaji pada Tabel 12.

C (bulan April). Kelembaban terendahnya 78,6% (bulan Agustus) dan tertingginya 85,9% (bulan Januari). Intesitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang 45,5%, dengan intensitas terendah 37,5% pada bulan Maret dan tertinggi 52,5% pada bulan Juli.

Tabel 12 Rata-rata curah hujan dan hari hujan bulanan di Kabupaten Kulon Progo

No. Bulan Rerata Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari)

1 Januari 351 16,8 2 Februari 332 15,7 3 Maret 329 15,3 4 April 219 10,3 5 Mei 96 7,0 6 Juni 91 4,6 7 Juli 39 3,4 8 Agustus 30 1,8 9 September 57 2,8 10 Oktober 162 7,4 11 Nopember 303 13,3 12 Desember 320 14,0 Rerata Tahunan 2.388 112,0

Sumber data: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Kulon Progo, 2009

Pola curah hujan di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan bahwa nilai curah hujan akan meningkat seiring meningkatnya ketinggian wilayah. Pola persebaran hujan dan topografi wilayah saling berhubungan antara ketinggian tempat terhadap besarnya curah hujan, dimana daerah yang lebih tinggi secara topografi akan memiliki curah hujan yang lebih besar pula. Pola curah hujan di Kabupaten Kulon Progo sesuai dengan topografi wilayah menunjukkan bahwa semakin ke utara curah hujan semakin tinggi. Curah hujan yang tinggi terutama terjadi di Kecamatan Samigaluh dan Kalibawang. Pola curah hujan di Kabupaten Kulon Progo tersaji pada Gambar 9.

Sumber data : BPKH Wil. XI Jawa-Madura, 2009

Gambar 9 Peta Curah Hujan di Kabupaten Kulon Progo

4.1.5 Penggunaan Lahan

Pemanfaatan sumber daya alam harus optimal dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, kelestarian, kesesuaian, dan berkelanjutan. Tujuannya untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Penggunaan lahan di daerah pesisir sebagian besar telah dikembangkan menjadi lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Wilayah dengan karakteristik kelerengan yang curam merupakan kawasan perlindungan setempat dan perlindungan daerah-daerah dibawahnya. Penggunaan lahan terutama sebagai kawasan hutan. Permukiman, sawah, dan ladang mempunyai persentase

penggunaan yang kecil pada kawasan lindung karena keterbatasan topografi dan fungsi kawasan. Kawasan untuk perlindungan meliputi Kecamatan Kokap, Nanggulan, Samigaluh, dan Kalibawang.

Area pertanian dan permukiman terutama di bagian tengah dan bagian selatan wilayah kabupaten. Areal pertanian meliputi sawah, tegalan, dan kebun. Daerah lagun digunakan sebagai kebun dengan tanaman seperti pisang, kelapa, dan tanaman lain yang tahan terhadap pengaruh air laut. Selain itu daerah lagum juga digunakan sebagai lahan pertanian dan pemukiman, daerah pesisir juga berpotensi untuk digunakan sebagai area tambak udang.

Secara umum penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo meliputi penggunaan lahan hutan, sawah, tegalan/ladang, kebun campur, dan permukiman. Gambaran dari penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat dari analisis citra yang tersaji pada hasil penelitian ini.

4.2 Kondisi Sosial Budaya 4.2.1 Penduduk

Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2008 sebesar 2,81%, dengan jumlah 476.387 orang. Jumlah penduduk tersebut, terdiri dari laki– laki sebanyak 234.364 jiwa dan perempuan sebanyak 242.023 jiwa (Kulon Progo dalam Angka, 2009). Keadaan kependudukan di Kabupaten Kulon Progo menurut registrasi selama lima tahun terakhir tersaji pada Tabel 13.

