• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo selama periode tahun 1996 sampai 2009 telah mengalami perubahan. Gambaran perubahan yang jelas adalah dibangunnya Waduk Sermo. Adapun luas setiap penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo tahun 1996 dan 2009 disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Luas Penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo tahun 1996 - 2009

Penggunaan Lahan

Tahun 1996 Tahun 2009 Perubahan Laju/Tahun

Luas (Ha) (%) Luas

(Ha) (%) Luas (Ha) (%)

Luas (Ha) (%) SB 1.365 2,4 1.216 2,1 -148 -10,9 -11 -0,8 HT 15.460 26,6 14.479 25,0 -981 -6,3 -75 -0,5 KC 17.180 29,6 16.774 28,9 -406 -2,4 -31 -0,2 PK 3.842 6,6 4.943 8,5 1.101 28,7 85 2,2 SW 9.064 15,6 8.896 15,3 -168 -1,9 -13 -0,1 SWT 1.181 2,0 1.255 2,2 74 6,2 6 0,5 TG 9.216 15,9 9.606 16,6 390 4,2 30 0,3 SN 720 1,2 714 1,2 -6 -0,9 MA 1 0,0 1 0,0 0 0,0 WD 0 0,0 144 0,2 144 100,0 Jumlah 58.027 100,0 58.027 100,0

Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan Tabel 14, penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 1996 didominasi oleh kebun campuran dengan luas 17.180 ha atau 29,6% dari luas kabupaten. Urutan kedua adalah hutan 26,6%, diikuti tegalan/ladang, sawah, dan permukiman. Pada tahun 2009, dominasi penggunaan lahan tidak mengalami perubahan, dimana kebun campuran tetap menempati urutan pertama seluas 16.774 ha atau 28,9%, diikuti penggunaan lahan hutan 25%, tegalan/ladang, sawah, dan permukiman. Penggunaan lahan yang lain mempunyai luasan yang kecil dengan persentase luasan di bawah 10%.

Selama periode tahun 1996 sampai 2009 penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo ada yang positif (mengalami penambahan luas) dan ada yang negatif (mengalami pengurangan luas). Penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luas meliputi semak belukar, hutan, kebun campuran, sawah. Penggunaan lahan yang mengalami penambahan luas meliputi permukiman, sawah tadah hujan, tegalan/ladang, dan adanya bangunan waduk.

Hutan mengalami pengurangan luas paling besar yaitu 981 ha. Pengunaan lahan selanjutnya yang mengalami pengurangan luas berturut-turut adalah kebun campuran, sawah, semak belukar, dan waduk. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luas paling besar adalah permukiman seluas 1.101 ha. Peningkatan permukiman ini tercermin dari pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo

(Kulon Progo dalam Angka, 2009). Penggunaan lahan selanjutnya yang mengalami penambahan luas berturut-turut adalah tegalan/ladang, sawah tadah hujan, dan waduk.

Pengurangan luasan setiap penggunaan lahan, dapat digunakan untuk memperkirakan laju dari besarnya pengurangan atau penambahan luasan. Selama periode tahun 1996 sampai 2009, laju pengurangan luasan terbesar yaitu penggunaan lahan hutan dengan perkiraan laju pengurangan luas rata-rata sebesar 75 ha/tahun. Laju penambahan luas, terbesar yaitu penggunaan lahan permukiman dengan perkiraan rata-rata sebesar 85 ha/tahun.

Perubahan penggunaan lahan mempunyai dampak terhadap penambahan atau pengurangan luasan suatu jenis penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan tahun 1996 sampai 2009 mempunyai berbagai macam pola perubahan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1996 sampai 2009

Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2009 (Ha) Tahun 1996 SB HT KC PK SW SWT TG SN MA WD T ahun 1 99 6 ( H a) SB 1.096 - 217 52 - - - 1.365 HT 121 14.479 - 46 - 87 676 - - 51 15.460 KC - - 16.557 623 - - - 17.180 PK - - - 3.842 - - - 3.842 SW - - - 168 8.896 - - - 9.064 SWT - - - 14 - 1.167 - - - - 1.181 TG - - - 198 - - 8.930 - - 87 9.216 SN - - - 714 - 6 720 MA - - - 1 - 1 WD - - - 0 Tahun 2009 1.216 14.479 16.774 4.943 8.896 1.255 9.606 714 1 144 58.027

Sumber : Hasil Analisis

Tabel 15 menunjukkan bahwa hutan merupakan penggunaan lahan yang mengalami konversi atau perubahan yang terbesar. Luasan hutan, sebagian mengalami konversi menjadi lima jenis penggunaan lahan. Hutan menjadi tegalan/ladang merupakan konversi hutan yang paling besar yaitu 676 ha. Bentuk konversi hutan lainnya adalah menjadi semak belukar, sawah tadah hujan, permukiman, dan waduk.

