• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Hasil analisis kualitas air

4.5 Persepsi dan Keinginan Masyarakat

Aspirasi para pihak (pemerintah, pengusaha, LSM, dan masyarakat) perlu dikumpulkan dan dikaji secara bersama-sama melalui. Mekanisme penyaringan aspirasi perlu dipandu fasilitator atau tenaga ahli yang menguasai permasalahan tentang pengembangan kebijakan dan kapasitas kebijakan secara tepat yang dapat menyelamatkan hutan mangrove serta prinsip-prinsip pengusahaan yang mampu mendorong peran serta para pihak secara adil, transparan dan berwawasan lingkungan kebijakan pembangunan daerah dan pengembangan kapasitas kebudayaan dalam penyelamatan hutan mangrove.

1. Muara Angke

Hasil wawancara terhadap keinginan 100 responden di kawasan Hutan Muara Angke dan wilayah sekitarnya menunjukkan bahwa diperlukan adanya penanaman kembali berbagai jenis mangrove yang layak tumbuh guna menjaga kelestarian hutan mangrove pada saat ini dan di masa yang akan datang.

Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove di Muara Angke, 30,0% responden menyatakan sangat setuju untuk menjaga dan melindungi hutan mangrove guna menghindari kerusakan, 65,6% menyatakan setuju, 3,2% kurang setuju, 1,0% tidak setuju, serta 0,2% menyatakan sangat tidak setuju secara rinci seperti tertera pada Tabel 18. Kenyataan ini menggambarkan bahwa dalam mengembangkan hutan mangrove di kawasan suaka marga satwa dan wilayah sekitarnya diperlukan peran serta masyarakat. Untuk itu maka sangat diharapkan adanya upaya perlindungan hutan mangrove secara efisien dan efektif guna menghindari kerusakan yang berkepanjangan yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan situasi lingkungan.

Tabel 18. Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove di Muara Angke Pertanyaan Jumlah Responden Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

Penyelamatan hutan mangrove 50 46 4 0 0

Zonasi dalam pemanfaatan hutan mangrove

20 72 5 3 0

Manfaat hutan mangrove bagi masyarakat

19 79 1 1 0

Perlu sangsi bagi yang merusak ekosistem hutan mangrove dan habitat yang ada didalamnya

36 61 2 1 0

Partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam penyelamatan hutan mangrove

25 70 4 0 1

Jumlah 150 328 16 5 1

Persentase (%) 30,0 65,6 3,2 1,0 0,2 Sumber: Hasil analisis (2006)

Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove tergolong tinggi yakni mencapai 96%. Hal ini menunjukkan besarnya ketergantungan masyarakat pesisir terhadap sumberdaya hutan mangrove. Dalam kegiatan pengelolaan, masyarakat perlu dilibatkan secara substantif. Persentase masyarakat yang menyatakan bahwa partisipasi masyatakat dibutuhkan mencapai 95%. Kondisi ini menunjukkan perlunya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove dari waktu ke waktu. Selain itu secara langsung juga akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan pada lokasi tersebut. Untuk itu perlu diupayakan kembali peningkatan luas dan kerapatan hutan mangrove dalam rangka mengantisipasi perubahan lingkungan yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove tersebut. Penyebaran hutan mangrove secara baik dapat ditentukan oleh kondisi ekologi hutan dan habitat dari jenis hutan mangrove tersebut (Istomo, 1992; Dahuri, 2003).

Kawasan hutan mangrove Muara Angke merupakan salah satu jenis hutan kota yang masih relatif terpelihara dengan baik di wilayah Jakarta Utara. Oleh karena itu diharapkan adanya perlindungan guna penyelamatan hutan pada masa yang akan datang.

Tabel 19. Keinginan stakeholder terhadap pengembangan kawasan hutan mangrove di Muara Angke

Keinginan Stakeholder Jumlah

Responden

Persentase (%)

Perlu menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove 26 26,0

Perlu penanaman kembali berbagai jenis mangrove yang layak tumbuh di lokasi tersebut

31 31,0

Perlu dikembangkan hutan lindung pada lokasi tersebut 18 18,0

Perlu peningkatan sarana dan prasarana penunjang pembangunan

11 11,0

Meningkatkan lapangan kerja 6 6,0

Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan 8 8,0

Jumlah 100 100,0

Sumber: Hasil analisis (2006)

Kegiatan pembangunan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pembangunan dalam berbagai sektor cukup menentukan keberhasilan suatu pembangunan. Pada penelitian ini terlihat bahwa masyarakat yang berkeinginan meningkatkan sarana pembangunan hanya 11,0%. Rustiadi et al., (2004) menyatakan bahwa semakin meningkat sarana dan prasarana infrastruktur penunjang pembangunan merupakan suatu pertanda bahwa daerah tersebut maju dan berkembang dari waktu ke waktu, serta dalam berbagai sektor pembangunan juga meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Susilo (2003) bahwa peningkatan sarana dan prasarana pembangunan di desa yang berdekatan tidak sama, sehingga perkembangan desa tersebut juga beda. Untuk itu pada penelitian ini selain kondisi lingkungan yang diperlukan dalam peningkatan suatu kawasan hutan mangrove, faktor penting lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan sarana dan prasarana untuk pengembangan kawasan hutan tersebut.

