• Tidak ada hasil yang ditemukan

Argumen dan satelit

Dalam dokumen Predikasi Sintaksis Bahasa Angkola (Halaman 100-112)

3.2. Predikasi

3.2.3 Argumen dan satelit

Terma terdiri atas terma argumen dan terma satelit. Argumen adalah istilah yang sering digunakan dalam semantik. Istilah ini merujuk pada hubungan di antara sebuah nama atau wujud dengan predikat yang bergabung bersama-sama membentuk proposisi. Misalnya, dalam kalimat atau proposisi Anak itu pintar, anak itu merupakan argumen yang bergabung dengan predikat pintar.

Dalam Tata Bahasa Fungsional, struktur dasar predikasi inti ditentukan oleh berbagai kemungkinan penggabungan predikat dengan argumennya. Kemungkinan penggabungan ini, yang juga disebut dengan valensi digambarkan dalam kerangka predikat. Predikat bisa merupakan predikat dasar, dan predikat turunan.

Selain unsur argumen, satelit juga menjadi bagian dari terma dalam predikasi. Dik (1978: 26) menjelaskan fungsi-fungsi satelit sebagai berikut:

1) menjelaskan lebih jauh tentang penanda perikeadaan, yaitu cara, kualitas,

instrumen;

2) menghubungkan penanda perikeadaan dengan partisipan lainnya, yaitu

penerima, komitatif;

3) menghubungkan penanda perikeadaan dengan dimensi temporal, yaitu waktu,

durasi, frekuensi;

4) menghubungkan penanda perikeadaan dengan dimensi tempat, yaitu lokasi,

sumber, arah, dan jalan;

5) menghubungkan penanda perikeadaan dengan penanda perikeadaan lainnya,

yaitu sirkumstan, sebab, alasan, tujuan, hasil

Dalam perkembangan linguistik fungsional selanjutnya, yang disebut dengan Linguistik Fungsional Sistemik, satelit disebut dengan sirkumstan. Halliday (1985: 151) menyatakan jenis-jenis elemen sirkumstan seperti terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.5. Jenis-Jenis Sirkumstan

No Kategori Subkategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Rentang Lokasi Cara Sebab Lingkungan Penyerta Peran Masalah Sudut Pandangan Jarak, durasi Tempat, waktu

Alat, kualitas, perbandingan Alasan, tujuan, perwakilan Kondisi, konsesi

Komitasi, tambahan

Kategorisasi ini jelas merupakan adaptasi dari istilah satelit Dik seperti yang disebutkan sebelumnya.

Sebagai salah satu bagian dari kerangka predikasi, satelit (sirkumstan) akan menjadi salah satu fokus kajian ini untuk melihat jenis-jenis satelit apa saja yang dipergunakan dalam bahasa Angkola dan satelit-satelit apa saja yang lebih cenderung dipergunakan. Khususnya, bagaimana satelit ini berhubungan secara fungsional dengan predikasi.

3.2.4 Predikat

Predikasi mengimplikasikan bahwa predikat memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah klausa. Pada kenyataannya, Dik (1978) mengatakan bahwa fokus utama predikasi adalah pada predikat, predikat berfungsi ‘menugaskan’ unsur- unsur entitas ataupun menunjukkan hubungan antar entitas. Menurut bentuknya, predikat terbagi dua, yaitu predikat dasar dan turunan.

Predikat dasar merupakan predikat yang tidak terbentuk dari proses produktif yang bersifat sinkronik contohnya kata-kata seperti kerja, makan, dan tidur. Sedangkan predikat turunan terbentuk dari proses produktif itu, misalnya bekerja,

memakan, atau menidurkan. Predikat dasar dan turunan terdiri dari elemen-elemen

leksikal. Dengan kata lain, semua predikat merupakan unsur yang secara langsung dapat muncul dalam ungkapan linguistik sebuah bahasa. Berkait dengan predikat ini, Tata Bahasa Fungsional berpijak pada asumsi-asumsi seperti berikut (Dik, 1989: 54- 55):

2) Kelompok atau subkelompok predikat dibedakan berdasarkan unsur-unsur fungsional dan fomalnya, sehingga sedikitnya terdapat tiga jenis predikat yaitu, Verba, Ajektiva, dan Nomina.

3) Seluruh predikat secara semantik dianggap memiliki kekuatan untuk mengendalikan atau menunjukkan hubungan.

4) Predikat dapat berbentuk dasar atau turunan.

5) Predikat dasar dapat berbentuk verba dasar, kata, atau kombinasi kata. Predikat yang dibangun dari kombinasi kata disebut sebagai idiom.