Semak belukar merupakan lahan-lahan yang tidak digarap, misalnya areal- areal yang akan dibangun, lahan pesisir sepanjang pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, serta lahan yang kurang subur sehingga alang-alang dan semak-semak yang tumbuh. Semak belukar mengalami perubahan ke kebun campuran dan permukiman. Perubahan semak belukar ke kebun campuran mencapai luas 217 ha, Perubahan ini terjadi di lahan pesisir Kabupaten Kulon Progo yang meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur. Lahan-lahan pesisir merupakan lahan marginal yang paling besar kemungkinannya untuk dimanfaatkan menjadi lahan pertanian. Hal ini disebabkan karena lahan pesisir merupakan lahan yang umumnya hanya ditumbuhi semak belukar dan rumput sehingga untuk mengubah menjadi lahan pertanian tidak perlu biaya yang besar. Lahan pesisir cukup baik digunakan sebagai lahan pertanian semusim mengingat hanya kondisi tanah berpasir yang menjadi pembatas utama. Faktor pembatas ini diminimalkan dengan penambahan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan dan agregat tanah. Masyarakat mempergunakan lahan pesisir untuk penanaman komoditas hortikultura dimana, sejak tahun 2000 semakin meningkat pesat. Komoditas utama meliputi cabai, semangka, melon dan buah naga. Tegalan/ladang mengalami perubahan menjadi permukiman dan waduk.

Penggunaan lahan kebun campuran, sawah, dan sawah tadah hujan, hanya mengalami satu jenis perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman. Penggunaan lahan yang tidak mengalami pengurangan luas adalah permukiman. Disisi lain penggunaan lahan juga ada yang mengalami penambahan luas. Penggunaan lahan semak belukar, kebun campuran, sawah tadah hujan dan tegalan/ladang mengalami penambahan luas dari satu jenis penggunaan lahan saja. Kebun campuran mendapat tambahan luasan dari semak belukar, sedangkan penggunaan lain bertambah karena konversi hutan.

Permukiman mengalami penambahan luas berasal dari semua penggunaan lahan, kecuali dari sungai dan waduk. Waduk dibangun dengan membendung sungai, sehingga merupakan konversi dari sungai, hutan, dan tegalan/ladang di sekitar waduk.

Permukiman baru sangat mendominasi penyebab perubahan penggunaan lahan. Penambahan luasan permukiman yang berasal dari berbagai penggunaan

lahan, merupakan salah satu indikasi bahwa penyebaran permukiman baru terjadi secara tidak teratur, dan tersebar di seluruh wilayah kabupaten. Perkembangan permukiman baru umumnya terjadi di sekitar permukiman yang telah ada sebelumnya dengan pola berkelompok-kelompok yang menyebar tidak teratur.

Undang-undang No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan otonami yang sangat besar pada daerah untuk mengelola pemerintahan dan sumber daya daerahnya. Kewenangan otonomi salah satunya berdampak terhadap perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan pada tahun 1996 dan 2009 dapat digunakan untuk menggambarkan sejauhmana perubahan penggunaan lahan sebelum dan sesudah diberlakukannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tersebut.

Selama periode tahun 1996 sampai 2009 perubahan penggunaan lahan yang terjadi mempunyai pola, bertambah luasnya penggunaan lahan tegalan/ladang, sawah tadah hujan, dan permukiman. Hal ini terjadi seiring dengan pertumbuhan penduduk sehingga semakin meningkat kebutuhan akan lahan.

Pada kawasan lindung telah terjadi konversi hutan menjadi tegalan/ladang, sawah tadah hujan, dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya fungsi kawasan lindung. Tutupan lahan pada kawasan lindung perlu dipertahankan untuk mencegah erosi. Penggunaan lahan hutan merupakan yang terbaik untuk mendukung fungsi kawasan lindung karena hutan mempunyai tutupan lahan dari tajuk vegetasi penyusunnya. Kenyataan yang terjadi pada kawasan lindung telah terjadi konversi hutan menjadi penggunaan selain hutan sehingga dapat menyebabkan terjadi degradasi lahan. Degradasi lahan akan menyebabkan terbentuknya lahan kritis, sehingga kawasan lindung berkurang atau kehilangan fungsinya.

