• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Strategi pemberdayaan masyarakat

Masyarakat pesisir dapat dibedakan menjadi dua kelompok menurut jenis kegiatan utamanya yaitu nelayan penangkap ikan dan nelayan petambak. Nelayan penangkap ikan adalah seseorang yang pekerjaan utamanya di sektor perikanan laut dan mengandalkan ketersediaan sumberdaya ikan di alam bebas. Petambak adalah nelayan yang kegiatan utamanya membudidayakan ikan atau sumberdaya laut lainnya yang berbasis pada daratan dan perairan dangkal di wilayah pantai (Soewito, 1984). Namun untuk wilayah Teluk Jakarta, selain sebagai nelayan, masyarakat di wilayah pesisir juga ada yang menjadi buruh, pedagang, dan karyawan untuk kegiatan di sekitar pantai.

Beberapa strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan mangrove di Teluk Jakarta yang cukup efektif dan efisien untuk diterapkan dan dikembangkan adalah: pendekatan kelompok, penguatan kelembagaan, pendampingan, pengembangan sumberdaya manusia, dan

pemberian stimulan. Kelima strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dan saling mempunyai kerkaitan yang erat satu sama lain.

Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, dapat dilakukan dengan cara: (a) pemberian motivasi untuk menciptakan kondisi yang membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya dan berupaya mengembangkannya; (b) penguatan untuk memperkuat potensi dan daya yang dimiliki masyarkat dengan memberikan input dan membuka peluang untuk berkembang; dan (c) pemberian potensi untuk memberikan perlindungan agar mempunyai kemampuan bersaing.

Upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan mangrove, akan dapat dilakukan secara baik jika masyarakat yang bersangkutan didukung oleh: (1) taraf pendidikan yang memadai, baik secara kuantitatif maupun kualitatif; (2) Tingkat kesehatan yang memadai baik secara kualitas maupun kuantitas; (3) Penguasaan/akses sumber-sumber kemajuan ekonomi yang memadai seperti modal, teknologi, lapangan kerja, pasar, dsb; (4) Keberadaan faktor-faktor sosial budaya yang mendukung baik yang berkaitan dengan tata nilai, kelembagaan sosial, maupun interaksi sosial antar kelompok.

Pendidikan masyarakat umumnya masih rendah dan bersifat non-captive, sehingga upaya peningkatan sumberdaya manusia dilakukan melalui pendekatan kelompok (penyuluhan interpretatif, demonstrasi, pelatihan dan studi banding) maupun perorangan (pendampingan). Agar masyarakat dapat mengapresiasikan kegiatan dengan baik, maka perlu dilibatkan dalam seluruh tahap manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Dengan demikian masyarakat dapat merasakan bahwa masalah yang ada merupakan masalah yang bersama yang perlu dipecahkan sendiri. Pengenalan masalah dilakukan bersama-sama masyarakat dengan menggunakan teknik participatory rural appraisal (PRA).

Pendekatan sosial budaya pada dasarnya untuk mengubah perilaku masyarakat yang bersifat negatif menjadi positif serta mengembangkan budaya positif yang telah ada pada sebagian anggota masyarakat sehingga bisa memasyarakat. Pengubahan perilaku merupakan bukan hal yang mudah karena berkaitan dengan sistem nilai yang berlaku dan telah mengakar dalam masyarakat serta mengubah sikap masyarakat tersebut sesuai dengan yang diharapkan.

Metode yang dapat digunakan adalah metode penyuluhan atau interpretasi sosial budaya yang disertai dengan penyediaan sarana sosial budaya

yang mendukung perilaku masayarakat tersebut. Hal yang penting adalah bahwa perubahan perilaku tersebut terjadi secara sukarela atas kepentingannya sendiri. Masyarakat mengetahui bahwa apabila ia berperilaku sebagaimana yang disarankan, maka ia akan memperoleh insentif dan apabila tidak melakukan hal tersebut akan rugi dibanding dengan orang yang melakukannya.

Upaya pelestarian terhadap keberadaan suaka margasatwa Muara Angke akan sulit dilakukan, mengingat tekanan yang begitu besar dan permasalahan yang sedemikian kompleks. Untuk itu diperlukan upaya bersama antara

stakeholder dan pihak-pihak lain yang bersifat terus menerus, terkonsentrasi yang dituangkan dalam bentuk upaya konkrit pengelolaan dan rehabilitasi hutan mangrove di kawasan tersebut.

Disamping itu perlu adanya monitoring terhadap mangrove yang telah ditanam, agar rehabilitasi yang telah dilakukan benar-benar sesuai dengan rencana, selain itu perlunya tindak lanjut kegiatan tersebut dikaitkan dengan kegiatan lainnya seperti penelitian, wisata dan pendidikan lingkungan. Dalam kaitan dengan rencana reklamasi Pantura, perlu melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Proses partisipatif ini akan lebih menjamin kesejahteraan masyarakat, kelestarian ekosistem, dan keberlanjutan pembangunan yang dilaksanakan di Teluk Jakarta. Pada proses ini, dapat disepakati bersama berbagai kegiatan pembangunan yang dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat.

Selain peningkatan kualitas pendidikan, langkah-langkah strategis pemberdayaan masyarakat yang harus dilakukan adalah:

1) Mentransformasi nelayan tradisional menjadi nelayan modern untuk memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir yang ada yang sekaligus dapat memainkan peran ganda dalam membantu menjalankan fungsi pengawasan terhadap berbagai praktek ilegal yang dilakukan di sekitar hutan mangrove. Kegiatan transformasi nelayan dilakukan secara spesifik lokasi yakni nelayan dapat diarahkan pada kegiatan yang tidak bergantung pada sumberdaya mangrove misalnya nelayan Muara Angke ke arah budidaya perairan, nelayan Muara Gembong ke arah pengolahan hasil perikanan, dan nelayan Teluk Naga ke arah jasa wisata.

2) Peningkatan keberpihakan pemerintah dan pengusaha terhadap nelayan kecil dan masyarakat di wilayah pantai yang tingkat kesejahteraannya masih relatif rendah. Upaya ini dilakukan dengan peningkatan aktivitas nelayan

dalam kegiatan produksi dengan memberikan wilayah tangkapan yang sesuai dengan kemampuannya dengan mengubah rezim pengelolaan perikanan dari

quasi open acces menjadi limited entry. Penentuan sistem ini harus disepakti oleh semua stakeholder di wilayah Teluk Jakarta. Untuk nelayan di Muara Gembong dan Teluk Naga, perlu perhatian yang lebih serius karena sulitnya mencari alternatif usaha sehingga dapat mengancam keberlanjutan program. Dengan demikian perlu pendampingan dan sosialisasi kegiatan yang intensif pada awal program.

3) Memberikan aksesibilitas yang tinggi kepada generasi muda nelayan untuk memperoleh pendidikan yang terjangkau, akses terhadap pelayanan kesehatan yang murah, dan akses terhadap lembaga keuangan yang mudah khususnya lembaga keuangan mikro di pedesaan. Upaya ini tentu saja harus dimulai dengan program pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat (pembinaan, pendampingan, penyuluhan) secara bertahap hingga mencapai tingkat mandiri. Selain itu perlu fasilitasi pemerintah untuk pemasaran dan pengolahan hasil perikanan yang dapat menjamin peningkatan kesejahteraan nelayan.