• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arsitektur Produk

Dalam dokumen BAB 2 LANDASAN TEORI (Halaman 51-58)

Semua produk terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk (Ulrich dan Eppinger, 2001: 173-174).

Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian, komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama yang disebut chunks. Setiap chunk terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan fungsi dari produk. Arsitektur produk adalah skema elemen-elemen fungsional dari produk disusun menjadi chunk yang bersifat fisik. Dan menjelaskan bagaimana setiap chunk berinteraksi.

Karakter arsitektur produk yang terpenting adalah modularitas. Ciri-ciri arsitektur modular adalah : chunk melaksanakan atau mengimplementasikan satu atau sedikit elemen fungsional pada keseluruhan fisiknya, dan interaksi antar chunk dapat dijelaskan dengan baik, dan umumnya penting untuk menjelaskan fungsi-fungsi utama produk.

Keputusan mengenai cara membagi produk menjadi chunk dan tentang berapa banyak modularitas akan diterapkan pada arsitektur sangat terkait dengan beberapa isu yang menyangkut kepentingan seluruh perusahaan seperti : perubahan produk, variasi produk, standarisasi komponen, kinerja produk, kemampuan manufaktur, dan manajemen pengembangan produk.

Langkah-langkah dalam menetapkan arsitektur produk adalah dengan (Ulrich dan Eppinger, 2001: 180):

o Langkah 1 : Membuat Skema Produk

Sumber: Perancangan dan Pengembagan Produk (Ulrich dan Eppinger, 2001: 181) Gambar 2.11 Contoh Skema Produk

Sebuah produk dianggap terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari suatu produk adalah bagian-bagian produk (part), komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk. Arsitektur produk adalah skema

elemen-elemen fungsional dari produk disusun menjadi chunk yang bersifat fisikal dan menjelaskan bagaimana setiap chunk berinteraksi.

Membuat skema produk merupakan langkah pertama dari menetapkan arsitektur produk. Skema adalah diagram yang menggambarkan pengertian tim terhadap elemen-elemen penyusun produk. Pada akhir fase pengembangan konsep, beberapa elemen yang dituliskan pada skema berupa elemen-elemen fisik. Beberapa elemen berhubungan dengan komponen-komponen kritis. Tapi beberapa elemen tetap diuraikan secara fungsional. Ini adalah elemen fungsional produk yang belum diubah menjadi konsep fisik atau komponen. Elemen-elemen yang belum diubah menjadi konsep fisik atau komponen tersebut umumnya merupakan inti dari konsep dasar produk yang harus didesain dan diseleksi oleh tim. Sedangkan elemen lainnya yang tetap tidak dispesifikasikan menjadi konsep fisik biasanya merupakan fungsi tambahan sebuah produk.

Skema harus mencerminkan pemahaman tim yang terbaik mengenai kondisi produk. Namun bukan berarti skema harus mengandung setiap detail yang dipikirkan.

Aturan yang baik adalah menempatkan kurang dari 30 elemen ke dalam skema untuk pembuatan arsitektur produk. Jika produk merupakan suatu sistem yang kompleks, yang melibatkan ratusan elemen fungsional, akan berguna untuk menghilangkan beberapa elemen lainnya menjadi fungsi tingkatan yang lebih tinggi untuk dikomposisikan.

Skema tidak diciptakan secara spesifik. Pilihan spesifik yang dibuat pada waktu membuat skema, seperti elemen fungsional maupun penyusunnya, akan sedikit

mempengaruhi arsitektur produk. Alternatif lainnya adalah mendistribusikan pengontrolan kepada setiap elemen lain yang terdapat pada produk yang dikoordinasikan oleh komputer sentral. Karena umumnya ruang gerak skema luas, tim seharusnya menghasilkan beberapa alternatif dan memilih pendekatan yang akan mendukung upaya ini.

o Langkah 2 : Mengelompokan Elemen-Elemen Pada Skema

Sumber: Perancangan dan Pengembagan Produk (Ulrich dan Eppinger, 2001: 182) Gambar 2.12 Contoh Function Diagram

Langkah kedua dalam menetapkan arsitektur produk adalah mengelompokkan elemen-elemen pada skema. Mengelompokkan elemen-elemen pada skema yaitu menugaskan setiap elemen yang terdapat pada skema menjadi chunk. Alternatif pada satu sisi mungkin sesuatu yang ekstrim. Pada sisi ekstrim lainnya, tim dapat saja memutuskan bahwa produk hanya mempunyai satu chunk utama dan kemudian

berusaha untuk mengintegrasikan semua elemen produk secara fisik. Kenyataannya, mempertimbangkan semua kemungkinan pengelompokkan elemen akan menghasilkan banyak alternatif. Salah satu prosedur untuk mengatur kompleksitas alternatif adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap elemen pada skema akan ditugaskan terhadap satu chunk tersendiri. Kemudian secara bertahap dilakukan pengelompokkan jika memungkinkan.