Terpeliharanya kawasan hutan mangrove di Muara Angke dan wilayah sekitarnya yang ditunjang dengan peningkatan sarana dan prasarana yang ada di dalamnya, maka diharapkan akan dapat menggenjot subsektor tenaga kerja melalui ketersediaan lapangan kerja. Keadaan ini sangat diharapkan oleh masyarakat yang berada di sekitar wilayah kawasan hutan mangrove, seperti yang terlihat pada Tabel 19 yang menunjukkan adanya persentase responden sebesar 26,0%.

Partisipasi masyarakat secara langsung dalam setiap kegiatan pembangunan merupakan bentuk interaksi sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat juga sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan dalam pembangunan di setiap subsektor. Soetrisno (1995) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.

2. Muara Gembong

Hasil wawancara di Kecamatan Muara Gembong secara umum terlihat bahwa keinginan stakeholder untuk menyelamatkan hutan mangrove cukup besar. Sebanyak 60% responden menginginkan perlunya menjaga kelestarian hutan mangrove dan melakukan rehabilitasi mangorve yang sesuai dengan kondisi lokasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Keinginan stakeholder terhadap penyelamatan hutan mangrove Muara Gembong

Keinginan Stakeholder Jumlah

Responden

Persentase (%)

Perlu menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove 30 30,0

Perlu penanaman kembali berbagai jenis mangrove yang layak tumbuh di lokasi tersebut

29 29,0

Perlu dikembangkan hutan lindung pada lokasi tersebut 5 5,0

Perlu peningkatan sarana dan prasarana penunjang pembangunan

10 10,0

Meningkatkan lapangan kerja 11 11,0

Dalam pengelolaan melibatkan masyarakat 15 15,0

Jumlah 100 100,0

Sumber: Hasil analisis (2006)

Tabel 21 menunjukkan bahwa dalam upaya penyelamatan hutan mangrove di Kecamatan Muara Gembong, maka kelestarian hutan mangrove perlu dijaga dengan mencegah terjadinya konversi lahan menjadi peruntukan lain secara berlebihan, kualitas perairan perlu dijaga dari buangan limbah rumah tangga mengingat umumnya masyarakat Kecamatan Muara Gembong hidupnya di pesisir pantai Kecamatan Muara Gembong. Aktifitas lain yang diinginkan masyarakat adalah melakukan penanaman kembali anakan berbagai jenis

mangrove guna mencegah berkurangnya berbagai jenis hutan mangrove di pesisir Muara Gembong. Dalam rangka penyelamatan hutan mangrove, pelibatan masyarakat sangat dibutuhkan baik sebagai penyedia tenaga kerja maupun untuk mengambil keputusan dalam pelaksanaan setiap kegiatan di wilayah pesisir.

Tabel 21. Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove di Muara Gembong Pertanyaan Jumlah Responden Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

Penyelamatan hutan mangrove 27 68 2 2 1

Zonasi dalam pemanfaatan hutan mangrove

22 70 5 2 1 Manfaat hutan mangrove bagi

masyarakat

22 74 2 1 1 Perlu sangsi bagi yang merusak

ekosistem hutan mangrove dan habitat yang ada didalamnya

23 58 11 3 5

Partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam penyelamatan hutan mangrove

15 75 10 0 0

Jumlah 109 345 30 8 8

Persentase (%) 21,8 69, 0 6,0 1,6 1,6 Sumber: Hasil analisis (2006)

Persepsi responden masyarakat (90,8%) Kecamatan Muara Gembong menginginkan adanya perhatian yang serius terhadap kelestarian hutan mangrove. Persepsi ini berkembang karena lahan yang semulanya merupakan lahan hutan mangrove dialihkan menjadi peruntukan lainnya. Peralihan lahan hutan mangrove menjadi peruntukan lainnya semakin berkembang di Kecamatan Muara Gembong sejalan dengan keluarnya Perda Kabupaten Bekasi No. 5 tahun 2003 tentang rencana tata ruang kawasan khusus pantai utara. Penilaian secara ekonomis yang hanya sesaat, Perda ini sangat menguntungkan karena membuka lapangan kerja baru, meningkatnya basis-basis pertumbuhan ekonomi untuk sub sektor perhubungan, industri, pariwisata, dan perikanan namun secara ekologis menimbulkan kerusakan pada lahan hutan mangrove yang berdampak pada terjadinya abrasi pantai.

Menurut McNelly (1992) dan Suhaeri (2005) peranan hutan mangrove belum mendapat penghargaan sebagaimana mestinya, sebagaimana terlihat di Kecamatan Muara Gembong. Total PDRB yang bersumber dari mangrove terus mengalami peningkatan, namun penghargaan mangrove baru dinilai dari kontribusi langsung komoditas kehutanan dan belum dinilai secara utuh sebagai ekosistem. Tingkat kerusakan hutan mangrove semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan perubahan lahan hutan mangrove menjadi peruntukan lain sekaligus peningkatan lapangan usaha.