Tabel 13 Jumlah dan pertumbuhan penduduk, serta jumlah kepala keluarga di Kabupaten Kulon Progo

No. Tahun Penduduk Jumlah KK

Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah Pertumbuhan

1. 2004 221.326 231.486 452.812 0,7% 96.933

2. 2005 222.567 233.122 455.689 0,6% 98.523

3. 2006 224.779 235.316 460.095 1,0% 99.365

4. 2007 225.993 236.425 463.343 0,7% 100.760

5. 2008 234.364 242.023 476.387 2,8% 100.879

Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

Komposisi penduduk di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan umur mulai tahun 2008, didominasi kelompok usia produktif dengan usia 19 s/d 59 tahun yakni sebesar 288.919 orang atau 60,65%, sedangkan usia muda umur 0 s/d 18

31.448

45.967

40.664

26.885

262.034

69.389

0 - 5 tahun

6 - 12 tahun

13 - 18 tahun

19 - 22 tahun

23 - 59 tahun

≥ 60 tahun

tahun sebanyak 118.079 orang (24,79%) dan yang minoritas adalah kelompok usia tua 60 tahun keatas sebanyak 69.389 orang (14,57%). Komposisi penduduk yang didominasi oleh kelompok usia produktif menunjukkan efektivitas penduduk yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya manusia sebagai modal pembangunan sangat terpenuhi di Kabupaten Kulon Progo. Gambar 10 menunjukkan komposisi penduduk Kabupaten Kulon Progo menurut kelompok umur sampai tahun 2008.

Sumber data : Bappeda Kabupaten Kulon Progo, 2009

Gambar 10 Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Kelompok Umur Tahun 2008

Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk di Kabupaten Kulon Progo paling dominan berpendidikan dasar (SD dan SMP) sebesar 201.145 orang, SLTA sebesar 125.103 orang dan yang terkecil berpendidikan pascasarjana yakni sebesar 596 orang. Penduduk yang belum sekolah sebesar 78.352 orang, tidak tamat SD sebesar 45.160 orang, dan berpendidikan diploma sebesar 9.628 orang. Berdasarkan mata pencaharian, jenis pekerjaan yang mendominasi adalah petani atau pekebun sebesar 127.496 orang 26,7%, belum/tidak bekerja sebesar 19,25%, pelajar dan mahasiswa sebesar 14,0%, wiraswasta sebesar 10,9%, dan karyawan swasta sebesar 7,7%.

4.2.2 Kebudayaan

Seni dan budaya merupakan identitas bagi suatu daerah. Kebudayaan di Kabupaten Kulon Progo bernuansa budaya jawa, berkaitan dengan benda-benda bersejarah, upacara adat dan berbagai karya seni lainnya. Kemajuan seni dan budaya akan membawa pengaruh yang positif baik dalam upaya pelestarian dan pengembangan seni budaya itu sendiri maupun bagi masyarakat pendukungnya baik secara sosial, budaya, dan ekonomi.

Beberapa upacara adat di Kabupaten Kulon Progo sudah dikemas dengan cukup baik sehingga menjadi daya tarik wisata maupun untuk kelestarian budaya itu sendiri. Kesenian Angguk Putri memberikan warna tersendiri sebagai identitas kebanggaan daerah serta diupayakan terwujudnya seni unggulan yang lain yaitu sendratari dengan mengangkat tema lokal. Di wilayah Kabupaten Kulon Progo juga banyak ditemukan peninggalan benda-benda bersejarah yang bernilai tinggi, dimana sebagian sudah berhasil diidentifikasi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Interpretasi Penggunaan Lahan Tahun 1996 dan 2009

Hasil interpretasi citra landsat tahun 1996 dan tahun 2009 pada band 542 (RGB), menunjukkan berbagai penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo. Penggunaan lahan terdiri dari sembilan jenis meliputi: hutan (HT), kebun campuran (KC), permukiman (PK), sawah (SW), sawah tadah hujan (SWT), tegalan/ladang (TG), semak belukar (SB), sungai (SN), dan waduk (WD). Adapun peta penggunaan lahan Kabupaten Kulon Progo tahun 1996 dan 2009 disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Sumber data: Interpretasi citra landsat band 542(RGB) tahun 1996

Sumber : Interpretasi citra landsat band 542 (RGB) tahun 2009

Gambar 12 Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 Deskripsi dari masing-masing jenis penggunaan lahan hasil analisis citra landsat pada band 542 (RGB) dan pengecekan di lapangan sebagai berikut :

Hutan

Hutan mempunyai kenampakan pada citra landsat band 542 dengan warna hijau tua, tekstur kasar, pola tidak teratur umumnya bergerombol dengan luasan yang besar. Penggunaan lahan hutan di Kabupaten Kulon Progo tersebar di sebelah barat dari tengah memanjang ke utara. Kawasan hutan diperuntukkan

sebagai kawasan lindung terhadap wilayah setempat dan wilayah yang berada dibawahnya.