Beberapa faktor untuk mengetahui kapan sebaiknya pengelompokkan dilakukan yaitu:

 Integrasi Geometris dan Presisi: Penugasan elemen terhadap chunk yang sama memungkinkan satu orang atau kelompok mengontrol hubungan fisik antar elemen.

 Pembagian Fungsi: Ketika satu komponen fisik dapat mengimplementasikan beberapa elemen fungsional dari produk, elemen-elemen fungsional ini sebaiknya dikelompokkan bersama-sama.

 Kemampuan (Kapabilitas) Pemasok: Pemasok yang dipercaya mungkin mempunyai kapabilitas tertentu yang berkaitan dengan proyek pengembangan, dan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari kapabilitas tersebut, tim dapat mengelompokkan elemen-elemen yang merupakan keahlian pemasok menjadi satu chunk.

 Kesamaan Desain atau Teknologi Produk: Ketika dua atau lebih elemen fungsional dapat diimplimentasikan menggunakan desain atau teknologi produksi

yang sama, maka penggabungan elemen-elemen ini pada chunk yang sama akan menghasilkan desain atau proses produksi lebih ekonomis.

 Lokalisasi Perubahan: Ketika tim mengantisipasi sejumlah besar perubahan pada beberapa elemen, yang lebih baik adalah mengisolasi elemen tersebut pada chunk terpisah, sehingga perubahan diperlukan terhadap elemen tersebut dapat dilakukan tanpa merusak chunk lainnya.

 Mengakomodasikan Variasi: Elemen-elemen harus dikelompokkan sedemikian rupa untuk memungkinkan perusahaan menvariasikan produk dengan cara akan memberikan nilai tambah bagi pelanggan.

 Kemungkinan Standarisasi: Jika beberapa elemen juga dapat digunakan pada produk lain, elemen-elemen ini dapat dikelompokkan menjadi satu chunk.

 Kemudahan Perpindahan Berbagai Jenis Penghubung yang ada pada produk:

Beberapa interaksi dengan mudah dikirimkan menempuh jarak yang jauh.

o Langkah 3 : Membuat Susunan Geometris Yang Masih Kasar

Langkah ketiga dalam menetapkan arsitektur produk adalah membuat susunan geometris yang masih kasar. Susunan geometris dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model fisik (dari triplek atau busa, sebagai contoh) yang terdiri dari dua atau tiga dimensi. Pembuatan susunan geometris akan mendorong tim untuk mempertimbangkan apakah antarmuka antar chunk cukup layak untuk mendukung hubungan dimensi dasar diantara chunk. Pada tahap ini, tim

akan diuntungkan dengan menghasilkan beberapa alternatif susunan geometris dan kemudian memilih yang terbaik. Kriteria keputusan untuk memilih susunan geometris sangat terkait dengan tahap pengelompokkan pada langkah 2. Pada beberapa kasus tim mungkin menemukan bahwa pengelompokkan yang dilakukan pada langkah 2 tidak layak, dan kemudian beberapa elemen harus disusun ulang pada chunk-chunk yang lain. Pembuatan susunan geometris yang kasar harus dikoordinasikan dengan desainer industri yang ada di dalam tim dalam kasus dimana aspek eksetika, keamanan dan kenyamanan dari sebuah produk penting dan sangat terkait dengan perancangan geometris dari chunk.

o Langkah 4 : Mengidentifikasikan Interaksi Fundamental dan Insidental Mengidentifikasikan interaksi fundamental dan insidental merupakan langkah terakhir (keempat) dari menetapkan arsitektur produk. Interaksi fundamental adalah interaksi yang sesuai dengan garis skema yang menghubungakan satu chunk dengan chunk lainnya. (proses yang sangat mendasar dari suatu sistem operasi). Sedangkan interaksi insidental yaitu interaksi yang muncul akibat implikasi elemen fungsional menjadi bentuk fisik tertentu atau karena pengaturan geometris dari chunk.

Walaupun interaksi fundamental secara eksplisit diperlihatkan oleh skema yang menunjukkan pengelompokkan elemen menjadi chunk, interaksi insidental juga harus didokumentasikan dalam beberapa cara. Untuk interaksi chunk dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 10), diagram interaksi adalah cara yang tepat untuk menunjukkan interaksi-interaksi insidental. Untuk sistem yang lebih besar, diagram seperti ini

membingungkan, sebagai gantinya adalah metrik interaksi adalah alat yang tepat untuk menggambarkan interaksi insidental sekaligus interaksi fundamental. Metrik ini juga digunakan untuk mengelompokkan elemen fungsional menjadi chunk berdasarkan jumlah interaksi yang terjadi.

Dalam dokumen BAB 2 LANDASAN TEORI (Halaman 51-58)

Dokumen terkait