• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5. Penegakan hukum

4.6.3 Arahan program pengelolaan hutan mangrove Teluk Jakarta

Dalam konteks pengembangan mangrove, rencana pengelolaan hutan mangrove tersebut dibuat untuk lokasi-lokasi mangrove yang telah ditetapkan. Rencana pengelolaan ini harus dijadwalkan dan diakomodir secara resmi di dalam rencana tata ruang daerah tersebut, dan merupakan bagian dari rencana tata ruang kabupaten. Rencana-rencana tersebut harus disusun berdasarkan survey yang akurat untuk mengetahui potensi sumberdaya yang ada. Untuk aspirasi masyarakat perlu dinilai dan di dengar melalui komunikasi langsung dan dipertimbangkan didalam rencana pengelolaan. Tanpa persetujuan, pengertian, dan kerjasama dengan masyarakat setempat maka rencana pengelolaan tersebut tidak akan berfungsi dengan baik (Alikodra, 2000).

Dalam kaitan dengan kondisi mangrove di tiga lokasi, maka terdapat emapt program utama yang harus dilakukan yakni rehabilitasi mangrove, penanganan sampah, perbaikan kualitas air, dan pengendalian abrasi dan sedimentasi.

1. Rehabilitasi mangrove

Beberapa prinsip-prinsip rehabilitasi yang merupakan bagian dari strategi nasional diantaranya: (1) masyarakat mempunyai hak untuk memanfaatkan/ menggunakan mangrove dalam rangka memperoleh produksi yang berkesinambungan, (2) keanekaragaman hayati harus dipertahankan atau ditingkatkan, (3) areal mangrove tidak boleh berkurang, dan (4) melestarikan mangrove harus dilakukan dengan jalan melestarikan habitat, tidak sekadar dengan penanaman saja.

Dalam ekosistem pesisir, secara alami hutan mangrove mempunyai peran ekologis yang sangat penting dan tidak dapat tergantikan. Walaupun manusia dapat merekayasa, akan tetapi memerlukan biaya yang tinggi dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu, dalam jangka panjang keberlangsungan usaha kecil, baik pertanian, tambak, nelayan, pembuatan terasi, pembuatan ikan asin maupun usaha pembesaran nener ditentukan oleh kuantitas (luas) dan kualitas hutan mangrove.

Untuk melindungi sumberdaya lahan sawah diperlukan kebijakan yang dapat mencegah konversi lahan sawah menjadi tambak (misalnya dengan kebijakan insentif-disinsentif), pembuatan tanggul penangkal (break water) yang dapat mencegah masuknya air (pasang) laut sekaligus sebagai pembatas antara

areal persawahan dengan pertambakan, dan pembuatan saluran irigasi sehingga mampu memenuhi kebutuhan air sawah, terutama pada musim kemarau. Dalam kaitannya dengan perlindungan sumberdaya hutan mangrove, tata ruang kabupaten/kota yang ada saat ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan pelestarian hutan mangrove.

Rencana penanaman tidak dapat dipisahkan dari penyusunan rencana pengembangan sumber daerah pantai secara keseluruhan dan juga tidak dapat dipisahkan dari rencana pengelolaan wilayah tersebut, karena sangat penting ditinjau dari tipe program rehabilitasinya, faktor ekologis dan sosial ekonominya. Beberapa arahan prinsip yang terpenting adalah: (1) perlunya penyesuaian (kecocokan) antara rencana penanaman dan prinsip-prinsip ekologis yang berlaku pada perencanaan sumberdaya pantai dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan, dan (2) upaya penanaman mangrove pada tempat-tempat yang tidak pernah ada mangrovenya tidak akan bermanfaat. Kegiatan ini kemungkinan akan gagal karena kondisi lapangan tidak sesuai dengan pertumbuhan mangrove.