Pada kawasan budidaya, telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang digunakan sebagai permukiman. Di samping itu, di daerah pesisir juga terjadi pembukaan lahan yang semula berupa semak belukar menjadi lahan untuk kebun campuran. Kebun campuran terbentuk karena kebutuhan lahan untuk usaha pertanian, sedangkan permukiman sebagai bangunan tempat tinggal. Akan tetapi, disisi lain, kebun campuran yang terkonversi menjadi permukiman lebih besar daripada yang terbentuk, sehingga secara keseluruhan luasan kebun campuran

tetap berkurang. Terbentuknya permukiman baru seringkali dijumpai pada lahan- lahan dengan kelerengan yang curam dan sangat curam. Hal ini akan menyebabkan lahan lebih rawan mengalami kerusakan karena penggunaan lahannya kurang sesuai dengan kemampuan lahan apabila dipergunakan untuk permukiman.

Penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi suatu kawasan. Fungsi suatu kawasan dibedakan dalam kelompok kawasan hutan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan lindung di luar kawasan hutan.

Wilayah Kabupaten Kulon Progo yang dialokasikan sebagai kawasan lindung meliputi bagian barat dari tengah ke utara wilayah Kabupaten Kulon Progo yang umumnya merupakan wilayah dengan tingkat kelerengan curam. Kawasan lindung mempunyai luas 21.421 ha atau 36,92% dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.027 ha. Tabel 16 menunjukkan penggunaan lahan padai kawasan lindung pada tahun 1996 dan 2009.

Tabel 16 Penggunaan lahan pada kawasan lindung tahun 1996 dan 2009

Penggunaan Lahan

Tahun 1996 Tahun 2009 Perubahan 1996 - 2009

Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)

Semak Belukar 344 1,6 464 2,2 120 34.9

Hutan 15.460 72,2 14.479 67,6 -981 -6.4

Permukiman 1.126 5,3 1.193 5,6 67 6,0

Sawah 193 1,0 190 0,9 -3 -1.6

Sawah Tadah Hujan 803 3,8 877 4,1 74 9.2

Tegalan/Ladang 3.427 16,0 4.012 18,7 585 17.1

Sungai 67 0,3 60 0,3 -7 9,0

Waduk 0 0 144 0,7 144 100,0

Jumlah 21.421 100,00 21.421 100,00

Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa pada tahun 1996 penggunaan lahan di kawasan lindung didominasi hutan dengan luas 15.460 ha atau 72,2% dari luas kawasan lindung. Urutan kedua adalah penggunaan lahan tegalan/ladang dengan persentase 16,0%, kemudian diikuti permukiman, dan sawah tadah hujan. Penggunaan lahan yang lain luasannya relatif kecil dengan persentase kurang dari 2%. Pada tahun 2009 penggunaan lahan di kawasan lindung masih didominasi

hutan dengan persentase 67,6%. Penggunaan lahan hutan, dan sawah mengalami pengurangan luas. Penggunaan lahan permukiman, sawah tadah hujan, tegalan/ladang, dan semak belukar mengalami penambahan luas. Tegalan/ladang dan semak belukar mengalami peningkatan luas yang cukup besar masing-masing 34,9% dan 17,1%. Hal ini menunjukkan juga bahwa kebutuhan lahan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya cukup besar. Semak belukar umumnya merupakan bentuk penggunaan lahan antara untuk penggunaan lahan selanjutnya. Pada tahun 1997 juga dibangun waduk seluas 144 ha.

Wilayah Kabupaten Kulon Progo yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya meliputi wilayah bagian tengah menuju selatan. Kawasan budidaya merupakan wilayah Kulon Progo dengan karakteristik lahan yang umumnya cukup datar. Kawasan budidaya mempunyai luas 34.193 ha atau 59,92% dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.027 ha. Penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009 tersaji pada Tabel 17.

Tabel 17 Penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 1996 dan 2009

Penggunaan Lahan Tahun 1996 Tahun 2009 Perubahan 1996 - 2009

Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)

Semak Belukar 539 1,6 375 1,1 -164 -30,4

Kebun Campuran 16.627 48,6 16.137 47,2 -490 -2,9

Permukiman 2.615 7,6 3.628 10,6 1.013 38,8

Sawah 8.549 25,0 8.385 24,5 -164 -1,9

Sawah Tadah Hujan 334 1,0 334 1,0 0 1,0

Tegalan/Ladang 5.528 16,2 5.333 15,6 -195 -3,5

Jumlah (Ha) 34.193 100,0 34.193 100,0

Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan Tabel 17 penggunaan lahan di kawasan budidaya pada tahun 1996 yang paling dominan adalah kebun campuran seluas 16.627 ha atau 48,6% dari luas kawasan budidaya. Penggunaan lahan lainnya meliputi sawah, tegalan/ladang, permukiman, semak belukar, dan sawah tadah hujan. Dominasi penggunaan lahan pada kawasan budidaya tahun 2009 adalah sama dengan tahun 1996.