6) Seluruh predikat dasar terdapat dalam leksikon. Jadi, leksikon memiliki predikat- predikat dasar sebuah bahasa.

7) Predikat tidak dapat dianggap sebagai elemen yang terpisah. Predikat harus berada dalam strutur yang disebut sebagai kerangka predikat.

8) Berikut adalah contoh kerangka predikat

Givev(x1:<anim>(x1))Ag(x2)Go(x3:<anim>(x3))Rec

Dalam contoh ini, predikat verba give memiliki tiga terma yang mempunyai fungsi sebagai posisi argumen, yang ditandai dengan x1, x2, x3, yang masing-

masing berfungsi secara semantik sebagai Agent (Ag), Goal (Go), dan Recepient (Rec), di mana argumen pertama dan ketiga hanya dapat ditempati oleh <animata> (bernyawa).

9) Setiap predikat dasar dalam leksikon selalu dihubungkan dengan postulat makna, yang dengannya predikat itu secara semantik berhubungan dengan predikat-predikat lainnya.

11) Kerangka predikat dianggap tidak memiliki susunan yang linear; tampilan susunan kerangka predikat ini sangat bersifat konvensional.

Predikat merupakan unsur yang sangat penting di dalam sebuah kalimat atau klausa. Tidak ada kalimat yang tidak memiliki Subjek dan Predikat. (Badudu: 2006). Ia menjelaskan bahwa kalaupuan kalimat jawab atau kalimat perintah, itu tidak berarti bahwa S dan P-nya tidak ada. S dan P itu tidak disebutkan lagi karena sudah diketahui. Ini berarti bahwa Subjek dan Predikat dalam kalimat tersebut tersirat di dalam kalimat yang dipergunakan dalam konteks yang lebih luas, atau memiliki co-

text.

Menurut Badudu (2006) di dalam bahasa Inggris dan Bahasa Belanda, predikat akan selalu berbentuk verba, dan tidaklah disebut sebuah kalimat bila tidak memiliki verba. Meskipun demikian, Dik dalam Dik (1983: 16-18) telah menyebutkan bahwa dalam bahasa Inggris, dengan menghubungkannya dengan bahasa Belanda, terdapat pula predikat yang non verba. Ia berpendapat bahwa predikat dalam bahasa Inggris dapat berbentuk nomina, adjektifa, dan frasa preposisi. Akan tetapi, Mackenzie dalam Dik (1983: 31-50) kemudian menentang pendapat tersebut dan menyatakan bahwa terdapat banyak masalah dalam hal predikat tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, Dik (1989, 1997a, 1007b) tetap mempertahankan bahwa bahasa Inggris memiliki predikat non-verba. Ia menjelaskan bahwa predikat non-verba bahasa Inggris dapat memiliki beberapa bentuk, meskipun di dalamnya terdapat kopula. Bentuk-bentuk predikat tersebut adalah

2. nominal: George is a student.

3. terma indefinit: George is a generous person.

4. terma definit: George is the observer.

5. frasa adposisional: George is in front of the classroom.

Meskipun Badudu (2006) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara predikat bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia, namun sebenarnya tidak terlalu berbeda. Ia menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia sebuah predikat dapat berupa nomina, ajektiva, adverbia, pronomina, numeralia, atau frasa preposisi. Beberapa contoh berikut merupakan bentuk-bentuk predikat dalam bahasa Indonesia:

Ibu saya seorang pedagang (frasa nomina) Dia sakit semalam. (adjektiva)

Pemberitahuannya sebanyak tiga kali. (adverbia) Pendampingnya adalah saya. (pronomina) Jumlahnya hanya satu. (numeralia)

Anak itu di pinggir jalan. (frasa preposisi)

Dengan demikian, sangat jelas terlihat bahwa bahasa Indonesia memiliki perbedaan yang sangat nyata dengan kedua bahasa Eropah dalam penggunaan predikat. Dalam kaitannya dengan bahasa Angkola, bisa saja pemakaian predikat semacam ini berpengaruh pada pembentukan klausa bahasa Angkola, yang juga serumpun dengan Bahasa Indonesia dalam bahasa Austronesia.

Bila dikaitkan dengan teori Linguistik Fungsional Sistemik, predikat kemudian disetarakan dengan istilah ‘proses’. Seperti telah disebutkan, predikat dalam bahasa Inggris akan selalu berbentuk verba sehingga predikat yang digunakan dalam klausa selalu merujuk kepada jenis proses tertentu. Seperti diketahui bahwa proses dikelompokkan dalam enam kategori, yaitu proses material, proses mental, proses relasional, proses tingkah laku, proses verbal, dan proses wujud. (Halliday: 1985), (Thompson: 1996), dan (Saragih: 2003).