3. Teluk Naga

Kondisi kawasan pesisir pantai utara (Pantura) Kabupaten Tangerang, DKI Jakarta dan Bekasi telah lama memburuk serta tampak tak terurus dan cenderung terabaikan sehingga telah kehilangan kemampuannya sebagai agen perlindungan ekosistem pantai. Adanya reklamasi pantai di lokasi tersebut yang dirintis sejak jaman pemerintahan Soeharto, Sejalan dengan itu, dalam rangka memperbaiki pantai yang rusak ke kondisi semula, telah dilakukan kegiatan membersihkan sampah yang berlebihan dan memperkaya tumbuhannya, khususnya mengembalikan kemampuan fungsi sebagai penyangga ekosistem dan perlindungan pantai, maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 32 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 1997 merupakan kawasan lindung sempadan pantai.

Kenyataannya kebijakan tersebut disalahartikan karena dengan adanya reklamasi, dengan tujuan untuk pembangunan water front city serta pusat bisnis, bahkan secara illegal diikuti oleh pengembang dengan dalih adanya ijin seperti pemerintah Kabupaten Tangerang untuk membangun pusat wisata. Dengan perubahan ini, maka sebagian besar lahan di pesisir Kabupaten Tangerang menjadi rusak berat dan secara langsung berakibat pada rusaknya lahan hutan mangrove. Hal ini sudah disadari oleh masyarakat setempat (pesisir Kabupaten Tangerang), sehingga 95% diantara mereka mengatakan perlunya menyelamatkan kondisi kawasan pesisir dan ekosistem hutan mangrove dari kerusakan yang berkepanjangan.

Hanya sebagian masyarakat yang mempunyai keinginan untuk menyelamatkan hutan mangrove di Teluk Naga. Dari Tabel 22 juga terlihat adanya sejumlah responden yang tidak memahami manfaat dari pelestarian hutan mangrove. Hal ini terjadi karena didesak oleh keterbatasan lapangan

kerja dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga meskipun kawasan pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang telah memburuk di Kecamatan Teluk Naga masih ada responden yang kurang mendukung upaya penyelamatan hutan mangrove, secara rinci seperti tertera pada Tabel 22.

Tabel 22. Persepsi masyarakat tentang penyelamatan hutan mangrove di Teluk Naga Pertanyaan Jumlah Responden Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

Penyelamatan hutan mangrove 15 85 0 0 0

Zonasi dalam pemanfaatan hutan mangrove

20 64 5 6 5 Manfaat hutan mangrove bagi

masyarakat

23 70 3 4 0 Perlu sangsi bagi yang merusak

ekosistem hutan mangrove dan habitat yang ada di dalamnya

33 55 8 1 3

Partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam penyelamatan hutan mangrove

40 60 0 0 0

Jumlah 131 334 16 11 8

Persentase (%) 26,2 66,8 3,2 2,2 1,6 Sumber: Hasil analisis (2006)

Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang (2005) luas abrasi di pantai utara Kabupaten Tangerang telah mencapai 193 ha lebih. Kawasan yang terkena abrasi membentang sepanjang 52 km dengan garis pantai yang telah bergeser antara 15 sampai 50 m ke arah daratan. Abrasi pantai di pesisir utara Kabupaten Tangerang terjadi sangat parah, mulai dari Tanjung Kait di bagian barat sampai Tanjung Pasir dan Teluk Naga di bagian timur tak luput dari penggalian pasir yang membuahkan abrasi pantai.

Hal ini juga terlihat dari pemandangan di sepanjang jalan raya pantai utara Kabupaten Tangerang sepanjang kurang lebih 15 km dari Tanjung Kait menuju Tanjung Pasir banyak didapati empang-empang maupun cekungan bekas penambangan pasir. Stakeholder di Kecamatan Teluk Naga pada umumnya menginginkan adanya perhatian khusus pada kawasan hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan serius (Tabel 23).

Tabel 23. Keinginan stakeholder terhadap penyelamatan hutan mangrove di Kecamatan Teluk Naga

Keinginan Stakeholder Jumlah

Responden

Persentase (%)

Perlu menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove 46 46,0

Perlu penanaman kembali berbagai jenis mangrove yang layak tumbuh di lokasi tersebut

21 21,0

Perlu dikembangkan hutan lindung pada lokasi tersebut 14 14,0

Perlu peningkatan sarana dan prasarana penunjang pembangunan

2 2,0

Meningkatkan lapangan kerja 7 7,0

Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan 10 10,0

Jumlah 100 100,0

Sumber: Hasil analisis (2006)

Masyarakat di pesisir Kecamatan Teluk Naga telah menyadari bahwa kawasan hutan mangrove di pesisir Kecamatan Teluk Naga telah rusak berat. 46% responden masyarakat mengharapkan adanya perhatian serius terhadap perbaikan kawasan hutan mangrove, dan 21% dari mereka perlu menanam kembali jenis mangrove yang layak tumbuh di lokasi tersebut, disamping itu 10% dari mereka mengharapkan adanya keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas kegiatan pembangunan.