Rehabilitasi kerusakan hutan mangrove harus menjadi salah satu program kerja prioritas, meliputi: (1) koordinasi dan pendekatan sosial dengan masyarakat untuk mensosialisasikan dan menyamakan persepsi arti pentingnya hutan mangrove dalam kaitannya dengan produktivitas usaha; (2) partisipasi masyarakat melalui kelompok-kelompok, sekolah-sekolah, dan acara-acara khusus (pengajian, arisan) dalam menghutankan kembali mangrove; (3) insentif kepada masyarakat yang melaksanakan rehabilitasi hutan mangrove memanfaatkan dana-dana crash programme dari BUMN dan swasta; (4) peningkatan jaringan kemitraan dengan melakukan pendekatan ke instansi pemerintah dalam peningkatan usaha tambak yang dikaitkan dengan penanaman hutan mangrove; (5) penyuluhan, pembinaan dan menyebarluaskan informasi melalui leaflet, brosur, dan buku-buku saku tentang arti dan pentingnya mangrove; (6) pendekatan ke sekolah-sekolah untuk melakukan praktek bersama antara siswa dengan anggota dan masyarakat dalam rehabilitasi mangrove atas dasar saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan; dan (7) tenaga pendamping yang ahli dalam bidang hutan mangrove untuk membantu koperasi dan masyarakat.

2. Penanganan sampah dan limbah

Program yang perlu diprioritaskan dalam penanganan sampah dan limbah, meliputi: (1) penyuluhan dan pembinaan kepada anggota dan masyarakat tentang jenis-jenis limbah dan dampak negatifnya melalui pendekatan sosial dari penggunan pakan dan pestisida; (2) pelatihan tentang teknik-teknik budidaya tambak atas usaha lain yang cepat mengurangi terjadinya limbah dan teknik penanganan limbah yang ramah lingkungan; (3) penyebarluasan brosur-brosur dan leaflet tentang jenis-jenis limbah, tanda-tanda (indikator) adanya limbah, bahaya yang ditimbulkan dan cara mengatasinya; (4) partisipasi anggota dan masyarakat dalam mengatasi limbah dengan sistem insentif dan menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab; (5) petak-petak percontohan tentang teknik penanganan limbah di lingkungannya; (6) jaringan kemitraan dengan instansi pemerintah dan swasta yang terkait dengan usaha-usaha seperti pemberian dan pestisida dan penanganan limbah yang ditimbulkan; dan (7) informasi pada lembaga kelompoknya tentang bencana limbah di wilayah kinerja yang disebabkan oleh usaha perorangan/kelompok, perusahaan yang menghasilkan limbah dan membahayakan.

3. Perbaikan kualitas perairan

Program penanganan kualitas perairan untuk mendukung penyelamatan hutan mangrove yang perlu diprioritaskan melalui: (1) koordinasi dan pendekatan sosial dengan tokoh-tokoh masyarakat, kelompok, dan lembaga-lembaga yang ada untuk menyamakan persepsi arti dan pentingnya menangani kualitas perairan yang terkena pencemaran; (2) jaringan kemitraan dan pendekatan dengan instansi Pemerintah dan swasta dalam mengadakan sosialisasi dan teknik penanganan pencemaran; (3) partisipasi dan kesadaran anggota dan masyarakat dalam menangani pencemaran, misalnya tidak membuang sampah/limbah ke sungai, laut, saluran tambak, tetapi mengolah yang lebih bermanfaat/mendaur ulang limbah yang dihasilkan; (4) kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian secara periodik dalam pemeriksaan kondisi perairannya; dan (5) pembinaan, penyuluhan, dan penyebarluasan informasi melalui brosur, leaflet atau media lainnya tentang jenis-jenis pencemaran, baku mutu lingkungan, dan teknik-teknik penanganannya.

4. Pengendalian abrasi dan sedimentasi

Program yang perlu diprioritaskan dalam penanganan abrasi pantai dan sedimentasi meliputi: (1) koordinasi dan pendekatan sosial dengan tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, dan lembaga lainnya untuk menyamakan persepsi, arti dan pentingnya pengendalian abrasi pantai dan sedimentasi dengan sistem insentif; (2) jaringan kemitraan dan pendekatan dengan instansi pemerintah dan swasta berkaitan dengan bencana alam abrasi pantai dan sedimentasi, misalnya pembuatan break water, penanaman hutan mangrove secara bersama seperti gotong royong; (3) pembinaan, penyuluhan dan penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan abrasi, sedimentasi dan teknik-teknik pengendalian langsung dan tak langsung pada anggota dan masyarakat; (4) informasi kepada instansi dan lembaga yang tugas dan kewenangannya berkaitan dengan pengendalian abrasi pantai dan sedimentasi khususnya yang terjadi di wilayah kerjanya; dan (5) partisipasi dan kesadaran anggota dan masyarakat dalam pengendalian abrasi pantai dan sedimentasi dengan sistem insentif (bonus).