3.2.5 Daya Ikat Predikat

Proses (predikat) juga memiliki daya ikat terhadap partisipan (argumen) yang

diistilahkan dengan valency. Saragih (2003:26). Dalam verba, daya ikat ini berkait erat dengan transivitas, yaitu apakah sebuah verba dapat mengikat atau memiliki objek atau tidak. Kemampuan ini kemudian mengelompokkan verba-verba ke dalam kelas transitif atau intransitif. Verba-verba seperti berlari atau pergi tidak membutuhkan sebuah objek (instransitif), yang berbeda dengan memakai atau

menanam yang secara absolut membutuhkan objek (transitif).

Menurut Brown and Miller (1996:359), daya ikat merupakan kemampuan sebuah kata kerja untuk mengikat sejumlah dan jenis argumen tertentu (posisi-posisi frasa nomina). Sejalan dengan hal tersebut, Wikipedia1 juga memberikan definisi

yang hampir sama, yaitu jumlah argumen yang dapat dikontrol oleh sebuah predikat verbal. Dapat disimpulkan bahwa valensi atau daya ikat hanya berlaku untuk

1

predikat-predikat verbal. Predikat-predikat lainnya seperti ajektiva, preposisi, nomina tentu tidak memiliki daya ikat.

Sebuah proses (verba) dapat mengikat satu, dua, atau tiga partisipan dalam klausa sepanjang tata bahasa sebuah bahasa memungkinkan dan menerimanya. Hal yang sama disebutkan oleh Dik (1981:4), yang menyatakan bahwa dengan daya ikat atau valency dapat dipahami jumlah argumen yang bisa dikombinasikan dengan sebuah predikat. Bila kita lihat struktur bahasa Inggris yang ada saat ini, maka daya ikat predikat bahasa Inggris dapat mengikat tidak lebih dari tiga partisipan (argumen).

1. Mary cried.

2. Mary took the book.

3. Mary returned the book to him.

Tidak berbeda dengan itu, predikat dalam bahasa Indonesia juga dapat mengikat sebanyaknya tiga argumen atau partisipan. Proses (predikat) dalam klausa-klausa dibawah ini menunjukkan kemampuan tersebut.

1. Anak itu berlari-lari

2. Anak itu memanggil ibunya.

3. Ibu membelikan saya sepotong baju.

Proses-proses ini secara berurutan disebut dengan monovalen, bivalen, dan

trivalen. (Saragih, 2003). Brown and Miller (1996:359) mengklasifikasikan valensi

ini menjadi univalent, agentive yaitu kemampuan mengikat satu argumen sebagai pelaku seperti kata dance; univalent, patientive yaitu kemampuan mengikat juga satu

argumen sebagai penerima seperti verba die; divalent atau bivalent yaitu yang mampu mengikat dua argumen seperti kill, eat dan; trivalent yaitu verba yang mampu mengontrol hingga tiga argumen seperti give, put.

Sementara itu, di dalam http://en.wikipedia.org2 ditambahkan satu jenis lagi

daya ikat predikat, yaitu avalent. Jenis valensi ini menunjukkan verba yang tidak membutuhkan argumen sama sekali seperti contohnya dalam kalimat It rains. Dijelaskan bahwa It dalam kalimat tersebut memang sebagai subjek namun bukan subjek sesungguhnya karena dalam konteks itu tidak memiliki makna.

Kemampuan proses mengikat partisipan ini menjadi bahasan yang cukup penting karena secara sintaksis akan dapat mengungkap daya ikat proses dalam bahasa Angkola. Dalam disertasi ini, dengan mengikuti kerangka Dik, diistilahkan dengan kemampuan predikat mengikat argumen.

3.2.6 Kerangka Predikat

Kerangka predikat sebagai tempat informasi apakah sebuah predikat merupakan dasar ataupun turunan ditemukan. Dik (1978:29) menyatakan bahwa sebuah kerangka predikat mengandung lima bentuk, ini merupakan

1) Bentuk leksikal predikat itu, yaitu jenis standar representasi fonologisnya. Secara umum, bentuk standar ini dituliskan dalam infinitif.

2

2) Kategori sintaksisnya, sampai batas mana kategori ini dibutuhkan agar dapat menghasilkan jenis aturan gramatikal. Kategori sintaksis pada predikatnya diberi label V (verbal), A (ajektiva), N (nomina).

3) Jumlah argumen yang dibutuhkannya, yaitu berkaitan dengan daya ikat

kuantitatifnya agar dapat membentuk predikasi inti. Dalam hal ini apakah predikat itu dapat mengikat satu, dua, atau tiga argumen.

4) Batasan pemilihan yang dapat digunakan oleh predikat itu pada argumennya.