Pada kawasan budidaya penggunaan lahan yang utama adalah untuk kegiatan pertanian. Hal ini berkaitan bahwa lahan pada kawasan budidaya didominasi oleh kelas kemampuan lahan yang mendukung untuk usaha pertanian

yaitu kelas I sampai kelas IV. Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian terlihat sangat mendominasi yang meliputi kebun campuran, sawah, dan tegalan/ladang.

Selama periode tahun 1996 sampai 2009 menunjukkan bahwa hanya sawah tadah hujan saja yang tidak mengalami perubahan luas. Penggunaan lahan mengalami penambahan luas adalah permukiman. Kebun campuran mengalami pengurangan yang paling besar diikuti oleh tegalan/ladang, sawah, dan semak belukar. Perubahan penggunaan lahan dapat berpengaruh terhadap tingkat kekritisan lahan. Pengaruhnya dapat bersifat negatif dalam arti lahan akan semakin kritis, sehingga kualitas dari lahan tersebut untuk penggunaan tertentu semakin terbatas. Lahan dapat juga mengalami perbaikan tingkat kekritisan, sehingga semakin meningkat kualitas lahan tersebut. Sebagai contoh adalah lahan- lahan berupa semak belukar kemudian dimanfaatkan menjadi kebun campuran atau tegalan/ladang sehingga meningkatkan produktivitas.

Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan yang terletak dalam kawasan budidaya dan bukan kawasan hutan, tetapi pada umumnya telah diusahakan sebagai kawasan budidaya. Kawasan ini meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai dan anak sungai, dan kawasan sempadan mata air. Penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 1996 dan 2009 tersaji pada Tabel 18.

Tabel 18 Penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 1996 dan 2009

Penggunaan Lahan Tahun 1996 Tahun 2009 Perubahan 1996-2009

Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)

Sempadan Mata Air

Mata Air 1 2,1 1 2,1 0 0 Kebun Campuran 17 35,4 17 35,4 0 0 Permukiman 2 4,2 2 4,2 0 0 Sawah 5 10,4 5 10,4 0 0 Tegalan/Ladang 23 47,9 23 47,9 0 0 Jumlah (Ha) 48 100,0 48 100,0 Sempadan Pantai Sungai 29 6,7 29 6,7 0 0 Semak Belukar 391 90,3 304 70,2 -87 -22,3 Kebun Campuran 6 1,4 93 21,5 87 1450,0 Tegalan/Ladang 7 1,6 7 1,6 0 0 Jumlah (Ha) 433 100,0 433 100,0 Sempadan Sungai Sungai 383 43,4 383 43,4 0 0 Semak Belukar 19 2,2 16 1,8 -3 -15,8 Kebun Campuran 270 30,6 272 30,8 2 0,7 Permukiman 43 4,9 44 5,0 1 2,3 Sawah 72 8,2 72 8,2 0 0

Sawah Tadah Hujan 73 8.3 73 8.3 0 0

Tegalan/Ladang 23 2,6 23 2,6 0 0

Jumlah (Ha) 883 100,0 883 100,0

Sempadan Anak Sungai

Sungai 241 23,0 241 23,0 0 0

Semak Belukar 70 6,7 56 5,3 -14 20,0

Kebun Campuran 259 24,7 254 24,2 -5 1,9

Permukiman 56 5,3 75 7,1 19 33,9

Sawah 245 23,4 245 23,4 0 0

Sawah Tadah Hujan 43 4,1 43 4,1 0 0

Tegalan/Ladang 135 12,9 135 12,9 0 0

Jumlah (Ha) 1.050 100,0 1.050 100,0

Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan Tabel 18 penggunaan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan, untuk kawasan sempadan mata air pada tahun 1996 sampai 2009 tidak mengalami perubahan penggunaan lahan. Perubahan yang paling besar

terjadi pada kawasan sempadan pantai yaitu perubahan semak belukar menjadi kebun campuran sebesar 87 ha.

Pada kawasan sempadan anak sungai dan sempadan sungai perubahan yang terjadi juga cukup kecil. Pada kawasan sempadan sungai perubahan yang terjadi dari penggunaan awal semak belukar menjadi kebun campuran dan permukiman. Pada kawasan sempadan anak sungai perubahan yang terjadi adalah terbentuknya permukiman baru. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada kawasan lindung di luar kawasan hutan mengarah kepada penggunaan lahan untuk kebun campuran dan permukiman. Perubahan penggunaan lahan ini menunjukkan kebutuhan lahan yang semakin meningkat terutama permukiman. Permukiman baru pada sempadan anak sungai terbangun di sekitar kota wates sebagai ibu kota kabupaten.

Dokumen terkait