Vegetasi penyusun hutan lindung merupakan campuran berbagai jenis tanaman tahunan antara lain mahoni, jati, acasia, pinus, kenanga, akasia, kayu putih, sono keling, dan kemiri. Penyebaran hutan terdapat pada wilayah dengan karakteristik fisik kelerengan yang curam sampai sangat curam, terutama dijumpai di Kecamatan Samigaluh, Pengasih, Nanggulan, Kokap, Kalibawang, dan Girimulyo. Kondisi vegetasi penyusun hutan relatif masih baik dengan kondisi penutupan tajuk yang cukup rapat dan merata, seperti terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Penggunaan Lahan Hutan

Semak Belukar

Penampakan penggunaan lahan semak belukar pada citra Landsat band 542 (RGB) berwarna coklat kemerahan dengan tekstur kasar, berpola tidak teratur dan menyebar. Semak belukar merupakan lahan-lahan yang ditumbuhi rerumputan, tanaman perdu, dan tumbuhan menjalar. Semak belukar umumnya mempunyai kerapatan cukup padat dan merata menutupi permukaan tanah sehingga dapat berfungsi sebagai penahan erosi dan mempertinggi resapan air. Penggunaan lahan semak belukar sebagian merupakan peralihan dari penggunaan lahan yang satu ke penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan pertanian yang akan dirubah menjadi areal terbangun biasanya akan tumbuh semak belukar terlebih dahulu. Jenis tanaman semak belukar di Kabupaten Kulon Progo secara umum adalah

alang-alang/rumput dan tumbuhan menjalar. Gambar 14 menunjukkan penggunaan lahan semak belukar di lahan pesisir Kabupaten Kulon Progo.

Gambar 14 Penggunaan Lahan Semak Belukar

Kebun Campuran

Kenampakan penggunaan lahan kebun campuran pada citra landsat band 542 (RGB) berwarna hijau kecoklatan, pola tidak teratur dan menyebar. Kebun campuran di Kabupaten Kulon Progo mempunyai penyebaran di wilayah bagian selatan dan bercampur dengan penggunaan lahan permukiman dan sawah.

Di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan lahan kebun mempunyai pola penanaman campuran antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan atau tumpangsari. Batas tepi kebun ditanami tanaman tahunan dengan jarak tanam teratur dan cukup rapat. Tanaman tahunan penghasil kayu digunakan sebagai batas antar pemilik kebun. Tanaman tahunan yang dimanfaatkan untuk hasil bukan kayu ditanam dalam area kebun bukan sebagai tanaman pagar. Sebagai contoh pada tepi kebun ditanam tanaman tahunan dengan hasil kayu yaitu jenis kayu jati. Tanaman kelapa ditanam dengan jarak tanam secara teratur dalam areal kebun sebagai hasil bukan kayu. Di antara tanaman kelapa ditanami ketela yang merupakan tanaman musiman. Lahan-lahan kebun yang kurang subur oleh masyarakat ditanami tanaman tahunan tanpa tanaman semusim. Gambar 15 menunjukkan penggunaan lahan sebagai kebun campuran.

Gambar 15 Penggunaan Lahan Kebun Campuran

Tegalan/Ladang

Tegalan/ladang pada citra landsat band 542 (RGB) mempunyai kenampakan seperti kebun campuran. Pada umumnya tegalan/ladang terletak jauh dari permukiman. Tegalan/ladang merupakan areal pertanian untuk tanaman semusim yang tidak memerlukan air dalam jumlah banyak. Tanaman yang dibudidayakan di lahan tegalan/ladang adalah palawija, antara lain kacang tanah, jagung, dan ketela. Tegalan/ladang yang didominasi oleh tanaman palawija membuat lahan sering dalam kondisi terbuka terutama saat tanaman selesai dipanen dan ada waktu tunggu untuk musim tanam berikutnya saat datangnya hujan. Vegetasi tanaman tahunan pada tegalan/ladang juga cukup jarang karena naungannya dapat

Dokumen terkait