Batasan-batasan pemilihan ditunjukkan dengan kerangka predikat yang ditambahkan pada variabel-variabel argumen. Batasan ini mengindikasikan daya ikat kualitatifnya, yang berarti bahwa jenis argumen seperti apa saja yang dapat diikat oleh predikat itu.

5) Fungsi semantik argumen. Fungsi ini dilihat dari label pada posisi argumen.

Argumen-argumen dapat berada pada posisi sebagai pelaku atau penerima, misalnya.

Berdasarkan kelima informasi itu, bahasa Inggris dapat memiliki kerangka predikat seperti contoh berikut:

eatv (x1 : animate (x1))Ag (x2 : food (x2))Go

Kerangka ini menunjukkan bahwa kata kerja eat merupakan predikat dua tempat untuk jenis sintaksis V, dengan argumen sebuah terma makhluk hidup sebagai Pelaku, dan sebuah terma yang menyatakan jenis makanan tertentu sebagai Goal. Kerangka predikat ini akan melahirkan kalimat-kalimat yang tidak terbatas jumlahnya dengan verba eat dan menolak kalimat yang tidak berterima walaupun secara struktural bersifat gramatikal. Kalimat (4) berikut ini sebagai contohnya.

1.He eats a banana

2.He ate a banana

3.He is eating a banana

4.*He is eating a chair

Dalam bahasa Angkola, predikat dapat berbentuk sebagai berikut:

(1) Predikat Verba : Ro ia (Dia datang)

Rov (x1: animata)Ag , atau

Ia ro tu hami (Dia mendatangi kami ) Rov (x1: animata)Ag (x2: hami)Go

(2) Predikat Adjektiva : TorangAdj (x1: inanimata)฀

Na torang ari on (Hari ini cerah sekali)

(3) Predikat Nomina : ParsabaN (x1: animata)฀

Parsaba aya nia (ayahnya petani) (4) Predikat Adposisi : Di sabola sadunPrep (x1: inanimata)฀

Bagas nami di sabola sadun ( rumah kami di

sebelah sana)

Berikut ini adalah beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam kerangka predikat.

(1)Kerangka predikat menentukan struktur dasar predikasi inti di mana predikat tertentu dapat dipergunakan. Untuk predikat dasar, strukturnya terdapat di dalam leksikon.

(2) Subkategorisasi predikat secara implisit berada di dalam kerangka predikat. (3) Susunan di mana predikat dan argumen-argumennya diberikan

tidak berhubungan langsung dengan susunan konstituen secara linear dalam ungkapan linguistik sebenarnya di mana ungkapan itu digunakan.

(4)Secara empiris predikasi inti dalam bahasa alamiah hampir tidak mungkin memiliki empat posisi argumen yang berbeda-beda.

Dik melanjutkan bahwa kerangka predikat bisa bergantung pada bahasa, dan bisa juga tidak; artinya kebergantungan terhadap bahasa bukan keniscayaan secara keseluruhan. Kebergantungan kerangka predikat pada bahasa karena kerangka predikat berisikan unsur-unsur leksikal bahasa. Pada sisi lain, kerangka predikat tidak bergantung pada bahasa, tetapi dengan melihat komponen-komponen strukturalnya. Ini berarti bahwa, pertama, struktur kerangka predikat haruslah identik bagi semua bahasa. Secara substantif, kumpulan fungsi semantik yang menentukan posisi argumen harus pula tidak bergantung kepada bahasa. Selain itu, fungsi-fungsi semantik satelit, perbedaan antara argumen inti dan satelit, dan langkah-langkah penggabungan satelit dengan predikasi inti dianggap tidak bergantung pada bahasa. Dalam tata bahasa fungsional, kerangka predikat merupakan cetak bangun dasar (building blocks) yang sangat penting dalam pembentukan struktur untuk membentuk ekspresi-ekspresi linguistik.

Kerangka predikat dengan satelit digambarkan sebagai berikut: [eatv (xi: animate (x1))Ag (x2:food (x2))Go]ACTION(y1)Loc

Kerangka ini di antaranya dapat menurunkan kalimat: 1. He is eating a banana in the class room.

Bila diperhatikan maka dapat disimpulkan bahwa satelit berhubungan dengan predikasi, dalam hal ini predikasi inti. Satelit ini secara nyata berisi terma yang mengacu pada satu tempat tertentu. Namun demikian, satelit lebih bersifat periferal bila dibandingkan dengan argumen. Ini berarti bahwa kehadiran satelit cenderung bersifat manasuka.

Dalam dokumen Predikasi Sintaksis Bahasa Angkola (Halaman 100-112)

Dokumen terkait